Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85874 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winda Phriliani
"ABSTRAK
Makalah ini menganalisis tentang penggambaran agama dalam film PK dengan menggunakan semiotik Roland Barthes. Ada banyak penelitian yang menganalisis penggambaran agama dalam sastra. Namun, masih sedikit sekali penelitian yang melakukan penggambaran agama dalam film. PK memunculkan isu sensitif tentang agama, terutama agama Hindu. Untuk mengetahui penggambaran agama dalam sebuah film, saya memusatkan perhatian pada penggambaran karakter utama, interaksinya dengan karakter dan dialog lain dalam film PK. Dari analisis penanda, petanda, dan mitos dalam adegan, saya menemukan bahwa agama dalam film ini digambarkan sebagai sesuatu yang membatasi dan memecah belah seseorang maupun kelompok masyarakat, berfungsi sebatas simbol identitas, menggelikan, dan juga gagal dalam mempertahankan nilai moral di masyarakat.

ABSTRACT
This paper performed an exploratory semiotic analysis Roland Barthes on the portrayal of religion in PK film. There are many studies analyzing religion portrayal in literature. However, there is still little research on the portrayal of religion films. PK brings up a sensitive issue about religion, especially for Hindu. In order to discover the depiction of religion in a film, I focus on the portrayal of the main character, his interaction with other character and dialogues in PK film. From analyzing the signifier, signified, and myth in the scenes, I found that religion in this film is represented as something restrictive and divisive, symbol of identity, a ludicrous, and it also failed to maintain the moral value in the society."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Azza Zahra Rafiqah
"Film merupakan salah satu media untuk menyampaikan aspirasi dan ideologi baru kepada masyarakat. Masuknya unsur feminisme ke dalam industri film di dunia termasuk industri film di Uni Emirat Arab membuat dampak yang signifikan terhadap perkembangan sastra feminisme. Penelitian ini membahas tentang cerminan feminisme yang ada di dalam film Qalb Al Adala. Film Qalb Al Adala merupakan film Uni Emirat Arab yang menceritakan tentang kegigihan seorang perempuan bernama Farah dalam menjalankan karirnya. Film ini dibuat pada bulan Januari tahun 2017 dan dirilis pada bulan September tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan makna feminisme dan tanda-tanda feminisme yang ada di film Qalb Al Adala. Untuk mencapai tujuan penelitian, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan studi dokumentasi dan studi pustaka. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori feminisme dan teori semiotika milik John Fiske berdasarkan simbol kode-kode televisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa feminisme yang direpresentasikan di dalam film Qalb Al Adala ialah feminisme liberalis dan feminisme eksistensialis. Adapun tanda-tanda feminisme digambarkan melalui level representasi konvensional dengan kode karakter. Pada level ideologi nilai feminisme terwakilkan dengan aliran feminisme liberal dan eksistensial.

The film is one of the media to convey new aspirations and ideologies to the public. The entry of elements of feminism into the film industry in the world including the film industry in the United Arab Emirates made a significant impact on the development of feminism literature. This study discusses the reflection of feminism in the film Qalb Al Adala. The film Qalb Al Adala is a United Arab Emirates film that tells about the persistence of a woman named Farah in running her career. This film was made in January 2017 and released in September 2017. This study aims to explain the meaning of feminism and the signs of feminism in the film Qalb Al Adala. The researcher used qualitative methods with documentation studies and literature studies to achieve the research objectives. The theory used in this research is the theory of feminism and the theory of semiotics belonging to John Fiske based on the symbols of television codes. The results showed that the feminism represented in the film Qalb Al Adala is liberalist feminism and existentialist feminism. The signs of feminism are described through the level of conventional representation with character codes. At the ideological level, feminist values ​​are represented by liberal and existential feminism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sinta Anggoro Utari
"Salah satu bentuk pengembangan bahan ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) adalah melalui penggunaan foto sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran. Namun dalam penggunaannya pertanyaan tentang keberterimaan penggunaan foto dan efektivitasnya dalam kegiatan pembelajaran BIPA belum banyak dibahas secara mendalam. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi potensi penggunaan foto sebagai bagian dari bahan ajar bagi pembelajar dan pemelajar BIPA. Penelitian ini mengggunakan metode penelitian kualitatif yang dilakukan melalui sejumlah analisis yang berkaitan dengan semiotika pendidikan seperti analisis komposisi tata letak halaman, analisis gramatika visual dan intersemiosis foto. Selain itu, penyebaran kuesioner juga dilakukan untuk mendapatkan pandangan pengguna bahan ajar sebagai pilihan data. Terdapat beberapa temuan penting dalam penelitian ini. Pertama, pola tata letak elemen dalam tiap halaman beragam. Kedua, foto ditemukan pada kegiatan pembelajaran menyimak, berbicara dan membaca namun tidak ditemukan dalam kegiatan menulis. Ketiga, terdapat lima jenis relasi intersemiosis yang ditemukan dan dua relasi yang paling banyak ditemukan adalah concurence-exemplification dan concurence-clarification. Keempat, pengguna memberikan pendapat positif terhadap foto-foto pada bahan ajar ini dalam membantu pembelajaran. Kelima, pengguna bahan ajar memiliki preferensi untuk menggunakan foto terlebih dahulu dibandingkan teks tertulis pada saat memulai pembelajaran. Beberapa kesimpulan dari temuan tersebut antara lain elemen pada halaman dalam bahan ajar ini disusun dengan cara beragam, foto dan tulisan dalam bahan ajar ini dibangun melalui 5 jenis relasi, dan pengguna bahan ajar memiliki pendapat positif terhadap foto pada bahan ajar dalam membantu pembelajaran. Sejumlah rekomendasi berdasarkan kesimpulan tersebut menekankan pada pentingnya pembuatan kerangka tata letak pada penyusunan bahan ajar BIPA, penyeimbangan jenis foto dan komposisi partisipan, serta penggunaan foto dengan relasi complementarity-augmentation dan concurrence-clarification dalam pembelajaran.

The involvement of photos as part of learning activities in Indonesian language teaching materials for foreign speakers (BIPA) is indicated as an important progress. However, studies on the effectiveness of using photos in Indonesian language for foreign speakers’ teaching material have not been widely carried out. The purpose of this study is to investigate the potential use of photos as part of teaching materials for BIPA teachers and learners. This study employed a qualitative method to examine use of photos and users’ perspectives. The use of photos was examined using educational semiotics frameworks, involving page layout composition, visual grammar and intersemiosis of photos. The viewpoint of the users was obtained through the distribution of questionnaires. The results showed several findings. First, the diverse patterns of layout of elements were found on each page. Second, the photos were only found on three learning activities such as listening, speaking and reading. Third, there were five relationships of photos and written text built in this book. Fourth, the positive viewpoint showed from the user concerning of the photos on this teaching material in scaffold learning. Finally, the users prefer to use photos at the beginning of learning. It can be concluded that, among others, the elements on the pages in this teaching material are structured in a different way, the photos and verbal texts in these teaching materials are built through five types of relationships, and most users of the lesson material have a positive viewpoint for use of photos which is felt to scaffold their learning. It is thus recommended that photos in in BIPA teaching materials are designed based on a specific layout framework, the composition of photo type and participant is balanced, and photos with complementary-augmentation and concurrence-clarification types of visual and verbal relations are used."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Nurlaily
"Penelitian ini menjelaskan proses morfologis pada kosakata warna dalam Al-Qur’an. Warna-warna yang disebutkan dalam Al-Quran adalah warna dasar, yaitu: putih, hijau, hitam, kuning, merah, dan biru. Kosakata warna dalam Al-Quran diwujudkan dalam berbagai bentuk. Hal ini terjadi karena terdapat proses morfologis dalam bahasa Arab. Proses morfologis yang terjadi pada kata warna tersebut berpengaruh terhadap arti kata yang dihasilkan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori proses morfologis yang dipaparkan oleh Tajudin Nur (2018). Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka melalui buku, kamus, artikel jurnal, dan artikel ilmiah. Hasil penelitian menerangkan bahwa warna-warni dalam ayat Al-Qur’an mengalami proses morfologis dengan cara proses derivasi dan infleksi. Derivasi terjadi pada warna putih, hijau, hitam, dan kuning sebagai verba dengan pola IX افعلّ- يفعلّ /if‘alla-yaf‘allu/ dari akar kata masing-masing kosakata warna. Derivasi lainnya terjadi dari akar seluruh kosakata warna menjadi pola adjektiva kualifikatif dengan perubahan internal dan menjadi nomina agentif dengan penambahan prefiks مُ /–mu/. Adapun proses infleksi terjadi pada verba (konjugasi) dan nomina (deklinasi) dengan afiksasi pada verba dan perubahan internal pada nomina untuk perubahan jender maskulin menjadi feminin. Proses deklinasi juga terjadi untuk perubahan jumlah menjadi jamak dengan perubahan internal. Seluruh kosakata warna dalam Al-Quran ditemukan menempati bentuk adjektiva kualifikatif yang merupakan bentuk paling umum untuk warna.

This research explains the morphological process of colors vocabulary in the Holy Qur'an. The colors mentioned in the Qur'an are mostly basic colors, namely: white, green, black, yellow, red, and blue. Color vocabulary in the Qur'an is expressed in various forms, which is due to the morphological process in the Arabic language. The morphological process that occurs in these color words influences the meaning of the resulting words. The theory used in this research is the theory of morphological process proposed by Prof. Dr. Tajudin Nur (2018). This study uses a literature study method through books, dictionaries, journal articles, and scientific articles. The results of the study explain that the colors vocabulary in the verses of the Qur'an undergo morphological processes through derivation and inflection. Derivation occurs in the colors white, green, black, and yellow, as verb of pattern IX افعلّ - يفعلّ/if‘alla-yaf‘allu/ from the root of each colors. Other derivations occur from the root of each colors to qualifying adjective pattern with internal changes and to an agentive noun by adding the prefix مُ /–mu/. As for inflection, it occurs in verbs (conjugation) and nouns (declension) through affixation in verbs and internal changes in nouns to indicate gender changes into feminine. Declension also occurs for amount changes to jamak with internal changes. All colors vocabulary in the Holy Qur'an are found in the form of qualifying adjectives, which is the most common form for colors."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karima Rakhma Putri
"Skripsi ini secara khusus membahas dan menganalisis tanda-tanda akan Jepang dalam film animasi era Perang Dunia II yang berjudul The Ducktator 1942 dan Tokio Jokio 1943 yang diproduksi oleh Looney Tunes. Tanda yang dianalisis dibagi menjadi tanda verbal dan tanda visual. Kerangka teori yang digunakan adalah teori semiotik Peirce dengan proses semiosisnya.
Analisis juga tidak terbatas dengan mengetahui makna dari tiap tanda yang muncul saja, tetapi juga mengaitkannya dengan konteks historis, sosial, dan budaya yang menyebabkan tanda tersebut muncul, yaitu Perang Dunia II, yang di dalamnya termasuk perang ras dan perang propaganda.
Hasil analisis keseluruhan dari tanda Jepang dalam kedua data film adalah meskipun berdasarkan pada latar belakang yang riil, karena konteks besar dibuatnya kedua data film adalah Perang Dunia II yang sedang berkecamuk, tanda Jepang yang muncul merupakan pesan propaganda Amerika Serikat mengenai gambaran Jepang, membentuk persepsi akan Jepang, dan mendorong untuk membenci Jepang kepada masyarakatnya pada saat itu.

This thesis is focusing to discuss and analyze the signs of Japan in the US World War II animation movies, The Ducktator 1942 and Tokio Jokio 1943 by Looney Tunes. The signs of Japan are divided into two categories there are verbal signs and visual signs. The frame of theories in this thesis is Peircean Semiotics with its semiosis process.
The analysis process in this thesis is not limited by only knowing the meaning of each signs, furthermore connect it within the historical, social, and cultural context of which those sign are arose. These contexts are the World War II with its race war and propaganda war included in it.
The whole result of the analysis process in the data movies is all the signs of Japan in the movies contains propaganda messages which gave the image of Japan, created perception of Japan, and encourage the US people at that time to hate Japan as the enemy, regardless all the real backgrounds because the war is the main event at that time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Flora Yuanita Marisi
"ABSTRAK
Homoseksual bukanlah sebuah tema yang baru dalam perfilman di Jerman. Dahulu film-film bertemakan homoseksual pernah mati akibat rezim Nazi, karena Nazi membenci homoseksualitas dan beranggapan bahwa homoseksualitas mengancam maskulinitas negara. Setelah tumbangnya Nazi film-film bertemakan homoseksual mulai kembali bermunculan, salah satunya adalah film bertajuk Jonathan. Penelitian ini membahas mengenai representasi homoseksual yang terdapat pada film Jonathan 2016 sebagai film debut karya Piotr. J. Lewandowski. Tidak seperti film bertemakan homoseksual lainnya, Jonathan menampilkan tokoh gay yang hidup dalam kesengsaraan. Kesengsaraan tokoh gay disebabkan keputusannya untuk mengingkari orientasi seksualnya yang kemudian menyebabkan efek domino kepada istri dan anaknya. Di akhir film orientasi seksual tokoh utama diterima oleh keluarganya sebelum ia mati dan hal ini melahirkan kebahagiaan serta penerimaan diri pada tokoh utama. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperlihatkan representasi homoseksual di pedesaan Jerman dalam film. Untuk meneliti bagaimana film merepresentasikan homoseksual, maka diperlukan teori semiotika dari John Fiske, yang lebih fokus pada tanda dalam film, sehingga dapat diketahui bagaimana tokoh homoseksual direpresentasikan melalui kostum, pencahayaan, dan musik dalam film. Penelitian menunjukkan bahwa pengingkaran diri tidak saja merugikan diri sendiri, tapi juga merugikan orang lain. Penerimaan diri amatlah penting, tidak saja untuk kebahagiaan diri sendiri, tapi juga untuk kebahagiaan orang lain, terutama keluarga.

ABSTRACT<>br>
Homosexuality is not a foreign film theme in German. Formerly homosexual themed films had died from the Nazi regime, because the Nazis hated homosexuality and thought that homosexuality threatened the state rsquo s masculinity. After the fall of the Nazi, homosexual themed films began to re emerge, one of which is a film titled Jonathan. This study discusses the homosexual representation found in Jonathan 2016 as Piotr. J. Lewandowski rsquo s debut film. Unlike other gay themed films, Jonathan features gay character who lives in a misery. The gay character rsquo s misery is due to his decision to deny his sexual orientation, which then causes a domino effect on his wife and son. At the end of the film, the main character rsquo s sexual orientation is accepted by his family before he dies and this give happiness and self acceptance for the main character. The purpose of this study is to show homosexual representation in rural Germany in the film. To examine how this film represents homosexuality, it takes the semiotic theory of John Fiske, which focuses more on the sign in the film, so it can be seen how the homosexual character is represented through costumes, lighting, and music in the film. This research shows that self denial is not only self defeating, it also harms others. Self acceptance is very important, not only for the happiness of oneself, but also for the happiness of others, especially the family."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lindgren, Ernest
New York: Collier Books, 1970
791.4 LIN a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Hadiansyah
"Adaptasi film ke dalam novel atau sebaliknya seialu menimbulkan perubahan, sebagai akibat dari perbedaan media dan hasil interpretasi penulis dan sutradara. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan sejumlah persamaan dan perbedaan mendasar yang dihasilkan oleh adaptasi dari film ke dalam novel Biala Tak Berdawai, dilihat dari unsurunsur penceritaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan strukturalisme yang memfokuskan pada unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam film dan novel Biola Tak Berdawai. Unsur-unsur film dan novel yang dianalisis dan dibandingkan dalam penelitian ini adalah alur penyajian, alur sebab akibat, tokoh dan penokohan, latar ruang dan Tatar waktu.
Hasil analisis film dan novel Biola Tak Berdawai terhadap unsurunsur di atas, menunjukkan persamaan sekaligus perbedaan. Cerita dalam film dan novel pada dasarnya sama tetapi menjadi terkesan berbeda ketika Dewa dijadikan penutur di dalam novel. Tokoh Dewa menjadi serba tahu dan mampu menuturkan dengan fasih mengenai kejadian-kejadian yang ada di sekelilingnya, padahal di dalam film, tokoh Dewa digambarkan sebagai anak yang sangat sulit untuk berkomunikasi dengan prang fain dikarenakan penyakit autis dan cacat ganda. Dengan demikian, tokoh utama di dalam novel tidak hanya Renjani, tetapi juga Dewa. Perbedaan Iainnya terletak pada berupa kemunculan cerita pewayangan di dalam novel, juga terdapat penghilangan, dan penambahan beberapa cerita. Semua perbedaan tersebut menunjukkan adanya perbedaan interpretasi penulis novel atas cerita film Biola Tak Berdawai.
Berbeda dengan unsur alur penyajian, alur sebab akibat antara film dan novel tidak menunjukkan perbedaan. Dad awal hingga akhir cerita, novel adaptasi tetap bersetia terhadap film sebagai cerita pertama. Begitu juga dengan latar ruang dan waktu.

The adaptation of film into novel or vice verse always produces changes as the consequence of the different media and the result of the actor and the director's interpretation. This study aims to present some basic similarities and differences which are produced by the adaptation from film into novel Biola Talc Berdawai, and viewed from the story elements.
The method used is structuralism, focusing on the intrinsic elements in film and novel Biota Tak Berdawai. The film and novel elements which are analyzed and compared in this study are plot, the characters and characterization, and setting.
The result of the analysis of film and novel Biola Tak Berdawai to the mentioned elements presents similarities and differences at the same time. The story in film and novel is basically the same but it imprisons different when Dewa is made as a narrator in the novel. The character of Dewa knows everything and he can utter fluently what happens in his surrounding, whereas in film the character of Dewa is showed as the boy who has difficulty to communicating with other people because he is autistic and has double deformity. So the main character in the novel is not only Renjani but also Dewa. The other difference is on the presence of things pertaining to the wayang story in the novel. All those differences present the difference of the writer's interpretation on the story of Biota Tak Berdawai film.
It is different to plot presence, the cause and effect plot between film and novel does not present the difference. From the beginning until the end of story, adapted novel keep loyal to film as the original story. It also happens to the setting of place and time.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 1996
791.43 INT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bettetini, Gianfranco
Paris: Mouton, 1973
419 BET l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>