Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177268 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purba, Nelvita
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015
364.66 NEL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Feroza
"Pelaksanaan hukuman cambuk merupakan implementasi disahkannya sistem pemerintahan syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Hukuman cambuk dipandang sebagai hukuman yang sebanding untuk menjalankan roda pemerintahan syariat Islam, karena bernuansa islami dan sesuai dengan aturan agama Islam. Hukuman cambuk dijatuhkan bagi tindak pidana tertentu yang diatur dalam Qanun Nomor 12 tentang Minuman Khamar (minuman keras) dan sejenisnya, Qanun Nomor 13 tentang Maisir (perjudian) dan Qanun Nomor 14 tentang Khalwat (mesum). Tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya pendapat pro dan kontra terhadap pelaksanaan hukuman cambuk. Hukuman cambuk dianggap melanggar Hak Asasi Manusia serta merupakan hukuman yang kejam.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan suatu keadaan di dalam masyarakat dan didukung oleh data-data di lapangan serta studi kepustakaan.
Penelitian ini berpegang pada 2 teori inti, yaitu teori detterence (teori yang menekankan pada tujuan untuk mempengaruhi atau mencegah orang lain agar tidak melakukan kejahatan) dan teori stimulus and respond (teori yang mengembangkan proses pengekalan untuk membentuk perilaku).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukuman cambuk telah membawa perubahan pada sistem peradilan pidana. Hal ini ditunjukkan dengan adanya lembaga baru yaitu Dinas Syariah yang bertugas sebagai lembaga pengawas dan eksekutor hukuman cambuk. Hukuman cambuk menjadi hukuman alternatif prioritas dengan tetap mempertahankan hukuman penjara bagi kejahatan yang telah diatur di dalam KUHP. Hukuman cambuk hanya diberikan bagi masyarakat yang beragama Islam, sedangkan masyarakat di luar Islam tetap berpegang pada ketentuan KUHP.
Pelaksanaan hukuman cambuk menunjukkan bahwa hukuman ini dapat meminimalisasi pelanggaran HAM dan jauh dari kesan kejam dibandingkan pidana lainnya. Hukuman cambuk bertujuan memberikan penjeraan melalui efek malu karena pelaksanaannya dilakukan di depan umum. Selain menunjukkan transparansi dalam penegakan hukum, hukuman ini juga bersifat tunai dan langsung. Pembuat peraturan harus dapat memberikan kepastian hukum untuk mendukung pelaksanaan qanun sehingga tidak menimbulkan dualisme hukum di Nanggroe Aceh Darussalam.

The implementation of caning punishment was establishing the system of Islamic Law in the Government system of Nanggroe Aceh Darussalam. Caning punishment is declare as a worthy punishment due to the Islamic flair and accordance to the Islamic laws it self. It was sentenced to some certain crime which is order to Qanun Number 12 about Khamar (alcoholic), Qanun Number 13 about Maisir (Gambling) and Qanun Number 14 about Khalwat (immoral acts). The background of this research comes from community's pro and contra statement's about implementation of caning punishment, which is indulged as human rights violations and as a cruel punishment.
The research is using qualitative method with descriptive analytical approach which is describe a society condition and supported by field data and library research.
The research complied with two main theories, the theory of deterrence (a theory that stresses the purpose to influence or deter someone from committing crime) and the stimulus and respond theory (a theory that develop the process of deterrent in forming behavior).
The result of this research shows that caning punishment had given a change to the criminal justice system. It was established by the new institution named "Dinas Syariah", who acted both as a watch institution and the executor for caning punishment. Furthermore this punishment becomes a priority alternative within stick to prison as priority punishment in KUHP. The caning punishment was confected to Islamic criminals only.
By the caning punishment, the human right violation could be minimize and categorize as an un-cruel punishment. The caning punishment is aimed to teach offenders a lesson by embarrassing them in public as the punishment carried out by displaying to the public. Hence to show transparency in upholding law, this punishment also deemed instant and immediately. Therefore the lawmaker should give an assurance to the law of the Qanun implementation, so it won't make any law dualism.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
344.041 97 DJO e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Josep Christian
"Hak untuk hidup merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar dan melekat pada setiap diri manusia secara kodrati, berlaku universal dan bersifat abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Namun pada kenyataannya, masih banyak manusia yang dengan sengaja melakukan berbagai cara untuk mengakhiri kehidupannya sendiri maupun orang lain secara tidak alamiah. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan keyakinan setiap umat beragama yang percaya bahwa hanya Tuhan pemilik hidup ini dan berhak atas kehidupan manusia ciptaan-Nya, juga hanya Tuhan yang akan menentukan batas akhir kehidupan setiap manusia di dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya. Euthanasia merupakan perbuatan yang terlarang karena dikategorikan sebagai suatu pembunuhan atas nyawa seseorang dan terhadap pelakunya diancam pidana, tetapi bukan mustahil jika selama ini euthanasia telah banyak terjadi di Indonesia, walaupun hal tersebut dilakukan secara diam-diam. Pada kenyataannya, semakin lama ternyata tindakan euthanasia menjadi suatu "kebutuhan" dalam beberapa kasus tertentu mengenai penderitaan pasien atas penyakit tak tersembuhkan yang dideritanya. Memberikan hak kepada individu untuk mendapatkan pertolongan dalam pengakhiran hidupnya masih menjadi perdebatan yang sengit bagi banyak negara. Bertitik tolak dari hal-hal tersebut yang berkaitan dengan masalah tindakan euthanasia, Apakah pasien yang sudah dalam keadaan in persistent vegetative state hidupnya masih layak dipertahankan? Apakah ada unsur pembenar bagi dokter yang melakukan tindakan euthanasia dan dapatkah dibebaskan dari tuntutan hukum? Bagaimana hubungan antara euthanasia dengan hak asasi manusia? Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindakan euthanasia? Penulisan ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dalam mencari data yang digunakan berpegang pada segi-segi yuridis dan bersifat deskriptif-preskriptif"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16410
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Setiawan
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang "Proses Peradilan Pidana di Indonesia dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Secara khusus tesis, ini lebih menitikberatkan kajian terhadap masalah perlindungan HAM bagi tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan. Penelitian ini .bertujuan untuk menjawab masalah-masalah sebagai berikut: (I) Sejauhmana KUHAP telah memberikan dasar-dasar normatif terhadap jaminan perlindungan HAM bagi tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan, (2) Apakah secara normatif KUHAP telah memenuhi syarat sebagai dasar penyelenggaraan proses peradilan pidana yang adil (due process of law) khususnya dalam tingkat pemeriksaan pendahuluan.; (3) Sejauhmana para petugas penegak hukum pidana di tingkat pemeriksaan pendahuluan telah melaksanakan proses peradilan pidana yang menghargai dan melindungi HAM khususnya bagi para tersangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek pemeriksaan di tingkat pendahuluan yang dilakukan oleh para petugas penegak hukum masih dijumpai adanya pelanggaran HAM yang merendahkan harkat dan martabat tersangka, masih terjadi pemeriksaan dengan cara kekerasandan ancaman kekerasan baik yang bersifat fisik maupun nonfisik,dan juga diabaikannya pemberian hak-hak yuridis yang dimiliki oleh tersangka seperti hak memperoleh penasehat hukum, hak mendapat kunjungan sewaktu-waktu oleh penasehat hukum tersangka untuk kepentingan pembelaan dan lain sebagainya. Namun demikian dari segi yuridis normatif KUHAP sebenarnya telah memberikan jaminan perlindungan HAM bagi tersangka, dan telah pula memenuhi persyaratan sebagai dasar hukum penyelenggaraan peradilan pidana yang adil (due process of law). Namun ironisnya ternyata KUHAP justru tidak mengatur akibat atau konsekuensi yuridis berupa pembatalan, penyidikan, dakwaan, atau penolakan bahan pembuktian apabila .terjadi pelanggaran hak-hak yuridis tersangka. Disediakannya lembaga Pra Peradilan ternyata tidak cukup menjamin perlindungan HAM tersangka seperti yang dimaksud oleh asas ubi jus ihi rerrudium dan asas ubi rerrtidium ibi jus, yang bermakna jika ada hak yang diberikan hukum maka harus ada keinungkinan untuk menuntut dan memperoleh hak tersebut, dan hanya apabila ada proses hukum untuk menuntutnya dapat dikatakan adanya hak tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soehino
Yogyakarta: BPFE UGM, 2013
323.095 98 SOE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ramdlon Naning
Jakarta : Lembaga Kriminologi UI, 1983
323.459 8 RAM c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2003
S24028
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamid Calid
"Abstrak
Penelitian ini membahas hasil studi tentang hukum air dan problematika pemenuhan hak asasai manusia atas air di Indonesia. Fokus utama dari penelitian ini adalah mengenai hak asasi manusia untuk dapat mengakses dan memperoleh air sebagai syarat utama untuk melangsungkan kehidupannya. Di dalam penelitian ini juga diangkat sebuah kasus yang akan menggambarkan tentang bagaimana jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia atas air itu teraktualisasikan dalam realita kehidupan masyarakat di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa masih terdapat masalah dan tantangan yang cukup serius di sektor hukum air dan upaya pemenuhan hak asasi manusia atas air di Indonesia, terutama dihadapkan pada masifnya agenda global untuk melakukan liberalisasi dan privatisasi air yang seringkali agenda tersebut bersifat kontradiktif dengan gagasan dan upaya pemenuhan hak asasi manusia atas air itu sendiri."
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2018
340 JHP 48:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Daryani
"Hak-hak tersangka dan terdakwa dalam KUHAP sejalan dengan pengakuan hak asasi manusia (HAM). Berdasarkan demikian seorang tersangka dan terdakwa tidak dapat dianggap bersalah sebelum dinyatakan oleh keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan pasti. Perlindungan tersangka dan terdakwa dari kesewenangan penegak hukum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus dapat dilaksanakan dalam peradilan pidana. Namun kesenjangan hak tersangka dan terdakwa dapat terjadi baik secara normative maupun empiris, hal ini dapat disebabkan rumusan undang-undang yang tidak jelas, atau persepsi penegak hukum dan pencari keadilan yang berbeda terhadap hak* tersebut. Penelitian normative dan empiris dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hak-hak tersangka dan terdakwa dan para penegak hukum serta pencari keadilan dalam proses peradilan pidana diwilayah pengadilan. Rendahnya pelaksanaan hak-hak tersangka dan terdakwa dalam proses peradilan pidana sebagian besar terjadi pada tahap praadjudikasi, yaitu pada proses penyidikan yang dilaksanakan oleh polisi, kemudian menyusul pada tahap pemeriksaan penuntutan oleh jaksa penuntut umum. Pada tahap adjudikasi yaitu pada tahap pemeriksaan di pengadilan kesenjangan hak tersebut agak rendah. Adapun banyaknya atau tingginya tersangka dan terdakwa tidak menggunakan hak-haknya pada tahap praadjudikasi, karena penegak hukumlah yang menetukan sekali apakah hak tersebut dapat digunakan atau tidak. Pada umumnya penegak hukum karena orientasi terhadap tugas dalam proses peradilan pidana, maka kurang memberikan kesempatan kepada tersangka dan terdakwa. Penegak hukum lebih menekankan pada hasil dari pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka, dengan anggapan walaupun hak-hak tersangka dan terdakwa kurang mendapat tempat pada saat pemeriksaan yang dilakukan oleh mereka, tetapi hak tersebut barulah menjadi penting dan dapat digunakan pada saat yang tepat, yaitu sidang pengadilan di mana tahap ini adalah tahap penentuan di dalam rangkaian proses peradilan pidana. Disamping itu kesenjangan hak tersangka dan terdakwa dalam bentuk inkonkrito disebabkan oleh kurangnya partisipasi pencari keadilan dalam usahanya untuk menggunakan haknya tersebut. Hal ini disebabkan pendidikan (kurangnya pengetahuan dan pemahaman hak-hnk normative) , factor ini ekonomi dan sekaligus sebagai indikasi rendahnya kesadaran hukum pencari keadilan menyebabkan rendahnya pelaksanaan hak-hak tersangka dan terdakwa dalam proses peradilan pidana di Jakarta pada tahap praadjudikasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36940
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>