Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112282 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dessy Gloria
"ABSTRAK
Latar Belakang: Hiperplasia adrenal kongenital HAK paling banyak disebabkan oleh defisiensi enzim 21-hidroksilase. Pajanan kortisol yang rendah dan androgen yang berlebihan pada masa prenatal dan/atau postnatal serta glukokortikoid berlebihan akibat terapi menyebabkan komplikasi medis dan psikososial. Anak HAK dapat mengalami masalah perilaku dan gangguan kognitif akibat penyakit atau terapi yang diberikan. Kondisi undertreatment dan overtreatment dapat memengaruhi perilaku dan kognitif. Identifikasi dini terhadap risiko masalah perilaku dan gangguan fungsi kognitif penting untuk intervensi klinis dan psikoedukasi terhadap anak.Tujuan: Mengetahui prevalens masalah perilaku dan gambaran fungsi kognitif anak HAK serta mengetahui risiko relatif terjadinya gangguan kognitif pada anak HAK yang memiliki masalah perilaku.Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif-analitik dengan metode potong lintang, dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM pada Januari ndash; Maret 2017. Pemeriksaan masalah perilaku menggunakan instrumen strengths and difficulties questionnaire SDQ , sedangkan pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan instrumen the Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence Scale WAIS untuk anak. Subyek pada penelitian ini adalah pasien HAK usia 4 ndash; 18 tahun. Analisis statistik dilakukan untuk mencari hubungan serta risiko relatif gangguan kognitif dengan masalah perilaku.Hasil: Penelitian dilakukan terhadap 20 subyek. Prevalens masalah perilaku sebesar 80 16/20 , dengan masalah terbanyak adalah masalah emosional 40 . Rerata IQ full scale adalah 96,5 20 . Terdapat 40 subyek dengan full scale IQ di bawah normal. Perbedaan bermakna secara statistik didapatkan antara rerata IQ full scale dengan hiperaktivitas

ABSTRACT
Background Congenital adrenal hyperplasia CAH is most commonly caused by a 21 hydroxylase enzyme deficiency. Low and excessive androgen exposure during prenatal and or postnatal periods and excessive glucocorticoids from therapy leads to medical and psychosocial complications. Children of CAH can experience behavioural problems and cognitive impairment due to the disease or therapy. Undertreatment and overtreatment can affect behavior and cognitive. Early identification to the risk of behavioural problems and impaired cognitive function is important for clinical interventions and psychoeducationAim To identification the prevalence of behavioral problems and the cognitive function of children with CAH and to know the relative risk of cognitive impairment in children who have behavioural problems.Method This is a descriptive analytic study with cross sectional method, held at Cipto Mangunkusumo Hospital in January to March 2017. Examination of behavioral problems using strengths and difficulties questionnaire SDQ instrument, while examining cognitive function using the Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence Scale WAIS for children. Subjects in this study were CAH patients aged 4 18 years. Statistical analysis was performed to find the relationship as well as the relative risk of cognitive impairment with behavioural problems.Result This study was conducted on 20 subjects. The prevalence of behavioural problems is 80 16 20 , with most problems being emotional problems 40 . The full scale IQ average is 96.5 20 . Forty percents of subjects have a full scale IQ under average. A statistically significant difference was found between mean full scale IQ and hyperactivity p "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bina Akura
"Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) adalah gangguan yang ditandai dengan defek pada enzim jalur steroidogenesis adrenal. Lebih dari 90% disebabkan mutasi pada CYP21A2 yang mengkode enzim 21-hidroksilase (21-OH). Monitoring tata laksana pasien HAK cukup sulit dicapai dengan menjaga keseimbangan antara overtreatment dan undertreatment.
Penelitian bersifat cross sectional dilakukan di RSCM berlangsung selama 7 bulan (Juni-Desember 2020). Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling dengan total 142 sampel. Sampel pasien HAK sebanyak 71 pasien, serta pemilihan sampel kontrol dilakukan dengan matching jenis kelamin dan usia. Kelompok HAK dilakukan pemeriksaan kadar 17-hidroksiprogesteron (17-OHP) serta androsteron, etiokolanolon urin dan rasio androsteron/etiokolanolon urin (A/E). Uji korelasi dilakukan antara androsteron, etiokolanolon, rasio A/E dengan 17-OHP. Kelompok kontrol dilakukan pemeriksaan androsteron, etiokolanolon urin dan rasio A/E. Hasil kedua kelompok dilakukan komparasi.
Dari 71 kelompok HAK dan 71 kelompok kontrol mempunyai karakteristik dasar yang sebanding. Kadar androsteron kelompok HAK dibandingkan dengan kelompok kontrol berbeda bermakna (683,89(29,42-61061,43) vs 123,97(30,16- 16463,05) ng/mL;p<0,001). Kadar etiokolanolon kelompok HAK berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol (235,88(12,77-78446,65) vs 70,96(12,61-17332,62)ng/mL;p<0,001). Rasio A/E kelompok HAK berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol (2,31(0,37-40,12) vs 1,99(0,52- 5,45); p0,003). Kadar androsteron, etiokolanolon, rasio A/E mempunyai korelasi positif dengan kadar 17-OHP (r=0,505; r=0,367; r=0,313).
Kesimpulan: Androsteron, etiokolanolon dan rasio A/E mempunyai kadar yang lebih tinggi pada pasien HAK. Androsteron mempunyai korelasi sedang, etiokolanolon dan rasio A/E mempunyai korelasi lemah terhadap 17-OHP.

Congenital adrenal hyperplasia (CAH) is a disorder characterized by defects in one of the enzymes of the adrenal steroidogenesis pathway. More than 90% of cases are due to mutations in CYP21A2, the gene coding for 21-hydroxylase (21-OH) enzyme. Treatment monitoring in CAH patients is quite difficult to achieve due to fine balance of overtreatment and undertreatment.
Cross sectional study was conducted in RSCM for 7 months (June-December 2020). Consecutive sampling was used with total 142 samples. There were 71 patients CAH were included in this study. Control samples were selected by matching age and sex. In CAH group, 17-hydroxyprogesterone (17-OHP), urine androsterone, etiocholanolone, and ratio androsterone/etiocholanolone (A/E) were measured. Correlations were measured between androsterone, etiocholanolone, ration A/E with 17-OHP. In control sample urine androsterone, etiocholanolone, and ratio androsterone/etiocholanolone (A/E) were also measured. These results were compared between two groups.
In 71 CAH group and 71 control group had almost same characteristics. Androsterone level in CAH group had a significant different compared to the control group (683.89(29.42-61061.43) vs 123.97(30.16-16463.05) ng/mL;p<0.001). Etiocholanolone level in CAH group had a significant different compared to the control group (235.88(12.77-78446.65) vs 70.96(12.61- 17332.62)ng/mL; p<0.001). Ratio A/E n CAH group had a significant different compared to the control group (2.31(0.37-40.12) vs 1.99(0.52-5.45); p=0.003). Androsterone, etiocholanolone and ratio A/E had positive correlation with 17-OHP level (r=0.5050; r=0.367; r=0.313).
Conclusions: Androsterone, etiocholanolone, and ratio A/E had higher level in CAH subjects. Androsterone had intermediate correlation with 17-OHP, meanwhile etiocholanolone and ratio A/E had weaker correlation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ludi Dhyani Rahmartani
"Latar belakang. Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) adalah suatu kelainan genetik yang bersifat autosomal resesif. Lebih dari 90% kasus terjadi akibat defisiensi enzim 21-hidroksilase (21-OHD) yang disebabkan oleh mutasi gen CYP21.
Tujuan. Mengetahui profil mutasi CYP21 terhadap profil klinis anak dengan HAK di Indonesia.
Metode. Studi deskriptif retrospektif dilakukan selama Oktober-Desember 2014. Subjek adalah anak HAK yang terdaftar di Klinik Endokrinologi Anak RSCM dan pernah dilakukan pemeriksaan mutasi gen CYP21. Data diambil dari anamnesis terhadap orangtua, rekam medis dan register HAK tahun 2009-2014.
Hasil penelitian. Didapatkan total subjek sebesar 45 subjek (37 perempuan, 8 lelaki) dengan profil klinis tipe salt wasting (SW) 33 subjek, simple virilizing (SV) 10 subjek, dan non-classic (NC) 2 subjek. Median usia saat terdiagnosis pada tipe SW usia 1 bulan (0-3 bulan), tipe SV usia 3 tahun (2-6 tahun), tipe NC usia 5 tahun. Keluhan utama terbanyak adalah genitalia ambigus (60%). Subjek perempuan mengalami kesalahan penentuan jenis kelamin saat lahir (32,4%) dan memiliki perilaku maskulin (24,3%). Tiga jenis mutasi ditemukan pada dua subjek, dua jenis mutasi ditemukan pada 19 subjek, mutasi R356W saja dialami oleh 9 pasien, dan mutasi I172N saja ditemukan pada 15 pasien. Mutasi I172N ditemukan pada 80% alel, R356W pada 66,7% alel, dan delesi/LGC pada 4,4% alel. Tipe SW yang mengalami mutasi delesi/LGC dan atau R356W sebesar 63,6%.
Simpulan. Manifestasi klinis terbanyak pada penelitian ini adalah tipe SW dengan mutasi R356W dan atau delesi/LGC. Pemeriksaan mutasi gen CYP21 bermanfaat untuk konseling genetik, diagnosis prenatal dan tata laksana pada keluarga yang memiliki risiko HAK.

Background. Congenital adrenal hyperplasia (CAH) is an autosomal recessive genetic disorder. More than 90% of cases are due to 21-hydroxylase deficiency which caused by CYP21 mutation.
Objective. Study the characteristic of CYP21 mutation and clinical manifestation in children with CAH in Indonesia.
Method. A descriptive retrospective study was performed during October-December 2014. Subjects were CAH children who were admitted to Pediatric Endocrinology Cipto Mangunkusumo hospital and tested for CYP21 gene mutation. Data were taken based on parents? interview, medical records and CAH registry during 2009-2014.
Results. A total of 45 subjects (37 girls, 8 boys) participated, with clinical profile of salt wasting (SW) type found in 33 subjects, simple virilizing (SV) in 10 subjects, and non-classical (NC) type in two subjects. Median age of diagnosis in SW type is 1 month old (0-3 month), SV type is 3 years old (2-6 years), NC type is 5 years old. Ambigous genitalia was the major chief complaint (60%). Girls experienced gender reassessment (32,4%) and show masculine behavior (24,3%). Three types of mutations were found in two patients, two types of mutations (R356W and I172N) in 19 patients, only R356W mutation in 9 patients, and only I172N mutation in 15 patients. I172N mutation was found in 80% alleles, followed by R356W in 66,7% alleles, and deletion/LGC in 4,4% alleles. In the SW form, 63,6% subjects had deletion and/or R356W mutation.
Conclusion. The most common clinical manifestation in this study is SW type with deletion/LGC and or R356W mutation. CYP21 mutation analysis may provide important information for genetic counseling, prenatal diagnosis and management of families at risk for CAH.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ivena Susanti
"Latar belakang. Obesitas pada anak HAK dapat terjadi akibat penyakit dan terapi glukokortikoid. Belum diketahui prevalens gizi lebih dan obesitas pada anak HAK di Indonesia serta faktor-faktor yang berhubungan.
Tujuan. Mengetahui prevalens gizi lebih dan obesitas anak HAK dan faktor yang berhubungan (faktor penyakit, faktor terapi, dan faktor umum).
Metode. Uji potong lintang pada anak HAK yang berobat di RSCM dan RS lain di Jabodetabek selama Maret-Juni 2013. Pencatatan data klinis, analisis diet, dan pemeriksaan kadar 17-hidroksiprogesteron (17-OHP) dilakukan pada setiap subjek.
Hasil penelitian. Sebanyak 49 subjek (38 perempuan dan 11 lelaki, rentang usia 0,4-18,3 tahun) memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sebanyak 79,6% subjek adalah tipe salt wasting (SW) dengan median usia awal terapi 2,5 tahun lebih muda dibandingkan kelompok non-SW. Rerata dosis hidrokortison adalah 17,2 (SB 6,4) mg/m2/hari dan median durasi terapi 5,7 (rentang: 0,1-18,3) tahun. Sebagian besar subjek memiliki kontrol metabolik undertreatment (36/49), sesuai dengan median kadar 17-OHP 19 (rentang: 0,2-876) nmol/L. Terdapat 19 subjek sudah pubertas, 6 diantaranya mengalami pubertas prekoks. Prevalens gizi lebih dan obesitas sebanyak 5,3% ditemukan pada kelompok usia balita dan 66,7% pada kelompok usia lebih dari 5 tahun. Sebanyak 62,5% subjek memiliki asupan gizi lebih. Subjek dengan usia lebih dari 5 tahun, sudah pubertas, atau mengalami pubertas prekoks lebih berisiko mengalami gizi lebih dan obesitas. Durasi terapi glukokortikoid berkorelasi sedang (r=0,668; P=0,000) dengan indeks massa tubuh (IMT), sedangkan dosis terapi tidak menunjukkan korelasi dengan IMT.
Simpulan. Prevalens gizi lebih dan obesitas pada anak HAK dalam penelitian ini adalah 42,9%. Subjek dengan usia lebih dari 5 tahun, sudah pubertas, atau mengalami pubertas prekoks lebih berisiko mengalami gizi lebih dan obesitas. Terdapat korelasi antara durasi terapi glukokortikoid dengan IMT.

Background. Children with congenital adrenal hyperplasia (CAH) have a higher risk of being overweight and obese. The prevalence of obesity and its related factors in children with CAH in Indonesia is unknown.
Objective. To study the prevalence of overweight and obesity in children with CAH and its related factors.
Methods. A cross-sectional study in children with CAH at Cipto Mangunkusumo Hospital and other private hospitals around Jakarta during March to June 2013. History, physical examination, dietary analysis, and 17-OHP blood level were evaluated.
Results. Forty-nine children with CAH were recruited in this study, consisted of 38 girls and 11 boys, with median age 6.1 (0.4-18.3) years old, and 79.6% were salt wasting (SW) type. Children with SW type had 2.5 years earlier treatment onset compared to non-SW type. The mean of hydrocortisone dose was 17.2 (SD 6.4) mg/m2/day, with median treatment duration was 5.7 (ranged: 0.1-18.3) years. Most subjects had undertreatment metabolic control (36/49) with median level of 17-OHP 19 (range: 0.2-876) nmol/L. Nineteen subjects were within pubertal stage with 6 of them had precocious puberty. Most subjects (62.5%) were overfeeding. The prevalence of overweight and obesity were higher among children more than 5 years old (66.7%) than children less than 5 years old (5.3%). Subjects with age more than 5 years old, within puberty stage, or with precocious puberty had a higher risk of obesity. Body mass index (BMI) had a moderate correlation (r=0,668; P=0,000) with treatment duration, but not with glucocorticoid dose.
Conclusions. Prevalence of overweight and obesity in CAH children in this study was 42.9%. Aged more than 5 years old, being in the puberty stage, or having precocious puberty had a higher risk of obesity. There was a moderate correlation between BMI and treatment duration."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Siska Mayasari
"Latar belakang: Hipertensi bukan merupakan manifestasi klinis pasien hiperplasia adrenal kongenital defisiensi enzim 21-hidroksilase (HAK 21-OHD), oleh karena itu perlu diketahui angka kejadian hipertensi pada pasien HAK 21-OHD serta kemungkinan penyebabnya. Tujuan: Mengetahui hubungan antara kadar aktivitas renin plasma (PRA) dengan hipertensi pada anak HAK 21-OHD. Metode: Suatu studi analitik observasional dengan rancangan penelitian potong lintang. Sampel penelitian adalah anak HAK 21-OHD yang berusia >6 bulan-18 tahun, dipilih secara consecutive sampling, kemudian dibandingkan antara 2 kelompok, hipertensi dan tidak hipertensi. Hasil: Sebanyak 40 anak dianalisis, 20 subjek di kelompok hipertensi dan 20 subjek tidak hipertensi. Hipertensi ditemukan pada 16 dari 27 subjek (59,3%) HAK tipe salt wasting dan 4 dari 13 subjek (30,8%) HAK tipe simple virilizing. Diperoleh perbedaan rerata yang bermakna kadar PRA antara kelompok hipertensi dengan tidak hipertensi pada tipe salt wasting p=0,016). Risiko mengalami hipertensi pada pasien HAK tipe salt wasting dengan kadar PRA rendah adalah 1,09 kali setelah dikontrol variabel jenis kelamin, kadar 17-OHP, dan dosis terakhir fludrokortison. Dosis terakhir hidrokortison memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian hipertensi pada pasien HAK tipe salt wasting. Kesimpulan: Kejadian hipertensi pada pasien HAK 21-OHD saat penelitian berlangsung adalah 32%. Risiko hipertensi pada pasien HAK tipe salt wasting dengan kadar PRA rendah adalah 1,09 kali setelah dikontrol variabel jenis kelamin, kadar 17-OHP awal, dan dosis terakhir fludrokortison.

Background: Hypertension is an uncommon manifestation of congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase enzyme deficiency (21-OHD CAH), therefore it is necessary to estimate the incidence of hypertension in 21-OHD CAH patients and the possible causes. Objective: To evaluate the association between plasma renin activity levels (PRA) with hypertension in children with 21-OHD CAH. Methods: An observational analytic study with a cross sectional study design. The subjects were 21-OHD CAH children, aged >6 months to 18 years, selected by consecutive sampling and then compared between 21-OHD CAH with hypertension and non hypertension groups. Results: A total of 40 subjects were analyzed, 20 subjects in the hypertension and 20 subjects in non hypertension groups. There were 16 from 27 (59.3%) and 4 from 13 subjects (30.8%) with hypertension in CAH salt wasting and simple virilizing types, respectively. There was significant mean difference in PRA levels between hypertension and non hypertension groups in CAH salt wasting patients (p=0,016). The risk of hypertension in CAH salt wasting patients with low PRA levels was 1,09 times after controlling for sex variables, 17-OHP levels, and the last dose of fludrocortisone. The last dose of hydrocortisone had a significant relationship with the incidence of hypertension in CAH salt wasting type patients. Conclusion: The incidence of hypertension in 21-OHD CAH patients during the study period was 32%. The risk of hypertension in CAH salt wasting patients with low PRA levels was 1.09 times after being controlled by sex, 17 OHP level, and the last dose of fludrocortisone."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Widyasari Oswari
"ABSTRAK
Deteksi mutasi sangat penting dilakukan terutama untuk diagnosis pranatal maupun staining neonatal. Dengan pemeriksaan DNA, kasus-kasus HAK dapat dideteksi sebelum gejala salt wasting, muntah, dan dehidrasi muncul sehingga dapat mengurangi morbiditas bahkan mortalitas yang mungkin terjadi. Pada kasus kehamilan yang dicurigai HAK, diagnosis HAK pranatal memungkinkan terapi sedini mungkin untuk mencegah virilisasi pranatal sehingga genitalia ambigus tidak terjadi dan operasi serta beban psikologis akibat kebingungan gender dapat dihindari. Sebaliknya bila HAK dapat disingkirkan maka terapi yang tidak perlu seperti pemberian deksametason pranatal juga dapat dihindari. Pengetahuan mengenai mutasi-mutasi tersering dalam populasi akan mempermudah deteksi mutasi pada kasus-kasus HAK Baru, mempercepat penegakan diagnosis dan menyingkirkan keraguan diagnosis.
Rumusan Masalah
1. Berapa proporsi tipe klasik (tipe SW dan SV) dan non klasik (NK) pada HAK karena karena defisiensi enzim 21-hidroksilase di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM?
2. Berapa frekuensi delesi/large gene conversion, mutasi I172N, I2 splice, dan R356W pada kasus-kasus HAK-21 hidroksilase dan apakah mutasi-mutasi tersebut seragam dengan yang dilaporkan di Asia?
3. Apakah terdapat konsistensi kesesuaian antara fenotip dan genotip pada kasuskasus HAK tersebut?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui proporsi tipe klasik (tipe SW dan SV) dan non Wasik, pola mutasi dan konsistensi hubungan antara fenotip dan genotip pada kasus-kasus HAK karena defisiensi enzim defisiensi 21-hidroksilase di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM.
Tujuan Khusus
a. Memperoleh data karakteristik HAK karena defisiensi enzim 21-hidroksilase antara lain perbandingan jenis kelamin, penentuan gender, suku, konsanguinitas, usia gestasi, berat lahir, kematian saudara kandung, kejadian HAK pada saudara kandung, dan riwayat infertilitas pada keluarga.
b. Memperoleh data fenotip kasus-kasus HAK karena defisiensi enzim 21-hidroksilase (proporsi tipe klasik dan non kiasik kasus-kasus HAK karena defisiensi enzim 21-hidroksilase dan derajat virilisasi genital).
c. Memperoleh data mengenai pola mutasi kasus-kasus HAK karena defisiensi enzim 21-hidroksilase dengan acuan mutasi-mutasi yang sering ditemukan di wilayah Asia (delesi/large gene conversion, mutasi I172N, 12 splice, dan R356W).
d. Memperoleh data/bukti kesesuaian fenotip dan geno tip (mutasi) pasien HAK karena defisiensi enzim 21-hidroksilase dan membandingkannya dengan penelitian-penelitian lain.
"
2007
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustini Utari
"[Latar belakang. Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK) merupakan kelainan
autosomal resesif yang mengganggu pembentukan sintesis kortisol sehingga
membutuhkan terapi glukokortikoid seumur hidup. Terdapat kontroversi efek
pemberian glukokortikoid pada anak HAK terhadap BMD.
Tujuan. Mengetahui efek pemberian glukokortikoid terhadap BMD pada anak
dengan HAK
Metode. Systematic review dan meta-analisis dari literatur yang ada seperti
Cohrane library, MEDLINE, EBSCO, PROQUEST, dan database teregistrasi
lainnya dilakukan untuk mencari penelitian yang terkait BMD pada HAK. Dua
peneliti secara independen melakukan review terhadap abstrak sesuai kriteria
inklusi dan naskah lengkap untuk ekstraksi data.
Hasil. Terdapat 9 penelitian yang sesuai kriteria systematic review dan 4
penelitian masuk ke dalam meta-analisis. Hasil meta-analisis menunjukkan tidak
terdapat perbedaan mean difference Whole BMD Z-Score dan Lumbar spine BMD
Z-Score antara anak HAK yang mendapatkan terapi glukokortikoid dibandingkan
dengan kontrol anak normal (berturut-turut p=0.57, 95% CI, -0.46-0.84 dan p =
0,86 ;CI 95%, -2,3 – 1,94)
Kesimpulan. Whole BMD dan Lumbar spine BMD Z-Score pada anak HAK yang mendapatkan glukokortikoid tidak berbeda dengan anak normal. , Background : Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH) is an autosomal
recessive disorders characterized by impared cortisol synthesis which is need
glucocorticoid for long life treatment. There was conflicting results regarding
effect of glucocorticoid treatment on bone mineral density (BMD) in CAH
patients.
Objective. To determine the effect of glucocorticoid treatment on BMD in
children with CAH.
Method. We performed systematic review and meta-analysis of existing literature
using Cohrane library, MEDLINE, EBSCO, PROQUEST, and other database to
identify studies of BMD and CAH. Two authors reviewed independently abtracts
for inclusion and read full- text artices to extract data.
Result. There was 9 studies met eligibility criteria for systematic review and 4
studies included in to meta-analysis. Meta-analysis showed there was no
significant mean difference Whole BMD Z-Score and Lumbar spine BMD ZScore
between children with CAH who treated with glucocorticoid compared to
normal healthy child (p=0.57, 95% CI, -0.46-0.84 and p = 0,86 ;CI 95%, -2,3 –
1,94, respectively)
Conclusion. Whole BMD and Lumbar spine BMD Z-Score in children with CAH treated with glucocorticoid is similar with normal children. ]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam
"ABSTRACT
Latarbelakang. Terapi yang adekuat pada penderita HAK diharapkan dapat mengoptimalkan perkembangan pubertas dan pertumbuhan linear penderita HAK. Saat ini belum ada data mengenai profil pubertas dan pertumbuhan linear penderita HAK di Indonesia yang menjalani terapi.
Tujuan. Mengetahui profil pubertas dan pertumbuhan linear penderita HAK di Indonesia yang menjalani terapi.
Metode.Studideskriptifserial kasusterhadap14 kasus HAK yang memasukimasapubertas di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama bulan November 2012 hingga April 2013. Pada subjek dilakukan pencatatan data, berupa anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium dan radiologibone age.
Hasil penelitian. Hasil penelitian ini merupakanriset pendahuluan (preliminary research) terhadap 14 kasus HAK. Mayoritas penderita HAK di Jakarta yang menjalani terapi adalah perempuan, berusia di atas 8 tahun, HAK tipeSalt-Wasting (SW) dan terdiagnosis< 1 tahun. Tujuh dari 14 subjek mengalami obesitas. Penderita HAK yang menjalani terapi mengalami under treatment ditunjukkan dengan 11/14 subjek memiliki bone age accelerated dengan perhitungan tinggi badan dewasa yang pendek. Tiga belas subjek sudah pubertas dan 10/14 subjek mengalami pubertas prekoks. Dosis glukokortikoid yang diberikan pada subjek HAK masih dalam rentang dosis yang direkomendasikan (median 18,12 mg/m2/hari) dengan median durasiterapi 8,1 tahun. Kontrol metabolik penderita HAK dengan menggunakan parameter 17-OHP bervariasi dengan rentang 0,2-876 nmol/L (rerata 166,9 nmol/L).
Simpulan. Under treatment menyebabkan gangguan tumbuhkembang penderita HAK pada penelitian ini. Under treatment disebabkan karena ketidakteraturan terapi dan pemantauan terapi yang buruk. Edukasi berkala pada pasien HAK diperlukan untuk meningkatkan keteraturan terapi.

ABSTRACT
Background. Adequacy treatment can optimalize the puberty and linear growth in patient with congenital adrenal hyperplasia (CAH). Puberty and linear growth profile of CAH children in Indonesia is unknown.
Objective.To study the profile of puberty and linear growth in Indonesian children with CAH on therapy.
Methods. Descriptive study of 14 cases of CAH at Department of Child Health CiptoMangunkusumo Hospital during November 2012 to April 2013. Study included anamnesis, physical, laboratory, and bone age examination.
Results. This is preliminary research of 14 cases of CAH. Most of CAH subjects were girls, age more than 8 years old, salt wasting type, and diagnosed less than 1 years of age. Seven subjects were obesity. The CAH patients were undertreatment which 11/14 subjects have bone age accelerated and 10/14 subjects were precocious puberty. Dose of glucocorticoid based on recommendation (median dose of glucocorticoid was 18,12 mg/m2/day,duration of therapy was 8,1 years). Metabolic control of 17-OHP parameter showed variable level with range 0,2-876 nmol/L(mean 166,9 nmol/L).
Conclusions. Undertreatment can interfere linear growth and development (precocious puberty and short stature) of CAH patients in this study. Worst compliance and monitoring therapy will lead to undertreatment so that frequent education to CAH patients is needed for longterm treatment."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizah Nur Anggraeni
"ABSTRAK
Tumor adrenal insidentaloma memberikan dampak malnutrisi. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi antara tumor-host dan respon inflamasi pada tubuh. Permasalahan gizi pada pasien dengan keganasan yaitu kaheksia atau sindrom anoreksia yang menyebabkan malnutrisi. Jika gizi pasien tidak diperbaiki akan memperburuk status gizi anak dan berisiko terjadinya infeksi dan keterlambatan jadwal terapi yang akan dialami pasien. Karya ilmiah ini bertujuan untuk perbaikan gizi melalui motivasi keluarga supaya anak makan sedikit tapi sering guna untuk meningkatkan asupan kalori pada anak. Hasil dari implementasi dari pemberian motivasi pada keluarga, yaitu anak mampu makan 7/8 dari 1 porsi. Saran dalam pemberian asupan nutrisi pada anak dengan keganasan adalah peningkatan asupan tinggi kalori tinggi protein dengan cara pemberian asupan sedikit namun sering.

ABSTRACT< br>
Adrenal incidentaloma cause malnutrition for children who live with it. This can be happened because of tumor host interaction and inflammatory response from the body. Under severe conditions, there would be symptoms of cachexia or anorexic syndrome which further the problem of malnutrition. If this condition is left untreated it will worsen the nutritional status of the children and add the risk of infection, thus cause delay in the children 39 s therapy schedule. This work intend to show how to use motivational support for families, so even if their children do not eat in the required amount these children would still get a good supply of calories. The result from this strategy is that children can eat 7 8 part of 1 required portion. The author suggests that in terms of supplying nutrition for children with severe condition, the supply of food rich in calories and protein must be increased by giving a fewer portion of food but in frequent manner. "
2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Setiorini
"Latar belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) didapatkan pada 40-50% pasien sindrom Down, merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Salah satu manifestasi tambahan lain selain PJB adalah hipertensi pulmoner. Faktor-faktor risiko yang berperan untuk terjadinya PJB, terjadi pada periode perikonsepsi yaitu 3 bulan sebelum kehamilan hingga trimester pertama kehamilan. Beberapa penelitian mengenai faktor risiko PJB yang telah dilakukan memiliki hasil yang tidak konsisten baik dalam populasi sindrom Down sendiri, maupun apabila dibandingkan dengan populasi umum.
Tujuan: Mengetahui prevalens PJB dan hipertensi pulmoner, jenis PJB yang banyak didapatkan, dan faktor risiko PJB pada sindrom Down.
Metode: Studi potong lintang observational analytic pada pasien sindrom Down berusia ≤5 tahun di RSCM. Data diambil dari wawancara dengan orangtua subyek yang datang langsung ke poliklinik rawat jalan RSCM Kiara, Departemen Rehabilitasi Medis, dirawat di Gedung A RSCM, IGD, perinatologi maupun orangtua dari subyek yang tercatat di rekam medis dengan diagnosis sindrom Down atau memiliki International Classification of Disease (ICD) 10 Q90.9 sejak Januari 2012 hingga Desember 2015.
Hasil penelitian: Sebanyak 70 subyek sindrom Down memenuhi kriteria inklusi. Median usia subyek adalah 16,5 bulan. Penyakit jantung bawaan didapatkan pada 47,1% subyek. Defek septum atrium dan duktus arteriosus paten merupakan PJB terbanyak yang didapatkan yaitu masing-masing 30,3%. Penyakit jantung bawaan lain yang didapatkan adalah defek septum atrioventrikel dan defek septum ventrikel yaitu sebesar 18,2 dan 21,2%. Hipertensi pulmoner didapatkan pada 17,1% subyek dengan 10/12 subyek terjadi bersamaan dengan PJB. Usia ibu ≥35 tahun [p= 0,77; OR 0,87 (0,34-2,32)], usia ayah ≥35 tahun [p= 0,48; OR 1,44 (0,52-4,01)], febrile illness [p= 0,72; OR 0,81 (0,25-2,62)], penggunaan obat-obat yaitu antipiretik [p= 0,71; OR 0,60 (0,14-2,82)], antibiotik (p=0,91; OR 1,13 (0,15-8,5)], jamu/obat herbal [p=0,89; OR 0,89 (0,22-3,60)], keteraturan penggunaan asam folat [p= 0,27; OR 0,58 (0,22-1,50)], ibu merokok (p= 0,34), dan pajanan rokok [p= 0,89; OR 0,94 (0,36-2,46)] saat periode perikonsepsi tidak terbukti berhubungan dengan terjadinya PJB pada sindrom Down.
Kesimpulan: Faktor risiko lingkungan periode perikonsepsi tidak terbukti berhubungan dengan kejadian PJB pada sindrom Down."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>