Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165615 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sharon Loraine Samuel
"ABSTRAK
Latar belakang. International Classification of Functioning, Disability and Health ICF dipublikasi oleh World Health Organization untuk menstandardisasi deskripsi kesehatan dan disabilitas. Comprehensive core set ICF for spinal cord injury SCI in long-term context merupakan perangkat komprehensif yang mewakili sejumlah kategori terpilih dari seluruh klasifikasi dan dapat digunakan bersama dengan penentu kualifikasi ICF untuk mendeskripsikan fungsi dan disabilitas penderita setelah mengalami cedera medula spinalis CMS . Penggunaan penentu kualifikasi ICF menimbulkan pertanyaan perihal reliabilitas interrater.Tujuan. Menilai reliabilitas interrater comprehensive core set ICF for SCI in long-term context dalam praktik rehabilitasi.Metode. Uji reliabilitas merupakan studi observasional yang dilakukan secara potong lintang. Subjek adalah 30 penderita CMS dengan paraplegia kronik yang bertempat tinggal di Wisma Pondok Bambu dan Yayasan Wisma Cheshire. Rater penilai ialah 1 orang SpKFR serta 2 orang PPDS IKFR. Uji reliabilitas menilai 110 kategori ICF, terdiri dari 23 kategori dari komponen fungsi tubuh, 63 kategori dari komponen aktivitas dan partisipasi, serta 24 kategori dari komponen faktor lingkungan. Semua data berbasis ICF diperoleh dari pemeriksaan fisik dan wawancara subjek menggunakan comprehensive core set ICF for SCI in long-term context. Semua wawancara dilakukan secara individual oleh 1 orang PPDS IKFR yang sama, yang telah mengikuti pelatihan prinsip ICF. Pengumpulan data dilakukan dalam ruangan yang tenang dan berlangsung sekitar 2 jam. Reliabilitas dan properti setiap kategori dianalisis secara statistik menggunakan agreement dan weighted kappa. Agreement >60 dan weighted kappa >0,6 menunjukkan reliabilitas baik. Kualifikasi 8 yang berarti tidak spesifik dan 9 yang berarti tidak dapat diterapkan, dianggap missing data.Hasil. Median durasi wawancara berbasis comprehensive core set ICF for SCI in long-term context adalah 31,9 rentang 20,7-62,4 menit. Persentase agreement antar penilai bervariasi antara 0-100 . Weighted kappa bervariasi antara -0,064-1,000. Keseluruhan kategori, 20 kategori dari komponen fungsi tubuh, 59 kategori dari komponen aktivitas dan partisipasi, serta 14 kategori dari faktor lingkungan, memiliki agreement yang baik, yaitu 86,4 , 87,0 , 93,7 , serta 58,3 . Beberapa kategori ICF memiliki reliabilitas yang buruk dan tidak dapat dinilai.Simpulan. Seluruh komponen ICF menunjukkan reliabilitas interrater yang baik dan bervariasi antar kategori dan antar penilai. Penelitian ini menandakan reliabilitas interrater comprehensive core set ICF for SCI in long-term context dapat diterima. Disarankan untuk mengembangkan panduan penilaian yang lebih rinci dan sederhana untuk mengurangi perbedaan antar penilai. Penentu kualifikasi mungkin lebih mudah bila jumlah kualifikasi dikurangi, khususnya pada komponen faktor lingkungan.

ABSTRACT
Background. The International Classification of Functioning, Disability and Health ICF was published by the World Health Organization to standardize descriptions of health and disability. The comprehensive core set ICF for spinal cord injury SCI in long term context is a comprehensive tool that represents a selection of categories from the whole classification and can be used along with the ICF qualifier scale to describe patients rsquo functioning and disability following SCI. The application of the ICF qualifier scale poses the question of interrater reliability.Objective. To study the interrater reliability of the comprehensive core set ICF for SCI in long term context in rehabilitation practice.Methods. A cross sectional reliability study was conducted. A consecutive sample of 30 SCI patients with chronic paraplegia from Wisma Pondok Bambu and Yayasan Wisma Cheshire participated. One physiatrist and two Physical Medicine and Rehabilitation PM R residents rated the subject rsquo s functioning in 110 ICF categories, consists of 23 categories of the component ldquo body functions rdquo , 63 categories of the component ldquo activity and participation rdquo , and 24 categories of the component ldquo environmental factors rdquo . All ICF data were collected via physical examination and patient interview using the comprehensive core set ICF for SCI in long term context. All interviews were performed independently by the same PM R resident, trained in principles of ICF. Data collection was carried out in quiet room and lasted approximately 2 hour. Reliability and the properties of each category were estimated using the observed agreement and weighted kappa statistic. An observed agreement 60 and weighted kappa 0.6 showed good reliability. The response options 8 lsquo not specified rsquo and 9 lsquo not applicable rsquo were considered missing data.Results. Median time for interviews with the comprehensive core set ICF for SCI in long term context was 31.9 range 20.7 62.4 minutes. The percentage of the observed agreement between the raters ranged from 0 to 100 . The weighted kappa ranged from 0.064 to 1.000. Overall categories, 20 categories of the component ldquo body functions rdquo , 59 categories of the component ldquo activity and participation rdquo , and 14 categories of the component ldquo environmental factors rdquo showed observed good agreement 86.4 , 87.0 , 93.7 , and 58.3 , respectively . Some categories in the ICF were rated as unreliable and immeasurable.Conclusion. The overall ICF components demonstrated good interrater reliability and varied considerably across categories and between raters. This study indicated that the interrater reliability of the comprehensive core set ICF for SCI in long term context was acceptable. It is recommended to establish detailed and simpler measuring guidelines to reduce the differences between raters. The metric of the qualifiers rsquo scale may be improved by reducing the number of qualifiers especially for ldquo environmental factors rdquo component."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nella Yesdelita
"ABSTRAK
Latar Berlakang: Cedera medula spinalis (CMS) merupakan suatu kondisi medis yang kompleks dan dapat menyebabkan disabilitas. Pada CMS terjadi gangguan baik sementara maupun menetap pada fungsi motorik, sensorik, atau otonom. Gangguan tersebut mengakibatkan menurunnya kemampuan fungsional seorang penderita CMS. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesahihan dan keandalan SCIM III versi bahasa Indonesia untuk menilai kemampuan fungsional penderita CMS.
Metode: SCIM III versi bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia melalui metode penerjemahan forward-backward serta dilakukan cognitivedebriefing sehingga didapatkan SCIM III versi bahasa Indonesia. SCIM III versi bahasa Indonesia ini digunakan kepada 30 orang penderita CMS di dua rumah sakit dan satu wisma penderita CMS di Jakarta. Tiga orang rater menilai setiap subjek menggunakan rekaman video. Penilaian ulang dilakukan oleh peneliti satu minggu kemudian. Kesahihan konstruksi dan kriteria dinilai menggunakan koefisien korelasi. Untuk uji keandalan, digunakan intraclass correlation coefficient untuk menilai keandalan inter-rater, paired t-test untuk keandalan test-retest, dan Cronbach?s α untuk internal consistency.
Hasil: Didapatkan nilai korelasi lebih dari 0,4 (p<0,05) untuk kesahihan konstruksi dan kriteria. Intraclass correlation coefficient lebih dari 0,8 (p<0,05) untuk keandalan inter-rater, nilai korelasi lebih dari 0,6 (p<0,05) untuk keandalan test-retest dan Cronbach?s α 0,895 untuk keandalan internal consistency.
Kesimpulan: SCIM III versi bahasa Indonesia terbukti sahih dan andal untuk menilai kemampuan fungsional penderita CMS.

ABSTRACT
Objective: Spinal cord injury (SCI) is a medically complex condition and can cause disability. Patients with spinal cord injury usually have either temporary or permanent insult to motor, sensory, or autonomic function. The impairments reduce the functional capacity of the patients. The aim of the study was to assess the validity and reliability of Indonesian version of SCIM III to measure the functional capacity of patients with SCI.
Methods: English version of SCIM III was translated to Indonesian involving a forward-backward translation and cognitive debriefing to develop Indonesian version of SCIM III. The tool was administered to 30 patients with SCI in two centers and a residential home of SCI in Jakarta. Three raters evaluate each subject by using video record. Writer assessed each subject one week later. Construct and criterion validity was assessed by using correlation coefficient. For reliability, intraclass correlation coefficient was used for inter-rater reliability, paired t-test for test-retest reliability, and Cronbach?s α for internal consistency.
Results: There was correlation coefficient above 0,4 (p<0,05) for construct and criterion validity. Intraclass correlation coefficient above 0,8 (p<0,05) for inter-rater reliability, correlation coefficient above 0,6 (p<0,05) for test-retest reliability and Cronbach?s α 0,895 for internal consistency.
Conclusion: Indonesia version of SCIM III was proven to be valid and reliable to assess the functional capacity of patients with SCI."
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Al Rasid
"ABSTRAK
Cedera Medula Spinalis (CMS) merupakan kerusakan pada medula spinalis dan
akar syarafnya yang mengakibatkan defisit neurologis akibat trauma atau non
trauma. Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan seseorang terutama masalah kompleks yang muncul setelah cedera medulla spinalis namun masalah seksual masih dianggap tabu (taboo) untuk didiskusikan dan dipublikasikan terutama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran makna dari pengalaman perubahan fungsi seksual pada klien dengan cedera medulla spinalis. Desain penelitian adalah pendekatan fenomenologi pada enam partisipan. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan catatan lapangan. Analisa data menggunakan metode Collaizi. Penelitian ini menghasilkan enam buah tema yaitu 1) kesedihan akibat kelemahan/perubahan fisik, 2) adanya perubahan fungsi seksual, 3) respon psikologis terhadap perubahan fungsi seksual, 4) cara mengekspresikan fungsi seksual, 5) harapan untuk memenuhi kebutuhan seksual dan 6) harapan terhadap pelayanan keperawatan di rumah sakit dalam
mengatasi masalah kebutuhan seksual

ABSTRACT
Spinal cord injury (SCI) is a damage of the spinal cord and nerve roots that lead to neurological deficits due to trauma or non-traumatic. Sexuality is an integral part of a person's life, especially the complex problems that arise after a spinal cord injury but sexual matters are considered taboo (taboo) to be discussed and publicized, especially in Indonesia. The purpose of this study was to get an idea of the significance of experience changes in sexual function in clients with spinal cord injury. This is a qualitative study with phenomenological approach involving six participants. Collecting data with in-depth interviews and field notes. Data were analyzed with Collaizi's method. The result found six themes,1) sadness due to weakness / physical changes, 2) change in sexual function, 3) the psychological response to changes in sexual function, 4) how to express sexual function, 5) hopes for the sexual needs and 6) expectations of nursing care in hospitals addressing sexual needs"
2016
T45939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Amalia Utami Putri
"Tesis ini disusun untuk mengetahui pengaruh antara berbagai metode berkemih yang umum dilakukan di Indonesia dengan kualitas hidup penderita Cedera Medula Spinalis (CMS) yang memiliki gangguan berkemih neurogenik. Penelitian menggunakan desain uji potong lintang (cross-sectional). Subjek penelitian merupakan penderita gangguan berkemih neurogenik pada penderita CMS yang menggunakan metode berkemih secara spontan (dengan post voiding residu < 20%), kateterisasi bersih secara berkala (Clean Intermittent Catheterization/CIC) secara mandiri, CIC dibantu oleh pelaku rawat, dan kateter menetap. Semua subjek (n=85) dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik, kemudian mengisi kuesioner Qualiveen 30 versi Bahasa Indonesia yang sebelumnya telah diuji keshahihan dan keandalannya dalam versi Bahasa Indonesia. Hasil keluaran penelitian ini berupa penilaian Kualitas Hidup Berkemih pada Penderita Cedera Medula Spinalis dengan menggunakan instrumen spesifik yaitu Kuesioner Qualiveen-30 dalam bahasa Indonesia. Ditemukan bahwa skor total kuesioner Qualiveen-30 adalah 1,75  0,78 dengan skor terbesar terdapat pada domain Limitation (1,92  1,00) yang menunjukkan bahwa Limitation merupakan domain yang memiliki nilai kualitas hidup paling rendah diantara ke empat domain. Analisa bivariat menunjukkan bahwa domain Constraint memiliki hasil yang berbeda bermakna secara statistik (p = 0,007) diantara 4 metode berkemih yang dilakukan, dimana metode berkemih CIC oleh pelaku rawat memiliki kualitas hidup berkemih yang paling buruk dengan skor domain 2,500  0,727. Faktor – faktor lain yang berpengaruh kualitas hidup berkemih terhadap domain Constraint pada penderita CMS antara lain jenis kelamin (p=0,047), level cedera (p = 0,024), dan metode berkemih (p = 0,007). Pada analisis post hoc didapatkan subjek dengan metode berkemih CIC oleh pelaku rawat memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan subjek dengan metode berkemih spontan (p = 0,042) dan subjek dengan metode berkemih CIC mandiri (p = 0,009).

This thesis was aimed to determine the effect of various methods of urination that are commonly carried out in Indonesia and the quality of life of patients with Spinal Cord Injury (SCI) who have neurogenic bladder disorders. The design was cross-sectional. Subjects were SCI patients with neurogenic bladder disorders who used spontaneous voiding methods (with post voiding residue <20%), Clean Intermittent Catheterization / CIC independently, CIC assisted by caregivers, and indwelling catheters. All subjects (n = 85) were interviewed, physically examined by physician, and filled out the Indonesian version of the Qualiveen 30 questionnaire. The results of this study is to assess the Quality of Life for neurogenic bladder and its related factors.
It was found that the total score of the Qualiveen-30 questionnaire was 1.75 ± 0.78 with the highest score found in the Limitation domain (1.92 ± 1.00) which showed that it is the lowest quality of life value among the four domains (Limitation, Constraint, Fear, Feelings).
Bivariate analysis showed that the Constraint domain had statistically significant different results (p = 0.007) among the 4 ovoiding methods performed. Clean Intermittent Catheter by caregiver had the worst quality of voiding with a domain score of 2,500 ± 0.727. Other factors influencing the Quality of Life on the Constraint domain include gender (p = 0.047), injury level (p = 0.024), and voiding method (p = 0.007).
In the post hoc analysis it was found that subjects with CIC voiding methods by caregiver had lower quality of life compared to subjects with spontaneous voiding methods (p = 0.042) and subjects with independent CIC voiding methods (p = 0.009).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Marina
"ABSTRAK Depresi merupakan masalah psikologis yang paling sering ditemukan pada pasien cedera medulla spinalis (CMS). Kualitas hidup merupakan tujuan utama rehabilitasi. Depresi merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada pasien CMS. Desain penelitian ini adalah studi potong lintang dengan pengambilan sampel secara consecutive dengan subjek sejumlah 67 orang. Sampel penelitian adalah seluruh pasien cedera medulla spinalis AIS A-D. Seluruh subjek diminta untuk melakukan pengisian kuesioner Beck Depression Inventory dan WHOQOL-BREF versi Bahasa Indonesia. Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pada pasien CMS (p<0,001). Semakin tinggi tingkat depresi maka kualitas hidup pasien akan semakin rendah (p<0,001). Terdapat korelasi antara nilai SCIM dengan kualitas hidup (p<0.001), terutama pada subskala manajemen pernapasan dan sfingter (p<0.001) serta mobilitas ruangan dan toilet (p<0.001). Terdapat hubungan antara tingkat depresi dan kualitas hidup pada pasien CMS. Selain itu, kapasitas fungsional juga mempengaruhi kualitas hidup pada pasien CMS. 

ABSTRACT
Depression is the most common psychological problems in spinal cord injury (SCI) patients. Quality of life is the main goal of rehabilitation. Depression has known to have correlations with quality of life. The purpose of this study is to evaluate association between the level of depression and quality of life in SCI patients. Cross sectional study was applied in this study with 67 subjects in total collected by consecutive sampling technique. Patients who experienced SCI with AIS A-D were included in this study. All of subjects were asked to fill out Beck Depression Inventory questionnaire and WHOQOL-BREF Indonesian version. In this study, we found that there was an association between level of depression and quality of life in SCI patients (p<0.001). Patient with higher level of depression had lower quality of life (p<0,001). Also, there is correlation between SCIM and quality of life (p<0.001), especially in respiration and sphincter management and mobility in room and toilet (p<0,001). There was an association between level of depression and quality of life in SCI patients. Functional capacity had influence on quality of life in SCI patients. 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listyani Herman
"Cedera medula spinalis (CMS) adalah kondisi cedera pada medula spinalis yang ditandai dengan gangguan pada komponen motorik, sensorik, serta otonom. Severitas gangguan yang terjadi sesuai dengan klasifikasi ASIA Impairment Scale (AIS) dan level neurologis. Salah satu gangguan yang biasa ditemui adalah kelemahan otot pernapasan. Kekuatan otot inspirasi digambarkan dengan nilai Maximal Inspiratory Pressure (MIP), diukur dengan manometer otot pernapasan (MicroRPM®), dan  ditingkatkan dengan latihan kekuatan otot inspirasi. Tesis ini disusun untuk mengetahui rerata MIP sebelum dan setelah latihan otot inspirasi menggunakan Threshold Inspiratory Muscle Trainer (threshold IMT®) pada pasien CMS fase kronis. Desain menggunakan studi intervensi one group pre and post-test. Sebelas orang penderita CMS AIS A-D dan level neurologis C5-T6 diberikan latihan otot inspirasi dengan beban sebesar 30% MIP yang disesuaikan berdasarkan pengukuran MIP setiap minggu. Latihan dengan durasi 30 menit/hari dan frekuensi 5 hari/minggu selama 6 minggu. Uji Wilcoxon digunakan untuk membandingkan data MIP sebelum dan setelah latihan selama 6 minggu. Nilai tengah MIP sebelum dan setelah latihan didapatkan sebesar 38 (30-85) cmH2O dan 85 (56-126) cmH2O dengan nilai p<0,05. Simpulan: terjadi peningkatan kekuatan otot inspirasi setelah latihan menggunakan threshold IMT pada pasien CMS fase kronis.

 


Spinal cord injury (SCI) is injury of the spinal cord characterized by disorders of the motor, sensory, and autonomic components. The severity depends on the ASIA Impairment Scale (AIS) classification and neurological level. The common problems is respiratory muscle weakness so sufferers tend to experience respiratory complications. Inspiratory muscle strength is illustrated by Maximal Inspiratory Pressure (MIP) value, measured using respiratory muscle manometer (MicroRPM®), and enhanced by inspiratory muscle strength training. This thesis is structured to determine the average MIP before and after inspiratory muscle training using Threshold Inspiratory Muscle Trainer (threshold IMT®) in chronic phase SCI patients. The study design used one group pre and post-test intervention study. Eleven people with SCI AIS A-D and neurological level C5-T6 were given inspiratory muscle training with load 30% MIP adjusted according to weekly MIP measurements. The duration is 30 minutes / day and  frequency is 5 days / week for 6 weeks. The Wilcoxon test was used to compare MIP data before and after exercise for 6 weeks. The median MIP before and after exercise was 38 (30-85) cmH2O and 85 (56-126) cmH2O with p <0.05. Conclusion: increase in inspiratory muscle strength after exercise using threshold IMT in chronic phase SCI.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Setiono
"Tujuan: Menilai manfaat edukasi mengenai gangguan berkemih neurogenik pada pasien cedera medulla spinalis (CMS) di RSUP Fatmawati terhadap pengetahuan dan kemampuan mengatasi masalah.
Metode: Desain studi eksperimental. Subyek 22 orang pasien paraplegi karena CMS dengan gangguan berkemih neurogenik yang dirawat pertama kali di RSUP Fatmawati. Subyek diberikan program edukasi yang terdiri dari 7 topik selama rentang 3 minggu. Dilakukan penilaian pengetahuan dan kemampuan masalah dengan menggunakan kuesioner pada awal penelitian, pasca pemberian edukasi, dan 3 bulan pasca edukasi. Selain itu dilakukan penilaian kepentingan topik edukasi menurut subyek dengan skala Likert.
Hasil: 22 subyek menyelesaikan penilaian awal dan pasca edukasi, namun hanya 18 orang yang dapat dihubungi saat follow up 3 bulan. Terdapat peningkatan pengetahuan yang bermakna antara awal dan pasca edukasi (p=0,033), pasca edukasi dan follow up (p=0,047). Terdapat peningkatan yang bermakna pada kemampuan menyelesaikan masalah antara awal dan pasca edukasi (p=0,000), tidak terdapat perubahan bermakna antara pasca edukasi dan follow up (p=0,157). Seluruh topik edukasi yang diberikan dianggap penting oleh subyek.
Kesimpulan: Terdapat peningkatan pengetahuan dan kemampuan menyelesaikan masalah setelah pemberian edukasi, dan terdapat retensi sampai dengan 3 bulan pasca edukasi. Pemberian program edukasi mengenai gangguan berkemih neurogenik pada pasien CMS penting untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan menyelesaikan masalah, serta mencegah komplikasi urologis.

Objective : To evaluate the effect of educational program in neurogenic bladder for spinal cord injury patient at Fatmawati General Hospital in improving knowledge and problem solving skill.
Methods : This is a experimental study. Twenty two paraplegic SCI patients with neurogenic bladder in Fatmawati hospital was included in this study. The subjects was given educational program which consist of 7 topics in 3 weeks period. Questionnaire for evaluating knowledge and problem solving skill was given at the beginning of the study, after completion of education program, and 3 months after education. A likert scale-based questionnaire also given at the end of education to assess patient?s perception of importance regarding the education topics.
Results : All subjects finished the initial and post education assessment, but only 18 subjects finished follow up evaluation. There was significant difference in knowledge between initial and post education assessment (p=0.033) and between post education and follow up (p=0.047). There was significant improvement in problem solving skill between initial and post education assessment (p=0.000) and no significant difference between post education and follow up (p=0.157). All topics given perceived as important by all the subjects.
Conclusion : There is a significant improvement in knowledge and problem solving skill after educational program, and there is retention up to 3 months after education. Educational program in neurogenic bladder for patients with SCI during hospital stay is important in improving patient?s knowledge and problem solving skill also for prevention of urological complication.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pangemanan, Alice
"ABSTRAK
Kondisi hilangnya beberapa fungsi tubuh mulai dari titik cedera yang dialami,
khususnya fungsi kandung kemih, dialami oleh individu dengan cedera medula
spinalis. Hal ini menimbulkan berbagai respon emosional, psikologis, dan fisik.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang
pengalaman berduka klien dengan cedera medula spinalis yang menjalani longterm
intermittent self-catheterisation dan bagaimana pasien memaknai
pengalaman tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi. Enam orang yang telah menjalani intermittent
self-catheterisation selama 5 – 8 tahun ditentukan dengan teknik purposive
sampling. Data diperoleh melalui wawancara mendalam menggunakan alat
perekam digital, disertai dengan catatan lapangan, dan berdasarkan panduan
wawancara. Analisis data dilakukan dengan metode Colaizzi. Delapan (8) tema
diperoleh melalui penelitian ini, yaitu keputusan menggunakan kateter intermiten,
respon emosional, ketidaknyamanan psikologis, modifikasi cara berkemih terkait
toilet dan fasilitas yang tersedia, ketidaknyamanan fisik, sumber dukungan, makna
kateter intermiten, dan makna keterbatasan. Pengalaman berduka yang dapat
diidentifikasi dari para partisipan yang telah menjalani intermittent selfcatheterisation
selama 5 – 8 tahun relatif sedikit karena waktu tersebut sudah
cukup digunakan untuk beradaptasi dengan kondisinya. Hal ini juga didukung
dengan tersedianya alat bantu buang air kecil, seperti indwelling catheter dan
diaper saat dirawat yang menjadikan gangguan berkemih sebagai masalah yang
dapat diantisipasi dibandingkan masalah lain yang timbul akibat cedera tulang
belakang, misalnya hilangnya fungsi motorik dan sensorik pada ekstremitas
bawah. Selain itu, dukungan keluarga, sesama paraplegi, dan tenaga kesehatan
dirasakan sangat penting dalam membantu klien beradaptasi dengan kondisinya.

ABSTRACT
People with spinal cord injury experienced a loss of some body functions under
the location of the injury, including the functions of the bladder. This situation
leads to some emotional, psychological, and physical responses. The study aimed
to identify the grieving experience and the meaning of the experience of spinal
cord injury individual on intermittent self-catheterisation. This phenomenological
qualitative method involved an in-depth voice-recorded interview with six
individuals that have been on intermittent self-catheterisation for 5 to 8 years and
were determined by purposive sampling. The non-verbal responses were observed
and written in a field note. Collaizi’s method was used in data analysis. Eight
themes were identified: decision in using intermittent catheter, emotional
response, psychological discomfort, modification in voiding related to
inaccessible bathroom, physical discomfort, support source, meaning of
intermittent self-catheter, and meaning of disability. There are only few grieving
experiences that can be identified from the study participants that have been on
intermittent self-catheterisation for 5 to 8 years because those length of times are
sufficient for them to be adapted with the condition after the injury. The
availability of voiding aids, such as indwelling catheter and diaper while
hospitalized turned the problem in voiding as an anticipated problem compared to
another problems that existed after the spinal cord injury, such as the loss of
motor and sensory function on the lower extremities. Moreover, the support from
family, friends, and health care providers helps the client in adapting with the
condition after the injury."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T43337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucya Putri Juwita
"Gangguan berkemih menyebabkan penurunan kualitas hidup dan mortalitas pasien pasca cedera medula spinalis. Sensasi penuh kandung kemih berperan penting dalam tatalaksana berkemih pasca cedera medula spinalis. Metode clean intermittent catheterization (CIC) berdasarkan sensasi dapat menghindari kateterisasi yang tidak perlu, berkemih terlalu dini atau overdistensi kandung kemih. Urodinamik sebagai baku emas evaluasi sensasi penuh kandung kemih tidak selalu dapat diakses oleh semua pasien dan fasilitas kesehatan. Skor sensori T10-L2 dan S2-S4/5 berdasarkan pemeriksaan International Standards for Neurological Classification of Spinal Cord Injury (ISNCSCI) diperkirakan dapat memprediksi sensasi penuh kandung kemih. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi hubungan antara skor sensori T10-L2 dan S2-S4/5 terhadap sensasi penuh pada kandung kemih. Penelitian dilaksanakan di RSUP Fatmawati dengan desain kohort retrospektif menggunakan rekam medis, dari April 2020 hingga Februari 2021 dengan total subjek 32 orang, dimana 26 orang tidak memiliki sensasi dan 6 orang memiliki sensasi penuh kandung kemih. Analisis statistik menggunakan rumus perbedaan 2 rerata tidak berpasangan, berbeda signifikan bila p < 0,05. Skor sensori T10-L2 antara kelompok subjek yang tidak memiliki sensasi penuh dengan kelompok subjek yang memiliki sensasi penuh memiliki perbedaan yang signifikan (p=0.008). Skor sensori S2-S4/5 tidak berbeda secara bermakna pada kedua kelompok subjek (P = 0,494). Terdapat hubungan bermakna dimana semakin tinggi skor sensori T10-L2 maka semakin besar kemungkinan pasien pasca cedera medula spinalis merasakan sensasi penuh kandung kemih. Penelitian ini juga mendapatkan nilai skor 30 sebagai titik potong skor sensori T10-L2 dalam memprediksi sensasi penuh kandung kemih. Hasil temuan ini dapat menjadi acuan perencanaan program manajemen berkemih menggunakan CIC berdasarkan sensasi, terutama di fasilitas kesehatan tanpa sarana urodinamik.

Bladder dysfunction causes low quality of life and mortality of patients after spinal cord injury. The sensation of bladder fullness is important in bladder management. The sensation-based clean intermittent catheterization (CIC) method can avoid unnecessary catheterization, premature voiding, or bladder overdistention. Urodynamic is the gold standard for bladder fullness evaluation, but it is not always accessible to all patients and health facilities. Sensory scores T10-L2 and S2-S4/5 based on the International Standards for Neurological Classification of Spinal Cord Injury (ISNCSCI) are estimated to predict the sensation of bladder fullness. This study aimed to identify the association between sensory scores T10-L2 and S2-S4/5 with the sensation of bladder fullness. This study was conducted at Fatmawati Hospital with a retrospective cohort design using medical records, from April 2020 to February 2021, the total subjects are 32 people, of which 26 people had no sensation and 6 people had full bladder sensation. Analyzed statistically by the difference of 2 unpaired means (significantly different if p < 0.05). Sensory scores of T10-L2 between the subjects without sensation and the subjects with the sensation of bladder fullness had a significant difference (p=0.008). Sensory scores of S2-S4/5 were not significantly different between the two groups (P = 0.494). There was a significant association which is the higher the sensory scores of T10-L2, the patient is more likely to feel the sensation of a bladder fullness after spinal cord injury. This study also found that 30 was the cut-off point of the total T10-L2 sensory scores for predicting the sensation of bladder fullness. These findings can be used as a reference for planning a bladder management using the sensation-based CIC, especially in health facilities without urodynamic"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sabine Versayanti
"Latar Belakang. Pasien cedera medula spinalis CMS hampir selalu mengalami penurunan fungsi kardiovaskular, sedangkan aktivitas sehari-hari memerlukan kebugaran kardiorespirasi yang tinggi. Latihan endurans kardiorespirasi memiliki manfaat yang baik pada pasien CMS dan latihan ini harus dimulai dari awal sehingga dapat menunjang latihan fungsional yang akan diberikan untuk memperoleh kemandirian dengan lebih cepat.
Tujuan. Menilai manfaat penambahan terapi latihan endurans kardiorespirasi arm ergocycle pada kemampuan fungsional pasien CMS yang dinilai melalui jarak 6 Minutes Push Test 6MPT , Functional Independence Measure FIM, dan Fatique Severity Scale FSS.
Metode. Desain penelitian adalah uji klinis acak terkontrol. Subyek adalah pasien CMS rawat inap RSUP Fatmawati yang dirawat untuk latihan kemandirian. Subyek dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang diberikan tambahan terapi latihan endurans kardiorespirasi arm ergocycle, 3 kali/minggu, durasi awal 10 menit yang dinaikkan secara bertahap, selama 3 minggu, intensitas latihan 40 power output maksimal.
Hasil. Terdapat 26 subjek yang mengikuti penelitian, namun 24 yang menyelesaikan penelitian yaitu 13 pada kelompok perlakuan dan 11 pada kelompok kontrol. Terdapat peningkatan jarak 6MPT pada kelompok perlakuan 136,36 39,02m menjadi 231,20 97,15m p=0,000 dan kelompok kontrol 134,55 52,32m menjadi 186,67 63,57m p=0,006. Delta jarak 6MPT pada kelompok perlakuan 94,83 66,92m dan kelompok kontrol 60,66 57,63m p=0,198. Kelompok perlakuan mengalami peningkatan FIM 66,77 13,88 menjadi 95,77 14,23 p=0,000, kelompok kontrol 68,46 18,12 menjadi 93,27 16,24 p=0,003. Delta FIM pada kelompok perlakuan 29 17,13 dan kontrol 25,45 21,75 p=0,659. Delta FSS pada kelompok perlakuan -4,3 5,14 dan pada kelompok kontrol -6,36 5,95 p=0,373. Tidak didapatkan korelasi yang bermakna peningkatan jarak 6MPT terhadap FIM dan FSS. Pada kelompok perlakuan didapatkan korelasi peningkatan jarak 6MPT dengan FIM r=0,359 p=0,228 dan pada kontrol r=0,120 p=0,725. Korelasi peningkatan jarak 6MPT dengan FSS pada kelompok perlakuan adalah r=-0,015 p=0,961 , sedangkan kontrol r=0,004 p=0,991.
Kesimpulan. Terdapat peningkatan jarak 6MPT, FIM dan FSS pada penambahan latihan endurans kardiorespirasi dengan arm ergocycle namun kenaikannya dibandingkan dengan kontrol tidak berbeda bermakna.

Background. Spinal cord injury SCI patient always experience decrease in cardiovascular function, while daily activities require high cardiorespiratory fitness. Cardiorespiratory endurance exercises have good benefits in CMS patients and this exercise should be started from the beginning to support the functional exercises that will be given to gain independency faster.
Aim. Assessing the benefits of additional endurance exercise therapy of arm ergocycle in SCI patients with the outcomes are 6 Minutes Push Test 6MPT distance, Functional Independence Measure FIM , Fatique Severity Scale FSS. Method. The study design was a randomized, controlled trial. The subjects were SCI patient in inpatient RSUP Fatmawati who was treated for independency. The subjects were divided into two groups randomly into the control group and the treatment group that given additional cardiorespiratory exercise with ergocycle, 3 times week, the initial duration of 10 minutes gradually increased, 3 weeks, 40 maximum power output.
Results. There were 26 subjects who followed the study but 24 who completed the study, 13 in the treatment group and 11 in the control group. There was an increase of 6MPT distance in the treatment group 136,36 39,02m to 231,20 97,15m p 0,000 and the control group 134,55 52,32m to 186,67 63,57m p 0,006. Delta distance of 6MPT in treatment group 94,83 66,92m and control group 60,66 57,63 m p 0,198. The treatment group experienced an increase of FIM 66,77 13,88 to 95,77 14,23 p 0,000 , control group 68,46 18,12 to 93,27 16,24 p 0,003. Delta FIM in treatment group 29 17,13 and control 25,45 21,75 p 0,659. Delta FSS in the treatment group 4,3 5,14 and in the control group 6,36 5,95 p 0,373. There was no significant correlation between 6MPT increase in FIM and FSS. In the treatment group, the correlation of 6MPT distance increased with FIM r 0,359 p 0,228 and control r 0,120 p 0,725. The correlation of 6MPT distance increase with FSS in treatment group was r 0,015 p 0,961 , while control r 0,004 p 0,991.
Conclusion. There was an increase in the distance of 6MPT, FIM and FSS in the exercise group but the increment was not significant compared with controls in inpatient SCI. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>