Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93828 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wendy Anne Miriam
"ABSTRAK
Umumnya fistula enterokutan terjadi pasca tindakan pembedahan open abdomen, yang disertai dengan status nutrisi buruk saat preoperatif. Malnutrisi merupakan salah satu komplikasi fistula enterokutan, selain gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit hingga sepsis. Hal ini menunjukkan adanya fistula enterokutan akan memperburuk status nutrisi hingga menyebabkan kematian. Terapi nutrisi berperan penting dalam tatalaksana umum fistula enterokutan, karena pada kasus ini terjadi kondisi emergensi nutrisi. Semakin lama penundaan terapi nutrisi akan menambah risiko perburukan. Terapi nutrisi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi, mendukung penutupan spontan dari fistula, mempersiapkan komposisi dan fisiologis tubuh dalam menghadapi tindakan pembedahan selanjutnya serta meningkatkan imunitas mukosa saluran pencernaan. Pemberian terapi nutrisi berupa perhitungan kebutuhan energi, makronutrien dan mikronutrien. Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang dengan rentang usia 22-39 tahun. Berdasarkan skrining dengan malnutrition screening tools MST keempat pasien mendapatkan skor ge;3. Kebutuhan energi total dihitung menggunakan persamaan Harris-Benedict yang dikalikan dengan faktor stres sebesar 1,5-2. Target kebutuhan protein 1,5-2 g/kgBB untuk mencegah katabolisme. Kebutuhan cairan harus terpenuhi dengan mempertimbangkan output fistula, demikian juga dengan kadar elektrolit. Nutrisi diberikan melalui oral atau enteral dengan kombinasi parenteral. Dari keempat pasien dalam serial kasus ini, satu pasien meninggal dunia akibat sepsis sedangkan 3 pasien lainnya pulang ke rumah dengan sebelumnya dilakukan repair fistula. Terapi nutrisi pada pasien fistula enterokutan bila dilakukan secara cepat dan tepat akan mengembalikan fungsi gastrointestinal, memperbaiki status nutrisi dan membantu penyembuhan luka.
ABSTRACT Enterocutaneous fistula occurs in general after open abdominal surgery, commonly associated with poor nutritional status prior to operation. Malnutrition is one of the complications of enterocutaneous fistula, besides fluid or electrolyte losses and sepsis. The existence of enterocutaneous fistula will exacerbate the nutritional status leading to death. Nutritional therapy plays an important role in the general management of enterocutaneous fistula, because this case will cause a nutritional emergency condition. The longer delays in nutritional therapy will increase the risk of worsening. Nutritional therapy aims to meet energy needs, supports spontaneous closure of the fistula, to prepare the composition and physiological body in the face of further surgical procedures and to improve the gastrointestinal mucosal immunity. Provision of nutritional therapy is in the form of the calculation of energy needs, macronutrients and micronutrients. Patients in this case series amounted to four people with the age range 22 39 years. Based on the screening with malnutrition screening tools MST the four patients scored ge 3. Total energy requirements were calculated using the Harris Benedict equation multiplied by a stress factor of 1.5 2. Protein requirement target is 1.5 2g kgBW to prevent catabolism. The fluid requirement must be met by considering the fistula output, as well as the electrolyte losses. Nutrition is given by oral or enteral with a parenteral combination. Of the four patients in this case series, one patient died of sepsis while the other 3 returned home undergoing fistula repair previously. Nutritional therapy patients with fistula enterocutaneous if it is done quickly and accurately will reestablishment of gastrointestinal continuity, improve nutritional status and wound healing process."
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eleonora Mitaning Christy
"Ileostomi merupakan tindakan pembedahan pembuatan lubang (stoma) antara
ileum dan dinding abdomen, bertujuan untuk pengalihan feses. Ileostomi umumnya
dibuat pada pasien yang menjalani penanganan kanker kolorektal, neoplasma
stadium lanjut dengan infiltrasi usus halus, maupun peradangan saluran cerna.
Ileostomi high output (produksi stoma ileum >1500 mL/hari) dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, maupun malnutrisi pada pasien. Saat
ini belum ada pedoman tata laksana nutrisi komprehensif untuk pasien ileostomi
high output. Serial kasus ini bertujuan untuk mendukung terapi, mengatasi
malnutrisi, menunjang perbaikan klinis, sehingga dapat menurunkan morbiditas
dan mortalitas pasien ileostomi high output. Empat pasien ileostomi high output
dengan rentang usia 42 hingga 50 tahun mendapatkan terapi medik gizi selama
perawatan di rumah sakit. Tiga kasus merupakan kasus kronik dengan keganasan,
sementara satu kasus lainnya merupakan kasus akut yaitu adhesi dan perforasi
akibat hernia femoralis strangulata. Keempat kasus tersebut merupakan ileostomi
high output onset awal, yaitu yang terjadi kurang dari tiga minggu pasca pembuatan
stoma. Berdasarkan kriteria malnutrisi American Society for Parenteral and
Enteral Nutrition (ASPEN), keempat pasien ini tergolong malnutrisi berat. Terapi
medik gizi diberikan dengan prinsip pemberian makanan dan minuman porsi kecil
namun sering, restriksi cairan hipotonik, pemberian minuman berupa larutan
elektrolit-glukosa, pemberian medikasi anti motilitas, serta koreksi cairan dan
elektrolit menurut kebutuhan dan kondisi klinis pasien. Target asupan energi dan
protein pada keempat pasien dapat tercapai selama perawatan. Selama pemantauan,
keempat pasien mengalami penurunan output ileostomi, serta perbaikan
keseimbangan cairan dan elektrolit darah. Satu pasien mengalami perburukan klinis
dan meninggal akibat sepsis pada hari perawatan ke-18. Tiga pasien pulang dengan
kondisi klinis perbaikan. Satu pasien mengalami peningkatan output ileostomi saat
perawatan di rumah, kemudian dirawat kembali sepuluh hari setelah pulang karena
komplikasi anemia gravis dan ketidakseimbangan elektrolit, dan pada akhirnya
meninggal. Terapi medik gizi dapat menurunkan produksi stoma, memperbaiki
kadar elektrolit darah, serta memperbaiki keseimbangan cairan pada pasien
ileostomi high output.

Ileostomy is a surgical procedure to divert the ileum onto an artificial opening in
the abdominal wall, aimed for fecal diversion. Ileostomy is commonly created in
patients undergoing treatment for colorectal cancer, advanced neoplasms with
intestinal infiltration, or gastrointestinal inflammation. High output ileostomy
(stoma output >1500 mL per day) can cause imbalance of fluid and electrolytes,
and malnutrition in patients. At present, there is no comprehensive nutrition
management guideline for high output ileostomy patients. This case series aimed
to support therapy, prevent malnutrition, improve clinical condition, as well as to
reduce the morbidity and mortality of high output ileostomy patients. Four high
output ileostomy patients, with a range of age 42 to 50 years old received medical
nutrition therapy during their hospital stay. Three cases were chronic cases in
malignancy, while the other case was an acute case of adhesion and perforation due
to strangulated femoral hernia. All four cases were early onset high output
ileostomy, occurring in three weeks after stoma creation. Based on the American
Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN) malnutrition criteria, these
four patients were classified as severe malnutrition. Medical nutrition therapy was
administered according to a set of principles: small frequent feeding and drinking,
hypotonic fluid restriction, oral electrolyte-glucose solution administration, antimotility
medication administration, as well as fluid and serum electrolyte
correction, according to patients' needs and clinical conditions. The target of energy
and protein intake in all patients were achieved during hospital stay. During hospital
monitoring, decreased ileostomy output as well as improvement in fluid and
electrolyte balance were observed in all patients. One patient clinically worsened
and died due to sepsis on the 18th day of hospital stay. Three patients showed
improvement in clinical condition and were discharged. One patient experienced an
increase in ileostomy output at home, and then readmitted ten days after hospital
discharge due to severe anemia and electrolyte imbalance and subsequently died.
Medical nutrition therapy may decrease output as well as improve fluid and
electrolyte balance in patients with high output ileostomy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Winanda
"ABSTRAK
Latar belakang: Prevalensi obesitas di seluruh dunia telah diketahui mengalami peningkatan yang signifikan dalam tiga dekade terakhir. Tingginya prevalensi obesitas tersebut dapat memengaruhi peningkatan prevalensi pasien luka bakar dengan obesitas yang dirawat di unit luka bakar. Pasien luka bakar dengan obesitas mengalami fenomena 'second hit', yaitu peningkatan respon hipermetabolisme pasca luka bakar akibat inflamasi kronik yang sebelumnya sudah dialami. Masalah tersebut memiliki kaitan erat dengan nutrisi sehingga membutuhkan terapi medik gizi yang optimal untuk memodulasi respon hipermetabolisme yang meningkat pada pasien luka bakar dengan obesitas. Metode: Pada serial kasus ini terdapat empat pasien luka bakar berat karena api. Keempat pasien tersbeut memiliki status nutrisi obes berdasarkan kriteria indeks massa tubuh IMT menurut WHO untuk Asia Pasifik. Target kebutuhan energi dihitung menggunakan formula estimasi Xie dengan berat badan kering. Terapi medik gizi diberikan sesuai panduan terapi medik gizi pasien sakit kritis berupa nutrisi enteral dini dengan target energi awal 20-25 kcal/kg BB dengan target protein 1,5-2 gram/kg BB. Terapi medik gizi selanjutnya diberikan sesuai dengan klinis dan toleransi pasien. Mikronutrien yang diberikan berupa vitamin C, vitamin B, asam folat, dan seng.Hasil: Tiga pasien meninggal selama perawatan karena syok sepsis yang tidak teratasi, sedangkan satu pasien mengalami perbaikan luas luka bakar dari 47 menjadi 36 luas permukaan tubuh LPT serta peningkatan kapasitas fungsional. Kesimpulan: Status nutrisi obesitas pada pasien dalam serial kasus ini dapat menjadi faktor yang memperberat penyulit yang dialami. Terapi medik gizi yang adekuat dapat menunjang proses penyembuhan luka serta meningkatkan kapasitas fungsional.

ABSTRACT<>br>
Background The prevalence of obese patients presenting to burn unit facilities is expected to increase over the next three decades due to global epidemic of obesity. Given that the metabolic derrangements seen in burn mirror those found in association in obesity, it is plausible that excess adipose tissue contributes to a 'second hit' phenomenon in patients affected by burn injury. Optimal and adequate medical nutrition therapy is required in order to modulate the inflammatory and metabolic response, therefore enhance burn wound healing.Methods The current case series consist of four severly flame burned patient. The nutritional status of these patients was moderately obese according to WHO criteria for Asia Pacific. Enery requirement was calculated using the Xie formula based on patient rsquo s dry weight. Medical nutrition therapy was initiated with eraly enteral nutrition started at 20-25 kcal kg day with protein target at 1,5-2 gram kg day. Micronutrient supplementation was also given to these patients. Results Three patients died during hospitalization due to septic shock. The last patient had satisfactory wound healing and improved functional capacity at discharge. Kesimpulan: Obesity in this case series may be one of the risk factor for mortality. Adequate medical nutrition therapy inline with patient's clinical condition leads to enhancement healing process and improved functional capacity."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Moore, Mary Courtney
Jakarta: Hipokrates, 1997
615.854 MOO b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Williams, Sue Rodwell
St. Louis: Mosby, 1985
615.854 WIL n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Williams, Sue Rodwell
St. Louis: Mosby, 1999
613.2 WIL e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: W.B. Saunders , 2000
615.854 KRA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Steffi Sonia
"Luka bakar adalah bentuk trauma yang paling berat yang menyebabkan hipermetabolisme berkepanjangan. Jika asupan nutrisi tidak adekuat, penurunan berat badan dapat terjadi, yang kemudian akan memengaruhi pertumbuhan, penyembuhan luka, dan imunitas. Pedoman nutrisi pada anak dengan luka bakar dibuat di negara maju, sehingga mungkin akan sulit diterapkan di negara berkembang. Pada serial kasus ini, terapi nutrisi diberikan kepada empat pasien anak pasca luka bakar dengan usia 2 ndash;8 tahun dan luas luka bakar antara 5 dan 35 total body surface area. Dari keempat pasien tersebut terdapat satu pasien dengan luka bakar mayor. Target kebutuhan energi ditentukan dengan menggunakan rumus Schofield ditambah faktor stres 1,5 ndash;2 menurut luas luka bakar pasien. Target protein ditetapkan sebesar 1,5 ndash;3 g/kg/hari menurut luas luka bakar pasien. Semua pasien mendapatkan nutrisi melalui jalur oral, dengan jumlah yang ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai target. Suplementasi mikronutrien diberikan kepada semua pasien mendekati rekomendasi, namun suplementasi tembaga tidak diberikan karena keterbatasan sediaan. Terdapat penurunan berat badan pada dua pasien, namun status gizi yang baik berhasil dipertahankan pada semua pasien. Semua pasien juga mengalami penyembuhan luka yang progresif. Terapi medik gizi klinik pada pasien anak dengan luka bakar dapat mempertahankan status gizi yang baik dan membantu penyembuhan luka.

Burn injury is the most severe trauma that causes prolonged hypermetabolism. Inadequate nutritional intake may cause weight loss, which in turn may influence growth, wound healing, and immunity. Nutritional guidelines for pediatric burn were made in developed countries, meanwhile their application in a developing country may be limitted. In this case series, nutritional therapy was instituted on four pediatric burn patients aged 2 ndash 8 years old with burn surface areas between 5 and 35 total body surface area. Among these patients, there was one patient with major burn. Energy requirements were determined using Schofield formula and stress factors of 1,5 ndash 2 depending on the patient rsquo s burn surface area. Protein requirements were set at 1,5 ndash 3 g kg day depending on the patient rsquo s burn surface area. All patients were given oral nutrition, with stepwise increases until the goals were achieved. Micronutrient supplementation was given to all patients according to previous recommendations, however copper supplementation was not be given due to unavailability. Two patients experienced weight loss, but normal nutritional status was maintained in all patients. In addition, progressive wound healing was observed in all patients. In conclusion, nutritional therapy in pediatric burn patients may preserve normal nutritional status and promote wound healing."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Hafiah Halidha Nilanda
"ABSTRAK
Latar Belakang: Stroke hemoragik merupakan penyakit serebrovaskular yang ditandai dengan pecahnya pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan pada otak. Penyebab tersering stroke hemoragik adalah hipertensi. Selain itu penyebab lainnya seperti diabetes melitus dan obesitas dapat menjadi penyulit keadaan klinis pasien. Stroke hemoragik dan beberapa penyulit akan menyebabkan disfungsi neurologis dan disfungsi motorik, yang keduanya akan menyebabkan penurunan asupan nutrisi. Penurunan asupan nutrisi dapat disebabkan penurunan kapasitas fungsional dan gangguan proses menelan atau disfagia. Nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan kualitas hidup menurun serta risiko serangan stroke berulang. Terapi medik gizi klinis berperan memberi nutrisi optimal, membatasai natrium, mengontrol glukosa darah dan mengatasi defisiensi mikronutrien. Metode:Serial kasus ini terdiri dari empat kasus stroke hemoragik pada pasien perempuan dan laki-laki dengan rentang usia 50 ndash;65 tahun, dengan penyulit seperti disfagia, penurunan kesadaran, dan perdarahan GIT, disertai penyakit penyerta yaitu Hipertensi dan DM tipe 2. Kasus pertama dan kedua mengalami gejala disfagia dan membutuhkan dukungan nutrisi melalui jalur enteral. Kasus ketiga terdapat penurunan asupan makanan karena penurunan kapasitas fungsional yang terjadi. Kasus keempat mengalami penurunan kesadaran dan perdarahan saluran cerna serta membutuhkan dukungan nutrisi secara enteral dan parenteral. Keempat pasien memiliki indeks massa tubuh obes 1. Masalah nutrisi yang dihadapi keempat pasien ini adalah asupan makro dan mikronutrien yang tidak optimal, jalur pemberian nutrisi, kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi selama sakit. Terapi medik gizi klinik diberikan sesuai rekomendasi stroke hemoragik ddengan hipertensi dan DM tipe 2. Hasil :Kasus pertama hingga kasus ketiga mengalami perbaikan keadaan klinis, antara lain peningkatan kemampuan menelan, perbaikan tekanan darah, kadar glukosa, dan kapasitas fungsional. Kasus keempat meninggal dunia pada hari perawatan ke-8 akibat edema paru dan gagal jantung. Kesimpulan: Terapi medik gizi klinik yang diberikan dapat membantu keadaan klinis dan kapasitas fungsional pada pasien stroke hemoragik dengan Hipertensi dan DM tipe 2.

ABSTRACT<>br>
Background Hemorrhagic stroke is a cerebrovascular disease characterized by rupture of blood vessels resulting in bleeding in the brain. The most common cause of hemorrhagic stroke is hypertension. In addition, other causes such as diabetes mellitus and obesity could worsening the patient's clinical situation. Hemorrhagic strokes and some complications will cause neurologic dysfunction and motoric dysfunction, both of which will lead to a decrease in nutrient intake. Decreased nutritional intake could caused due to decreased functional capacity and impaired ingestion or dysphagia. Inadequate nutrition can lead to decreased quality of life as well as the risk of recurrent stroke. Medical clinical nutrition therapy plays an optimal role in nutrition, restricting sodium, controlling blood glucose and overcoming micronutrient deficiencies. Methods This case series consists of four cases of hemorrhagic stroke in female and male patients with age range 50-65 years, with complications such as dysphagia, consciousness derivation, and gastrointestinal bleeding, accompanied by comorbidities susch as Hypertension and type 2 DM. The first and second cases have symptoms of dysphagia and require nutritional support through the enteral route. The third case there is a decrease in food intake due to decreased functional capacity that occurs. The fourth case has consciousness derivation and gastrointestinal bleeding that requires support of enteral and parenteral nutritions. All of patients had obesity 1 body mass index. Nutritional problems faced by these four patients were unoptimal macro and micronutrient intake, nutritional pathways, unfulfilled nutritional needs during illness. Medical clinical nutrition therapy is given as recommended by hemorrhagic stroke with hypertension and type 2 diabetes mellitus Result The first case to the third case has improved clinical conditions, including increased ability to swallow, improvement of blood pressure, glucose levels, and functional capacity. The fourth case died on the 8th day of treatment due to pulmonary edema and heart failure. Conclusion Clinical nutrition therapy provided could improved clinical and functional capacity in hemorrhagic stroke patients with hypertension and type 2 DM."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Susanti Febri
"ABSTRAK
Latar Belakang : Kolestasis adalah penyumbatan atau terhambatnya aliran empedu dari hati ke duodenum, dibagi menjadi intra dan ekstrahepatik. Kolestatis ekstrahepatik terutama disebabkan oleh obstruksi. Pankreatikoduodenektomi merupakan terapi pembedahan pilihan, dapat menyebabkan perubahan anatomis dan fisiologis saluran cerna. Perubahan ini menimbulkan maldigesti dan malabsorpsi, menyebabkan malnutrisi, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapat dukungan nutrisi.Presentasi kasus : Empat kasus kolestasis ekstrahepatik, dengan keluhan ikterus di seluruh badan, nyeri perut. Tiga kasus 1 orang laki-laki dan 2 orang perempuan , disebabkan keganasan dan 1 kasus karena striktura CBD jinak. Semua pasien menjalani pembedahan, dengan lama operasi berkisar antara 3 sampai 9 jam. Pemenuhan protein dan asam amino terutama asam amino rantai cabang, diupayakan maksimal, yang diperoleh dari kombinasi makanan cair polimerik dan putih telur. Lemak dibatasi maksimal 30 dari energi yang diberikan, dengan kandungan medium-chain triglycerides MCT tinggi. Pankreatikoduodenektomi menimbulkan perubahan pada organ saluran cerna, dengan gejala mual dan perut begah setelah makan, dapat diatasi dengan penyesuaian cara pemberian, jumlah dan bentuk nutrisi tiap kondisi pasien. Selama perawatan di RS, secara umum asupan makanan dan kondisi klinis pasien membaik, serta pulang dengan perbaikan kondisi klinis.Kesimpulan: Terapi medik gizi klinik pada pasien dengan kolestasis, dapat membantu terapi bedah dan medikamentosa untuk memperoleh outcome pasca bedah dan memperbaiki kualitas hidup pasien.
"
"
ABSTRACT
Background Cholestasis is a blockage or obstruction of the flow of bile from the liver to the duodenum, divided into intrahepatic and extrahepatic. Extrahepatic cholestasis mainly due to the obstruction. Pancreaticoduodenectomy surgery is the treatment of choice, can cause anatomical and physiological changes in the gastrointestinal tract. These changes maldigesti and malabsorption, causing malnutrition, as well as increased morbidity and mortality if not received nutritional support.Case Presentation Four cases of extrahepatic cholestasis, jaundice throughout the body, abdominal pain. Three cases 1 male and 2 female , due to malignancy and 1 case for the CBD benign stricture. All patients underwent surgery, with long operating range from 3 to 9 hours. Fulfillment of protein and amino acids, especially branched chain amino acids, maximum effort, which is obtained from a combination of a polymeric liquid food and egg white. Fat is limited to maximum 30 of the energy supplied, containing medium chain triglycerides MCT high. Pancreaticoduodenectomy cause changes in the organs of the gastrointestinal tract, with symptoms of nausea and abdominal discomfort after eating, can be overcome by adjusting the mode of administration, the amount and form of nutrients each patient 39 s condition. During treatment in hospital, in general, food intake and clinical condition of the patients improved, as well as return to the improvement of clinical conditions.Conclusion The clinical nutrition medical therapy in patients with cholestasis, can help surgical and medical therapy to obtain post surgical outcomes and improve the quality of life of patients."
2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>