Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20468 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edwin Santoso
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2017
332.024 EDW m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aldila Viddy Raihan Rosandya
"Penelitian tesis ini berjudul Investasi Pada Generasi Milenial: Apa Faktor Yang Mempengaruhi Minat Generasi Milenial Untuk Berinvestasi Reksadana Syariah, menggunakan Model AIDA yang terdiri dari variabel Karakteristik Responden, Informasi Produk, Risiko Investasi, Pertimbangan Perinsip Syariah, dan Pertimbangan Ekonomi terhadap Peningkatan minat investor dan persentase NAB reksadana syariah secara signifikan. Penelitian ini juga melibatkan investor generasi milenial yang telah berinvestasi pada Reksadana Syariah dengan jumlah 165 responden. Analisis data menggunakan metode metode campuran dan menggunakan Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM) sebagai analisis data. Hasil penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa Informasi Produk dan Pertimbangan Ekonomi berpengaruh terhadap Keputusan Investasi, Risiko Investasi dan Pertimbangan Prinsip Syariah tidak berpengaruh terhadap Keputusan Investasi. Hasil penelitian kualitatif menunjukan dalam mendukung keputusan investasi, informasi produk, risiko investasi, pertimbangan prinsip Syariah, dan pertimbangan ekonomi. Dijelaskan 6 responden yang terdiri dari 3 investor reksadana syariah dan 3 reksadana konvensional memiliki kesamaan dalam faktor yang mempengaruhi dalam berinvestasi. Seluruh responden menginformasikan bahwa informasi produk dan pertimbangan ekonomi merupakan faktor penting dalam mendukung keputusan investasi, tergantung dari jenis investor dalam mengambil dan melihat peluang serta ekspektasi dalam berinvestasi di reksadana.

The research for this thesis is entitled Investing in Millennial Generation: What Factors Affect Millennial Generation's Interest To Invest in Sharia Mutual Funds, using the AIDA Model which consists of Respondents' characteristic variables, Product Information, Risk, Sharia Principles Considerations, and Economic Considerations on Increasing Investor Interest and Percentage NAV of sharia mutual funds significantly. This research also involves Millennial Generation Investors who have invested in Sharia Mutual Funds with a total of 165 respondents. Data analysis used mixed methods and used Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM) as data analysis. The results of the study indicate that Product Information and Economic Considerations have an effect on Investment Decisions, Investment Risk and Sharia Principles have no effect on Investment Decisions. The results of the qualitative research show that in supporting investment decisions, product information, investment risk, consideration of Sharia principles, and economic considerations. It was explained that 6 respondents consisting of 3 sharia mutual fund investors and 3 conventional mutual funds have similarities in the factors that influence investment. All respondents stated that product information and economic considerations are important factors in supporting investment decisions, depending on the type of investor taking and the opportunities and expectations in investing in mutual funds."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olla Varalintya Yochanan
"Generasi milenial Indonesia (usia antara 21 hingga 35 tahun) memiliki karakter yang berbeda dengan generasi lainnya. Oleh karena itu, pengembang memandang perlu adanya sebuah konsep penawaran produk hunian terbaru dan dapat menjawab segala kebutuhan mereka, yang sebelumnya belum mampu terpenuhi. Hal ini dipandang sebagai sebuah kesempatan menguntungkan bagi para pengembang untuk menciptakan sebuah tipe properti baru yang sesuai dengan karakter milenial. Konsep hunian co-living merupakan penawaran tepat yang bertujuan untuk memenuhi keinginan milenial. Akan tetapi, isu ketidakseimbangan antara harga unit co-living dengan daya beli milenial Indonesia menjadi sebuah permasalahan. Sehingga pengembang perlu menciptakan beberapa strategi untuk mewujudkan co-living yang menguntungkan dan dapat memfasilitasi kebutuhan milenial Indonesia.
Tantangan bagi para developer adalah bagaimana cara menciptakan dan menjual sebuah proyek co-living yang layak dan berkualitas kepada mereka yang membutuhkan fasilitas hunian yang lebih baik lagi, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi finansial yang tidak stabil. Hasil riset menunjukan bahwa disamping price (harga) sebagai purchasing determinant factor, milenial Indonesia juga mementingkan experience (pengalaman) dan utility (ketersediaan fasilitas yang fungsional). Mereka juga lebih tertarik dengan tipe hunian exciting yang sesuai dengan lifestyle milenial. Oleh karena itu, pengembang dapat mengurangi resiko kerugian atau kegagalan dalam mengembagkan proyek co-living dengan strategi branding kuat sebagai transformative co-living space, tidak memfokuskan pemasukan hanya dari penjualan unit saja, namun juga melalui penjualan co-working space, virtual office, dan area komersil. Sedangkan strategi terakhir adalah dengan pengembangan diberbagai area (urban, suburban, rural).

Today’s Indonesian millennials (age between 21 to 35 years) possess distinct characteristics which differ them from the other generations. Thus, the current offered housing in the market that fulfils the older generation does not fully satisfy the millennials. This was rather seen as a profitable opportunity by the developers to create a new type of living arrangement that is made to suit the millennials. Thus, living arrangements such as co-living begin to expand and target to fulfil millennials’ desires. However, with the imbalance between co-living space prices and millennials’ purchasing power, developers need to create strategies to create a profitable and facilitating co-living development for Indonesian millennials.
The challenge lies in how to create and sell a feasible and high quality co-living project to those who have extra needs but are rather financially unstable. The preliminary results show that Indonesian millennials put an importance on experience and utility (availability of the functional facilities) beside price as a purchasing determinant factor. They are also interested in a more exciting type of dwelling that is up to their lifestyle’s pace. Thus, developers can lessen the risks of their co-living project’s financial loss through strong branding as a transformative co-living space, de-emphasizing focus on unit sales through additional income sources from co-working space, virtual office, and commercial space, and developing in various areas (urban, suburban, rural).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olla Varalintya Yochanan
"Generasi milenial Indonesia (usia antara 21 hingga 35 tahun) memiliki karakter yang berbeda dengan generasi lainnya. Oleh karena itu, pengembang memandang perlu adanya sebuah konsep penawaran produk hunian terbaru dan dapat menjawab segala kebutuhan mereka, yang sebelumnya belum mampu terpenuhi. Hal ini dipandang sebagai sebuah kesempatan menguntungkan bagi para pengembang untuk menciptakan sebuah tipe properti baru yang sesuai dengan karakter milenial. Konsep hunian co-living merupakan penawaran tepat yang bertujuan untuk memenuhi keinginan milenial. Akan tetapi, isu ketidakseimbangan antara harga unit co-living dengan daya beli milenial Indonesia menjadi sebuah permasalahan. Sehingga pengembang perlu menciptakan beberapa strategi untuk mewujudkan co-living yang menguntungkan dan dapat memfasilitasi kebutuhan milenial Indonesia.
Tantangan bagi para developer adalah bagaimana cara menciptakan dan menjual sebuah proyek co-living yang layak dan berkualitas kepada mereka yang membutuhkan fasilitas hunian yang lebih baik lagi, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi finansial yang tidak stabil. Hasil riset menunjukan bahwa disamping price (harga) sebagai purchasing determinant factor, milenial Indonesia juga mementingkan experience (pengalaman) dan utility (ketersediaan fasilitas yang fungsional). Mereka juga lebih tertarik dengan tipe hunian exciting yang sesuai dengan lifestyle milenial. Oleh karena itu, pengembang dapat mengurangi resiko kerugian atau kegagalan dalam mengembagkan proyek co-living dengan strategi branding kuat sebagai transformative co-living space, tidak memfokuskan pemasukan hanya dari penjualan unit saja, namun juga melalui penjualan co-working space, virtual office, dan area komersil. Sedangkan strategi terakhir adalah dengan pengembangan diberbagai area (urban, suburban, rural).

Today’s Indonesian millennials (age between 21 to 35 years) possess distinct characteristics which differ them from the other generations. Thus, the current offered housing in the market that fulfils the older generation does not fully satisfy the millennials. This was rather seen as a profitable opportunity by the developers to create a new type of living arrangement that is made to suit the millennials. Thus, living arrangements such as co-living begin to expand and target to fulfil millennials’ desires. However, with the imbalance between co-living space prices and millennials’ purchasing power, developers need to create strategies to create a profitable and facilitating co-living development for Indonesian millennials.
The challenge lies in how to create and sell a feasible and high quality co-living project to those who have extra needs but are rather financially unstable. The preliminary results show that Indonesian millennials put an importance on experience and utility (availability of the functional facilities) beside price as a purchasing determinant factor. They are also interested in a more exciting type of dwelling that is up to their lifestyle’s pace. Thus, developers can lessen the risks of their co-living project’s financial loss through strong branding as a transformative co-living space, de-emphasizing focus on unit sales through additional income sources from co-working space, virtual office, and commercial space, and developing in various areas (urban, suburban, rural).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Syawie
"ABSTRAK
Co-living space adalah sebuah hunian temporer yang dirancang untuk generasi
milenial agar dapat tinggal dan bekerja dalam suatu komunitas. Dengan adanya
teknologi, generasi ini terbiasa melakukan berbagai hal dengan praktis sehingga
dibutuhkan suatu tempat yang mampu menyediakan berbagai kebutuhan dasarnya.
Skripsi ini bertujuan untuk mengkaji karakter ruang co-living space dalam upaya
memenuhi kebutuhan dasar manusia. Dari kajian teori saya serta studi kasus di
Roam dan Livit Space Bali, terlihat bahwa co-living space menyediakan first
place, second place, dan third place yang tersebar di ruang privat serta
komunalnya. Oleh karena itu, kebutuhan dasar penghuni dapat dipenuhi dan coliving
space dapat menjadi alternatif hunian untuk generasi milenial.

ABSTRACT
Co-living space is a transient dwelling designed for the millennial generation to
live and work in a community. By the presence of technology, this generation is
used to do everything at a touch of a button. As a result, they need a place that can
provide their various needs all at once. This thesis aims to examine the characters
of spaces in co-living space as an effort to provide basic human needs. Through
literature and case studies in Roam and Livit Bali, it appears that co-living space
provides first, second, and third place spread in its private and communal spaces.
Therefore, basic human needs can be fulfilled and co-living space can become a
dwelling alternative for the millennial generation."
2016
S63290
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Haroen
Tangerang: DH Media, 2018
150.1 DEW p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Thasya Rachmawati
"ABSTRAK

Kenaikan harga properti menyebabkan milenial sulit memiliki tempat tinggal. Milenial yang saat ini mendominasi struktur demografi Indonesia, diprediksikan akan tidak sanggup membeli rumah. Dalam menanggulangi isu tersebut, pemerintah akan membangun 14,500 unit hunian susun sederhana sebagi bagian dari program rumah susun 1000 tower yang diperuntukan untuk Milenial. Disisi lain, semakin banyaknya hunian susun di perkotaan akan menyebabkan distribusi yang tidak merata antar kelompok masyarakat sehingga menciptakan segregasi urban dari gated community. Penulisan ini melihat kebutuhan dan keefektifan hunian susun terhadap Milenial, dan segregasi yang terlihat pada lingkungan hunian susun berdasarkan studi kasus pada Kalibata City dan Menteng Square di Jakarta. Terlihat bahwa segregasi sangat terlihat pada hunian susun sederhana terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, namun bagi Milenial segregasi ditentukan oleh adanya visual separation yang menyebabkan terbentuknya personal space dan kurangnya interaksi pada ruang publik. Untuk mencapai dwelling yang tepat dan mengurangi segregasi spasial bagi Milenial, hunian susun sederhana perlu membentuk social space dengan memberikan ruang untuk berkolaborasi dan bersosialisasi


ABSTRACT
The increase in property prices has made it difficult for Millennials to have a place to live. Millenials which currently dominates Indonesias demographic structure, are predicted to be unable to afford a house. In tackling this issue, the government will build 14,500 low-cost apartment units which part of the 1,000 towers program intended for Millennial. On the other hand, the increasing number of low-cost apartments in urban areas will lead to uneven distribution among community groups, thus creating urban segregation by gated community. This thesis aims to describe the needs and effectiveness of low-cost apartment for Millennial, and the segregation seen in the low-cost apartment based on case studies at Kalibata City and Menteng Square in Jakarta. It is seen that segregation in low-cost apartment is visible on the environment and surrounding communities, but for Millennial segregation is determined by the presence of visual separation which causes the formation of personal space and lack of interaction in public space. To achieve proper dwelling and to reduce spatial segregation for Millennials, low-cost apartment must be able to form social space by providing more space to collab and socialize.

 

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Daniel Christianto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari faktor-faktor yang mempengaruhi model theory of planned behavior dalam konteks niat membeli makanan organik oleh Generasi Y / Milenial di Indonesia. Sebagai salah satu negara berkembang dengan penduduk yang didominasi oleh Milenial, Indonesia memiliki pasar makanan dan minuman organik yang potensial. Studi ini akan berkontribusi pada literatur dengan memberikan bukti tentang bagaimana peran health consciousness, environmental concern, perceived availability, perceived affordability, attitude, subjective norms, dan perceived behavioral control dalam mempengaruhi purchase intention makanan organik masyarakat Indonesia. Analisis dilakukan menggunakan Structural Equation Modeling dengan data yang dikumpulkan melalui survei elektronik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kepedulian lingkungan, pengetahuan akan makanan organtik, dan keterjangkauan yang dirasakan konsumen, maka semakin tinggi juga sikap positif Milenial yang terbentuk terhadap produk makanan organik. Attitude memediasi hubungan antara environmental concern, knowledge of organic foods, serta perceived affordability terhadap purchase intention makanan organik

This study aims to determine the effectiveness of the factors that influence the theory of planned behavior model in the context of intention to buy organic food by Generation Y / Millennials in Indonesia. As a developing country with its population dominated by Millennials, Indonesia has a potential organic food and beverage market. This study will contribute to the literature by providing evidence on how the role of health consciousness, environmental concern, perceived availability, perceived affordability, attitude, subjective norms, and perceived behavioral control in influencing the purchase intention of Indonesian people's organic food. The analysis was carried out using Structural Equation Modeling with data collected through an electronic survey. The results showed that the higher the level of environmental awareness, knowledge of organic food, and perceived affordability of consumers, the higher the positive attitude of Millennials formed towards organic food products. Attitude mediates the relationship between environmental concern, knowledge of organic foods, and perceived affordability on purchase intention of organic food."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khusnul Hisyam
"Spiritualitas di tempat kerja muncul sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan karyawan dalam menemukan tujuan, makna, dan pemenuhan kehidupan pada pekerjaan mereka. Konsep tersebut diformulasikan memiliki tiga dimensi yaitu meaningful work, sense of community, dan alignment with organizational values. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh spiritualitas di tempat kerja (workplace spirituality) terhadap intensi untuk mengundurkan diri (intention to quit) dan perilaku kewarganegaraan organisasi (organizational citizenship behavior) yang dimediasi oleh  kesejahteraan kerja (well-being at work). Sampel penelitian ini adalah 351 karyawan generasi milenial yang bekerja di Jabodetabek dan minimal telah bekerja selama setahun di tempat kerja mereka. Data responden diolah menggunakan metode Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa  spiritualitas di tempat kerja berhubungan positif terhadap kesejahteraan kerja, perilaku kewarganegaraan organisasi, dan secara tidak langsung berpengaruh negatif terhadap intensi untuk mengundurkan diri. Kesejahteraan kerja memediasi secara penuh hubungan spiritualitas di tempat kerja dengan intensi untuk mengundurkan diri dan memediasi secara parsial hubungan spiritualitas di tempat kerja dengan perilaku kewarganegaraan organisasi.

Workplace spirituality emerges as one of managerial efforts to meet the needs of employees in finding purpose, meaning, and fulfillment of life in their work. The concept is formulated to have three dimensions, namely meaningful work, sense of community, and alignment with organizational values. The purpose of this study is to study the impact of workplace spirituality on intention to quit and organizational citizenship behavior mediated by well-being at work. The samples of this study are 351 millennial employees who work in Jabodetabek and at least have worked in their workplaces for one year. The data is processed using the Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM) method. The results of the study prove that workplace spirituality positively correlated with well-being at work & OCB and indirectly negatively correlated with intention to quit. Well-being at work mediated fully the relationship of workplace spirituality and intention to quit & mediated partially the relationship of workplace spirituality and OCB."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>