Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194390 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suhendra
"Kepailitan merupakan suatu peristiwa yang wajar dalam suatu perekonomian baik di Indonesia maupun di luar negeri, namun seharusnya tidak terjadi. Sumber kepailitan dapat berasal dari dalam perusahaan itu sendiri maupun dari luar. Sumber kepailitan merupakan masalah yang harus ditanggulangi. Namun permasalahan kompleks muncul di saat Pendekatan Keuangan dan Pendekatan Hukum, khususnya hukum di Indonesia, memiliki sudut pandang yang berbeda mengenai Kepailitan sehingga tidak menimbulkan konflik. Tidak sedikit orang yang berpendapat bahwa Pendekatan Hukum, khususnya hukum di lt1donesia, sudah berjalan paralel dengan Pendekatan Keuangan.
Karya akhir ini akan menganalisis lebih lanjut mengenai apakah Pendekatan Keuangan dan Pendekatan Hukum sudah berjalan paralel dalam menyimpulkan suatu kepailitan atau berjalan berlawanan. Permasalahan ini semakin menarik di saat PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dinyatakan pailit karena PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia tidak membayar dividen sebesar Rp. 32.789.856.000,- kepada PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk. (dalam pailit). Banyak pihak dari dalam dan luar negeri saling berargumentasi pro dan kontra terhadap putusan pailit PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia tersebut. Tingkat perkembangan Pendekatan Hukum dan Pendekatan Keuangan di dunia bisnis kadang berjalan tidak selaras. Ada yang berpendapat bahwa perkembangan Pendekatan Hukum harus menyesuaikan diri dengan Pendekatan Keuangan. Namun ada yang berpendapat bahwa Pendekatan Keuangan-lah yang harus menyesuaikan diri dengan Pendekatan Hukum. Proses penyelarasan Pendekatan Hukum dan Pendekatan Keuangan memang membutuhkan waktu.
Dalam kesempatan ini PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia akan dikaji berdasarkan Pendekatan Keuangan dan Pendekatan Hukum. Dengan Pendekatan Keuangan, laporan keuangan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia per 31 Desember 1999 dan 1998 (karena laporan keuangan ini yang dijadikan dasar kepailitan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia) akan dianalisis berdasarkan Stock-based Insolvency, Flow-based Insolvency, Solvency Margin, dan Model Z guna mencari tahu apakah PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia memang dikategorikan perusahaan yang solvent atau insolvent saat dipailitkan. Karya akhir ini menganalisis kinerja PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia secara tersendiri dan membandingkan kinerja keuangan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dengan perusahaan-perusahan asuransi jiwa lainnya, yakni PT Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912, PT Asuransi Jiwa Principal Indonesia, PT Asuransi Niaga Cigna Life, dan PT Metlife Sejahtera. Perbandingan ini dilaksanakan guna mengetahui kondisi keuangan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia seobyektif mungkin. Kecuali PT Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912, perusahaan-perusahaan asuransi jiwa lainnya tersebut adalah perusahaan yang memiliki induk perusahaan di luar negeri; sama halnya dengan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia. Dengan adanya perbandingan perusahaan-perusahaan yang sejenis, baik dari bidang usaha dan kepemilikan, maka kinerja PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dapat dilihat secara lebih obyektif.
Karya akhir ini mengacu putusan pailit PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia yang diputus oleh Pengadilan Niaga sebagai kajian Pendekatan Hukum. Berdasarkan Pendekatan Hukum, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri kemudian putusan pailit Pengadilan Niaga tersebut dikoreksi kembali oleh putusan kasasi Mahkamah Agung dengan alasan yang bersifat administratif, yakni kurator PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk. (dalam pailit) belum memperoleh ijin dari Hakim Pengawas dan Panitia Kreditor. Apabila kuratof PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk. (dalam pailit) telah memperoleh ijin dari Hakim Pengawas dan Panitia Kreditor maka Mahkamah Agung dapat memperkuat putusan Pengadilan Niaga.
Pendekatan Hukum yang dilakukan Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung tersebut tidak mempertimbangkan Pendekatan Keuangan atau tidak ada pendekatan kwantitatif-nya. Pendekatan Hukum tidak memiliki filter untuk memilah-milah apakah pengajuan pailit suatu perusahaan memang layak diproses oleh Pengadilan Niaga berdasarkait Hukum Pailit atau diproses oleh Pengadilan Negeri berdasarkan hukum perdata pada umumnya. Karya akhir ini bertujuan memberikan sumbangan praktis dan teoritis bagi perkembangan bidang keuangan dan bidang hukum."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rusmy Mustari
"Skripsi ini membahas mengenai insolvensi sebagai syarat pengajuan kepailitan. Dalam hukum kepailitan debitor dapat dimohonkan pernyataan pailit apabila debitor tersebut sudah dalam keadaan insolven (tidak mampu membayar utang). Keadaan insolven adalah keadaan dimana aset yang dimiliki oleh debitor sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban membayar utang. Syarat Kepailitan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU hanya mensyaratkan terdapatnya lebih dari dua kreditor dan utang yang jatuh tempo tanpa syarat insolvensi. Hal tersebut menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia yang masih solven dipailitkan seperti yang terjadi pada PT. Telkomsel dan PT. AJMI. Pengaturan tersebut jelas berbeda apabila dibandingkan dengan pengaturan kepailitan yang diterapkan di Amerika Serikat, Jepang, dan Belanda. Ketiga negara tersebut mengatur syarat keadaan tidak mampu membayar utang sebagai syarat permohonan pailit. Insolvensi tes merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memperoleh pernyataan apakah debitur dalam keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya lagi.

This Thesis is aimed to explain insolvency as a the terms of bankruptcy. Debtor could be filed for a petition of bankruptcy if the debtor is already insolvent (unable to pay the debt). Insolvent is a condition where the assets owned by the debtor are not sufficient to meet the obligation to pay the debt. Terms of bankruptcy stated in Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment only requires more than two creditors and the debt maturity without the insolvency condition. It causes many companies in Indonesia which are still solvent are being bankrupt as in PT. Telkomsel and PT. AJMI. The regulation is clearly different if it is compared with bankruptcy arrangements applied in the United States, Japan, and the Netherlands. The three countries set the term ?unable to pay the debt? as a condition for bankruptcy. Insolvency test is a method used to obtain the statement of whether the debtor is unable to pay its debts again.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Yulandarie
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25105
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Thomas Edison
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rita Triana Budiarti
"Hukum Kepailitan merupakan cara penyelesaian utang piutang yang cepat agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi para kreditur. Hukum Kepailitan di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Kepailitan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nornor 87). Menurut undang-undang tersebut, persyaratan untuk dinyatakan pailit adalah apabila debitur mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Utang harus dapat dibuktikan secara
sederhana. Dengan demikian, harus ada ukuran atau kriteria utang sebagai landasan agar pembuktian utang secara sederhana tersebut dapat dilakukan. Akan tetapi, kriteria tersebut tidak ditemukan dalam undang-undang kepailitan. Di pihak lain, tradisi peradilan di Indonesia menganut sistem civil law. Dalam sistem ini asas precedent tidak berlaku secara mutlak, sehingga pntusan hakim terdahulu dalam perkara yang serupa tidak mengikat hakim kemudian. Para hakim di pengadilan civil law memutuskan perkara berdasarkan pada peraturan perundang-undangan terulis. Apabila peraturan perundang-undangan itu tidak mengatur secara jelas, hakim memiliki kewenangan untuk melakukan penafsiran (interpretasi). Akibat tidak adanya definisi utang, maka kebebasan interpretasi tersebut dapat menimbulkan terjadinya berbagai pengertian utang, yang pada akhirnya
menyebabkan tidak adanya kepastian hukurn. Keadaan ini dapat berdampak terhadap berkurangnya investor asing di Indonesia. Oleh karena itu, dalam upaya memberi kepastian hukum, harus ada rumusan utang dalam hukum kepailitan di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Asikin
Jakarta: Rajawali, 2001
346.078 ZAI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Asikin
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002
346.078 ZAI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Asikin
Jakarta: Rajawali, 1991
346.078 ZAI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Norista Veronika
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S24104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>