Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114520 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ganjar Kiswanto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
PGB 0579
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Pharisza Amrullah
"Jig merupakan salah satu alat bantu kegiatan manufaktur yang berfungsi untuk memposisikan, dan mengunci benda kerja pada lokasi kerjanya sebelum proses perakitan atau permesinan dilakukan. Jig untuk proses tack welding frame bolster kereta KKBW PT INKA (Persero) memiliki waktu pemasangannya yang cukup lama, dan frekuensi output yang terdeformasi cukup banyak, menjadi dasar bagi penulis untuk memodifikasi desain jig tersebut agar lebih optimal. Design For Manufacture & Assembly atau DFMA adalah sebuah metode rekayasa yang berfokus pada pengurangan time-to-market dan total biaya produksi dengan memprioritaskan kemudahan pembuatan part dari produk dan perakitan part produk yang disederhanakan. DFMA dibedakan menjadi DFA atau Design For Assembly dan DFM atau Design For Manufacture. Konsep DFA ini akan diaplikasikan dalam dua proses perakitan, yaitu proses pemasangan frame bolster ke jig dan proses perakitan jig itu sendiri. Konsep DFM akan digunakan untuk menganalisis biaya manufaktur sebelum dan setelah dilakukannya modifikasi. Teori terkait kompleksitas juga akan diterapkan untuk memastikan bahwa nilai kerumitan atau kompleksitas dari proses-proses perakitan setelah modifikasi desain jig menurun. Menggunakan konsep-konsep dari metode DFMA, didapatkan penurunan waktu pemasangan frame bolster ke jig sebesar 31,39% dengan penurunan kompleksitas perakitannya sebesar 10,34%, penurunan waktu perakitan jig ke ground base sebesar 28,21% dengan penurunan kompleksitas perakitannya sebesar 7,14%,dan penurunan biaya manufaktur sebesar 9,53%.

Jig is one of the manufacturing tools that functions to position and lock the workpiece in its work location before the assembly or machining process is carried out. The jig used for tack welding process of PT INKA (Persero) KKBW train bolster frames have a long installation time, and quite a lot of deformed output frequencies, which is the basis for the author to modify the jig design to make it more optimal. Design For Manufacture & Assembly or DFMA is an engineering method that focuses on reducing time-to-market and total production costs by prioritizing the ease of manufacturing parts of products and simplified assembly of product parts. DFMA can be divided into DFA or Design For Assembly and DFM or Design For Manufacture. DFA concepts were applied into two processes of the jig, those are: the installation of bolster' frames into the jig, and the assembly of the jig' parts itself into the ground base. DFM concepts were used to analyze the cost to manufacture the jig. Using concepts from the DFMA method, results in 31.39% decrease in the installation time of the bolster frames to the jig with a 10.34% reduction in assembly complexity, 28.21% decrease in the assembly time of the jig' part into the the ground base with a 7.14% reduction in assembly complexity, and a 9.53% reduction in manufacturing costs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mangunsong, Ivan G.H.
"Tuntutan terhadap adanya suatu jaminan/pemastian mutu yang dapat diberikan oleh pemasok kepada pelanggan, telah melahirkan suatu standar yang lebih berorientasi kepada sistem dan proses, yang kemudian dikenal sebagai Standar Sistem Mutu ISO 9000.
Dalam perkembangannya, ternyata penerapan ISO 9000 memberikan banyak sekali manfaat dan nilai tambah kepada perusahaan, seperti penurunan biaya, peningkatan produktivitas, efisiensi, kepuasan pelanggan, dan lain sebagainya. Selain itu, untuk menghadapi era pasar bebas ASEAN (AFTA) dan era pasar bebas dunia (APEC), perusahaan di Indonesia dituntut untuk meningkatkan mutu produknya supaya dapat memenangkan persaingan. Dan juga terdapat beberapa negara yang mempersyaratkan Sertifikat ISO 9000 untuk produk negara lain yang dipasarkan di negara tersebut. Hal ini cepat atau lambat akan menghambat pemasaran produk-produk Indonesia, jika perusahaan di Indonesia tidak segera memperoleh Sertifikasi ISO 9000.
Untuk memperoleh Sertifikat ISO 9000, sistem mutu perusahaan tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan Standar Sistem Mutu ISO 9000. Pada intinya, sistem ini menitik-beratkan pada sistem dokumentasi perusahaan dan kekonsistenan perusahaan dalam melakukan apa yang tertulis dalam dokumen-dokumen tersebut.
Di masa yang akan datang, Sertilikasi ISO 9000 akan menjadi suatu kebutuhan dasar bagi pertumbuhan dan pengembangan perusahaan. Oleh karena itu, perlu kiranya setiap perusahaan di Indonesia mempersiapkan diri agar dapat memenuhi persyaratan Sertilikasi ISO 9000."
1997
S36842
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Supriyarto
"ABSTRAK
Sistem manufaktur pada Perum X adalah mengolah input menjadi output dengan menggunakan sumber-sumber daya untuk menghasilkan produk dengan sifat produk massa. Masalah yang timbul adalah salah cetak (miss print) dan produksi lebih (over production) yang cenderung meningkat, sehingga menyebabkan pemborosan-pemborosan, yang semuanya itu menuju ke biaya (cost), untuk itu dilakukan pemecahan masalah.
Dalam menganalisa, dilakukan pengumpulan data skunder, pengambilan data sampling berjumlah (n) = 55 selama + 3 bulan di unit kerja untuk semua jenis pecahan. dari lima jenis pecahan dipilih salah satu jenis pecahan yang dominan hasil cacatnya, yaitu pecahan-4.
Hasil dari analisa tersebut, dilakukan pengendalian antara lain: mengurangi persediaan barang setengah jadi ( work in process) yang tidak bernilai tambah serta mengurangi hasil cacat .
Dari hasil analisa diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Penghematan sebesar 2 % kali 2.295 X untuk jam kerja orang, serta 2% kali 615 X untuk jam kerja mesin, sedangkan untuk persediaan optimal antar mesin-mesin sebesar 226.750 lembar, dengan reduksi biaya work in process 173.250 kali ongkos cetak, reduksi biaya pemindahan bahan 35 kali jumlah tenaga kerja kali ongkos tenaga kerja per waktu, reduksi biaya penyimpanan 173.250 kali biaya penyimpanan per lembar, reduksi waktu 23 jam, dimana X adalah jumlah pesanan pecahan-4 dalam satu tahun.
Selanjutnya perlu direkomendasikan kepada pihak manajemen/terkait sebagai dasar untuk ditindaklanjuti. Antara lain: team working, pemberdayaan karyawannya, serta pengawasan dan pengendalian biaya anggaran serta jadwal produksi.

ABSTRACT
To convert input through output in the X-Government company (Perum X) manufacturing system was done by using their resources to make products in mass production system. Miss-print and over production are the production problem which has a tendency to increase and this circumstances due to production cost waste, so that problem have to be solved.
The problem analyze is done by collecting secondary data, and it takes about 3 months in collecting 55 sampling data in unit station for all kind of nominal products. From the total nominal product (5 type) it was found that 4-nominal is dominant product reject.
From analyzing process result the problem solution by cut off work in process which has no additional value. And it could be summarized that :
2% of 2,295 the 4-nominal for man hour saving.
2% of 615 the 4-nominal for machine working hour.
- Optimal inventory level as 226,750 sheets.
- Work in process cost reduction as 173,250 of printed cost.
Moving raw material cost as 35 times of man power cost in time.
Inventory cost reduction as 173,250 times of inventory cost per sheets. Working hour cost reduction as 23 working hour.
And it was recommended to management to make a team work to maintain man power and monitoring and controlling production budget and production schedule.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Hebron
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Yuliastanti
"Lingkungan bisnis telah menjadi global dan kompetitif menuntut perusahaan untuk menghasilkan value terbaik bagi customer. Value disini termasuk diantaranya adalah harga yang kompetitif sehingga kebutuhan akan informasi kalkulasi biaya yang terinci menjadi hal yang penting. Ketika biaya overhead menjadi cukup tinggi diperusahaan, penggunaan satu tarif overhead atas produk yang berbeda menghasilkan biaya produk yang tidak akurat. Disisi lain manajemen tidak mempunyai pemahaman secara jelas bagaimana biaya-biaya dapat ditelusuri ke masing-masing produk. Sebagai alat bantu untuk mendapatkan penghitungan biaya produk yang lebih akurat salah satunya adalah melalui penerapan sistem Activity Based Costing (ABC). PT. XYZ yang menerapkan sistem biaya tradisional mengalami hal yang sama seperti diatas. Terdapat selisih yang signifikan antara alokasi biaya overhead yang menggunakan sistem tradisional dengan sistem Activity Based Costing (ABC). Beberapa produk yang dilaporkan menguntungkan ternyata merugikan perusahaan ketika dianalisa menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC). Produk-produk yang memberikan kerugian ini akan berpengaruh besar pada tingkat margin keuntungan perusahaan secara keseluruhan. Sistem Activity Based Costing memperbaiki keakuratan perhitungan biaya produk dengan mengakui bahwa banyak dari biaya overhead tetap, ternyata bervariasi secara proporsional dengan perubahan selain volume produksi. Dengan memahami apa yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat atau menurun, biaya tersebut dapat ditelusuri ke masing-masing produk. Hubungan sebab akibat ini memungkinkan manajer untuk memperbaiki ketepatan perhitungan biaya produk, yang secara signifikan memperbaiki pengambilan keputusan.

Business environment become globalize and competitive forces the company to create its best value for customer. Value in this case including competitive price, so the need for detail cost calculation becomes important thing. When overhead cost high in the company, implementation of single overhead tariff for the products create inaccurate product cost. On the other side, management doesn?t have clear understanding about how to trace back the costs to every product. As a tool to get more accurate product cost calculation, we can implement Activity Base Costing (ABC) system. PT XYZ which implements traditional cost system experience the same thing as mentioned above. There is significant difference when allocating overhead cost using traditional system compare to ABC system. Some products are reported as profitable, in fact is loss when analyzing using ABC system. Some un-profit products give significant impact for company profit margin in general. ABC system refining accuracy of product cost calculation by committing lots of fixed overhead cost, in fact are proportionally variable with changes in besides of production quantity. By understanding what make the costs are increase or decrease, the costs could be traceable to its products. This cause-Impact relation make possible for management to enhancing accuracy of product cost calculation which significantly improving decision making process."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28301
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Melati
"Skripsi ini membahas mengenai dampak dari kenaikan tarif dasar listrik (TDL) terhadap sektor manufaktur Indonesia. Listrik merupakan faktor penggerak kehidupan manusia. Sektor manufaktur merupakan sektor penting bagi ekonomi Indonesia karena merupakan penyumbang PDB terbesar. Bagi sektor manufaktur, tenaga listrik merupakan salah satu input vital, dengan kata lain, tenaga listrik ikut berperan penting dalam menggerakkan ekonomi Indonesia. Penggunaan SNSE dalam penelitian ini dimaksud untuk mengetahui besarnya dampak yang disebabkan oleh kenaikan (TDL) terhadap harga produk dan volume output dari sektor manufaktur. Hasil dari penelitian ini adalah perkiraan perubahan harga (inflasi) dan nilai output (PDB) yang terjadi pada sektor manufaktur. Didapatkan bahwa inflasi pada sektor manufaktur sebesar 0,0013% untuk kenaikan TDL sebesar 10% dan 0,0019% untuk kenaikan sebesar 15%. Di sisi lain, penurunan PDB yang dialami sektor manufaktur sebesar 4,3% untuk kenaikan sebesar 10% dan 6,7% untuk kenaikan 15%.

This final paper discusses the impact of electricity price hikes to Indonesia's Industrial sector. Electricity has become one of the most important things in modern day human life. With recent cases of electricity price hikes in Indonesia, it is important to understand the severity of those policy changes to the industrial sector, as the sector acts as the biggest contributor to the country's GDP. The use of the SAM in this paper is for the purpose of analysing the impacts of electricity price increases to the prices of industrial end products (inflation) and to it's output volume (GDP). According to this reasearch, a 10% increase in electricity price will cause a sectoral inflation of 0,0013% and a fall in industrial GDP of 4,3%. Whereas a 15% increase will lead to a 0,0019% increase of commoditi prices (inflation) and GDP decrease of 6,7%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1013
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Maya Hana
"ABSTRAK
Pemanasan global, emisi karbon, dan menipisnya sumber daya alam telah menandai perubahan signifikan dalam cara industri memenuhi permintaan pasar. Dalam konteks ini penghijauan rantai pasokan telah mendapatkan perhatian para praktisi di banyak negara. Menurut laporan World Resources Institute pada 2014 rangking Indonesia sebagai negara penghasil emisi karbon (CO2) tertinggi dunia di bawah China, Amerika Serikat, Uni Eropa, India, dan Rusia. Total emisi karbon yang dihasilkan Indonesia adalah 2,05 miliar ton. Pemerintah juga telah mengatur regulasi terkait ini. Penelitian ini mendorong industri untuk memperluas sudut pandang kepedulian lingkungan dengan menerapkan konsep green supply chain management yang menekankan industri untuk menggunakan supplier yang juga memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Industri kaca harus mulai memikirkan bahwa semua material yang diperoleh yang berasal dari supplier telah menerapkan green process. Hal tersebut tercermin dalam adanya kriteria pemilihan green supplier dalam seleksi supplier. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk pembobotan dan perangkingan alternatif kriteria dalam pemilihan supplier yang menerapkan green process dan ramah lingkungan. Supplier dengan bobot prioritas tertinggi dipilih sebagai pemasok terbaik

ABSTRACT
Global warming, carbon emissions, and depletion of natural resources have marked significant changes in the way industry meets market demand. In this context, greening the supply chain has gained the attention of practitioners in many countries. According to the report the World Resources Institute in 2014 ranked Indonesia as the worlds highest carbon emitter (CO2) under China, the United States, the European Union, India and Russia. The total carbon emissions produced by Indonesia are 2.05 billion tons. The government has also regulated these related regulations. This research encourages industry to expand the viewpoint of environmental concern by applying the green supply chain management concept which emphasizes the industry to use suppliers who also have environmental concerns. The glass industry must begin to think that all materials obtained from suppliers have implemented a green process. This is reflected in the existence of green supplier selection criteria in supplier selection. The Analytical Hierarchy Process (AHP) method is used for weighting and ranking of alternative criteria in selecting suppliers that implement green processes and are environmentally friendly. The supplier with the highest priority weight is chosen as the best supplier
"
2019
T53791
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riky Maulana Ikhwan
"Penelitian terdahulu yang meneliti pengaruh mengekspor terhadap intensitas energi masih terbatas. Studi ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh mengekspor terhadap intensitas energi perusahaan manufaktur di Indonesia. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, penelitian ini mengunakan data panel perusahaan manufaktur Indonesia dari tahun 2010 hingga 2014. Melakukan estimasi fixed effect dengan sampel utuh, penelitian ini menemukan bahwa koefisien status ekspor bertanda negatif pada level signifikansi 20%. Namun, mayoritas subsektor juga menunjukkan bahwa mengekspor tidak signifikan mempengaruhi intensitas energi, bahkan pada level signifikansi 20% kecuali pada lima industri. Sebagai tambahan, studi ini juga menemukan bahwa kepemilikan asing berdampak negatif terhadap intensitas energi perusahaan.

Previous study on the impact of exporting on energy intensity is limited. This study aims to investigate the impact of exporting on energy intensity in Indonesia. To answer the research question, this study uses panel data of Indonesian manufacturing firms from 2010 to 2014. Estimating using fixed effect for full sample, this study finds that the coefficient of export status shows negative sign at 20% significance level. However, majority of the subsectors show that exporting does not have significant effect on energy intensity, even at 20% significance level except for five industries. In addition, this study also finds that foreign ownership has negative effect on firms energy intensity."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>