Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99525 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Permata Sari
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang implementasi kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dalam rangka peningkatan kinerja pemerintah kelurahan. Penelitian ini penting, mengingat kompleksitas tuntutan kebutuhan dan permasalahan masyarakat di Provinsi OKI Jakarta yang sangat dinamis dan mendesak untuk segera mendapat penyelesaian. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggulirkan kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dengan harapan pemerintahan perlu didekatkan kepada masyarakat, agar pelayanan yang diberikan menjadi semakin baik (the closer goverment, the better it serves). Artinya Kelurahan yang merupakan unsur pelaksana Lini/Pelaksana Kewilayahan mampu memberikan kinerjanya yang optimal dalam menjalankan fungsi utamanya memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat (close to the customer) di wilayahnya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Sementara itu, pemilihan informan dilakukan secara snowball sampling, informan pertama memberikan petunjuk tentang informan berikutnya yang dapat memberikan informasi yang tepat dan mendalam.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dalam implementasinya memiliki kecenderungan pada statutory services, artinya pemerintah kelurahan dalam menjalankan kebijakan tidak memiliki otonomi untuk membuat policy (membuat pengaturan) dan hanya bertugas melaksanakannya, tetapi terkadang pemerintah kelurahan masih mendapat kesempatan dan diskersi untuk membuat keputusan yang bersifat implementatif terhadap kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan. lmplikasinya terjadi penyeragaman pelimpahan kewenangan dan penganggaran dalam kegiatan Penguatan Manajemen Kelurahan, sehingga kinerja pemerintah kelurahan tidak ada perubahan setelah dilaksanakan kebijakan tersebut bahkan lebih terpuruk, karena kegiatan Penguatan Manajemen Kelurahan lebih mengedepankan aspek penyerapan anggaran dibandingkan progress kegiatan, apalagi didukung dengan situasi dan kondisi kelurahan yang minim akan kuantitas dan kualitas personil kelurahan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Permata Sari
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang implementasi kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dalam rangka peningkatan kinerja pemerintah kelurahan. Penelitian ini penting, mengingat kompleksitas tuntutan kebutuhan dan permasalahan masyarakat di Provinsi DKI Jakarta yang sangat dinamis dan mendesak untuk segera mendapat penyelesaian. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggulirkan kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dengan harapan pemerintahan perlu didekatkan kepada masyarakat, agar pelayanan yang diberikan menjadi semakin baik (the closer goverment, the better it serves). Artinya Kelurahan yang merupakan unsur pelaksana Lini/Pelaksana Kewilayahan mampu memberikan kinerjanya yang optimal dalam menjalankan fungsi utamanya memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat (close to the customer) di wilayahnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Sementara itu, pemilihan informan dilakukan secara snowball sampling, informan pertama memberikan petunjuk tentang informan berikutnya yang dapat memberikan informasi yang tepat dan mendalam. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan dalam implementasinya memiliki kecenderungan pada statutory services, artinya pemerintah kelurahan dalam menjalankan kebijakan tidak memiliki otonomi untuk membuat policy (membuat pengaturan) dan hanya bertugas melaksanakannya, tetapi terkadang pemerintah kelurahan masih mendapat kesempatan dan diskersi untuk membuat keputusan yang bersifat implementatif terhadap kebijakan Penguatan Manajemen Kelurahan. Implikasinya terjadi penyeragaman pelimpahan kewenangan dan penganggaran dalam kegiatan Penguatan Manajemen Kelurahan, sehingga kinerja pemerintah kelurahan tidak ada perubahan setelah dilaksanakan kebijakan tersebut bahkan lebih terpuruk, karena kegiatan Penguatan Manajemen Kelurahan lebih mengedepankan aspek penyerapan anggaran dibandingkan progress kegiatan, apalagi didukung dengan situasi dan kondisi kelurahan yang minim akan kuantitas dan kualitas personil kelurahan.

This thesis is forms a research about the implementation of Strengthening Kelurahan management policy in order to increase Kelurahan Government performance. This is important, considering the need and the problems of Jakarta society which is very dynamic is soon needed to be solved. That is why, Government of DKI Jakarta Province make a program called The Strengthening of Kelurahan Management Policy, hoping that this program can make the quality of public services, in other words ?the closer government, the better it serves?. It means, Kelurahan as the lowest of the government of DKI Jakarta Province can give the best performance while doing its function giving services to the society in its area. This research use qualitative method, which is its data get from literature, observation, and indepth interview with some informants. Meanwhile, the choosen of some informants by snowball sampling, first informant give clue about next informant that can give many right and deep informations. The result of this research shows that the implementation of this policy is preference to statutory services, means that Kelurahan doesn?t has autonomy to make a policy , Kelurahan only do the policy. But sometimes Kelurahan still has a chance to make a decision that can be implemented to the Strengthening Kelurahan management policy. The implication is delegation of authority and budgetary in this policy are being generalize in all Kelurahan, this makes the performance of Kelurahan is not better, even worse, because this policy only pay attention to the absorption of budgetary than the progress of the program/activity, with the situation and the condition of Kelurahan? staff has low quantity and quality."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agung Sulistiyono
"Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan lokasi penelitian di kawasan Muara Angke Kelurahan Pluit Kncamatan Penjaringan Jakarta Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pengelolaan dan pengolahan jenis-jenis sumber daya lokal dalam kerangka strategi pemberdayaan komunitas nelayan. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya efektifitas pemberdayaan terhadap komunitas nelayan.
Seiring dengan kemajuan kota Jakarta, berbagai program pembangunan infrastruktur di kawasan Muara Angke terus mengalami peningkatan. Pada segi sosial, berbagai pemberdayaan komunitas nelayan telah dilakukan di Muara Angke seperti Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), Pemberdayaan Wanita Nelayan (PWN), bantuan bergulir kapal perikanan, Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Sekala Kecil (PUPTSK} dan lain sebagainya. Program pemberdayaan yang telah banyak dilakukan selama ini sebagai upaya mensejahterakan nelayan baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah, nampak masih belum optimal pengaruhnya terhadap peningkatan kesejahteraan nelayan seperti yang diharapkan. Komunitas nelayan di Muara Angke masih tinggal di lingkungan dengan tingkat kepadatan yang tinggi, bahkan masih banyak dari mereka yang tinggal di bantaran sungai dengan kondisi rumah yang sangat sederhana. Sebenarnya di kawasan Muara Angke telah disediakan pemukiman yang memadai bagi nelayan dengan sistem sewa yang ringan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, akibat desakan ekonomi banyak nelayan yang kemudian menjual atau menyewakan kembali fasilitas pemukiman tersebut kepada pihak lain yang tidak berhak (berprofesi bukan nelayan). Kesulitan yang masih mendera komunitas nelayan menunjukan bahwa dari berbagai program pembangunan yang ada, ternyata kurang efektif memberdayakan komunitas nelayan di Muara Angke.
Kekurangmampuan komunitas nelayan dalam merubah nilai, norma dan berbagai sumber daya lokal yang tersedia seharusnya dipahami oleh pembuat kebijakan, sebelum menentukan program pemberdayaan komunitas nelayan, karena kornunitas nelayan membutuhkan berbagai persiapan dan penyesuaian dalam menghadapi perubahan. Untuk memahami fenomena tersebut seyogyanya dilakukan dengan mempelajari strategi pemberdayaan komunitas nelayan berbasis lokalitas agar dapat mengendalikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan dalam pengembangan suatu komunitas (community development), khususnya nelayan miskin pada skala lokal.
Kegagalan dalam penyelenggaraan program pemberdayaan dapat berupa `kemacetan' dana bergulir, penyelewengan penggunaan dana untuk kepentingan lain di luar program, bubarnya institusi-institusi sosial ekonomi yang dibangun setelah pelaksanaan program berakhir, dan sustanibilitas keberlanjutan kegiatan pemberdayaan terhenti di tengah jalan sehingga tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh pelaksanaan program pemberdayaan yang kerap tidak didasarkan pada struktur sosial budaya lokal, baik yang berhubungan dengan masalah institusi maupun dengan sistem pembagian kerja yang berlaku dalam masyarakat nelayan, akibatnya program-program pemberdayaan tersebut menjadi asing bagi masyarakat nelayan setempat, dan ironisnya, institusi bentukan program pemberdayaan yang barn sexing diperhadapkan dengan institusi-institusi lokal secara antagonistis. Sehingga, apatisme masyarakat terhadap program pemberdayaan semakin berkembang dan menimbulkan resistensi sosial yang berdampak pada penciptaan hambatan strategi terhadap keberhasilan program pemberdayaan.
Membangun kemandirian sosial ekonomi lokal dapat ditempuh melalui pembangunan lokal yang bertumpu pada pemberdayaan penduduk setempat berbasis komunitas. Pembangunan lokal, diartikan sebagai penumbuhan suatu lokalitas secara sosial-ekonomi dengan lebih mandiri, berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya, baik sumber daya manusia, sistem sosial, sumber daya alam dan infrastruktur. Hal ini harus dilakukan pada skala yang kecil (skala komunitas), dengan mengorganisasi serta mentransformasi sumber-sumber dan potensi menjadi penggerak bagi pembangunan lokal.
Pemberdayaan-komunitas-nelayan-tersebut-bertujuan pada perubahan perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan di kalangan komunitas nelayan agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam pengelolaan wilayah pesisir demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraan komunitas nelayan.
Mengacu pada upaya tersebut, alternatif pemberdayaan berbasis lokalitas yang dapat ditempuh memiliki karateristik antara lain; (1) prakarsa 1 ide berasal dari komunitas setempat, (2) dimulai dengan pemecahan masalah ril komunitas, (3) sumber utama adalah rakyat dan sumber daya lokal, (4) kesalahan dapat diterima, (5) kelembagaan pendukung dibina dari bawah, (6) evaluasi dilakukan sendiri, (7) berkesinambungan dan berorientasi pada proses, (8) kepemimpinan bersifat kuat, (9) fokus manajemen adalah kelangsungan dan berfungsinya sistem kelembagaan. Strategi pembnerdayaan alternatif yang diusulkan mengacu pada pemberdayaan dengan berbasis pada ko-manajamen."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marissa Istika
"[Tesis ini menganalisis tentang Implementasi Kebijakan Normalisasi Waduk Pluit
dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan Normalisasi Waduk Pluit
di Wilayah Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi
pustaka, observasi, dan wawancara mendalam dengan para sumber dari pihak
pemerintah, pakar kebijakan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan warga
eks Bantaran Waduk Pluit. Hasil penelitian menunjukan bahwa Implementasi
kebijakan Normalisasi Waduk Pluit tidak efektif dan belum mampu
meminimalisir banjir di Jakarta. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kebijakan Normalisasi Waduk Pluit ini adalah komunikasi, sumber daya, struktur
birokrasi, dan faktor lingkungan tempat kebijakan dioperasikan. Hasil penelitian
menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta perlu mempercepat penyelesaian
Normalisasi Waduk Pluit agar Waduk Pluit dapat berfungsi dengan baik sebagai
area resapan air dan berperan sebagai flood control system kota Jakarta. Pemprov
DKI perlu mempersiapkan dengan lebih baik pelaksanaan Kebijakan Normalisasi
Waduk Pluit yang masih berjalan sampai saat ini dan kebijakan tersebut harus
terintegrasi dengan penanganan masalah sosial dan ekonomi warga eks Bantaran
Waduk Pluit. Selain itu Pemprov DKI perlu mempercepat pembangunan rumah
susun untuk warga Waduk Pluit dan membuat Standard Operasional Prosedure
sebagai pedoman dan acuan dalam melaksanakan Implementasi Kebijakan
Normalisasi Waduk Pluit ini;The focus of this research is to analyzes the Normalization Policy Implementation
Pluit Reservoir and factors affecting the Implementation of Normalization of Pluit
Reservoir in Sub-District of Penjaringan, North Jakarta. This research uses
qualitative method that generates descriptive data collected from literature review,
observation, and depth interview with sources from varies field, such as DKI
regional government, expert in policies maker, non goverment organization
(LSM) including people who live in the area of Pluit dam. The result shows that
Implementation of Normalization of Pluit Reservoir and has not able to even
minimize the flood in Jakarta. Factors affecting the implementation of policy,
firstly are communication, resources, structure of bureaucracy and environment
where the policy operate. The research suggests that the DKI regional government
should accelerate completion Normalization Pluit reservoir so that the reservoir
can function well as a water catchment area and serves as a flood control system
of the city. DKI regional government needs to prepare the preferable to
implementation of policy normalization Pluit reservoir that still works until now
and the policy which is integrated with social and economic problem solving of
people who live in the area of Pluit Reservoir. In addition the DKI regional
government needs to speed up the construction of flats for the people who live in
the area of Pluit Reservoir and needs to make Standard Operating Procedures as a
guide and reference in implementing the Policy Implementation Normalization
this Pluit Reservoir, The focus of this research is to analyzes the Normalization Policy Implementation
Pluit Reservoir and factors affecting the Implementation of Normalization of Pluit
Reservoir in Sub-District of Penjaringan, North Jakarta. This research uses
qualitative method that generates descriptive data collected from literature review,
observation, and depth interview with sources from varies field, such as DKI
regional government, expert in policies maker, non goverment organization
(LSM) including people who live in the area of Pluit dam. The result shows that
Implementation of Normalization of Pluit Reservoir and has not able to even
minimize the flood in Jakarta. Factors affecting the implementation of policy,
firstly are communication, resources, structure of bureaucracy and environment
where the policy operate. The research suggests that the DKI regional government
should accelerate completion Normalization Pluit reservoir so that the reservoir
can function well as a water catchment area and serves as a flood control system
of the city. DKI regional government needs to prepare the preferable to
implementation of policy normalization Pluit reservoir that still works until now
and the policy which is integrated with social and economic problem solving of
people who live in the area of Pluit Reservoir. In addition the DKI regional
government needs to speed up the construction of flats for the people who live in
the area of Pluit Reservoir and needs to make Standard Operating Procedures as a
guide and reference in implementing the Policy Implementation Normalization
this Pluit Reservoir]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mimmim Arumi Wardiati
"ABSTRAK
Muara Angke merupakan suatu kawasan delta Kali Angke di Jakarta Utara yang telah dikembangkan menjadi pusat kegiatan perikanan tradisional yang diharapkan dapat diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup nelayan. Pusat kegiatan perikanan tradisional tersebut menyediakan fasilitas yang antara lain yaitu fasilitas pendaratan ikan, pengolahan ikan, pengeringan ikan, Koperasi, Bank, Pemukiman Nelayan dan lainnya. Para nelayan tersebut dapat membeli rumah dengan cara mencicil.
Ada 2 RW yaitu RW 001 dan RW 011. Areal Pemukiman Nelayan Muara Angke di delta kali Angke di daerah pasang surut, yang mengalami banjir
pasang. Penghuni terganggu oleh banjir pasang yang masuk ke dalam rumah dan jalan jalan yang tergenang air. Usaha-usaha untuk mengatasi gangguan ini adalah dengan menaikkan ketinggian jalan hampir setiap dua tahun. Hal ini menjadikan ketinggian lantai rumah lebih rendah dari ketinggian muka jalan.
Penghuni yang mampu secara ekonomi dapat menaikkan ketinggian lantai rumah dan menaikkan ketinggian atapnya. Tetapi kebanyakan penghuni tidak mampu untuk melakukannya. Mereka hanya dapat menaikkan ketinggian lantai saja dengan puing sehingga ketinggian plafond menjadi rendah. Penghuni yang tidak mampu sama sekali hanya dapat membuat penghalang di muka pintu kurang lebih 3 cm.
Anatomi rumah yang meliputi elemen-elemen seperti ketinggian lantai rumah terhadap muka jalan, ketinggian plafond terhadap lantai, luas jendela, luas rumah per orang, nampaknya mempunyai hubungan dengan jumlah penyakit yang diderita penghuninya cukup tinggi: ISPA, diare, kulit. Sebagaimana yang terungkapkan dari laporan PUSKESMAS Pluit tentang kesehatan penghuni Pemukiman Nelayan Muara Angke.
Atas dasar keadaan tersebut penulis ingin membuktikan hubungan anatomi rumah dengan penyakit yang diderita penghuninya.
Untuk itu dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
(1) Apakah ada hubungan anatomi rumah yang meliputi ketinggian lantai terhadap muka jalan, ketinggian plafond terhadap lantai rumah, luas rumah per orang, luas jendela ruang tidur ke dua, jamban/WC, tempat cuci bahan makanan dan perabot dengan penyakit yang diderita penghuninya (ISPA, diare, kulit, kecacingan).
(2) Apakah ada hubungan antara jenis penyakit yang diderita penghuni dengan jenis rumah panggung dan penghuni jenis rumah bukan panggung?
Tujuan penelitian ini adalah dibatasi untuk:
(1) Mengetahui hubungan anatomi rumah yang meliputi elemen-elemen ketinggian lantai terhadap muka jalan, ketinggian plafond terhadap Iantai rumah, luas rumah per orang, luas jendela ruang tidur ke dua, jamban/WC, tempat cuci bahan makanan dan perabot dengan penyakit yang diderita penghuninya (ISPA, diare, kulit, kecacingan).
(2) Mengetahui hubungan jenis penyakit yang diderita penghuni dengan jenis rumah`panggung dan jenis rumah bukan panggung.
Penelitian dilakukan pada Pemukiman Nelayan Muara Angke yang mempunyai 2 RW yaitu RW 001 dan RW 011. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan melihat proporsi penyakit yang diderita penghuni. Pengujian hipotesis menggunakan uji Chi-square (x2) untuk mengetahui hubungan anatomi rumah dengan penyakit yang diderita penghuninya dan untuk mengetahui hubungan penyakit yang diderita penghuni dengan jenis rumah panggung dan jenis rumah bukan panggung.
Sari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
(1) Elemen-elemen anatomi rumah yang mempunyai hubungan dengan penyakit ISPA adalah:
(a) ketinggian lantai rumah terhadap muka jalan
(b) ketinggian plafond terhadap lantai rumah
(c) luas jendela ruang tidur ke dua
(d) luas rumah per orang
(e) bahan bangunan atap
(2) Elemen anatomi rumah yang mempunyai hubungan dengan penyakit diare adalah:
- tempat bahan makanan dan perabot
(3) Elemen anatomi rumah yang mempunyai hubungan dengan penyakit kulit adalah:
- ketinggian lantai rumah terhadap muka jalan
(4) Elemen anatomi rumah yang mempunyai hubungan dengan penyakit cacingan adalah:
- ketinggian lantai rumah terhadap muka jalan
(5) Terdapat hubungan jenis penyakit yang diderita penghuni dengan jenis rumah panggung dan jenis rumah bukan panggung.
Meskipun pembangunan pemukiman neiayan Muara Angke telah memberi manfaat pada nelayan namun perlu dipikirkan langkah-langkah penanganan lebih lanjut pada pembangunan pemukiman selanjutnya yang perlu memperhatikan anatomi rumah dan keadaan daerah pemukiman (daerah pasang surut) untuk mencapai derajat kesehatan penghuni yang baik.
Elemen anatomi antara lain meliputi ketinggian lantai rumah terhadap muka jalan, ketinggian plafond terhadap lantai rumah, luas rumah per orang, luas jendela, bahan bangunan, jamban/WC, tempat cuci bahan makanan dan perabot.

ABSTRACT
Muara Angke is a delta of the Angke River in North Jakarta which has been developed for a traditional fishing centre and it is expected to enhance the quality of life of the fishermen. The traditional fishing centre is furnished, among others, with a landing facility, facilities for processing and drying of the fish, a cooperative association, a bank, housing for the fishermen, etc. The fishermen can buy a house by installments.
There are two community districts, RW 001 and RW 011. The Muara Angke fishermen housing area in the delta of the Angke River is situated in an area which is overflowed during flood tide, although
a wave-breaker has been built. The inhabitants are suffered by water flowing into their houses during flood tide, and roads standing under water. Efforts to overcome this problem by raising the road level almost every two years are very costly. This also has the result that the level of the house floor becomes lower than the level of the road. The inhabitants who do have the means can raise the level of the floor by filling and raising the roof of the house. But most of the inhabitants who do not have the means to do so, they only raise the level of the floor by filling it with debrise. So that, the height of the ceiling is getting lower to the floor. The inhabitants who don't have any means to fill the floor, they only make a small dike of 30 cm at their front doors.
The anatomy of a house, including elements like the level of the floor relative to that of the road, the height of the ceiling relative to the floor level, the window area, the area of the house per inhabitant, the toilets, the washing place for the foodstuffs and kitchen utensils, seem to be related to the high number of diseases cases such as acute infection of the respiratory system, diarrhea, skin and as is revealed by the reports on the health of the inhabitants of the Muara Angke fisherman housing area from the Pluit public health centre (PUSKESMAS).
Writer wishes to investigate whether there is a relationship between the anatomy of a house and the number of diseases of its inhabitants. The problem statement of the research can be formulated as follows:
(1) Does a relationship exist between the anatomy of a house comprising the level of the floor relative to that of the road, the height of the ceiling relative to the floor level, the area of the house per inhabitants, the window area in the second bedroom number two, the toilets, the washing place for the food stuffs and kitchen utensils and the number of diseases such as acute infection of the respiratory system, skin and worm diseases among the inhabitants?
(2) Does a relationship exist between the number of diseases in the houses on poles and the number of diseases in the houses not on poles?
The goal of this research is limited to find out:
(1) The relationship between the anatomy of a house comprising the elements of the level of the floor relative to that of the road, the height of the ceiling, area of the house per person, area of the window in the second bedroom, toilets, washing place for the food stuffs, kitchen-utensils and the number of diseases among the inhabitants (such as acute infection of respiratory system, diarrhea, skin and worm diseases).
(2) The relationship between the number of diseases in the houses on poles and in the houses not on poles.
The research has been carried out on the Muara Angke Fishermen Housing Area with its two community districts, RW 001 and RW 011. Samples area taken randomly, in proportion to the disease number of the inhabitants.
The hypothesis is tested by using the chi-square test, to reveal the relationship between the anatomy of a house and the number of diseases among the inhabitants, while the t-test is used to reveal the difference between the number of diseases in the houses on poles and in houses not on poles.
As the results of this research the following conclusions can be drawn:
(1) Elements of the anatomy of a house which have a relationship with the occurrences of cases of Acute Infection of the Respiratory System:
(a) the level of the floor relative to that of the road
(b) the height of the ceiling relative to the floor level
(c) the window area of the second bedroom
(d) the area of the house per inhabitants
(e) the material of the roof of the house
(2) Elements of the anatomy of a house which have a relationship with the occurrence of cases of diarrhea:
- the washing place for the food stuffs and kitchen utensils
(3) Elements of-the anatomy of a house which have a relationship with the occurrence of cases of skin diseases:
- the level of the floor relative to that of the road
(4) Elements of the anatomy of a house which have a relationship with the occurrence of cases of worm diseases:- the level of the floor relative to that of the road
(5) There is a relationship between the number of occurrences of diseases in the houses on poles and that in the houses not on poles, and there is significant evident that the houses on poles have a higher degree of health of its inhabitants than that of the houses not on poles.
Although the Muara Angke Fishermen Housing Area which has been built is of significant benefit to the fishermen, the action steps for quality improvement in the future development of the fishermen housing area should be planned appropriately taking into consideration the anatomy of a house and the local conditions of the area (exposed to tidal floods) to enhance the degree of health of its inhabitants.
A number of elements of house anatomy especially are as follows: the level of the floor relative to that of the road, the height of the ceiling, area of the house per person, area of the window in the second bedroom, toilets, washing place for the food stuffs and kitchen utensils.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fira Susiyeti
"ABSTRAK
Kampung Nelayan Muara Angke berada di tepi perairan Teluk Jakarta yang telah
tercemar logam kadmium. Masyarakatnya biasa mengkonsumi ikan dari Teluk Jakarta
sehingga dapat menimbulkan risiko gangguan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat risiko pajanan kadmium pada masyarakat Muara Angke melalui
pendekatan analisis risiko kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intake
kadmium melalui ikan pada masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke sebesar
0,000012 mg/kg/hari, dengan durasi pajanan masyarakat Muara Angke sebesar 24 tahun,
berat badan masyarakat Muara Angke sebesar 59 kg. Laju asupan ikan sebesar 197,4
gr/hari dan frekuensi pajanan sebesar 294,3 hari/tahun. Hasil analisis menunjukkan
bahwa Masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke baik secara populasi dan individu
belum memiliki risiko dan masih aman dari gangguan kesehatan nonkarsinogenik akibat
pajanan kadmium dalam ikan untuk saat ini sampai dengan 30 tahun mendatang dengan
asumsi bahwa sumber pajanan hanya berasal dari ikan saja dan tidak memperhitungkan
pajanan kadmium dari sumber lain.

Abstract
Muara Angke located on the shores of Teluk Jakarta which have been polluted by heavy
metals cadmium. The Community always eat fish from Teluk Jakarta, this would pose a
risk of health problems. This study aimed to determine the level of risk exposure to
cadmium at Muara Angke community through health risk analysis approach. The results
showed that the intake of cadmium on fish for people in Kampung Nelayan Muara Angke
at 0,000012 mg/kg/day, with duration of exposure to the community Muara Angke for 24
years, Muara Angke community weight of 59 kg. Fish intake rate of 197,4 g/day and
frequency of exposure of 294,3 days/year. The results showed that Muara Angke
community, population and individual do not have risks and still safe from health
disorders noncarsinogenic because of cadmium exposure in fish at this time to 30 years
ahead on the assumption that cadmium exposure comes from fish only and do not take
into account exposure to cadmium from other sources."
2010
T31412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I Ketut Suardana
"Salah satu lokasi pelacuran di Jakarta Utara adalah "Kalijodo" yang letaknya di RT 001, RT 003, RT 004, RT 005 dan RT 006 pada RW 05 Kelurahan Pejagalan Kecamatan Penjaringan yang merupakan pemukiman kumuh liar. Sebagai pemukiman kumuh, Kalijodo memiliki sejarah yang mewujudkan kondisi masyarakatnya saat ini. Lokasi pelacuran Kalijodo dimulai dengan kehadiran orang-orang Tionghoa untuk melakukan tradisi "Cungbeng" sejak 1950-an yang mengundang daya tarik untuk berkunjung dan sambil memancing ikan di Kali Banjir Kanal yang airnya bersih dan jernih sekaligus dimanfaatkan oleh orang-orang untuk mencari jodoh. Dalam perkembangannya dari tahun 1950-an sampai dengan tahun 1991-an, lokasi ini sudah berdiri rumah-rumah tempat tinggal dan rumah atau wisma bagi para Pelacur.
Sejak tahun 1992, dilakukan pengusuran oleh pihak pemerintah daerah, sehingga warga berpindah ke lokasi pelacuran Kalijodo yang terletak di sebelah Timur Kali Banjir kanal dengan nama Jalan kepanduan dua. Sebagai lokasi pelacuran di pemukiman kumuh liar Kalijodo RW 05 yang berada di 5 (lima) RT tersebut, berpenduduk 1.481 orang dari 317 Kepala Keluarga, sedangkan jumlah Pelacur terikat berjumlah 195 orang dan Pelacur bebas (Freelance) sekitar 250 orang.
Pelacuran sebagai salah satu masalah sosial, sering dipandang sebagai profesi yang haram karena dampaknya dapat menghancurkan kredibilitas sebuah rumah tangga, namun disisi lain harus diterima eksistensinya sesuai dengan tuntutan budaya masyarakat. Begitu halnya pelacuran Kalijodo dalam kenyataannya fungsional dalam sistem social masyarakat setempat yang warganya sangat tergantung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penelitian terhadap pelacuran Kalijodo, menggunakan teori Patron klien dari James Scoot, Keith R. Legg, Peter Blau dan teori Mikro Obyektif (teori 3 faktor) untuk mengetahui corak keteraturan sosial pada kehidupan masyarakat, sekaligus mendapatkan gambaran mengenai karakteristik Pelacur di lokasi tersebut. Untuk memahami makna yang ada dalam sesuatu gejala sosial, penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode etnografi untuk memahami gambaran kehidupan masyarakat melalui pengamatan terlibat dengan pengumpulan data mengunakan pengamatan, wawancara terstruktur dan spontan.
Hasil penelitian mengenai kehidupan Pelacur di pemukiman kumuh liar kalijodo menunjukkan adanya keteraturan sosial sebagai wujud dari hubungan sosial antara sesama Pelacur, dengan germo dan warga setempat yang didasari pada pola-pola hubungan Patron klien dengan jenis Patron; pemilik tanah, pemilik modal, Ketua RW dan Bapak Yus yang masing-masing berperan dalam kehidupan Pelacur di pemukiman kumuh liar Kalijodo."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T7053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aifa Destriani
"ABSTRAK
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit, khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. Program Bedah Rumah dilaksanakan oleh Yayasan Budha Tzu Chi dikawasan Kelurahan Pademangan Barat bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup dan kesehatan penghuninya. Penelitian ini menggunakan disain penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa program Bedah Rumah berhasil memperbaiki kondisi fisik rumah yaitu dinding, lantai, langit-langit, ventilasi, jendela kamar tidur, lubang asap dapur, dan sarana sanitasi yaitu sarana air bersih dan jamban, selain itu berhasil merubah perilaku hidupbersih dalam hal perilaku mencuci tangan. Hasil penelitian ini berhasil membuktikan hubungan antara variabel kondisi fisik rumah dengan penyakit ISPA dan variable sanitasi rumah dengan penyakit diare. Perbaikan kondisi rumah ternyata berhasil menurunkan angka prevalensi penyakit ISPA dari 0,41 menjadi 0,12 kasus per 1000 penduduk dan prevalensi diare dari 0,12 menjadi 0,04 kasus per 1000 penduduk. Perbaikan kondisi fisik rumah saja tidak cukup, perlu ditunjang oleh penataan dan perbaikan lingkungan sekitarnya untuk meningkatkan kualitas pemukiman yang sehat.sekitarnya untuk meningkatkan kualitas pemukiman yang sehat

ABSTRACT
Housing is one of human’s basic needs. The construction of the house and the environment which do not comply with health standards can bring risks of various contagious illnesses, especially environment-based ilnesses. The Bedah Rumah programme conducted by Tzu Chi Buddhist Foundation in Pademangan Barat district aims to improve the people’s quality of life and health. The findings of this study show that the Bedah Rumah programme has been able to improve the physical environment of the participants such as wall, floor, sailing, bed room window, ventilation and chimney condition and also sanitation condition such as water sanitation and toilet condition, in the otherside this programme can also increase hand washing behaviour of people who are living in that house. Moreover, this programme has improved the people’s health condition as can be seen from the decrease of Acute Respiratory Infection (ARI) prevalence ranging from 0,41–0,12 cases per 1000 people and diarrhea prevalence ranging from 0,12-0,04 cases per 1000 people respectively. The findings show that there is a correlation between the houses’ physical conditions and of acute respiratory infection cases and correlation between sanitation condition and of diarrhea cases. The improvement of the housing’s physical condition would not be sufficient without being supported by the betterment of the environment and city planning to continuously improve the housing condition."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>