Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183257 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatimah Az Zahra
"ABSTRAK
Pelecehan seksual merupakan salah satu masalah sosial di Korea Selatan yang ada di berbagai tempat dan dapat menimpa siapa saja, salah satunya pelaku dunia hiburan. Dalam jurnal ini, penulis membahas bentuk pelecehan yang terjadi pada pria di Korea Selatan dengan mengangkat kasus pelecehan seksual boyband B1A4 oleh komedian dan kru SNL Korea. Metode dan teori yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan teori pelecehan seksual di tempat kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelecehan seksual dapat terjadi karena kebiasaan dan budaya di lingkungan tersebut.

ABSTRACT
Sexual harassment is one of social issues in South Korea which happened in various places and occurred to anyone, includes people in entertainment industry. In this journal, I will explain form of harassment which occurred to Korean men based on recent case of sexual harassment by SNL Korea comedians and crew to boyband B1A4. I used method descriptive and qualitative research and sexual harassment in workplace theory. The result shows that sexual harassment can occurred because of the culture in the workplace environment."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Budi Utami
"ABSTRAK
Tuduhan pelecehan yang dilayangkan oleh Christine Blasey Ford, seorang dosen Universitas Palo Alto, California, terhadap calon Hakim Agung Brett Kavanaugh merupakan salah satu kasus tuduhan pelecehan seksual yang menjadi sorotan nasional di Amerika Serikat pada tahun 2018. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi efektivitas politisasi isu gender yang dilakukan baik oleh Ford maupun Kavanaugh pada masyarakat dan media massa di Amerika Serikat. Politisasi isu gender Ford dan Kavanaugh dalam hearing dianalisis dan dievaluasi dengan menggunakan teori Sexual Politics Kate Millet dan metode Analisis Wacana Kritis Sara Mills. Selain itu, pengaruh politisasi isu gender yang dilakukan Ford dan Kavanaugh dalam hearing juga dapat dilihat melalui representasi dan keberpihakan dua media Amerika Serikat dengan bias politik yang berbeda (Fox News dan The New York Times terhadap kasus tersebut. Dengan menggunakan teori Sexual Politics Kate Millet, penelitian ini menemukan bahwa konsep gender seperti ideologi feminitas dan maskulinitas seringkali digunakan Ford dan Kavanaugh dalam berargumen, bersikap, dan membela diri dalam hearing. Feminitas yang diperlihatkan Ford dalam hearing berhasil menarik simpati dan membangun hubungan emosional dengan mayoritas masyarakat Amerika Serikat terutama kelompok perempuan dan progressif. Sementara itu maskulinitas yang diperlihatkan Kavanaugh kurang efektif untuk menarik simpati masyarakat namun berhasil untuk mempertahankan posisinya sebagai Hakim Agung Amerika Serikat. Representasi media juga memperlihatkan bahwa politisasi gender yang dilakukan Ford dan Kavanaugh memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pergerakan kelompok perempuan dan kelompok penyintas pelecehan seksual. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dengan memperlihatkan sikap yang sesuai dengan ideologi feminitas, perempuan memiliki kekuatan yang lebih besar dalam menarik simpati masyarakat. Namun, simpati dan dukungan besar terhadap perempuan tetap tidak dapat mengalahkan laki-laki yang memiliki kekuatan dan dominasi politik dalam pemerintahan sebuah negara.

ABSTRACT
In 2018, sexual assault allegation filed by Christine Blasey Ford, a lecturer at the University of Palo Alto, California, against Supreme Court nominee Brett Kavanaugh became the national spotlight in the United States. This study aims to analyze and evaluate the effectiveness of gender politics carried out by both Ford and Kavanaugh to the public and mass media in the United States. Ford and Kavanaugh's gender politics in the hearing were analyzed and evaluated using Kate Millet's Sexual Political Theory and Sara Mills's Critical Discourse Analysis method. Also, the influence of gender politics conducted by Ford and Kavanaugh in the hearing can also be seen through the representation and alignments of two US media with different political biases on the case (Fox News and The New York Times). By using Sexual Political Theory from Kate Millet, this research found that Ford and Kavanaugh often use gender concepts such as ideology of femininity and masculinity in arguing, acting, and defending themselves in the hearing. The femininity shown by Ford in the hearing succeeded in attracting sympathy and building emotional relations with the majority of the United States, especially women and progressive groups. Meanwhile, the masculinity shown by Kavanaugh was less effective in attracting the sympathy of the people but succeeded in maintaining his position as the Supreme Court of the United States. Media representations also show that the gender politicization carried out by Ford and Kavanaugh has a considerable influence on the movement of women and the group of sexual harassment survivors. This research concludes that by displaying attitudes that are in line with the ideology of femininity, women have a higher power in attracting public sympathy. However, great sympathy and support for women still cannot defeat men who have political power and dominance in the government of a country."
2020
T54825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Athirah
"Kemajuan teknologi informasi dan internet membuka peluang munculnya bentuk- bentuk baru dari pelecehan seksual terhadap perempuan. Media sosial seperti Twitter pun menjadi tempat bentuk baru pelecehan seksual marak terjadi. Meningkatnya penggunaan Twitter selama pandemi COVID-19 semakin memperbanyak kasus pelecehan seksual yang terjadi. Cyber flashing sebagai tindakan mengirim foto seksual eksplisit secara tiba-tiba dan tanpa persetujuan penerimanya menjadi salah satu bentuk pelecehan seksual yang difasilitasi teknologi serta terjadi di Twitter. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana cyber flashing dipraktikkan di Twitter. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mencakup observasi partisipan serta melibatkan perempuan pengguna Twitter yang menjadi korban dari praktik cyber flashing dalam wawancara mendalam. Praktik cyber flashing sebagai bentuk pelecehan seksual online menghambat perempuan dalam mewujudkan agensi mereka melalui ekspresi diri di Twitter. Penelitian ini juga melihat bagaimana perempuan memahami praktik cyber flashing serta bagaimana perempuan menanggapi praktik ini melalui tindakan resistensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan melakukan bentuk resistensi nontradisional dengan memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki di platform media sosial ini. Pada akhirnya, perempuan membentuk rasa aman dan mewujudkan agensi yang dimiliki dengan cara mereka sendiri.

Advances in information technology and the internet open up opportunities for the emergence of new forms of sexual harassment against women. New forms of sexual harassment are rife on social media platforms such as Twitter. The increasing use of Twitter during the COVID-19 pandemic has increased the number of sexual harassment cases. Cyber flashing is one of the sexual harassment forms that is facilitated by technology and occurs on Twitter. This research describes how cyber flashing is practiced on Twitter. This research employs a qualitative method that includes participant observation and involves women users who are victims of cyber flashing in in-depth interviews. The practice of cyber flashing as a form of online sexual harassment prevents women from exercising their agency through self-expression. This research also looks at how women perceive the practice of cyber flashing and how they respond to it through resistance. The findings show that women carry out non- traditional forms of resistance by utilizing the resources they have on this social media platform. Women ultimately create a sense of security for themselves and expresstheir agency in their own way."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Annisa Rahma
"Meskipun perempuan dan laki-laki dapat menjadi korban maupun pelaku pelecehan seksual, penelitian ini menyoroti keterbatasan diskusi terkait pelecehan seksual dimana laki-laki sebagai korbannya. Pelecehan seksual merupakan tindakan verbal dan fisik yang mengandung unsur seksual tidak diinginkan, berdampak pada individu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan Systematic Literature Review (SLR) sebagai metode. Artikel-artikel dari Google Scholar dan Scopus yang dipublikasikan antara 2020-2024 diseleksi menggunakan platform web Covidence, serta pencarian manual dari database relevan. Hasilnya mengungkapkan bahwa pola bentuk dan faktor-faktor penyebab pelecehan seksual, termasuk dinamika kekuasaan, stereotip gender, kurangnya pemahaman masyarakat, dan pengalaman individu dapat mempengaruhi pelecehan seksual dimana laki-laki menjadi korbannya serta dapat pula mempengaruhi korban dalam merespon dan melaporkan kejadian yang mereka alami. Penelitian ini juga menemukan dampak dari pelecehan seksual yang dialami oleh laki-laki meliputi stigma, penolakan sosial, dampak professional dan karir, kesulitan mendapatkan bantuan sosial, dan keraguan identitas. Temuan ini menekankan pentingnya meningkatkan pemahaman terhadap pelecehan seksual dimana laki-laki sebagai korbannya

Although both women and men can be victims and perpetrators of sexual harassment, this research highlights the limited discussion regarding sexual harassment where men are the victims. Sexual harassment consists of unwanted verbal and physical actions with sexual elements, impacting individuals. This study uses a qualitative approach with a Systematic Literature Review (SLR) as the method. Articles from Google Scholar and Scopus published between 2020-2024 were selected using the Covidence web platform, along with manual searches from relevant databases. The results reveal that patterns and causal factors of sexual harassment, including power dynamics, gender stereotypes, lack of public understanding, and individual experiences, can influence sexual harassment where men are the victims and also affect how victims respond to and report incidents they experience. This research also finds that the impacts of sexual harassment experienced by men include stigma, social rejection, professional and career impacts, difficulties in obtaining social support, and identity doubts. These findings emphasize the importance of increasing understanding of sexual harassment where men are the victims."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dethisyah Agrimerinda
"Skripsi ini membahas street harassment yang merupakan bagian dari pelecehan seksual dengan menelaah perspektif hukum di Indonesia serta pengalaman perempuan Depok dalam menghadapi kejahatan seksual yang terjadi di ruang publik khususnya di jalan. Bentuk penelitian yang akan dipakai adalah bentuk penelitian yuridis-empiris. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif, di mana mengunakan penelitian dan penjelajahan terbuka dan berakhir dengan kelompok kecil dari beberapa perempuan Depok yang diwawancarai secara mendalam. Alat pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka, survei, dan wawancara. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlunya aturan hukum baru yang secara khusus mengatur mengenai kekerasan seksual dan pelecehan seksual, serta diharapkan ada perubahan paradigma masyarakat mengenai stigma dan asumsi yang mendiskriminasi perempuan, di mana perempuan adalah objek dan kedudukannya di bawah laki-laki.

The focus of this research is to discuss about street harassment, which is a part of sexual harassment, and was conducted by analyzing the perspectives of law in Indonesia and women?s experiences in Depok, especially in combating sex crimes that occur in public spaces, particularly on the road. The approach of this research is juridical-empirical and the method employed for analysing the data is qualitative method, such as open exploration and ended with a small group of women in Depok. The data in this research was obtained from previous research, documents or library materials, surveys, and interviews. The results of this research suggest that Indonesia needs new regulation about sexual violence and sexual harassment in particular, which is expected to change social perspective and stereotypes that discriminate women, namely objectifing women and placing them under the superiority of men."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62621
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Made Ayu Tasya Devi Pratisthita
"Alles ist Gut adalah film debut dari sutradara kelahiran Berlin Eva Trobisch, yang menampilkan kehidupan Janne sebagai seorang wanita yang berjuang untuk menjalani hidupnya setelah diperkosa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana korban pelecehan seksual direpresentasikan dengan menggunakan Teori Representasi Stuart Hall. Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa korban direpresentasikan sebagai seseorang dengan mentalitas mandiri yang tidak ingin terikat dengan nasibnya sebagai korban perkosaan. Meski begitu, mentalitasnya dikendalikan oleh lingkungan patriarkinya, membuatnya merasa tertindas. Situasi yang ditunjukkan menggambarkan realitas ketundukan dan pemberontakan banyak perempuan yang berusaha melepaskan diri dari dominasi laki-laki yang kemudian mengakibatkan efek domino pada korban sehingga membuat hidup menjadi rumit dan serba salah. Film ini memberikan rasa ketidaklengkapan kepada penonton karena respon korban yang monoton sekaligus memberikan perspektif yang unik tentang reaksi psikologis korban.

Alles ist Gut is the debut film from Berlin-born director Eva Trobisch, featuring Janne's life as a woman struggling to live her life after being raped. This research aims to find out how victims of sexual harassment are represented by using the Representation Theory by Stuart Hall. Based on the analysis conveyed, it can be concluded that the victim is represented as someone with an independent mentality who does not want to be tied to her fate as a rape victim. In spite of that, her mentality is controlled by her patriarchal environment, making her feel oppressed. The indicated situation portrays the reality of both submission and rebellion of many women who tried to break free from male domination which subsequently resulted in a domino effect in such a way that makes life complicated and awry. This film gives the audience a feeling of incompleteness due to the monotonous response of the victim while simultaneously providing a unique perspective on the psychological reaction of the victim."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aldilah Rahmawati
"Remaja, yang saat ini termasuk dalam generasi Z berada di garis terdepan dalam penggunaan internet ataupun teknologi digital lainnya sehingga mereka rentan mengalami risiko teknologi digital, termasuk pelecehan seksual yang terjadi secara online. Penelitian ini merupakan survey deskriptif dengan melibatkan 427 responden yang dipilih menggunakan teknik quota sampling. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner data demografi, terjemahan Digital Literacy Scale dan yber-Sexual Experiences Questionnaire. Hasil penelitian menunjukkan 50,6% dari total responden memiliki tingkat literasi digital yang kurang dan 90,2% dari total responden pernah mengalami pelecehan seksual secara online. Jenis pelecehan seksual yang paling banyak dialami yaitu pelecehan gender (47,1%). Hasil penelitian memperkuat fakta bahwa masih banyak remaja yang mengalami risiko teknologi digital khususnya pelecehan seksual karena memiliki kemampuan literasi digital yang kurang.

Teenagers, who are currently included in Generation Z, are at the forefront of using the internet or other digital technologies, so they are vulnerable to the risks of digital technology, including sexual harassment that occurs online. This research is a descriptive survey involving 427 respondents who were selected using quota sampling technique. The questionnaires used were demographic data questionnaire, Digital Literacy Scale translation and Cyber-Sexual Experiences Questionnaire. The results showed that 50.6% of the total respondents had a low level of digital literacy and 90.2% of the total respondents had experienced online sexual harassment. The most common type of sexual harassment experienced was gender harassment (47.1%). The results of the study reinforce the fact that there are still many teenagers who are at risk of digital technology, especially sexual harassment because they have a low level of digital literacy skills."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rissia Priyahita
"Penelitian ini fokus pada pemberitaan dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang melibatkan seorang pegawai laki-laki dan terungkap di media daring. Dengan mengetahui bahwa media daring memiliki kemampuan untuk mempengaruhi opini publik melalui berita, framing berita yang dimuat oleh Kompas.com dan Detik.com seputar pelecehan seksual KPI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif konstruktivis dengan menggunakan metode analisis framing model Gamson dan Modigliani. Unit observasi penelitian ini adalah liputan berita pelecehan seksual di lingkungan KPI di Kompas.com dan Detik.com pada periode 1 September-12 Oktober 2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kompas.com menyajikan framing yang lebih menunjukkan empati terhadap korban dan membawa perhatian bahwa korban harus diberikan keadilan hukum atau bantuan untuk pemulihan mental. Sementara itu, Detik.com menggambarkan framing bahwa baik korban maupun pelaku sama-sama dirugikan dan membutuhkan bantuan, dan menekankan bahwa keduanya harus diberikan bantuan untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka agar dapat pulih sepenuhnya. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khasanah kajian komunikasi, khususnya yang menganalisis framing liputan berita media daring terkait pelecehan seksual yang melibatkan korban laki-laki. Untuk penelitian analisis framing lebih lanjutnya, disarankan untuk menganalisis pemberitaan pada lebih dari dua media daring.

The focus of this study highlights an alleged sexual harassment case that has occurred in the Indonesian Broadcasting Commission (KPI) involving a male employee that was recently revealed on online media. Knowing that online media can affect public opinion through news, the purpose of this study is to analyze the framing of news coverage published by Kompas.com and Detik.com surrounding the KPI sexual harassment case. This research employs a constructivist qualitative approach using the Gamson and Modigliani model framing analysis method. The unit of observation for this study are the news articles of sexual harassment in the KPI environment published on Kompas.com and Detik.com from September 1 to October 12, 2021. Results show that Kompas.com presented a framework that shows more empathy towards the victim and brings attention that the victim must be provided with legal justice or assistance to recover mentally. Meanwhile, Detik.com depicts a framing that both the victim and perpetrator have been harmed and puts emphasis that both must be provided with assistance for themselves and their families to fully recover. This study are expected to complement the repertoire of communication studies, especially those analyzing the framing of online media coverage related to sexual harassment involving male victims. For further research on framing analysis, it is recommended to analyze news coverage in more than two online media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadine Azahra Prasetyo
"Industri hiburan merupakan sebuah industri yang terlibat dalam penyediaan konten hiburan, seperti radio, film, televisi, dan teater. Di Tiongkok, industri hiburan berkembang dengan pesat sejak adanya kebijakan reformasi dan keterbukaan hingga dapat dikenal di mancanegara, salah satunya di Korea Selatan. Hubungan kerja sama dalam industri hiburan di antara Tiongkok dan Korea Selatan telah terjalin sejak lama, namun hubungan tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar. Salah satunya adalah karena terjadinya THAAD pada tahun 2016, yang membuat Tiongkok memberikan sanksi ekonomi terhadap Korea Selatan. Kondisi hubungan dalam industri hiburan di antara Tiongkok dan Korea Selatan dengan adanya THAAD menjadi pokok bahasan dari penelitian ini. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan ilmu sejarah, yang mencakup beberapa tahapan, yaitu menentukan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dampak sanksi ekonomi yang diakibatkan oleh THAAD turut terasa dalam kerja sama di industri hiburan, terutama terkait dengan investasi, penayangan konten hiburan Korea Selatan di Tiongkok, dan kerja sama SDM.

The entertainment industry is an industry involved in providing entertainment content, such as radio, film, television, and theater. In China, since the reform and opening up policy, the entertainment industry has grown rapidly and has become recognized internationally, including in South Korea. The cooperative relationship in the entertainment industry between China and South Korea has existed for a long time, but the relationship has not always run smoothly. One of them is due to the deployment of THAAD in 2016, which made China impose economic sanctions on South Korea. The condition of the relationship in the entertainment industry between China and South Korea with the presence of THAAD is the subject of this research. The method used is a qualitative method with a historical approach, which includes several stages, namely determining the topic, heuristics, verification, interpretation, and historiography. The results of this study indicate that the impact of economic sanctions caused by THAAD is also felt in cooperation in the entertainment industry, especially related to investment, broadcasting South Korean entertainment content in China, and human resource cooperation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwid Safitri
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pelecehan seksual yang terjadi
di empat industri berbeda yaitu industri garmen, sepatu, makanan, dan tekstil serta
untuk mengetahui bagaimana perbedaan dari pelecehan seksual di empat industri
berbeda tersebut. Pengukuran pelecehan seksual dalam penelitian ini
menggunakan definisi operasional oleh APINDO (2012) dengan mengembangkan
kuesioner Sexual Experiences Questionnaire (SEQ) form W dari Fitzgerald et al
(1995) yang terbagi kedalam 5 dimensi; pelecehan lisan, pelecehan isyarat,
pelecehan fisik, pelecehan visual, dan pelecehan psikologis. Setiap butir
pertanyaan dalam dimensi tersebut dibagi dua yaitu pelecehan yang dilakukan
oleh rekan kerja laki-laki dan pelecehan yang dilakukan oleh supervisor laki-laki.
Kemudian metode analisis menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan akan pelecehan seksual
pada dimensi pelecehan lisan, pelecehan isyarat, dan pelecehan fisik di keempat
industri yaitu di industri gamen, sepatu, makanan, dan tekstil. Dapat disimpulkan
bahwa pelecehan seksual yang ada pada keempat industri masih dalam taraf
rendah, akan tetapi melalui wawancara dan komentar responden didapatkan
tindakan pelecehan seksual di tempat kerja banyak terjadi, sehingga masih perlu
adanya upaya yang berarti agar tindak pelecehan seksual dapat diminimalisir dan
dihilangkan di tempat kerja.

ABSTRACT
This research was conducted to determine the level of harassment abuse that
occurred in four different industries are garment, footwear, food, and textiles
industry and to investigate how differences of sexual abuse in four distinct
industries. Measuring sexual harassment in this study uses an operational
definition by APINDO (2012) developed a questionnaire from Sexual Experiences
Questionnaire (SEQ) form W of Fitzgerald et al (1995) which is divided into five
dimensions; verbal harassment, non-verbal harassment, physical harassment,
visual harassment, and psychological harassment. Every item question in the
questionnaire is divided into two dimensions which are harassment by male
coworkers and harassment by male supervisors. Then the method of analysis
using descriptive analysis. The results of this study indicate that there are
significant differences in the dimensions of sexual harassment that are verbal
abuse, non-verbal harassment, and physical abuse in the four industries, namely in
the industry garment, footwear, food, and textiles. It is concluded that sexual
harassment in the four industry is still in a low level, but through interviews and
comments of respondents found sexual harassment in the workplace a lot going
on, so it still needs a significant effort that sexual harassment can be minimized
and eliminated in the workplace ."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T34760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>