Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187835 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fariyanti Methadias
"Latar Belakang: Terapi bedah flep periodontal dilakukan untuk meningkatkan status periodontal.
Tujuan: Evaluasi secara klinis dan radiografis keberhasilan perawatan bedah flep periodontal tahun 2011-2016.
Metode: Evaluasi status pasien antara sebelum dan sesudah perawatan bedah flep periodontal tanpa bahan cangkok tulang, menilai kedalaman poket, tingkat perlekatan klinis, resesi gingiva, dan ketinggian tulang alveolar.
Hasil: Terdapat 126 data untuk kedalaman poket, resesi gingiva, tingkat perlekatan klinis. Terdapat 135 data untuk ketinggian tulang. Terdapat hasil yang signifikan untuk semua kelompok p=0,00.
Kesimpulan: Perawatan bedah periodontal menghasilkan penurunan kedalaman poket, meningkatkan resesi gingiva, meningkatkan tingkat perlekatan klinis gingiva, dan peningkatan ketinggian tulang alveolar.

Background: Periodontal flap surgery can improve periodontal status.
Objective: Clinical and radiographic evaluation of periodontal flap surgery in 2011 2016.
Methods: Evaluation of patient status between pre and post periodontal flap surgery without bone graft materials, measuring pocket depth, clinical attachment level, gingival recession, and alveolar bone height.
Results There are 126 data for pocket depth, gingival recession, level of clinical attachment. There are 135 data for bone height. There were significant results for all groups p 0.00.
Conclusion: Periodontal flap surgery resulted decreased pocket depth, increased gingival recession, increased clinical attachment level of gingiva, and increased alveolar bone height.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faradina Putriyanti
"Pemasangan implan gigi sudah dilakukan di Klinik Periodonsia Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Universitas Indonesia sejak tahun 2009. Evaluasi jangka panjang kondisi klinis implan gigi belum pernah dilakukan di RSKGM FKG UI dan Indonesia.
Tujuan: Mengevaluasi kondisi klinis jaringan peri-implan paska perawatan implan gigi di Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI periode pemasangan tahun 2009-2014.
Metode Penelitian: Subjek terdiri dari 11 pasien dengan 29 implan gigi. Pemeriksaan klinis terdiri dari pemeriksaan indeks kebersihan mulut, kegoyangan implan gigi, kedalaman probing, resesi gingiva, kehilangan perlekatan klinis dan perdarahan gingiva.
Hasil: Kegoyangan implan gigi tidak ditemukan. Perdarahan gingiva terdapat pada 72,4 implan gigi. Rerata kedalaman probing 3,97 1,35 mm, resesi gingiva 0,45 0,57 mm, dan kehilangan perlekatan klinis 0,62 0,82 mm. Analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan kedalaman probing, kehilangan perlekatan klinis dan perdarahan gingiva berdasarkan indeks kebersihan mulut yang berbeda, namun terdapat perbedaan resesi gingiva berdasarkan indeks kebersihan mulut yang berbeda.
Kesimpulan: Evaluasi klinis jaringan peri-implan memberikan hasil yang baik.

Dental implant treatment has been done in Periodontal Clinic Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Universitas Indonesia since 2009. There is no long term clinical evaluation of dental implant in RSKGM FKG UI and Indonesia.
Aim: To evaluate the peri implant tissue after dental implant placement in Periodontal Clinic RSKGM FKG UI 2009 2014.
Method: There were 11 patients with 29 dental implants. Clinical evaluation consists of oral hygiene measurement, mobility test, probing measurement, gingival bleeding test, and measurement of gingival recession and clinical attachment loss.
Results: There was no implant mobility. Gingival bleeding found in 72,4 of the dental implant. The mean probing depth 3,97 1,35 mm, gingival recession 0,45 0,57 mm, and clinical attachment loss 0,62 0,82mm. There was no statistical difference in probing depth, loss of attachment, and gingival bleeding compared with different oral hygiene, but there was statistical difference in gingival recession compared with different oral hygiene.
Conclusion: Clinical evaluation of peri implant tissue showed good condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jocelin Tania Kusnadi
"Periodontitis merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang umum diderita penduduk dunia. Klasifikasi penyakit periodontitis direvisi pada tahun 2017, menggabungkan periodontitis kronis dan periodontitis agresif menjadi periodontitis yang memiliki tiga dimensi untuk menjelaskan periodontitis. Data epidemiologi penyakit periodontitis menggunakan klasifikasi terbaru dapat digunakan sebagai informasi dalam menyusun rencana pencegahan dan penanganan penyakit periodontitis. Data tersebut masih belum ada di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui distribusi penyakit periodontitis menggunakan klasifikasi penyakit periodontal tahun 2017 di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Periode 2014-2017.
Metode: Penelitian deskriptif data sekunder dengan subjek 392 rekam medik.
Hasil: Penyakit periodontitis terbanyak menurut pembagian staging adalah stage 3 (52,2%) dan stage 4 (35,8%), menurut pembagian grading adalah grade A (60,4%), dan menurut distribusi dan perluasan adalah generalis (82,6%).
Kesimpulan: Klasifikasi terbaru periodontitis tahun 2017 memberikan detil yang lebih baik dalam menggambarkan kondisi rongga mulut pasien. Penyakit periodontitis terbanyak menurut klasifikasi tahun 2017 adalah stage 3 grade A generalis.

Periodontitis is one of the most common oral disease infected world citizen. Periodontitis classification was revised in 2017, which merge chronic periodontitis and aggressive periodontitis into periodontitis with three dimensions as descriptor. Epidemiology information of periodontitis can be used as information for prevention and treatment plan of periodontitis. In Indonesia, there is no data about the new classification.
Objective: Discover the distribution of periodontitis at Periodontal Clinic RSKGM FKG UI 2014-2017.
Methods: Descriptive study using 392 medical records as subjects.
Results: The most common periodontitis based on staging is stage 3 (52,2%) and stage 4 (35,8%), grade A (60,4) based on grading, and generalized (82,6%) based on distribution and extent.
Conclusion: The new periodontitis classification in 2017 gives better detail in describing patient oral cavitiy condition. The most common periodontitis based on 2017 classification is stage 3 grade A generalized.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stevany Grafiyanti
"Latar Belakang: Perawatan implan gigi adalah perawatan penggantian gigi hilang dengan angka kesuksesan tinggi. Evaluasi radiologis perawatan implan gigi berguna untuk menilai ketahanan dan kesuksesan jangka panjang perawatan. Tujuan: Menganalisis kehilangan tulang krestal peri-implan gigi melalui evaluasi radiologis dan hubungannya dengan faktor risiko. Metode: Studi pada 29 implan gigi. Dilakukan pencatatan data status pasien kemudian pembuatan radiograf periapikal digital dengan teknik paralel. Analisis radiologis kehilangan tulang krestal peri-implan gigi di mesial dan distal. Hasil: Rerata kehilangan tulang krestal mesial 1,26±0,15 mm dan distal 1,42±0,17 mm dengan angka kesuksesan sebesar 93,1%. Tidak terdapat korelasi kehilangan tulang krestal peri-implan gigi dengan letak implan di maksila dan mandibula; letak implan di regio anterior dan posterior; dan jenis implan gigi bone level dan tissue level (p>0,05). Kesimpulan: Hasil evaluasi radiografis implan gigi di Klinik Spesialis Periodonsia FKG UI  sukses.

Background: Dental implant treatment is an alternative for the replacement of teeth that has a high success rate. Radiographic evaluation of implant treatment is useful for a a long term evaluation. Aim: To evaluate implant treatments by analysing the condition of the bones around dental implants using radiography, as well as determine dental implant correlation with associated factors. Methods: A total of 29 dental Implant were assessed. Radiographic evaluations were carried out using a periapical radiographic dental x-ray unit and converted into digital images. Crestal bone loss was analysed on mesial and distal aspect. Result: The mean crestal bone loss on mesial aspect was  1.26±0.15 mm and distal aspect was 1.42±0.17 mm with the success rate of 91.6%. There are no statistically significant correlations between crestal bone loss and the location of the implant (maxilla or mandible), anteroposterior site, and type of implant (bone level and tissue level). Conclusion: The radiographic evaluation of dental implants demonstrated successful results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shula Zuleika Sumana
"Latar Belakang: Subepithelial connective tissue graft SCTG dan acelullar dermal matrix ADM seringkali digunakan dalam perawatan resesi gingiva.
Tujuan Penelitian: Mengevaluasi kondisi klinis jaringan periodontal setelah perawatan resesi gingiva antara menggunakan SCTG dengan ADM.
Metode: Data resesi gingiva, tingkat perlekatan klinis gingiva, dan lebar gingiva cekat sebelum perawatan diambil dari rekam medik. Pasien dihubungi untuk pengambilan data setelah perawatan.
Hasil: Penggunaan SCTG dan ADM memberikan hasil yang signifikan. Perbandingan antara kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan signifikan.
Kesimpulan: Perawatan resesi gingiva dengan SCTG dan ADM memberikan hasil yang serupa.

Background: Subepithelial connective tissue graft SCTG and acellular dermal matrix ADM are frequently used in treatment of gingival recession.
Objectives: To evaluate periodontal clinical conditions after treatment of gingival recession using SCTG and ADM.
Methods: Pre operative data of gingival recession, clinical attachment level, and attached gingiva were retrieved from medical records. Patients were recalled and post operative data were recorded.
Results: Application of SCTG and ADM yield significant changes. Comparisons between the two groups showed no statistically significant differences.
Conclusion: Treatment of gingival recession with SCTG and ADM yield similar outcomes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Althea Pranggapati Alexander
"Latar Belakang: Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang dialami setengah populasi penduduk dunia (3,58 milyar jiwa) dan penyakit gigi dengan prevalensi terbesar di Indonesia. Insidensi karies mencapai pulpa juga selalu meningkat setiap tahunnya. Perawatan saluran akar merupakan tindakan kuratif yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Menurut studi di berbagai negara, tingkat kegagalan PSA dapat mencapai 30% dengan melibatkan banyak faktor. Saat terjadi kegagalan, tindakan yang paling diutamakan untuk dilakukan adalah perawatan saluran akar ulang untuk mempertahankan gigi asli dari pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi penyebab kegagalan PSA dan faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi di masa yang akan datang. Tujuan: Mengetahui prevalensi perawatan saluran akar ulang di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode 2019-2021. Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif dan analitik komparatif yang bersifat retrospektif menggunakan data sekunder rekam medis pasien konservasi di RSKGM FKG UI. Hasil: Dari 3503 pasien PSA di RSKGM FKG UI periode Januari 2019-Juli 2021, 181 pasien dengan kegagalan PSA memilih untuk PSA ulang dan 20 pasien lainnya dilakukan ekstraksi. Melalui analisis komparatif, terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan status penyakit periapeks pada pasien, tidak ditemukan perbedaan antara sosiodemografi, elemen gigi dan diagnosis periapeks pasien pada perawatan PSA ulang dan ekstraksi, dan terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan perawatan yang dipilih (PSA ulang dan ekstraksi). Kesimpulan: Prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI adalah 5,1%. Penyebab kegagalan PSA yang paling banyak ditemukan adalah pengisian saluran akar yang kurang. Diagnosis penyakit periapeks pasca PSA, paling banyak ditemukan adalah abses periapikal. Berdasarkan sosiodemografis, pasien paling banyak didominasi oleh jenis kelamin perempuan dan kelompok usia yang paling banyak ditemukan adalah kelompok usia 50-59 tahun. PSA ulang paling banyak terjadi pada gigi molar mandibula. PSA yang inadekuat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyakit periapeks, proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan PSA ulang adalah PSA inadekuat dan proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan ekstraksi adalah restorasi inadekuat
Background: Dental caries is a serious health problem experienced by half of the world’s population (3.58 billion people) and an oral disease with the highest prevalence in Indonesia. The incidence of pulpitis is also increasing every year. Root canal treatment is taken to cure the disease. According to studies in various countries, endodontic treatment failure rate can reach to 30% involving many factors. When endodontic treatment failure occurs, the most applied action to be taken is endodontic retreatment to preserve patient’s teeth. Therefore, it is necessary to conduct a research on the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI by discovering the causes of the failure and other factors that contributed to the failure to prevent it from happening in the future. Objectives: This study aims to determine the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI for the period of 2019-2021. Methods: Retrospective descriptive and comparative analytical study is done using secondary data found in patient’s medical record. Results: There were 3503 endodontic patients at RSKGM FKG UI for the period of January 2019-July 2021, 181 patients with endodontic failure chose to be treated with endodontic retreatment and another 20 patients underwent extraction. Through comparative analysis, there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and periapical disease. No differences found between the sociodemographic and the tooth, periapical diagnoses of patients with the choices of treatment between endodontic retreatment and extraction, and there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and the choice of treatment. Conclusion: The prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI is 5.1%. The most common etiology of endodontic failure is underobturation. Periapical abscess is the most found diagnosis of post endodontic treatment. Based on sociodemographics, most patients are female and the age group that commonly found was 50-59 years old age group. Endodontic retreatment mostly treated on mandibular molars. the biggest proportion of etiology of failure on endodontic retreatment treatment choice is an inadequate endodontic treatment while the highest proportion of etiology of failure on extraction is inadequate restoration"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Jesson
"Latar Belakang: Gigi dengan kerusakan periodontal yang berat akan mengakibatkan peningkatan pada mobilitas gigi. Hal itu menjadi indikasi untuk perawatan splin. Penelitian mengenai distribusi status periodontal pada pasien periodontitis dengan terapi temporary periodontal splint belum pernah dilakukan terutama di Indonesia.
Tujuan Penelitian: Mendapatkan distribusi status periodontal gigi pada pasien periodontitis dengan perawatan temporary periodontal splint.
Metode: Penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari 47 rekam medik dari pasien dengan terapi temporary periodontal splint di klinik Periodonsia RSKGM FKG UI periode 2018-2020.
Hasil: Perawatan temporary periodontal splint paling banyak dilakukan pada Regio gigi anterior mandibular (49,8%). Mayoritas mobilitas gigi adalah mobilitas derajat 2 (49,2%).  Mayoritas derajat kerusakan tulang adalah kerusakan hingga 1/3 tengah (49,2%) dengan pola kerusakan terbanyak pola horizontal (62,8%). Kehilangan perlekatan klinis terbanyak adalah buruk (76,8%). Uji-T Berpasangan menunjukan adanya perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan (p<0,05) dengan rerata sesudah 1 minggu lebih rendah dibanding sebelum perawatan.
Kesimpulan: Perawatan temporary periodontal splint paling sering dilakukan pada gigi dengan derajat mobilitas 2, kerusakan tulang mencapai 1/3 tengah akar, dan kehilangan perlekatan klinis buruk. Perawatan paling banyak dilakukan pada gigi anterior mandibula. Terdapat perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan dengan indeks plak sesudah mengalami penurunan.

Background: Tooth with severe periodontal damage will result in an increase in tooth mobility. This tooth will be splint to prevent further damage. There has been no research on the distribution of periodontal status in periodontitis patient who were treated with temporary periodontal splint in Indonesia.
>Objective: Determine the distribution of periodontal status of tooth with periodontitis who were treated with temporary periodontal splints.
Method: This retrospective descriptive study was conducted using 47 periodontal medical record patient who were treated with temporary periodontal splints in RSKGM FKG UI Periodontia clinic period of 2018-2020.
Result: Temporary periodontal splint treatment was mostly performed on the anterior mandible (49,8%). The majority mobility of the tooth are grade 2 mobility (49,2%). Majority degree of bone damage is damage up to middle 1/3 (49.2%) with the most damage pattern is horizontal pattern (62.8%). Most of the clinical attachment loss is poor (76,8%). Dependent T-test result showed that there is a significant difference (p<0,05) between plaque index before and after 1 week of treatment with the mean after 1 week of treatment lower than before treatment.
Conclusion: Temporary periodontal splint treatment is most often performed on teeth with mobility grade 2, bone damage reaching the middle 1/3 of the root, and poor clinical attachment loss. Treatment is mostly done on mandibular anterior teeth. There is a significant difference between the plaque index before and after 1 week of treatment with the plaque index after 1 week decreased.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Anneta Artha Lidwina Malau
"Latar Belakang: Kista periapikal atau dapat disebut juga dengan kista radikular atau kista periodontal apikal merupakan lesi yang umum ditemui pada praktik kedokteran gigi. Kista periapikal merupakan kista odontogenik yang terjadi akibat adanya inflamasi, dengan dinding lesi yang berasal dari residu epitel odontogenik rests of Malassez pada ligamen periodontal. Tingginya prevalensi kista periapikal dibandingkan dengan kista odontogenik lainnya dan belum adanya penelitian terbaru mengenai distribusi dan frekuensi kista periapikal berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi, posisi, kondisi gigi, dan perawatannya di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia melatar belakangi penelitian ini. Tujuan: Mengetahui distribusi dan frekuensi kista periapikal di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode Januari 2018 – Desember 2019. Metode: Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif restrospektif menggunakan data sekunder rekam medik. Hasil: Dari 4.163 rekam medik pasien bedah mulut di RSKGM FKG UI periode 2018-2019, terdapat 23 pasien dengan kista periapikal. Kesimpulan: Frekuensi distribusi kista periapikal terbanyak adalah pada kelompok usia 21-30 tahun (39,1%), lebih banyak ditemukan pada pasien perempuan (69,6%), gigi insisif lateral rahang atas adalah gigi terlibat dengan frekuensi distribusi terbanyak (33,3%), lokasi paling banyak adalah pada apikal gigi terlibat (77,8%), kondisi gigi terlibat yang paling sering ditemukan adalah nekrosis pulpa (63,0%), dan perawatan saluran akar adalah perawatan yang paling sering dilakukan (22,2%).

Background: Periapical cyst or often known as radicular cyst or apical periodontal cyst is a lesion often found in dental practice. Periapical cyst is an odontogenic cyst of inflammatory origin with an epithelial wall originating from the epithelial rests of Malassez found in the periodontal ligament. Its high prevalence compared to other types of odontogenic cyst and the absence of recent study of its distribution and frecuency based on age, gender, tooth element, position, condition of involved teeth, and treatment of choice render the need of further study about it. Objective: This study aims to determine the distribution and frecuency of periapical cyst in Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Faculty of Dentistry University of Indonesia 2018-2019 period. Methods: Retrospective descriptive study is done using the secondary data found in the patient’s medical record. Results: 23 patients with periapical cysts were found from the total of 4,163 medical records of patients receiving treatments at the Oral and Maxillofacial Surgery Department at RSKGM FKG UI in 2018-2019 period. Conclusion: The frequency and distribution of periapical cyst is mostly found in the third decade of life (39,1%), found more in female patients (69,6%), more often involved maxillary lateral incisive (33,3%), position of the cysts are mostly found at the apical of involved teeth (77,8%), the involved teeth condition are more often pulp necrosis (63,0%), and endodontic treatment is the more chosen treatment (22,2%)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donovan Roberto Jonamika
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan mulut yang sering ditemui dan dapat terjadi pada semua orang dengan keadaan rongga mulut. Pasien yang datang ke klinik Periodonsia RSKGM FKG UI terdiri dari berbagai kelompok dengan keadaan rongga mulut yang berbeda-beda serta memiliki faktor risiko yang berbeda pula, terutama pada gigi anterior mandibula yang rentan terhadap penyakit periodontal. Tujuan: Mendapatkan distribusi kelainan periodontal pada gigi anterior mandibula serta hubungannya dengan faktor risiko yang mempengaruhinya pada pasien di RSKGM FKG UI. Metode: Penelitian deskriptif analitik menggunakan data sekunder dari rekam medis RSKGM FKG UI periode 2016 2018. Hasil: Distribusi kelainan periodontal lebih sering terdapat pada kelompok usia lansia (45-65 tahun) dan pada laki-laki. Distribusi mobilitas terbanyak ditemukan pada gigi 31 dan kelompok usia lansia (45-65 tahun); resesi gingiva terbanyak terdapat pada gigi 31, ukuran resesi gingiva terbanyak adalah <3 mm; poket periodontal terbanyak terdapat pada gigi 43, kedalaman poket terbanyak adalah 1-3 mm; kehilangan perlekatan klinis terbanyak terdapat pada gigi 42, kehilangan perlekatan klinis terbanyak adalah >5 mm; kerusakan tulang alveolar terbanyak ditemukan pada gigi 42 dan kelompok usia lansia (45-65 tahun). Distribusi trauma oklusi terbanyak terdapat pada gigi 41, penyebab trauma yang paling sering ialah blocking. Kelainan periodontal lebih sering terdapat pada gigi yang memiliki kelainan titik kontak. Kesimpulan: Kelompok persentase usia terbesar adalah lansia (48,16%), jenis kelamin tertinggi adalah perempuan (50,28%), mayoritas pasien memiliki OHIS buruk (50,28%), dan PBI yang ringan (46,33%). Kelainan periodontal yang dijumpai pada gigi anterior mandibula adalah 34,75% subjek memiliki mobilitas gigi; 72,03% subjek mengalami resesi gingiva; 79,94% subjek memiliki poket absolut; 82,34% subjek memiliki kehilangan perlekatan klinis; dan 61,02% subjek memiliki kerusakan tulang alveolar. Faktor risiko lokal meliputi trauma oklusi dimana 57,77% subjek mengalami trauma oklusi; 83,47% subjek memiliki gigi berjejal pada gigi anterior mandibula; dan 90,82% subjek memiliki kelainan titik kontak."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oceana Roswin
"ABSTRACT
Latar Belakang: Parafunctional habit (clenching dan bruxism) menurunkan kualitas hidup melalui atrisi, abfraksi, dan resesi gingiva. Penelitian mengenai hal tersebut belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui distribusi atrisi, abfraksi, dan resesi gingiva pada pasien dengan parafunctional habit. Metode: Penelitian deskriptif menggunakan data sekunder dari 70 rekam medis periodonsia subjek parafunctional habit di RSKGM FKG UI periode 2013-2017. Hasil: Distribusi terbanyak ditemukan pada subjek parafunctional habit dengan atrisi (50%), dan diikuti atrisi dan abfraksi (32,86%). Distribusi atrisi tertinggi pada subjek clenching terlihat di gigi 31, 32, dan 42 (1,23%), dan pada subjek bruxism di gigi 42 (5,31%). Distribusi abfraksi tertinggi pada subjek clenching terlihat di gigi 14 dan 15 (1,04%), dan pada subjek bruxism di gigi 14 dan 24 (7,25%). Mayoritas subjek parafunctional habit mengalami resesi gingiva (87,14%). Resesi gingiva akibat clenching (42,55%) dan bruxism (30,47%) sering terjadi pada sisi bukal. Resesi gingiva tertinggi pada subjek clenching ditemukan pada gigi 42 (8,51%), sedangkan pada subjek bruxism ditemukan pada gigi 41 (5,5%). Kesimpulan: Subjek parafunctional habit yang mengalami atrisi sebanyak 50%, atrisi dan abfraksi sebanyak 32,86%, dan resesi gingiva sebanyak 87,14%.

ABSTRACT
Background: Parafunctional habit (clenching and bruxism) decreases quality of life through attrition, abfraction, and gingival recession. No study has evaluated about the problem in Indonesia. Objective: Evaluate distribution of attrition, abfraction, and gingival recession in subjects with parafunctional habit. Methods: A descriptive study using secondary data from 70 periodontal medical records of parafunctional habit subjects in RSKGM FKG UI 2013-2017. Result: Highest distribution was found in parafunctional habit subjects with attrition (50%), followed by attrition and abfraction (32.86%). Highest attrition distribution was seen in tooth 31, 32, and 42 (1.23%) of clenching subjects, and tooth 42 (5.31%) of bruxism subjects. Highest abfraction distribution was found in tooth 14 and 15 (1.04%) of clenching subjects, tooth 14 and 24 (7.25%) of bruxism subjects. Majority of parafunctional habit subjects got gingival recession (87.14%). Gingival recession from clenching (42.55%) and bruxism (30.47%) often occurred at buccal site of teeth. Highest gingival recession was found in tooth 42 (8,.51%) of clenching subjects, and tooth 41 (5.5%) of bruxism subjects. Conclusion: Parafunctional habit subjects experiencing attrition were about 50%, attrition and abfraction were about 32.86%, and gingival recession were about 87.14%."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>