Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90718 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kamila
"ABSTRAK
Pada dasamya perusahaan dalam mencari pendanaan untuk membiayai operasionalnya akan mencari cost of debt yang paling efisien. Sebagai perusahaan telekomunikasi yang memiliki akses kepada Pasar Modal Intemasional, Indosat Tbk melalui anak perusahaannya yaitu Indosat Finance B.V. yang berkedudukan di Belanda menerbitkan wesel bayar begaransi yangjatuh tempo pada 2010 sebesar US$300,000,000 pada tingkat bunga 7.75% dibayar semi Annual. Wesel bayar tersebut tercatat di Bursa Efek Luxembourg Stock Exchange and di Singapore Securities Exchange Trading Limited.
Sebagai wajib pajak dalam negeri, Indosat berkewajiban untuk memotong pajak penghasilan atas bunga yang dibayarkan atas Guaranteed Note jatuh tempo pada 2010 tersebut. Penghasilan bunga yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 26 yang tarifnya sebesar 20% atau tarif yang berlaku menurut Petjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Oleh kerena itu, Indosat membentuk Indosat B.V. yaitu perusahaan perantara yang ditujukan semata-mata untuk memfasilitasi peminjaman dari pihak ketiga. Dengan membentuk perusahaan tersebut Indosat dapat memperoleh tingkat suku bunga yang lebih menarik bagi investor dan menerapkan tarif P3B antara Indonesia dengan Belanda yaitu sebesar 10%.
Walaupun, dalam P3B tersebut terdapat peluang penghasilan bunga tersebut dipajaki di Belanda yaitu apabila jangka waktu hutang tersebut lebih dari dua tahun, namun karena pelaksanaannya sebagai mana yang terdapat dalam P3B tersebut membutuhkan persetujuan bersama antara pihak yang berwenang di kedua negara, peluang tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan pemerintah tidak ingin kehilangan penghasilan dari pemotongan paj ak penghasilan atas bunga tersebut.
Karena dalam indenture disebutkan bahwa pemegang obligasi menerima penghasilan bunga bersih tanpa dipotong pajak, maka pajak penghasilan tersebut menjadi biaya tambahan bagi Indosat.
Selain dari tambahan biaya dari pajak penghasilan yang ditanggung oleh Indosat tersebut, Indosat juga mengeluarkan biaya-biaya lain seperti biaya hedging, keuntungan atau kerugian dari selisih kurs yang belum terealisasi, dan biaya penerbitan surat hutang tersebut.
"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Agus Suparman
"Dalam rangka menyongsong perdagangan bebas baik di tingkat ASEAN pada tahun 2003 maupun Asia Pasifik pada tahun 2020, maka Indonesia perlu mempersiapkan diri agar tidak ketinggalan dengan luar negeri, termasuk dalam peraturan perpajakan yang sesuai dengan kaidah perpajakan internasional khususnya prinsip netralitas. Pemajakan atas premi asuransi oleh negara sumber merupakan salah satu isu yang sering diperdebatkan dalam perpajakan internasioanal. Untuk meningkatkan kepastian hukum bagi wajib pajak dan pihak pelaksana di lapangan maka perlu adanya ketegasan dari Direktorat Jenderal Pajak selaku lembaga yang berwenang.
Sebagai pelaksana di lapangan, penulis sering menemukan kesulitan untuk mengenakan pajak atas premi asuransi yang dikirim ke luar negeri. Padahal penghasilan premi asuransi yang dikirim ke luar negeri sangat besar. Karena itu, penelitian penulis lebih ditujukan untuk menjawab permasalah sebagai berikut :
1. Apakah setiap pembayaran premi asuransi ke luar negeri dapat dikenakan PPh Pasal 26?
2. Apakah pembebasan pengenaan PPh Pasal 26 atas pembayaran premi asuransi ke luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Surat Dirjen telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku?
Karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui peraturan perundang-undangan perpajakan khususnya ketentuan tax treaty yang membebaskan pengenaan PPh Pasal 26 atas pembayaran premi asuransi ke luar negeri dan mengetahui peraturan yang berlaku tentang perantara asuransi yaitu pialang asuransi dan agen asuransi.
Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia memiliki kewenangan memungut pajak dari penghasilan yang berasal dari Indonesia (asas sumber). Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri wajib dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya perkiraan penghasilan neto diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 6241KMK.0411994 tanggal 27 Desember 1994. Aplikasi ketentuan ini dapat dibatasi dengan tax treaty antara Indonesia dengan negara mitra perjanjian (treaty partner). Pembebasan pemotongan PPh Pasai 26 sebagaimana dimaksud dalam Surat Dirjen seharusnya hanya dapat dilakukan jika diatur dalam tax treaty.
Metode penelitian yang diiakukan oleh penulis adalah deskriptif analisis. Metode penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam membahas tesis ini pertama-tama penulis akan menguraikan mengenai siapa dan apa yang dikenakan pajak, perlunya suatu tax treaty dan peraturan perantara asuransi di Indonesia. Sesudah memberikan deskripsi atas berbagai hal yang relevan, penulis melakukan analisis data-data tersebut guna memecahkan permasalahan pokok yang diperoleh dalam penelitian. Data-data yang diperoleh penulis berasal dari studi kepustakaan dan studi lapangan.
Berdasarkan penelitian terhadap literatur dan wawancara dengan berbagai pihak, penulis berkesimpulan bahwa pembayaran premi asuransi ke luar negeri wajib dipotong oleh pembayar premi asuransi jika negara tujuan premi asuransi tersebut tidak memiliki tax treaty dengan Indonesia. Hal ini berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UU PPh. Jika negara tujuan merupakan treaty partner maka tidak ada kewajiban pemotongan berdasarkan tax treaty dan memori penjelasan Pasal 26 ayat (2) UU PPh. Selanjutnya pemajakan terhadap perusahaan asuransi di luar negeri diperlakukan sama dengan Bentuk Usaha Tetap perusahaan jasa lain dan mengacu kepada Pasal 5 UU PPh.
Sebagian besar tax treaty Indonesia dengan treaty partner memiliki aturan khusus tentang Bentuk Usaha Tetap bagi perusahaan asuransi yang menerima penghasilan premi dari negara sumber. Ketentuan ini mengadopsi Pasal 5 ayat (6) UN model. Pasal tersebut mengatur bahwa perusahaan asuransi di negara domisili dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap di negara sumber asal perusahaan asuransi tersebut menerima atau memperoleh penghasilan premi asuransi dari negara sumber atau menanggung resiko di negara sumber. Sebagian lain, tax treaty Indonesia dengan treaty partner tidak memiliki aturan khusus tentang Bentuk Usaha Tetap bagi perusahaan asuransi. Tax treaty ini mengadopsi ketentuan dalam OECD model. Menurut OECD model, perusahaan asuransi di suatu negera yang menerima penghasilan premi asuransi dari negara lain dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap di negara lain tersebut jika perusahaan asuransi tersebut memiliki a fixed place of business sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) OECD model atau perusahaan asuransi tersebut menerima atau memperoleh penghasilan asuransi dari negara lain melalui agen tidak babas sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (5) OECD model.
Pengiriman premi asuransi ke luar negeri dibawah ini dapat menimbulkan Bentuk Usaha Tetap :
1. Tertanggung langsung mengadakan pertanggungan dengan penanggung di luar negeri. Jika luar negeri tempat domisili perusahaan asuransi merupakan treaty partner yang memiliki ketentuan khusus tentang asuransi (UN model), maka perusahaan asuransi di luar negeri tersebut dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dan Indonesia memiliki hak pemajakan penuh atas Bentuk Usaha Tetap tersebut.
2. Perusahaan asuransi di luar negeri menerima penghasilan premi asuransi melalui agen asuransi di Indonesia. Jika dalam praktek ditemukan cara ini maka perusahaan asuransi di luar negeri tersebut dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap baik berdasarkan tax treaty yang mengacu Ice OECD model maupun tax treaty yang mengacu ke UN model.
Terakhir, untuk meningkatkan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan kemudahan pelaksanaan di lapangan, penulis mengajukan tiga saran, yaitu :
1) Direktur jenderal pajak hendaknya mengeluarkan keputusan yang mengatur tentang depedensi agen asuransi. Berdasarkan ketentuan UU Perasuransian dan kebiasaan yang lazim di dunia asuransi bahwa jika perusahaan asuransi di luar negeri menerima premi asuransi atau premi reasuransi melalui agen asuransi yang berada di Indonesia maka perusahaan asuransi tersebut dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia karena telah memenuhi Pasal 5 ayat (5) OECD model. Keputusan tersebut dimaksudkan untuk : (i) menghilangkan silang pendapat antara Wajib Pajak dengan pelaksana di lapangan; (ii) memberikan panduan bagi petugas pelaksana di lapangan.
2) Hendaknya menteri keuangan menetapkan penghasilan neto bagi Bentuk Usaha Tetap khusus perusahaan asuransi luar negeri berdasarkan Pasal 15 UU PPh. Pertimbangan ketetapan ini adalah pertimbangan praktis untuk memudahkan pelaksanaan dilapangan. Pertimbangan ini dibolehkan dijadikan dasar keputusan menteri keuangan oleh undang-undang selain kelaziman. Pertimbangan lain adalah sulitnya menentukan penghasilan neto berdasarkan Pasal 16 ayat (3) UU PPh. Dengan norma penghasilan neto maka setiap pembayaran premi ke luar negeri langsung yang dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dapat dipotong oleh pembayar premi asuransi.
3) Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-4281PJ.43211995 tanggal 05 Desember 1995 merupakan jawaban direktur jenderal pajak yang dilayangkan kepadanya. Surat ini merupakan surat biasa dan bukan surat yang bersifat mengatur. Karena itu tidak dapat dijadikan pegangan bagi pelaksana dilapangan. Berdasarkan pengalaman penulis, Surat Dirjen tersebut banyak dijadikan dasar pemeriksaan aparat Direktorat Jenderal Pajak ditingkat pelaksana. Begitu juga dengan konsultan pajak. Seharusnya, acuan atau dasar hukum yang dipakai adalah tax treaty, undang-undang dan keputusan menteri keuangan atau keputusan direktur jenderal pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7483
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S10320
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Diarna
"Skripsi ini bertujuan untuk melihat penerapan Undang-Undang Perpajakan No. 10 tahun 1994 tentang pajak penghasilan dan Undang-undang No. 11 tahun 1994 tentang PPN atas pendapatan komisi, pembayaran komisi dan pendapatan pajak teknik. Penulis mengambil tema tersebut untuk membandingkan aspek perpajakan yang dikenakan terhadap penghasilan jasa, yang diterima dari wajib pajak Indonesia, yangditerima dari wajib pajak Luar Negeri dan penghasilan yang dibayarkan kepada wajib pajak Luar Negeri. Dari sini terlihat beberapa perubahan seperti perubahan tarif dan perluasan obyek pajak. Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode deduktif dengan menjabarkan mengenai pemotongan PPh pasal 23, pepbebasan PPh pasal 26, serta pemungutan PPN atas penghasilan jasa tersebut. Selain itu juga dijabarkan mengenai pengkreditan PPN untuk memperlihatkan adanya PPN Masukan dan PPN Keluaran dalam PT. INT. Dalam hal pemotongan PPh pasal 26 atas penghasilan yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri, harus diperhatikan kemungkinan adanya suatu perjanjian perpajakan (tax treaty) antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara lain yang bertujuan untuk menghindarkan pengenaan pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak contohnya perjanjian perpajakan dengan Pemerintah Jepang. Analisis dilakukan dengan membandingkan penerapan UU Perpajakan tahun 1994 dengan UU Perpajakan sebelumnya, sehingga dapat dilihat perubahan-perubahan yang terjadi. Dari hasil analisis tersebut ternyata PT. INT sudah cukup baik dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, hanya saja dalam hal pembebasan pemotongan PPh pasal 26, baik PT. INT maupun wajib pajak Luar Negeri yang menerima penghasilan tidak mengikuti prosedur Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh pasal 26 PT. INT sebagai pihak yang wajib memotong pajak penghasilan sebaiknya segera meminta wajib pajak negara lain tersebut untuk segera memohon SKB PPh pasal 26 untuk menghindari terjadinya kesalahan dan masalah dengan pihak fiskus."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S10357
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Mansury
Tangerang: YP4, 1999
336.24 MAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R Samuel Ryan Pradipta Pranowo
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan merekomendasikan metode restrukturisasi utang yang tepat untuk penyehatan keuangan perusahaan dikarenakan perusahaan mengalami kerugian dalam tiga tahun berturut-turut dari tahun 2013-2015.Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa perusahaan berada pada industri dengan nilai belanja modal tinggi, yang dipicu oleh adaptasi kemajuan teknologi yang sangat cepat. Untuk pembiayaan belanja modal yang tinggi, perusahaan mengandalkan pembiayaan utang, yang sebagian porsinya dalam mata uang asing USD , sehingga perusahaan mengalami transaction exposure akibat currency risk. Dari analisis rasio keuangan dan financial distress, perusahaan tidak berada pada kondisi kesulitan likuiditas dan masih berada pada level di atas financial distress. Sehingga dari beberapa perbandingan metode restrukturisasi utang seperti metode penjadwalan kembali, penataan kembali, persyaratan kembali, dan kontrak lindung nilai. Kontrak lindung nilai direkomendasikan untuk dapat mengurangi transaction exposure perusahaan.Dari pilihan metode kontrak lindung nilai kontrak forward, pasar uang, dan kontrak opsi. Penggunaan metode lindung nilai kontrak forward dapat dipenuhi oleh ketersediaan kas perusahaan, dan berpotensi untuk mengurangi transaction exposure lebih besar dibandingkan metode lindung nilai lainnya, dari kerugian akibat selisih nilai tukar kurs utang USD perusahaan.

ABSTRACT
The objective of this thesis is to recommend the proper method of debt restructuring for the firm PT. Indosat, Tbk because the firm suffered losses in three consecutive years from period of year 2013 2015.From this thesis results, it can be seen that the companies is belong in industry with high capital expenditure spending, which driven by adaptation to rapid technological progress. For high technology spending activities, companies rely on debt financing, which partly is in the portion of foreign currency USD , thus the company suffered due to transaction exposure of currency risk. From the analysis result of financial ratios and financial distress, the company is not in a state of liquidity problems and is at a level above financial distress. Hence from several comparison of debt restructuring methods such as debt reconditoning, debt rescheduling, debt restructuring, and hedging contracts. Hedging contracts is recommended to reduce transaction exposure of the company towards currency riskFrom the several selection of hedging contracts methods such as forward contract, money markets hedge, and options hedge. The use of forward contract hedge could be accommodated by availability of the firm rsquo s cash, and has the biggest potential to reduce transaction exposure compare to other hedge method, from the risk of losses due to the difference in the exchange rate of the firm debt in USD. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Haryanti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S9091
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S10127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>