Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129117 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Chaezienul Ulum
"buku ini membahas tentang suatu reaksi multi level yang dilakukan dalam ranah kebijakan terkait lingkungan."
Malang: UB Press, 2017
363.7 CHA e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nasichatun Asca
"Kebijakan hukum di bidang lingkungan hidup dalam pengelolaan B3 harus direncanakan dengan cermat karena merupakan bagian dari proses pembangunan industrialisasi. UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Dalam UUPLH, mengenai pengelolaan Limbah B3 diatur dalam pasal 17 dan pasal 21.
Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai pengelolaan B3, antara lain PP No.19/1994 tentang Pengelolaan Limbah B3. PP No.19/1994 merupakan jawaban pertama Pemerintah dalam upaya untuk memberikan pedoman peraturan yang dapat diterapkan oleh para pelaku usaha atau dunia industri yang berhubungan langsung dengan lingkungan terutama dengan limbah B3 lain. PP No. 19 Tahun 1994 dengan perangkat hukum yang dimaksudkan untuk mendorong industri penghasil limbah B3 agar meminimalisasi jumlah limbah B3, PP ini kemudian digantikan dengan PP No. 12 Th 1995 tentang Pengelolaan Limbah B3, diganti lagi dengan PP No. 18 Th 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, kemudian dirubah dengan PP No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, diganti dengan PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3. Ada banyak perubahan yang dalam PP yang baru ini, antara lain mengenai istilah, tidak lagi dengan istilah limbah tetapi langsung dengan penyebutan Bahan Berbahaya dan Beracun dan diijinkan kegiatan ekspor dan impor B3.
Peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan lalu lintas batas limbah, dengan dasar ratifikasi Konvensi Basel, yang bertujuan mengatur ekspor dan impor serta pembuangan limbah B3 secara tidak sah, antara lain: Keputusan Presiden RI No. 61/1993 tentang Pengesahan Convention on The Control of Trans-boundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal, Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 349/Kp/X/f92 tentang Pelarangan Limbah B3 dan Plastik, Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 155/Kp/VII/95 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Import dan Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 156/Kp/VII/95 tentang Prosedur Impor Limbah.
Penegakan hukum dalam masalah B3, berkaitan erat dengan kemampuan aparat dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Hal ini merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) sarana administrasi, kepidanaan dan keperdataan. Aparat penegak hukum lingkungan adalah: Polisi; Jaksa; Hakim; dan Pejabat/Instansi yang berwenang memberi izin; serta Penasihat Hukum. Penegakan hukum lingkungan dapat dilakukan secara preventif dan represif, sesuai dengan sifat dan efektivitasnya. Penegakan yang bersifat preventif berarti bahwa pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan kepada peraturan tanpa kejadian langsung. Instrumen bagi
penegakan hukum preventif adalah penyuluhan, pemantauan dan penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan. Penegakan hukum yang bersifat represif dilakukan dalam hal perbuatan yang melanggar peraturan. Penegakan hukum secara pidana umulnnya selalu mengikuti pelanggaran peraturan dan biasanya tidak dapat meniadakan akibat pelanggaran tersebut. Penegakan hukum lingkungan keperdataan hendaklah dibedakan dari upaya penyelesaian sengketa dengan cara gugatan lingkungan. Untuk memperoleh ganti kerugian bagi korban pencemaran akibat perbuatan melawan hukum oleh pencemar, karena sifatnya individual. Gugatan perdata yang dimaksud dalam penegakan hukum lingkungan dilakukan oleh penguasa apabila sarana penegakan hukum administratif kurang memadai.
Sarana yang dipergunakan dalam upaya penegakan hukum lingkungan meliputi: sarana administrasi; pidana dan Perdata. Sarana administrasi bersifat preventif dan tujuannya sebagai penegakan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan. Dalam sarana administrasi ini dapat diterapkan konsep "Pollution Prevention Pays" terhadap perusahaan dalam proses produksinya. Sanksi administrasi memiliki fungsi instrumental, yaitu untuk mengendalikan perbuatan terlarang, juga sebagai perlindungan kepentingan yang dijaga dengan ketentuan tersebut. Bentuk administrasi ini antara lain: Paksaan Pemerintah atau tindakan paksa, Uang paksa, Penutupan tempat usaha, Penghentian kegiatan mesin perusahaan, Pencabutan izin melalui proses, teguran, paksaan pemerintah, penutupan dan uang paksa. Sarana Kepidanaan, dalam delik lingkungan diatur dalam Pasal 41 s.d 48 UUPLH yang menyangkut penyiapan alat-alat bukti serta penentuan hubungan kausal antara pencemar dan yang tercemar. Tata caranya dalam beberapa pasal tersebut tunduk terhadap UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sarana Keperdataan, dalam hal ini yang dimaksud adalah penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-¬undangan lingkungan, terdapat kemungkinan beracara singkat bagi pihak ketiga yang berkepentingan untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa ("injuction"). Gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan atas dasar Pasal 34 UUPLH jo. Pasal 35 PP No. 74 Tahun 2001, dapat dilakukan baik melalui cara berperkara di pengadilan atau melalui media penyelesaian sengketa lingkungan.
Mengenai hak masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan B3. Hak masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan B3 meliputi: Hak masyarakat atas hidup yang baik dan sehat dan hak untuk berperan serta dalam pengelolaan B3. Hak masyarakat atas hidup yang baik dan sehat perlu dimengerti secara yuridis dan diwujudkan melalui saluran sarana hukum, sebagai upaya perlindungan hukum bagi warga masyarakat di bidang lingkungan hidup. Dalam UUPLH No. 23 Tahun 1997 Pasal 5 ayat (1) disebutkan: "Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat." Peran serta masyarakat dalam pengelolaan limbah B3 lebih diutamakan dalam hal prosedur penerapan peraturan. Peran serta
masyarakat dalam pengelolaan B3 tersebut selain memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, juga dapat mereduksi kemungkinan terjadinya konflik. Peran serta masyarakat dapat efektif dan berdaya guna, apabila kepastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya, adanya Informasi lintas batas dan informasi tepat waktu. Pasal 35 PP No. 74 Tabun 2001 tentang Pengelolaan B3, menyebutkan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang upaya pengendalian dampak lingkungan hidup akibat kegiatan pengelolaan B3 ini sedangkan dalam Pasal 36 PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3, disebutkan setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan B3 sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T19184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herliana Dewi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang desain penerapan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) berbasis standar ISO 14001 pada sektor jasa laboratorium. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat SUCOFINDO yang akan menerapkan SML. Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah bersifat kualitatif dengan menggunakan metode survei, studi literatur dan observasi lapangan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih minimnya sektor jasa laboratorium dalam menerapkan dan mendapatkan sertifikat SML ISO 14001. Oleh karena itu perlu desain yang tepat untuk membangun SML di laboratorium. Desain SML yang akan dibangun di Laboratorium Pusat SUCOFINDO yaitu mempertimbangkan masukan dari hasil analisis kendala penerapan dan pemahaman tenaga kerja terkait manfaat sertifikasi SML. Hasil keluaran dari penelitian ini adalah desain integrasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang telah diterapkan terlebih dahulu dengan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) yang akan direncanakan di Laboratorium Pusat SUCOFINDO, desain tersebut dinamakan Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (SMK3L). Keluaran lainnya dari penelitian ini adalah desain program monitoring dan rencana strategi aplikasi desain SMK3L berbasis SML ISO 14001.
Berdasarkan survei dari karyawan Laboratorium Pusat SUCOFINDO kendala utama penerapan SML adalah 1) kurangnya pengetahuan dan pengalaman di dalam penanganan lingkungan sebesar 59%, 2) belum adanya pelatihan berkaitan dengan SML sebesar 69%, 3) kendala penetapan tugas dan tanggung jawab terhadap setiap personil sebesar 64%. Pemahaman karyawan terkait manfaat utama sertifikasi SML diperoleh 81% menyatakan setuju bahwa penerapan sertifikasi SML mempunyai banyak manfaat. Pemahaman karyawan terhadap manfaat sertifikasi yang paling utama adalah 1) meningkatkan tingkat jaminan terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja terkait dampak lingkungan sebesar 93%, 2) memperbaiki proses mutu internal terkait pengelolaan lingkungan sebesar 91%, 3) manfaat yang paling utama adalah sertifikasi SML dapat meningkatkan citra perusahaan sebesar 95%.

ABSTRACT
This thesis discusses about the design implementation of Environmental Management System (EMS) based on ISO 14001 for laboratory services sector . This research was conducted at the SUCOFINDO Central Laboratory which will apply EMS. The research approach is qualitative, conducted using survey methods, literature studies and field observations. This research is motivated by the lack of laboratory services sector in applying and getting the certificate of ISO 14001 EMS. Therefore it is necessary to establish proper design EMS in the laboratory. The design of EMS to be built in the SUCOFINDO Central Laboratory is considering input from the analysis constraints of application and employees understanding related benefits of EMS certification. The output of this research is the integration of design Ocuupational Safety and Health Management System (OHSMS) which has been applied first follow by the Environmental Management System (EMS) which will be planned in SUCOFINDO Central Laboratory, the design called Occupational, Safety, Health and Environment Management System (OHSEMS) . Another output from this research is the design of the monitoring program and strategic plan design application SMK3L based on ISO 14001 EMS.
Based on a survey employees of the SUCOFINDO Central Laboratory, the main obstacle of application EMS are 1) 59% due to lack of knowledge and experience in the handling of the environment, 2) 69% due to lack of training related to the EMS, 3) 64% due to problem in setting tasks and responsibilities of each employees. The employee understanding due to main benefits of EMS certification obtained 81 % agree that the implementation of EMS certification has many benefits. The employee understanding for the main benefits of the certification are 1) increasing level of assurance to the health and safety of workers related to environmental impacts by 93 %, 2) improve the internal quality processes related to environmental management by 91 %, 3) the most important benefits of EMS certification may enhance the image of the company by 95 %."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T39199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarita Adriana Degrantino
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Yoana Kartika
"Penelitian ini menganalisis hubungan kinerja lingkungan hidup, pengungkapan lingkungan hidup, dan sistem manajemen lingkungan dan kinerja lingkungan ekonomi terhadap 55 perusahaan yang terdaftar di BEI yang merupakan industri ekstraktif dan industri dasar dan kimia yang mengikuti PROPER 2009-2010 serta menerbitkan laporan tahunan atau laporan keberlanjutan pada tahun tersebut. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik biner dan regresi linear berganda terhadap model leadlag.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan hidup pada masa lampau dengan kinerja ekonomi perusahaan tahun dasar, tidak terdapat hubungan antara kinerja keuangan pada masa lampau dengan kinerja keuangan tahun dasar, antara kinerja lingkungan hidup dan sistem manajemen lingkungan hidup berdasarkan sertifikasi ISO 14001 dengan pengungkapan lingkungan hidup.

This study analyzes the relationship of environmental performance, environmental disclosure, environmental management systems and economi performance of 55 companies listed on the Indonesian Stock Exchange in extractive industry and industry base and chemical, rated by PROPER 2009-2010 and publish annual reports or sustainability reports for the year of study. Testing was conducted using binary logistic regression analysis and multiple linear regression of the lead-lag models.
The results of this study indicate that there is a significant positive relationship between environmental performance in the past with the economic performance of companies in the base year, there is no relationship between financial performance in the past with the financial performance in the base year, environmental performance and environmental management system with environmental disclosure.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Soerjani
Jakarta: Yayasan Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan, 2007
333.7 MOH l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Barrow, Christopher J.
"Exploring the nature and role of environmental management, covering key principles, practices, tools, strategies and policies, this work focuses on sustainable development. It covers topics such as key resources under stress, environmental management tools, climate change and urban environmental management."
London: Routledge, 2006
363.705 BAR e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sabikhism Noorfajr
"Penulisan ini berupaya untuk menganalisis bagaimana pemerintah menanggapi permasalahan mengenai isu lingkungan hidup yang sudah hadir pada tahun 1960-an. Sejak meningkatnya kebutuhan infrastruktur serta teknologi di Indonesia menyebabkan perkembangan yang meningkat begitu pesat. Infrastruktur yang dibangun diantaranya seperti industri, gedung-gedung perkantoran, hingga pemukiman warga. Akan tetapi, dengan adanya pembangunan-pembangunan tersebut memberikan dampak terhadap lingkungan. Pemerintah pada masa Orde Baru menanggapi permasalahan tersebut dengan menerapkan berbagai kebijakan, seperti dibentuknya Kementerian Lingkungan Hidup serta memberikan mandat kepada Emil Salim sebagai Menterinya guna mengatasi masalah lingkungan Hidup yang semakin mengakar. Salah satu langkah awal yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup adalah dengan menetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, Pemerintah juga membuat kebijakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam upaya mengontrol dan mengawasi industri-industri yang berpotensi besar dapat merusak lingkungan hidup. Karya penulisan ini berbeda dengan karya- karya sebelumnya karena dari hasil yang didapat dalam penelitian-penelitian mengenai permasalahan lingkungan hanya ditulis secara umum dalam aspek lingkungan ataupun hukum tanpa menggunakan penulisan sejarah, sedangkan penulisan ini ditulis dengan pendekatan penulisan sejarah lingkungan. Dari hasil penulisan ini dapat dijelaskan bahwa penerapan kebijakan AMDAL pada masa ini terbukti belum dapat diimplementasikan dengan sesuai karena sejak kebijakan tersebut diterapkan masih banyak penyelewengan-penyelewengan yang terjadi.

This study aims to define how the government responds to problems regarding environmental issues that present in the early 1960s. Since the increase of infrastructure development as well as technology in Indonesia, the country’s development is increasing rapidly. Several infrastructures that were built are such as industry, office buildings, to residential areas. However, with those infrastructures being built, it gave bad impacts to the environment. In the new order era, the government responded to that problem by applying a series of policies, such as the formation of the Ministry of Environment and giving Emil Salim a mandate as the minister to resolve problems regarding the living environment which was getting bigger. One of the initial steps done by the Ministry of Environment was establishing Law No. 4 of 1982 regarding basic provisions of environmental management. Besides that, the government also established Analysis Regarding Environmental Impact (AMDAL) in an attempt to control and to supervise industries which have big potential to harm the environment. This study is different from the previous studies because the results of the previous ones regarding environmental problems were only written generally in the aspects of environment and law but not in the aspect of history, while this study is written with an approach of environmental history. From this study, it can be explained that the practice of AMDAL policy in this era is proven cannot be implemented yet accordingly, because since the establishment of that policy there are still many frauds and deceptions that happen."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rasdiman Rasyad
"Tingginya angka laju pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia dalam 3 dekade terakhir menyebabkan permintaan akan pelayanan prasarana kota meningkat tajam. Hal ini mendorong pemerintah untuk membangun prasarana kota secara besar-besaran, meluas dan terencana. Pembangunan prasarana kota dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk, untuk memacu perkembangan ekonomi dan mengarahkan perkembangan fisik kota. Kepentingan pembangunan prasarana kota untuk mengarahkan perkembangan fisik kota adalah untuk mencapai kualitas tata ruang perkotaan yang baik sehingga kota layak untuk dihuni oleh penduduknya.
Penelitian mengenai manfaat pembangunan prasarana kota untuk memenuhi kebutuhan penduduk telah banyak dilakukan. Namun pengaruh pembangunan prasarana kota terhadap kualitas tata ruang belum banyak diteliti. Kualitas tata ruang merupakan salah satu faktor yang membentuk kualitas Iingkungan hidup perkotaan. Dengan meneliti kualitas tata ruang suatu wilayah, dapat diketahui gambaran kualitas lingkungan hidup wilayah tersebut.
Penelitian ini menilai kualitas tata ruang suatu kawasan dengan mengukur variabel-variabel tertentu sebagai indikator dari kualitas tata ruang tersebut. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa (i) kualitas tata ruang pada koridor perkembangan perkotaan ditentukan oleh faktor-faktor kepadatan hunian, koefisien dasar bangunan, penggunaan tanah, garis sempadan bangunan, dan pohon peneduh; dan bahwa (ii) perkembangan fisik perkotaan di lokasi penelitian cenderung menyebabkan rendahnya kualitas tata ruang kawasan tersebut.
Lokasi penelitian merupakan penggalan prasarana jalan yang telah mengalami perubahan kondisi sebagai akibat dari pelebaran pada tahun 1997 - 1999. Jalan yang menghubungkan Kota Cibinong dengan Kota Citeureup sekarang ini telah berkembang menjadi koridor perkembangan perkotaan yang memiliki peran ekonomi yang cukup penting bagi Kabupaten Bogor.
Metode penelitian yang digunakan adalah metoda deskriptif dan survey. Variabel yang diteliti adalah Kepadatan Hunian dan Koefisien Dasar Bangunan (dua indikator terpilih yang mewakili faktor daya dukung lingkungan), Kecocokan Penggunaan Tanah (indikator terpilih yang mewakili faktor fungsi lingkungan), Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh (dua indikator terpilih yang mewakili faktor estetika lingkungan). Variabel dipilih berdasarkan pertimbangan batasan operasional kualitas tata ruang dan kemungkinan ketersediaan data.
Penilaian kualitas rata ruang dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian setiap variabel terhadap tolak ukur tertentu. Tolak ukur dikembangkan dari ketentuan variabel-variabel tersebut yang dialur di dalam berbagai peraturan daerah Kabupaten Bogor terkait dan beberapa referensi lainnya. Skala penilaian yang digunakan di dalam tolok ukur adalah 1 (sangat buruk) sampai dengan 5 (sangat baik).
Hasil analisis univariat dengan metoda distribusi frekuensi memperlihatkan bahwa variabel Kepadatan Hunian dan Koefisien Dasar Bangunan memiliki nilai buruk. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk di lokasi penelitian telah melampaui ketentuan sebagaimana yang ditetapkan di dalam rencana tata ruang wilayahnya, dan sebagian besar bangunan dibangun dengan melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan yang ditetapkan di dalam rencana tata ruang wilayahnya.
Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa variabel Kecocokan Penggunaan Tanah memiliki nilai menengah. Hal ini menunjukkan bahwa banyak bangunan yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata guna lahan dibandingkan bangunan yang digunakan sesuai dengan ketentuan rencana tata guna lahan. Hal ini membelikan gambaran bahwa perkembangan fisik perkotaan yang terjadi di lokasi penelitian tidak sepenuhnya mendukung fungsi lingkungan yang diinginkan.
Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan memiliki nilai yang cukup baik dan Ratio Pohon Peneduh memiliki nilai yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak bangunan yang menaati ketentuan garis sempadan bangunan, namun sebagian besar halaman bangunan tidak memiliki pohon peneduh atau memiliki pohon peneduh kurang bila dibandingkan dengan luasnya.
Secara keseluruhan, nilai rata-rata kualitas tata ruang lokasi penelitian adalah menengah, namun secara distributif, sebagian besar bangunan sampel berada pada kelompok yang berkualitas buruk dan sangat buruk. Hal ini menunjukkan bahwa Kualitas Tata Ruang Lokasi Penelitian yang dibentuk oleh variabel-variabel Kepadatan Hunian, Koefisien Dasar Bangunan, Kecocokan Penggunaan Tanah, Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh berada dalam keadaan yang cenderung buruk.
Hasil analisis univariat juga memberikan petunjuk bahwa variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh merupakan variabel yang berpengaruh terhadap pembentukan kualitas tata ruang di lokasi penelitian. Hasil analisis multivariat dengan metoda analisis faktor menunjukkan bahwa faktor yang dibentuk dari kombinasi variabel Koefisien Dasar Bangunan, Ketaatan Garis Sempadan Bangunan, dan Ratio Pohon Peneduh merupakan faktor yang berdasarkan uji validasi sampel, sangat stabil, Artinya faktor tersebut dapat digeneralisasi untuk menganalisis populasi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas tata ruang di lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel Koefisien Dasar Bangunan, dan oleh variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh.
Dari hasil analisis tersebut dapatlah disimpulkan bahwa pembentukan kualitas tata ruang di lokasi penelitian sangat di pengaruhi oleh variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh.
Dengan memperhatikan hasil-hasil penelitian di atas, dapatlah diajukan saran sebagai berikut:
1) Indikator/variabel yang digunakan di dalam penelilian ini adalah merupakan ketentuan di dalam rencana kata ruang wilayah daerah. Oleh karena itu penelitian ini dapat dijadikan model bagi pemerintah daerah untuk menilai dan mengevaluasi pencapaian kualitas tata ruang bagian-bagian wilayahnya.
2) Indikator/variabel yang dinilai berpengaruh kuat terhadap kualitas tata ruang di lokasi penelitian perlu mendapat perhatian oleh pemerintah daerah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan perkembangan fisik perkotaan.
3) Pemerintah daerahn perlu menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) setiap bagian wilayah yang telah menunjukkan perkembangan yang cepat.
4) Penelitian serupa sebaiknya menggunakan variabel yang lebih beragam dan sampel yang lebih banyak.

The high rate of urban population growth in Indonesia in the last 3 decades increasing high demand of urban infrastructures. This situation encourage the Government to build a huge, wide and planned urban infrastructure. The development of urban infrastructure were intended to fulfill the basic needs of inhabitant, to spur ahead economic development of the city, and to lead physical development of the city. The significances of urban infrastructures development in leading physical development of the city is to accomplish a good urban area spatial quality suitable to be inhabited by its inhabitants.
The research concerning to the benefits of urban infrastructure development in fulfilling the basic needs of inhabitant were mostly performed. However the influence of urban infrastructure development to the urban area spatial quality is lessly examined. The urban area spatial quality is one of the factors which is generating the urban area environment quality. By examining the urban area spatial quality, we could have an outline of environment quality of the area.
The research is assessing the area spatial quality by measuring selected variables as the indicators of spatial quality. Hypothesis which is set forward are that (i) the spatial quality on urban development corridor is detemiined by the factor of dwelling density, building coverage ratio, land use, building line, and shade trees; and that (ii) the physical development in the research location tend to depleting the area spatial quality.
The research location is a section of access road with its condition changing due to widening project in 1997 - 1999. The section that linking Kota Cibinong and Kota Citeureup recently has been developed as urban development corridor with its important economic role for Bogor Regency.
The research methodology is descriptive and survey methodology. The variables examined are Dwelling Density and Building Coverage Ratio (two selected indicators which represent the factor of environment carrying capacity), Land Use Suitability (selected indicator which represent the factor of environment function), Building Line Obedience and Ratio of Shade.
Trees (two indicators which represent the factor of environment aesthetic). The variables were selected by considering the operational definition of spatial quality and the situation of research location.
The assessment of spatial quality was executed by comparing the result of each variabel to a certain standard. The standards are developed from the stipulation of variables which are stipulated in various relevant local regulations of Bogor Regency and other references. The assessment scale used in the standard is from 1 (very bad) to 5 (very good).
The results of univariate analysis with frequency distribution methodology shows that the values of Dwelling Density and Building Coverage Ratio variable is bad. These figures show that the level of population density in the location has exceeded the ideal standard as stipulated in its spatial plan, and most of buildings are built by violating the stipulation of building coverage ratio which stipulated in its spatial plan.
The results of analysis also show that the value of land Use Suitability variable is moderate. It shows that more buildings are used in incompatible way to the land me plan rather than the buildings in compatible way to the plan. This situation describes that the physical development of the area is not fully support the expected environment functions.
The analysis show that the level of Building Line Obedience variable is good and Ratio of Shade Trees is bad. These figures show that sufficient amount of buildings comply with the regulation of building lines, and most building's yard does not have shade trees or have little compare to the wide of the yard.
As a whole, the level of Spatial Quality of Research Location is moderate, however distributively, most of sample buildings are in the group with bad and very bad quality. This point indicates that the spatial quality which created by the variables of Dwelling Density, Building Coverage Ratio, Land Use Suitability, Building Line Obedience and Ratio of Shade Trees tends to be in bad situation.
The result of univariate analysis also show that the variable of Building Line Obedience and Ratio of Shade Trees are the variables with influence to the creation of spatial quality of research location.
The result of multivariate analysis by using factor analysis method shows that the factor developed from the combination of Building Coverage Ratio, Building Line Obedience, and Ratio of Shade Trees are the factors which, based on validation examination of sample, very stable. It means that factor might be generalised to analyse the population. This indicates that the spatial quality of research location is intensely influenced by the variables of Building Coverage Ratio, Building Line Obedience, and Ratio of Shade Trees.
From the result of these analysis, it might be summarized that the creation of spatial quality of research location intensely influenced by Building Line Obedience and Ratio of Shade Trees variables.
Taking into account the results above, the following recommendations could be submitted:
1) Indicators/ variables used in the research are parts of the stipulation of the local spatial plan. Therefore the research could be used as model to the Local Government to assessing and evaluating the gain of spatial quality of its parts area.
2) Indicators/ variables assessed that intensely influencing the spatial quality of research location need to be noticed by Local Government in order to control the physical development of the area.
3) The Local Government needs to prepare Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL/ Building and Environment Code) of every part of its area which is inclining fast development.
4) It is better for the next similar research, if any, to use more various variables and sample size."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Metrini Geopani
"Tesis ini menganalisis kebijakan pengelolaan 12 pulau kecil terluar Indonesia terkait dengan bagaimana proses sekuritisasi, strategi pengelolaan sumberdaya lingkungan hidup dan pengelolaan kesejahteraan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi ancaman kedaulatan negara. Metode analisis isi ( content analysis) terhadap kebijakan pengelolaan 12 pulau kecil terluar Indonesia digunakan melalui tabulasi skema Barry Buzan, et al, indikator kinerja aspek pengelolaan lingkungan hidup dan pendekatan kesejahteraan pada 12 pulau kecil terluar Indonesia dengan pendekatan kualitatif. Variabel yang diamati adalah proses sekuritisasi, lingkungan hidup, dan kesejahteraan masyarakat terhadap ancaman kedaulatan negara. Hasil penelitian memperlihatkan proses sekuritisasi 12 pulau kecil terluar untuk mengatasi ancaman kedaulatan Indonesia hanya terjadi pada derajat politisasi dimana isu PKT hanya penting dibicarakan antar lembaga saja terutama Pulau Nipa dan Pulau Miangas. Sepuluh dari keduabelas PKT Indonesia justru mengalami desekuritisasi akibat kebijakan pengelolaan 12 PKT lebih menekankan aspek lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat. Strategi pengelolaan lingkungan hidup ( environment) 12 pulau kecil terluar Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah tidak dapat sepenuhnya mampu mengatasi ancaman kedaulatan Indonesia. Degradasi lingkungan baik secara alami maupun tekanan antropogenik pada 12 PKT Indonesia tidak menjamin keberlanjutan SDA. Strategi pengelolaan kesejahteraan ( prosperity approach) 12 pulau kecil terluar Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah dapat mengatasi ancaman kedaulatan Indonesia dengan segala keterbatasan pada lima pulau yang berpenduduk terkait dengan jarak, infrasruktur, ketimpangan ekonomi dengan negara tetangga. Hal ini berpengaruh pada kualitas hidup dalam pemenuhan kebutuhan dasar penduduk setempat yang pada akhirnya berdampak pada nasionalisme. Strategi pengelolaan 12 PKT Indonesia pada akhirnya memerlukan proses sekuritisasi, pendekatan lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat untuk keberlanjutan kedaulatan negara."
2008
T25626
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>