Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Maria Magdalena Alexandra Djuang
"Latar belakang: Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, dapat menyebabkan kematian dan secara langsung menyebabkan anemia. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, insiden malaria di Indonesia1,9 . Upaya menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan antara lain melalui penegakan diagnosis dini. Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax adalah 2 spesies penyebab utama penyakit malaria yang ditemukan di Indonesia. Malaria PF/PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus dengan metode imunokromatografi mendeteksi antigen kedua spesies Plasmodium, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai sarana diagnostik alternatif untuk mendiagnosis malaria. Penelitian ini bertujuan melakukan uji diagnostik Malaria PF/PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus dan mencari korelasi hemolisis dengan derajat parasitemia.Metode: Desain penelitian adalah uji diagnostik menggunakan baku emas pemeriksaan mikroskopik pada 79 orang. Uji korelasi dilakukan pada 32 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.Hasil: Pada penelitian ini, didapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, NPP, NPN Malaria PF/PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus masing-masing sebagai berikut 69 /75 , 100 /100 , 100 /100 , dan 92 /97 . Uji korelasi tidak dapat dilakukan karena hanya 1 pasien yang mengalami hemolisis intravaskuler dan ekstravaskuler dengan derajat parasitemia sedang dan 2 pasien hemolisis ekstravaskuler dengan derajat parasitemia ringan.Kesimpulan:Malaria PF/PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus dapat digunakan untuk membantu diagnosis malaria pada daerah yang tidak memiliki teknisi laboratorium yang trampil. Secara deskriptif terlihat bahwa hemolisis intravaskuler dan ekstravaskuler mulai terjadi pada derajat parasitemia sedang. Kata kunci: Malaria PF/PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus ; hemolisis intravaskuler; hemolisis ekstravaskuler; derajat parasitemia.

Background. Malaria is one of the public health problems that can cause death and directly cause anemia. Based on the results of Riskesdas 2013, the incidence of malaria in Indonesia is 1.9 . Attempts to reduce morbidity and mortality are among others through early diagnosis. Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax are the two main causes of malarial disease found in Indonesia. Malaria PF PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus with imunochromatography method detects both antigen of Plasmodium species so that it can be considered as an alternative diagnostic tool for diagnosing malaria. This study aims to perform diagnostic test Malaria PF PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus and lookes for correlation between the degree of parasitemia and hemolysis.Methods. The study design was a diagnostic test using a gold standard microscopic examination in 79 people. Correlation test done on 32 people who meet the inclusion and exclusion criteria. Results. In this study, the values of the sensitivity, specificity, NPP, NPN Malaria PF PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus were 69 75 , 100 100 , 100 100 , and 92 97 respectively. Correlation test can not be done because only one patient undergo intravascular and extravascular hemolysis with moderate degree of parasitemia and 2 patients have extravascular hemolysis with mild degree of parasitemia.Conclusion. Malaria PF PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus can be used to support the diagnosis of malaria in areas that do not have a skilled laboratory technicians. Descriptively seen that intravascular and extravascular hemolysis begin to occur in the degree of moderate parasitemia. Keywords Malaria PF PV Ag Cassette Test Star Diagnostic Plus , intravascular hemolysis, extravascular hemolysis, degree of parasitemia."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amila Pramisandi
"Indonesia mempunyai keragaman sumber daya alam yang potensial dalam penemuan obat. Kapang tanah menghasilkan metabolit yang berperan penting dalam bidang kesehatan. Dihidroorotat dehidrogenase Plasmodium falciparum PfDHODH, salah satu enzim mitokondrial yang esensial dalam biosintesis pirimidin parasit, merupakan target spesifik dalam penemuan kandidat obat antimalaria.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengelusidasi struktur kimia metabolit aktif kapang tanah, hasil skrining aktivitas kapang tanah asal Indonesia, sebagai kandidat antimalaria dengan aktivitas penghambatan enzim PfDHODH. Isolasi senyawa aktif dari ekstrak kasar butanolik kaldu fermentasi kapang tanah dilakukan dengan fraksinasi berbasis uji aktivitas. Isolasi dan purifikasi senyawa aktif dari Talaromyces cellulolyticus BioMCC-f.T.2334 dari Flores menghasilkan senyawa murni SA dengan IC50 sebesar 1,40 mM terhadap enzim PfDHODH dan tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap enzim homolog manusia.
Senyawa SA menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap kultur sel Plasmodium falciparum 3D7 dengan IC50 sebesar 1,00 mM. Elusidasi struktur terhadap senyawa SA menunjukkan bahwa senyawa tersebut merupakan 2,3-dihidroksi-4?-metil-7-okso-2,3,4,4?,5,7-heksahidro-pirido[1,2-?]indazol-9-karboksi metil ester. Senyawa SA1 berpotensi sebagai senyawa penuntun inhibitor enzim PfDHODH.

Indonesia is a mega biodiversity country, provides opportunities in drug discovery. Soil fungi produce valuable metabolites with important role in health. Plasmodium falciparum dihydroorotate dehydrogenase PfDHODH , an essential mitochondrial enzyme in de novo pyrimidine biosynthesis pathway of the parasite, is an attractive target in malarial therapy.
The aim of this research was to isolate and elucidate the chemical structure of active metabolite from soil fungi broth as antimalarial candidate with PfDHODH inhibitory activity. Isolation of active compound from microbial broth was conducted by bio assay guided fractionation. Isolation and purification of active compound from microbial broth of Talaromyces cellulolyticus BioMCC f.T.2334 isolated from Flores obtained compound SA with IC50 1.40 mM against PfDHODH, and exhibited no inhibitory activity against human homolog.
Compound SA suppressed Plasmodium falciparum 3D7 growth with IC50 1.00 mM. Structure elucidation exhibited compound SA as 2,3 dihydroxy 4 methyl 7 oxo 2,3,4,4 ,5,7 hexahydro pyrido 1,2 indazole 9 carboxy methyl ester that showed high potency as lead compound of PfDHODH inhibitor."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
T48216
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Fitriana
"ABSTRAK
Malaria menjadi masalah kesehatan global utama dengan angka kejadian kemoresistensi yang tinggi, sedangkan ketersediaan obat yang efektif terbatas. Hal tersebut mendasari pentingnya pengembangan obat antimalaria baru. Pendekatan berbasis struktur digunakan untuk merancang analog triklosan dengan target enzim Plasmodium falciparum enoyl acyl carrier protein reductase (PfENR). Gugus fenol disubstitusi dengan gugus metoksi, serta gugus Cl di posisi 2? cincin B dimodifikasi menjadi gugus 2,3-dihidroksi-propionamida. Penambahan dua gugus hidroksi pada cincin B menggunakan metode dihidroksilasi asimetrik Sharpless dengan ligan kiral (DHQ)2PHAL dan (DHQD)2PHAL menghasilkan dua produk analog triklosan sebagai campuran enansiomer. Interaksi molekuler analog triklosan terhadap PfENR ditentukan dengan AutoDock. Campuran enansiomer yang dihasilkan dari ligan kiral (DHQ)2PHAL memiliki rotasi spesifik (+) 0,0833, sedangkan campuran enansiomer yang dihasilkan dari ligan kiral (DHQD)2PHAL memiliki rotasi spesifik (-) 0,0678. Nilai IC50 kedua analog triklosan ditentukan terhadap galur sensitif klorokuin, 3D7. Jumlah parasit dihitung secara mikrokopis melalui apusan darah tipis yang diwarnai Giemsa. Nilai IC50 ditentukan dengan membandingkan parasitemia senyawa uji dengan kontrol yang dianggap memiliki pertumbuhan 100%. Aktivitas antimalaria campuran enansiomer yang dihasilkan dengan (DHQ)2PHAL dan dengan (DHQD)2PHAL memperlihatkan aktivitas yang lebih poten dibandingkan triklosan (IC50 2,72 x 10-2 M), dengan IC50 berturut-turut 3,38 x 10-5 M dan 2,82 x 10-5 M.

ABSTRACT
Malaria is a major global public health problem that alarming spread of drug resistance and limited number of effective drugs. That reason underline how important it is to discover new antimalarial drug. A structure-based approach has been taken to develop substituted analogs of triclosan that target the key malarial enzyme Plasmodium falciparum enoyl acyl carrier protein reductase (PfENR). The phenol moiety was chemically substituted with methoxy group, and Cl group at posistion 2? in ring B also modified with 2,3-dihydroxy-propionamide group. Sharpless asymmetric dihydroxylation with chiral ligand (DHQ)2PHAL and (DHQD)2PHAL is used to introduce two hydroxyl groups into the ring B to give two analogs of triclosan as enantiomer mixture. The binding energies of two analogs for PfENR were determined using Autodock. The enantiomer mixture generated by chiral ligand (DHQ)2PHAL showed specific rotation of (+) 0,0833, while enantiomer mixture resulted from chiral ligand (DHQD)2PHAL have (-) 0,0678 of specific rotation. The IC50 of two analogs of triclosan were determined against Plasmodium falciparum chloroquin-sensitive strain, 3D7. The number of parasites on thin Giemsa stained smears was calculated microscopically. IC50 determined by comparing paracitemia parasite growth in the presence of compound with that of control without compound. The analog compounds, enantiomer mixture resulted by either (DHQ)2PHAL or (DHQD)2PHAL showed a higher antimalarial activity than triclosan (IC50 2,72 x 10-2 M), with IC50 3,38 x 10-5 M and 2,82 x 10-5 M, respectively."
2013
T32920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Setyaningsih
"ABSTRAK
Malaria masih menjadi salah satu masalah di dunia. Salah satu tantangan dalam eliminasi malaria adalah timbulnya resistensi obat antimalaria. Terjadinya resistensi telah mendorong usaha untuk penemuan kandidat obat antimalaria. Beberapa studi yang dilakukan memperlihatkan adanya aktivitas antimalaria dari produk fermentasi Streptomyces sp. Streptomyces sp. menghasilkan beberapa metabolit sekunder yang diantaranya memilki aktivitas antimalaria yaitu prodigiosin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas produk fermentasi Streptomyces sp. sebagai antimalaria, mekanisme kerja hambatannya dan sifat toksisitasnya terhadap sel HepG2. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan teknik in vitro, menggunakan galur parasit Plasmodium falciparum 3D7 drug sensitive . Penelitian dilakukan untuk mengetahui potensi produk fermentasi Streptomyces sp. sebagai antimalaria dengan melakukan uji IC50, dan mekanisme kerja dengan Transmission Electron Microscopy TEM . Dilakukan pula uji toksisitas produk fermentasi Streptomyces sp. pada sel HepG2. Produk fermentasi Streptomyces sp. memiliki aktivitas sebagai antimalaria dengan nilai IC50 sebesar 0,001 ?g/mL, sedangkan kontrol kuinidin yang digunakan memiliki nilai IC50 sebesar 0,054 ?g/mL dan prodigiosin 0,022 ?g/mL. Hasil pengamatan dengan TEM menunjukkan tidak terbentuknya hemozoin. Produk fermentasi Streptomyces sp. bersifat tidak toksik terhadap sel hati HepG2 dengan nilai CC50 1380 ?g/mL. Produk fermentasi Streptomyces sp. memiliki potensi sebagai antimalaria dan tidak memiliki efek toksik terhadap sel HepG2

ABSTRACT
Malaria remains one of the problem in the world. One of the challenge in malaria elimination is the emergence of antimalarial drug resistance. The occurance of drug resistance has been encouraging efforts to find antimalarial drugs candidate. Some studies showed that there was antimalarial activity from Streptomyces sp. fermentation. Streptomyces sp. produced some secondary metabolite, which include prodigiosin who had antimalarial activity. This research aim to know the activity of Streptomyces sp. fermentation product as antimalarial, worked mechanism and toxicity on HepG2 cell. This research was experimental research with in vitro technique using Plasmodium falciparum 3D7 drug sensitive parasite. The research was done to know potency of Streptomyces sp. fermentation product as antimalarial by IC50 test, and worked mechanism by Transmission Electron Microscopy TEM . Toxicity tests was also done on HepG2 cell. Streptomyces sp. fermentation product has activity as antimalarial with IC50 value 0,001 g mL, quinidine control has IC50 value 0,054 g mL and prodigiosin 0,022 g mL. Observation with TEM showed no formation of hemozoin. Streptomyces sp. fermentation product was not toxic for HepG2 sel with CC50 value 1380 g mL. Streptomyces sp. fermentation product has a potency as antimalarial and not toxic for HepG2 cell."
2017
T55645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayleen Alicia Kosasih
"Latar belakang: Intervensi epidemiologi malaria bertujuan mendeteksi dan mengobati reservoir parasit di daerah endemik untuk mengurangi penularan lokal. Gametosit merupakan satu-satunya stadium penular sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan gametosit sebelum dan sesudah intervensi skrining dan pengobatan massal (mass screening and treatment/MST) yang dilakukan selama tahun 2013 di Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Metode: RT-qPCR pada transkrip pfs25 dan pvs25 - penanda molekuler gametosit untuk Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, dilakukan untuk mendeteksi dan mengukur gametosit dalam sampel darah subjek yang terinfeksi P. falciparum dan P. vivax selama studi MST. Keberadaan parasit aseksual dan seksual secara mikroskopis dan submikroskopik pada awal dan akhir MST dibandingkan dengan menggunakan uji proporsi serta uji parametrik dan non-parametrik.
Hasil: Prevalensi parasitemia pada P. falciparum tidak menunjukkan perubahan (6%=52/811 versus 7%=50/740, p=0,838), namun sedikit menurun untuk P. vivax (24%=192/811 versus 19%=142/740, p=0,035) antara awal dan akhir MST. Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati pada prevalensi gametosit baik untuk P. falciparum (2%=19/803 versus 3%=23/729, p=0,353; OR=1,34; 95%CI=0,69-2,63), atau P. vivax ( 7%=49/744 versus 5%=39/704, p=0,442; OR=0,83; 95%CI=0.52-1.31). Meskipun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan, sebagian besar subjek positif parasit pada akhir MST memiliki hasil negatif pada awal MST (P. falciparum: 66%=29/44, P. vivax: 60%=80/134) . Hal ini juga ditunjukkan untuk stadium infektif - dimana mayoritas subjek positif gametosit pada akhir MST menunjukkan hasil negatif pada awal MST (P. falciparum: 95%=20/21, P. vivax: 94%=30/32). Hasil ini tidak tergantung pada pengobatan yang diberikan selama kegiatan MST. Tidak ada perbedaan yang ditunjukkan dalam kepadatan parasit dan gametosit antara awal dan akhir MST baik di P. falciparum atau P. vivax.
Kesimpulan: Di daerah penelitian ini, tingkat prevalensi parasit dan gametosit P. falciparum dan P. vivax yang sama sebelum dan sesudah MST, meskipun pada individu yang berbeda, menunjukkan tidak adanya dampak pada reservoir parasit. Pemberian pengobatan berdasarkan parasitemia positif yang diterapkan di MST perlu dievaluasi kembali untuk strategi eliminasi di masyarakat.

Background
A goal of malaria epidemiological interventions is the detection and treatment of parasite reservoirs in endemic areas – an activity that is expected to reduce local transmission. Since the gametocyte is the only transmissible stage from human host to mosquito vector, this study evaluated the pre and post presence of gametocytes during a mass screening and treatment (MST) intervention conducted during 2013 in East Nusa Tenggara, Indonesia.
Methods
RT-qPCR targeting pfs25 and pvs25 transcripts - gametocyte molecular markers for Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax, respectively, was performed to detect and quantify gametocytes in blood samples of P. falciparum and P. vivax-infected subjects over the course of the MST study. The presence of both asexual and sexual parasites in microscopic and submicroscopic infections was compared from the start and end of the MST, using proportion tests as well as parametric and non-parametric tests.
Results
Parasite prevalence remained unchanged for P. falciparum (6%=52/811 versus 7%=50/740, p=0.838), and decreased slightly for P. vivax (24%=192/811 versus 19%=142/740, p=0.035) between the MST baseline and endpoint. No significant difference was observed in gametocyte prevalence for either P. falciparum (2%=19/803 versus 3%=23/729, p=0.353, OR=1.34, 95%CI=0.69-2.63), or P. vivax (7%=49/744 versus 5%=39/704, p=0.442, OR=0.83, 95%CI=0.52-1.31). Even though there was an insignificant difference between the two time points, the majority of parasite positive subjects at the endpoint had been negative at baseline (P. falciparum: 66%=29/44, P. vivax: 60%=80/134). This was similarly demonstrated for the transmissible stage - where the majority of gametocyte positive subjects at the endpoint were negative at baseline (P. falciparum: 95%=20/21, P. vivax: 94%=30/32). These results were independent of treatment provided during MST activities. No difference was demonstrated in parasite and gametocyte density between both time points either in P. falciparum or P. vivax.
Conclusion
In this study area, similar prevalence rates of P. falciparum and P. vivax parasites and gametocytes before and after MST, although in different individuals, points to a negligible impact on the parasite reservoir. Treatment administration based on parasite positivity as implemented in the MST should be reevaluated for the elimination strategy in the community.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julius Permana
"ABSTRACT
Malaria adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles yang sudah terinfeksi oleh parasit Plasmodium. Parasit Plasmodium Falciparum yang menjadi penyebab terbesar kasus  malaria di Indonesia memiliki empat fase yaitu Ring, Tropozoite, Schizont, dan Gametocyte. Deteksi fase merupakan langkah yang penting untuk dilakukan karena pengobatan yang diberikan harus sesuai dengan jenis fase yang dialami oleh pasien. Deteksi biasanya dilakukan menggunakan mikroskop atas apusan sel darah merah, namun hal tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sehingga dibutuhkan metode alternatif. Dalam penelitian ini, penulis mengusulkan penggunaan metode segmentasi Otsu Thresholding dan metode preprocessing. Median Filter pada ruang warna HSI dan CIE dalam mendeteksi fase malaria. Data yang digunakan berasal dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) dengan total 26 citra. Positive Predictive Value( PPV) dan Sensitivity dipilih sebagi alat ukur untuk mengevaluasi kinerja melalui metode yang diusulkan. Dari hasil eksperimen, didapatkan nilai PPV pada ruang warna HSI mengungguli PPV pada ruang CIE. Sedangkan, pada nilai Sensitivity tidak tampak adanya perbedaan yang signifikan. Sehingga, segmentasi pada ruang warna HSI menghasilkan citra yang lebih baik dibandingkan pada ruang warna CIE.

ABSTRACT
Malaria is a disease transmitted by Anopheles mosquitoes that has been infected by Plasmodium parasits. Plasmodium Falciparum is the leading cause of Malaria in Indonesia has four phases including Ring, Trophozoite, Schizont, and Gametocyte. Malaria Phase Detection is an important step to be done because the treatment given must be in accordance with the Malaria Phase experienced by the patients. Detection is usually done by using microscope to detect red blood cells, but this method needs a long time, so alternative method is needed. In this research, we present Otsu Thresholding segmentation method and Median Filter preprocessing method on HSI and CIE color space.Positive Predictive Value (PPV) and Sensitivity are chosen as a measurement to evaluate performance of our proposed method. From the experiment result, the PPV value on HSI color space is higher than PPV on CIE color space, while there is not significant different in Sensitivity Value for both color spaces."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suriyani
"Latar Belakang : WHO menyatakan bahwa malaria merupakan penyebab kematian utama penyakit infeksi tropis pada anak-anak dan wanita hamil. Anemia berat merupakan komplikasi yang umum dari malaria, terutama malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Seperempat dari total penduduk di Kecamatan Nangapanda yang merupakan daerah endemis malaria adalah anak sekolah, sehingga perlu dilihat hubungan antara infeksi Plasmodium falciparum dengan anemia pada anak sekolah di kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara anemia dengan infeksi Plasmodium falciparum pada anak sekolah di kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Desain : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan case control.
Metode : 540 whole blood anak sekolah yang telah mendapat terapi kecacingan selama 30 hari, diambil untuk pengukuran kadar haemoglobin dan pembuatan preparat malaria darah tebal dan darah tipis dengan pewarnaan Giemsa. Spesies Plasmodium dipastikan dengan menggunakan Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR).
Hasil : Tingkat infeksi Plasmodium terhadap anak sekolah di daerah endemis malaria sebesar 3,51% (koreksi dengan Real Time PCR). Terdapat 43 kasus anemia dengan kasus 41 anemia ringan dan 2 kasus anemia sedang. Dari total 41 kasus anemia ringan, infeksi Plasmodium falciparum hanya ditemukan pada 3 kasus. Dua kasus anemia sedang dan 38 kasus anemia ringan yang dialami oleh subyek ternyata bukan disebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum. Subyek yang terkena infeksi Plasmodium falciparum mempunyai resiko 4.6 kali untuk menjadi anemia jika dibandingkan dengan subyek yang tidak terinfeksi (OR 4.6).
Kesimpulan : Subyek yang terkena infeksi Plasmodium falciparum mempunyai resiko 4.6 kali untuk menjadi anemia jika dibandingkan dengan subyek yang tidak terinfeksi.

Background: According to the WHO, malaria is the major cause of death from tropical infections in children and pregnant women. Severe anaemia is a common complication of malaria, particularly Plasmodium falciparum malaria. One-fourth of the population of Nangapanda Subdistrict, an malaria endemic region, are school children. Therefore it is necessary to investigate the relationship between Plasmodium falciparum infection with anaemia in school children at at Nangapanda Subdistrict, Nusa Tenggara Timur.
Objective: To investigate the relationship between Plasmodium falciparum infection with anaemia in school children at Nangapanda Subdistrict, Nusa Tenggara Timur.
Study Design: This was an observational case control study.
Methods: A total of 540 whole blood samples were collected from school children receiving anthelmintic treatment for 30 days from the research team, for hemoglobin determination and preparation of thick and thin Giemsa blood smears for malaria diagnosis. Species of Plasmodium was confirmed by Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR).
Results: Infection rate of Plasmodium among school children in this malaria endemic region was 3.51%. There were 43 cases of anaemia, comprising 41 mild cases and 2 moderately severe cases. Among the 41 mild anaemia cases, Plasmodium falciparum infection was found in only 3 cases. The remaining anaemia cases (38 mild and 2 moderately severe cases) were not caused by Plasmodium falciparum infection. Subject with the infection of Plasmodium falciparum will have a 4.6 times chances to become anaemia if compared with the subject with no infection (OR 4.6).
Conclusion: Subject with the infection of Plasmodium falciparum will have a 4.6 times chances to become anaemia if compared with the subject with no infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sorontou, Yohanna
"Protein EBA-175 (Erythrocyte binding antigen-175) plasmodium falciparum merupakan ligan yang memperantarai perlekatan merozoit pada residu asam sialat glikoforin A pada eritrosit manusia dan oleh karena itu memegang peranan yang sangat penting pada invasi sel. Gen penyandi protein ini, eba-175 telah dibuktikan memiliki alel dimorfik, FCR (F) dan CAMP (C) yang dilaporkan berkaitan dengan manifestasi klinis malaria. Alel ini ditandai oleh adanya insersi nuleotida sebesar 423 pb pada alel F dan 342 pb pada alel C.
Suatu penelitian epidemiologi molekul yang bertujuan untuk menentukan frekuensi distribusi kedua alel tersebut serta kaitannya dengan manifestasi klinis malaria telah dilaksanakan pada isolat-isolat P. falciparum yang dikumpulkan dari pasien-pasien malaria asimptomatik dan simptomatik di Kabupaten Jayapura. Provinsi Papua melalui survei malariometrik dan pengumpulan sampel di pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Analisis dengan teknik penggadaan DNA (Polymerase chain reaction) 110 isolat dari pasien asimptomatik dan 100 isolat dari pasien simptomatik menunjukkan bahwa alel C merupakan alel yang dominan pada kedua kelompok tersebut, dengan frekuensi distribusi pada malaria asimp-tomatik; alel C: 62.7%, alel C/F: 8%. Uji statistik dengan Chi-square menunjukkan tidak adanya keterkaitan antara alel-alel tersebut di atas dengan manifestasi klinis malaria.
Pengobatan kasus malaria dengan obat antimalaria sulfadoksin-pirimetamin (SP) menunjukkan adanya perubahan yang bermakna pada distribusi kedua alel tersebut dan dimana alel C ditemukan berkaitan dengan kegagalan pengobatan SP. Hasil-hasil yang diperoleh berbeda secara bermakna dengan frekuensi distribusi alel gen eba-175 yang dilaporkan di beberapa negara endemis malaria dimana alel F merupakan alel dominan. Dominasi alel C di Papua kemungkinan sebagian dapat dikaitkan dengan resistensi relatif alel tersebut terhadap obat SP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
D624
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meizi Fachrizal Achmad
"Ruang Lingkup dan Cara penelitian : Resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin diltubungkan dengan mutasi titik gen Pfcrt sehingga diduga menyebabkan meningkatnya efflux klorokuin dari vakuola makanan. Penelitian pada beberapa riegara secant in vivo memo rikan hasil yang berbeda pada daerah yang berbeda. Indonesia adalah salah satu negara endemik malaria dimana penggunaan klorokuin sejak lama telah memacu timbulnya resistensi dan saat ini bampir 50 % P. falcipaaum telah resisten terhadap klorokuin. Untuk menentukan apakah klorokuin masih dapat dipakai sebagai first line therapy, diperlukan analisa mutasi Plot yang berguna untuk memberikan masikan dalam kebijakan pengobatan di suatu daerah. Sampel penelitian ini adalah P. falciparurn yang didapat dari pasien yang datang berobat ke Puskesmas Kenarilang (Alor) kemudan diberi klorokuin 25 mglkgbb selama 3 hari dan dilakukan pengamatan selama 28 hari. Dan spot darah pasien, DNA P. falciparum diekstrak dengan menggunakan metode Meier dan selanjutnya dilakukan amplifikasi DNA dengan primer yang menyandi gen Pfcrt. Hasil amplifikasi dipotong dengan menggunakan enzim restriksi untuk melihaQ. adanya mutasi.
Hasil dan Kesimpulan : Angka endemisitas malaria di Alor sebesar 65,9 % (1921292) dengan prevalensi malaria falsiparum sebesar 28,9 % (871292) sebagai infeksi tunggal dan 4,4 % (131292) sebagai infeksi campur. Sedangkan aagka kegagalan pengobatan sebesar 65 % (26140) dan diantaranya disebabkan oleh resistensi parasit terhadap klorokuin sebesar 56,3 % (18132). Mutasi pada kodon 76 Pfcrt memperlihatkan hubungan yang sangat bermakna dengan kegagalan pengobatan (p r 0,05). Selma penderits yang gagal dalam pengobatan (resisten) ternyata mengandung parasit yang mengalami mutasi pada gen Pfcrt sebesar 100 % (18/18). berdasarkan kriteria WHO, Alor dimasukkan ke dalam kategori "change period'.
Dengan demikian penggunaan klorokuin sebagai obat pilihan pertama pada pengobatan malaria falsiparum di Alor sudah selayakrtya dievaluasi kernbali. Walaupun belum ideal, namun penggunaan terapi kornbinasi artemisin dengan amodiakuin dapat dijadikan sebagai pilihan pertama pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>