Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155144 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Selvi Widjaja
"ABSTRAK
Sejak krisis ekonomi, volume penjualan untuk industri rokok terns mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena harga rokok bergerak naik semakin jauh dari tingkat daya beli konsumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kinerja PT. Gudang Garam Tbk. selama 3 tahun sejak 2000-2002. Dengan mengkaji kekuatan keuangan pada PT. Gudang Garam Tbk. dapat diketahui bagaimana kemampuan fundamental keuangan perusahaan untuk bertahan di masa depan maupun dalam mengembangkan usahanya dilihat secara historis.
Peranan Laporan Keuangan menjadi sangat penting sebagai salah satu alat dan tolak ukur di dalam mengukur kinerja perusahaan. Di dalam penelitian ini diambil salah satu perusahaan yang memproduksi rokok, yaitu PT. Gudang Garam Tbk.
PT. Gudang Garam Tbk. adalah salah satu produsen rokok kretek terkemuka yang telah beroperasi lebih dari 40 tahun dan merupakan pelaku dominan di bidang sigaret kretek mesin di Indonesia.
Dalam penelitian ini teori yang dipakai adalah penilaian kinerja perusahaan berdasarkan laporan keuangan dengan menggunakan metode analisis time series (anal isis horisontal), analisis common size (analisis vertikal), analisis rasio dan analisis cross section (perbandingan dengan perusahaan sejenis). Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan berupa neraca dan laporan lab a rugi. Laporan keuangan PT. Gudang Garam Tbk. diperoleh dari laporan tahunan perusahaan selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2002.
Dari hasil analisis terhadap laporan keuangan PT. Gudang Garam Tbk. maka dapat disimpulkan bahwa solvabilitas dan profitabilitas PT. Gudang Garam Tbk. cukup baik dan berada diatas rata-rata industrinya sedangkan likuiditas dan aktivitasnya berada dibawah ratarata industri namun hal ini disebabkan oleh adanya usaha-usaha PT. Gudang Garam Tbk.untuk meningkatkan serta mengembangkan usahanya di industri rokok. Dengan demikian, secara umum kinerja keuangan PT. Gudang Garam Tbk cukup baik dan mampu menjaga konsistensi peningkatan kinerja keuangannya.
Berdasarkan kesimpulan diatas, untuk meningkatkan kinerj a PT. Gudang Garam Tbk maka penulis menyarankan agar perusahaan meninjau kembali kebijakannya untuk persediaannya yang besar selain itu penagihan piutang perlu lebih ditingkatkan lagi sehingga likuiditas dan aktivitasnya akan menjadi lebih baik. PT. Gudang Garam Tbk. juga perlu mengintensifkan usahanya dalam membantu petani cengkeh dan tembakau guna mengamankan persediaan bahan baku. Untuk penelitian berikutnya, akan lebih baik apabila dilakukan studi lapangan sehingga bisa diperoleh informasi yang lebih detail.
"
Lengkap +
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Surjanto Ariotedjo
"Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat di awal hingga pertengahan dekade 1990-an sesungguhnya dibayangi oleh semakin tertekannya neraca pembayaran dan bahkan mengalami defisit neraca berjalan. Namun demikian, hal ini terkesan tidak dianggap sebagai hal yang penting oleh pemerintah, para pakar ekonomi dan pelaku-pelaku usaha hingga periode 1995-1996. Bahkan perusahaan-perusahaan tetap melakukan investasi dan ekspansi secara besar-besaran dengan pendanaan dari sektor perbankan dan lembaga-lembaga keuangan di dalam serta luar negeri. Di masa tersebut, dimana nilai tukar rupiah cenderung overvalued dan tingginya tingkat suku bunga perbankan dalam negeri, para pelaku usaha cenderung lebih menyukai hutang dalam denominasi mala uang asing. Ditambah lagi maraknya praktek konglomerasi, pemberian hak-hak istimewa kepada pihak tertentu yang mengakibatkan iklim persaingan usaha yang kurang sehat, serta meluasnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu, ketika krisis mulai melanda kawasan Asia, yang dimulai dari Thailand, dengan cepat dampaknya terasa di Indonesia dan terjadilah krisis multidimensi yang belum jelas prospek pemulihannya hingga kini.
Dalam kondisi seperti ini, industri rokok terutama yang berskala besar, merupakan salah satu sektor yang tidak mengalami kendala yang berarti dalam meningkatkan penjualannya karena kekuatan merk (brand equity) dan loyalitas para konsumen. Ternyata, permintaan akan rokok kurang elastis terhadap perubahan harga jual, terutama bagi kalangan berpenghasilan menengah ke atas. PT H.M. Sampoerna, Tbk. (HMSP) sebagai produsen rokok terbesar kedua di Indonesia setelah PT Gudang Garam, Tbk. juga mengalami kondisi yang serupa. Namun demikian, setelah sempat mencapai peningkatan penjualan bersih rata-rata 39,4% per tahun dan taba operasional rata-rata 67,2% per tahun dalam kurun waktu 1991 - 1995, HMSP mengalami kerugian pada tahun 1998 terutama karena peningkatan beban pembiayaan dan kerugian selisih kurs yang sangat signifikan. Hal tersebut terjadi karena HMSP memiliki kewajiban dalam denominasi mata uang as ing sebesar $AS 328,5 juta dan DEM 40,6 juta pada tahun 1998, serta rasio hutang berbanding ekuitas yang mencapai 186,48%. Depresiasi dan volatilitas nilai tukar rupiah dengan sendirinya menggelembungkan kewajiban Perusahaan, menurunkan tingkat profitabilitas dan memberikan tekanan serta ketidakpastian dalam pengelolaan arus kas.
Untuk mengatasi hal ini, manajemen HMSP telah menerapkan strategi keuangan melalui restrukturisasi kewajiban antara lain dengan cara penjadwalan ulang hutang, penerbitan saham baru, melakukan buy-back atas instrumen hutang dalam denominasi mata uang asing dan mengkonversinya menjadi instrumen jangka menengah (obligasi) dalam denominasi rupiah. Langkah ini terbukti cukup jitu dan tepat waktu, serta berhasil menciptakan imunisasi terhadap pengaruh nilai tukar mata uang. Hasil restrukturisasi telah mulai terlihat pada tahun 1999 dan 2000, dimana terjadi peningkatan ROE dan rasio hutang dibandingkan ekuitas telah menurun hingga 71,54%. Demikian pula indikator profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas turut menunjukkan perbaikan. Dari sudut pandang investor, kondisi ini merupakan hal yang positif karena dengan demikian meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pembayaran kupon dan nominal obligasi pada saat jatuh temponya.
Kinerja keuangan HMSP pasca restrukturisasi terutama dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah mengenai tarif cukai dan batasan harga jual eceran (H|E), selain terjaminnya jumlah pasokan dan berlakunya tata niaga bahan baku tembakau dan cengkeh yang mampu menjaga stabilitas harga komoditas tersebut. Mengingat target yang harus dicapai oleh pemerintah dari penerimaan cukai untuk meringankan defisit anggaran periode 2001 - 2002 adalah sebesar Rp 17,6 trilyun, maka dapat diperkirakan bahwa tarif cukai dan HjE akan terus ditingkatkan secara bertahap. Dalam hal ini pemerintah perlu mengkaji efektifitas kebijakan ini dengan memperhltungkan dampak kenaikan harga jual terhadap penurunan permintaan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi penerimaan cukai secara keseluruhan. Di pihak perusahaan, kenaikan kedua komponen yang memiliki proporsi utama dalam struktur beban pokok penjualan ini merupakan faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan dan akan menekan tingkat profitabilitas. Oleh karena itu manajemen perlu menentukan strategi dan kebijakan yang inovatif dan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas internal perusahaan serta meningkatkan penjualan, antara lain dengan mengedepankan produk-produk rendah tar dan nikotin. Untuk menjaga kesinambungan peningkatan ROE, perusahaan harus mampu mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi ROA dan tingkat leverage.
Kasus ini memberikan masukan yang berguna bagi kalangan akademisi, dunia usaha dan pemerintahan agar penyebab dan dampak negatif dari krisis tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Lebih penting lag! adalah agar pihak-pihak terkait memperoleh inspirasi dan bahan pertimbangan untuk menentukan strategi dan kebijakan yang dapat menghasilkan percepatan pemulihan perekonomian untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain di kawasan ini."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhardiono
"PT. Hanjaya Mandala Sampoema, Tbk adalah satu dari sekian banyak perusahaan rokok di Indonesia. Mencatatkan dirinya di Bursa Efek Jakarta pada 15 Agustus 1990, perseroan mendapatkan animo yang baik dari pelaku pasar. Hingga saat ini saham perseroan dimasukkan ke dalam LQ 45 atau saham-saham unggulan BEJ.
Sebagai salah satu saham unggulan, apakah harga pada saat ini sudah mencerminkan fundamental perusahaan. Untuk itulah penelitian ini dilaksanakan, dengan tujuan mengetahui apakah harga saham saat ini sudah sesuai dengan nilai intrinsik dari perusahaan. Argumen tersebut akan dianalisa dengan menggunakan metode Free Cash Flow to Equity (FCFE) dan Abnormal Earning (AE). Sehingga diakhir penelitian akan diuji kembali metode manakah yang paling mencerminkan kondisi pasar sesungguhnya, yaitu dengan standard error of the estimation.
Kedua metode, baik FCFE maupun AE, dimulai derigan membuat beberapa asumsi yang kemudian digunakan dalam pembuatan forecasting atau biasa disebut dengan pro forma. Asumsi-asumsi yang dibuat didasarkan pada analisis kondisi makro ekonomi Indonesia dan analisis perusahaan. Dalam analisis perusahaan dilakukan analisis lingkungan usaha, pengukuran kinerja keuangan serta keunggulan bersaing perseroan. Pembuatan pro forma ini dimulai dengan mengestimasikan nilai penjualan, kemudian barulah melakukan estimasi-estimasi dengan didasari oleh asumsi yang telah dilakukan sebelumnya serta trend historis laporan keuangan. Dengan estimasi nilai penjualan akan meningkat menjadi 14% pada tahun 2008 dari sebelumnya 8 % pada tahun 2002.
Dengan mengestimasikan bahwa ditahun-tahun yang akan datang inflasi, serta kenaikan harga bahan baku maka beban pokok penjualan akan meningkat menjadi 71 %. Ketatnya persaingan dan adanya kenaikan kembali Upah Minimum Regional (UMR) maka rerata beban usaha akan menjadi 6 %. Neraca diestimasikan akan tetap menggunakan prosentase akun aset terhadap total aset, sedangkan akun kewajiban dan ekuitas terhadap total kewajiban dan ekuitas. Total aset sendiri akan terkait dengan perubahan pada nilai penjualan bersih.
Setelah melakukan proforma tersebut, maka dilakukan valuasi nilai perusahaan berdasarkan laporan keuangan yang telah dipublikasikan. Metode FCFE memberikan hasil undervalued sebesar Rp 3,268.32 hal yang sama teijadi pada penutupan bursa saham hari Jum'at tanggal 13 September 2003 dimana nilai saham HMSP undervalued sebesar Rp 2,158.32. Dilain pihak, metode AE menunjukkan bahwa saham HMSP memiliki nilai overvalued sebesar Rp 2,46.68 per Desember 2002, dan pada penutupan hari Jum'at 13 September 2003 overvalued sebesar Rp 2,296.68.
Hasil yang didapat adalah harga saham PT. Hanjaya Mandala Sampoema, Tbk adalah overvalued terhadap rerata tertimbang harga saham per penutupan bursa pada Desember 2002. Hal ini didapat setelah melakukan uji standard error of the estimation, yaitu mencari metode mana yang memiliki akurasi yang paling baik. Uji ini menunjukkan bahwa metode abnormal earning memiliki nilai error yang lebih kecil dari metode free cash flow to the firm dengan selisih 72.83 (24,782.70- 24,709.24). Karena hasil uji menunjukkan bahwa saat ini harga saham HMSP telah overvalued, maka disarankan bagi investor untuk mengambil posisi sell."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The objective of this study is to analyze the financial performance of PT Gudang Garam Tbk (GGRM), both before and after its acquisition. The data were analyzed by using the Economic Valued Added (EVA) and the Wilcoxon signed EVA analysis indicate that GGRM has not accrued added value after its acquisition. Based on the Wilcoxon signed rank test, the financial performance of GGRM did not improve after its acquisition because the company delayed diversifying its products. Moreover, the product price was found to be higher than that offered by its competitors. Therefore we suggest that investors make investment decision carefully because acquisition does not always increase they company's value."
TEMEN 3:1 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Edward Budiman
"Krisis perekonomian yang terjadi tidaklah menyurutkan pertumbuhan industri rokok. Pertumbuhan tersebut terjadi karena pasar untuk produk rokok relatif tetap berkembang, karena disadari atau tidak rokok mengandung salah satu zat adiktif yang terkuat yang membuat pemakaìnya kecanduan Industri rokok di Indonesia punya berbagai keunikan produk dan pasar yang cukup kuat. Dan sisi produknya misalnya, jenis rokok yang diproduksi di Indonesia unik, dimana produksi rokok kreteknya jauh Iebih besar dibandingkan dengan rokok putih Rokok dengan paduan tembakau dan cengkeh ini mampu mendominasi selera konsurnen atau menguasai pasar dalam negeri. Terlebih jika ditambah dengan konsumen rokok putih, maka industri rokok Indonesia makin penting keberadaannya bagi perekonomian negara. la tidak hanya mampu menghasilkan cukai dan devisa, tapi juga mampu menyerap tenaga kerja dan menjadi sumber penghasilan bagi petani, distributor dan pedagang eceran.
Karya akhir ini bertujuan untuk mengctahui penciptaan nilai oleh PT. HM Sampoerna, Thk terhadap shareholdemya yang tercermin pada nilai wajar saham yang didapat dari hasil valuasi, sehingga investor dapat menjadikannya sebagal bahan pertimbangan dalam berinvestasi.. Teknik valuasi perusahaan yang digunakan adalah dengan pendekatan Economic Value Added (EVA) yang diperkenalkan oleh G. Bennet Stewart III, dalarn bukunya "Tite Quest For Value" (Harper Business 1991). Dalam perhitungan nilai EVA tersebut didukung oleh data-data kondisi rnakroekonomi Nasional seperti inflasi, PDB, kurs rupiah, suku bunga SBI. serta membuat proyeksi laporan keuangan untuk lima tahun kedepan berdasarkan laporan keuangan historis (tahun 1994-2001).
Dalam penelitian ini proyeksi laporan keuangan dilakukan dalam 3 skenario. Skenario pertama adalah skenano dasar, dalam skenario ini pemerintah tetap menaikkan cukai, tetapi kenaikan tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap penjualan perusahaan disebabkan mereknya yang kuat dipasar serta loyalitas konsumen sudah terbentuk. EVA pada skenarlo ini diproyeksikan akan memilikì trend yang meningkat yang mencermînkan kinerja perusahaan yang semakin membaik. Nilai wajar saham berada diatas pasar yang menunjukkan kondisi undervalue.
Skenario yang kedua adalah skenario optimis. Pada skenario ini kondisi perekonomian di proyeksikan akan membaik. Pemerintah tidak menaikkan cukai, HIE maupun PPn. Akibatnya EVA lima tahun kedepan akan melonjak naik. Daya beli masyarakat yang membaik perlu diantisipasi oleh perusahaan dengan menaikkan kapasitas produksinya. Harga wajar saham pada skenarlo ini sangat jauh di atas harga pasarnya sehingga kondisi saham perusahaan berada dalam posisi undervalued.
Skenario ketiga adalah skenario pesimis. Kondisi perekonomian pada skenario ini diproyeksikan akan sangat memburuk yang mengarah pada krisis moneter. Pemenintah menaikkan cukai, HJE maupun PPn untuk mengurarigi defisit anggaran belanja. HPP perusahaan meningkat harga tidak dapat dinaikkan karena daya masyarakat turun akibatnya marjin perusahaan mengecil. Niai yang dihasilkan oleh perusahan menurun, EVA lima tahun kedepan diproyeksikan turun, akibatnya harga wajar perusahaan berada dibawah harga pasarnya (overvalued).
Dengan tiga skenario ini maka diharapkan investor dapat mempunyai gambaran dengan membaca pola yang terjadi sehingga dapat diambil keputusan yang bijaksana dalam membeli saham PT. H.M. Sampoema. Sebagai perbandingan dalam penelitian ini juga disajikan val uasi secara sederhana menggunakan Price to Earning Ratio sebagai perbandingan dengan pertimbangan bahwa dengan lebih dan satu valuasi akan memperkaya bahan kajian bagi investor dalam mengambil keputusan investasi."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T1082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhi Yanuar
"Industri rokok dalam perekonomian Indonesia saat ini terlihat semakin besar peranannya, hal ini terbukti dari kemampuan industri ini selain sebagai motor penggerak perkenomian juga mampu menyerap tenaga kerja sehingga memperbesar peranannya dalam menyumbang pendapatan negara.
Kondisi inilah yang mendorong pemerintah untuk meningkatkan target pemasukan pendapatan negara melalui cukai rokok dari tahun ke tahun seperti yang terjadi saat ini dengan kenaikan cukai rokok dalam 5 tahun terakhir yang rata-rata mencapai 34,23 % sejak tahun 1998, sementara kenaikan produksi rokok dalam periode yang sama hanya 5,3 % per tahun yang sudah pasti tidak sebanding dengan persentase peningkatan cukai rokok terutama rokok kretek.
Penelitian yang dilakukan adalah menilai saham perusahaan rokok HMSP dan GGRM melalui analisa fundamental yaitu dengan melakukan perhitungan nilai intrinsik saham perusahaan dengan menggunakan metode Discounted Cash Flow, yaitu dengan mendiskontokan proyeksi Free Cash Flow to the Firm (FCFF) berdasarkan Weighted Average Cost of Capital (W ACC). Nilai FCFF diperoleh dengan melakukan proyeksi terhadap laporan keuangan perusahaan. Asumsi yang digunakan dalam melakukan proyeksi berdasarkan kondisi makro ekonomi dan kondisi masing-masing perusahaan itu sendiri serta data kinerja historis perusahaan.
Hasilnya menunjukkan bahwa hasil perhitungan atas nilai saham PT. Hanjaya Mandala Sampoema adalah sebesar Rp.4.210,- untuk skenario most pessimistic, Rp. 5.391,- untuk skenario most likely dan Rp.6.758,- untuk skenario most optimistic atau dapat dikatakan overvalued pada skenario most pessimistic namun undervalued pada skenario most likely dan most optimistic dengan perbandingan harga penutupan per 30 desember 2003 sebesar Rp.4.475,-
Demikian pula halnya dengan PT.Gudang Garam, untuk skenario most pessimistic adalah overvalued sebesar Rp.ll.775,- sedangkan undervalued pada skenario most likely dan most optimistic yaitu berturut-turut Rp.15.664,- dan Rp.20.381.
Melalui Analisa Sensitifitas dengan menggunakan asumsi cukai rokok dan tingkat perekonomian dapat disimpulkan bahwa harga saham HMSP yang terbentuk adalah sebesar Rp.5.438,- dan harga saharn GGRM sebesar Rp.15.871,- yang berarti kedua saham tersebut Undervalued dibanding harga pasarnya per 30 Desember 2003 yaitu Rp.4.475,- untuk HMSP dan Rp.13.600,- untuk GGRM
Sedangkan dari analisa industri dapat disimpulkan bahwa di masa mendatang akan terjadi tingkat persaingan dan kekuatan tawar supplier yang tinggi, ancaman pemain baru yang rendah, produk pengganti dan kekuatan tawar buyer yang rendah.
Semua analisa dan perhitungan nilai intrinsik saham tersebut dibuat berdasarkan asumsi dan berbagai pertimbangan sesuai kondisi perusahaan. Selain itu nilai saham juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat dikuantifikasi, karena itu investor di dalarn mengambil keputusan harus juga mempertimbangkan faktor lainnya yang bersifat kualitatif."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Febe Rahellea
"ABSTRAK
Laporan ini bertujuan untuk melakukan analisa terhadap prospek investasi terhadap saham PT Gudang Garam Tbk IDX:GGRM dengan menggunakan pendekatan analisis fundamental. Berdasarkan analisis kuantitatif dan kualitatif terhadap indikator makroekonomi, industri, dan perusahaan, maka penulis merekomendasikan rating buy terhadap saham GGRM dengan target harga Rp 84,156. Target harga tersebut didapat dari metode valuasi Discounted Cash Flow DCF . Valuasi tersebut mengindikasikan potensi kenaikan harga sebesar 17 dari harga sekarang 11/05/18 yang senilai Rp 70,000 serta target P/E sebesar 21.83x dari nilai P/E yang sekarang sebesar 17.3x. Rekomendasi kenaikan harga ini didasarkan pada potensi kenaikan daya beli masyarakat terutama masyarakat golongan pendapatan menengah ke bawah yang dikarenakan target inflasi yang rendah serta penambahan penerima program subsidi. Selanjutnya, pertumbuhan yang bagus pada segmen SKM Full-Flavored juga akan mendorong pendapatan GGRM, hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan pendapatan di tengah industri yang melemah. Terakhir, rencana simplifikasi pajak cukai juga akan semakin memperkuat posisi perusahaan rokok besar. Namun, investor harus terus mempertimbangkan risiko penurunan target harga terutama yang berasal dari faktor gejolak ekonomi dan politik internasional.

ABSTRACT
The report discusses investment worthiness of PT Gudang Garam Tbk IDX: GGRM with fundamental analysis. Based on analysis using both quantitative and qualitative indicators, the result recommends buy rating for GGRM with target price of IDR81,156 that is derived from Discounted Cash Flow DCF method. This valuation implies a potential upside of 17 from current price 11/05/18 of IDR 70,000 as well as implied P/E of 21.83x from current P/E of only 17.3x. The bullish recommendation is on the back of higher purchasing power of middle to low income population because of lower target inflation rate and social benefit program expansion, vast growing full-flavored SKM segment which proven by growing volume sales of GGRM despite industry slowdown, and stronger position of big cigarette players because of tax layer simplification. However, investors should keep an eye on possible bearish risk especially that come from global economic and political changes. "
Lengkap +
2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aprillia Mustika Sari
"ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia.
Industri Hasil Tembakau (IHT) memiliki peran yang penting dalam perekonomian
di Indonesia, terutama sebagai penyerap tenaga kerja dan penerimaan negara
melalui cukai. Di sisi lain IHT memberikan efek negatif pada segi kesehatan
masyarakat. Pemerintah membuat kebijakan terhadap IHT melalui Road Map
IHT. Ditengah perkembangan kebijakan industri hasil tembakau tersebut, PT HM
Sampoerna membangun dua buah pabrik baru di Karawang, Jawa Barat dengan
total biaya investasi sebesar USD 174 juta atau setara dengan Rp. 2 triliun.
Perhitungan kelayakan finansial proyek investasi dilakukan dengan metode
capital budgeting. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Profitbility Index (PI), Payback
Period (PP), dan analisis skenario. Berdasarkan hasil perhitungan NPV dan PP
diperoleh hasil yang positif serta tingkat pengembalian yang lebih besar dari
tingkat pengembalian yang diharapkan. Maka kesimpulannya adalah, proyek
investasi PT HM Sampoerna layak untuk dilaksanakan dalam menghadapi
kebijakan pemerintah terhadap industri hasil tembakau dalam kondisi terbaik,
optimis maupun pesimis. Sementara, hasil perhitungan IRR dan PI pada kondisi
pesismis, investasi tidak layak untuk dilaksanakan.

ABSTRACT
Indonesia is one of the largest number of smokers in the world. Tobacco Industry
(IHT) has an important role for Indonesian economy, especially for its
constribution in absorbing labor and state revenues through excise tax. On the
other hand IHT negative effects on public health. The government makes policy
towards tobacco industry through the Road Map. In the middle of the policy
towards tobacco industry, PT HM Sampoerna build two factories in
Karawang,cWest Java, with a total investment cost of USD 174 million or
equivalent to Rp. 2 trillion . The calculation of the financial feasibility of
investment projects carried out by capital budgeting method. The data obtained
were processed using the Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), Profitbility Index (PI), Payback Period (PP), and scenario analysis. Based
on the NPV and PP calculation, obtained positive results as well as the rate of
return is greater than the expected rate of return. So the conclusion, PT HM
Sampoerna investment projects is feasible in facing government policy towards
the tobacco industry in best, optimist, as well as pesimistic condition. Meanwhile
the IRR and PI calculation on pesimistic condition is not feasible to be
implemented."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lammy, Ray
"In May 2005, Indonesian stock exchange market was shocked by PT Philip Morris Indonesia (Philip Morris) immense purchase transaction to acquire 97 percent PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HM Sampoerna)'s shares. Purchase price was Rp 10,600 per share, away above prevailing market price at Rp 9,550 per share as of May 18th, 2005. To obtain 4,251,510,000 shares of HM Sampoerna, Philip Morris had to arrange cash payment no less than Rp 45.066 trilion.
Bahana Securities managed the tender offer, preserving all HM Sampoerna's shareholders to have equal chance to sell their shares at Philip Morris's premium price offer of Rp 10,600 for one share. Almost all shareholders took this good opportunity and sold their HM Sampoerna's shares to Philip Morris.
This transaction triggered questions amongst investors. How much was the real value of HM Sampoerna's shares? Why did Philip Morris buy at premium price? Why did Sampoerna family, as the founder and the largest shareholder of HM Sampoerna, sell their since 1912 ownership of HM Sampoerna to Philip Morris? Why did Philip Morris consider the prevailing market price of HM Sampoerna's shares undervalue while the shareholders of HM Sampoerna had totally different perspective of overvalue?
Objectives of this thesis are to identify the true value of HM Sampoerna's shares using three approaches of valuation method, namely Free Cash Flow to Equity (FCFE), Free Cash Flow to the Finn (FCFF) and Economic Value Added (EVA), and to provide evidence that null hypothesis can be accepted with those three valuation methods. Null hypothesis of this thesis is the prevailing HM Sampoerna's share market price during purchase transaction by Philip Morris was undervalued pursuant to FCFE, FCFF and EVA evaluation methods.
This thesis performs top-down analyses, which begin wit macro economic analysis, cigarettes industry, HM Sampoerna's financial statement analysis. Then proceed to forecast of HM Sampoerna's financial statement for valuation purpose. There are two periods in financial statement forecast. The first five years period called high growth period and the rest called stable growth period. There are two sets of forecast, one is for normal scenario and other is for optimistic scenario. The last stage of top-down analysis is so perform valuation at HM Sampoerna's share price with FCFE, FCFF and EVA methods.
The result of FCFE method, both normal scenario and optimistic scenario, shows that HM Sampoerna's share price during purchase transaction was overvalued or HM rejected. Contrarily, the result of FCFF and EVA methods, either normal scenario or optimistic scenario, prove that HM Sampoerna's share price during purchase transaction by Philip Morris was undervalued or Ho accepted.
This case expectantly useful for investors, shareholders, management of the company, spectators and other realting parties. For investors or shareholders, it is very important to analyze and value a company with as many valuation method as possible to gain overall value of the company and to avoid premature overvalue or undervalue statement. As for management of the company, valuation of its shares is very important for capital structure strategy and measuring the company's growth. And for spectators, this case is very interesting and might be used for case study."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>