Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168521 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mujuna Abbas
"Gliclazide merupakan obat antidiabetik yang memiliki kelarutan rendah dalam air, sehingga memiliki bioavalaibilitas yang rendah. Pada penelitian ini, digunakan sistem mikroemulsi minyak dalam air o/w untuk meningkatkan kelarutan Gliclazide. Studi solubilisasi dan uji disolusi Gliclazide dalam mikroemulsi menggunakan saponin dari ekstrak daun Kumis Kucing Orthosiphon aristatus Blume Miq sebagai biosurfaktan, telah berhasil dilakukan. Fase minyak yang digunakan adalah Palm Oil. Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan metode titrasi dengan memvariasikan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan dan perbandingan minyak terhadap campuran surfaktan-kosurfaktan. Karakterisasi mikroemulsi diamati dengan turbidimeter, mikroskop dan PSA. Solubilisasi dan disolusi Gliclazide diamati dengan UV-Vis dan FTIR. Hasil yang diperoleh yaitu, perbandingan surfaktan terhadap kosurfaktan 8:2 dan perbandingan campuran surfaktan-kosurfaktan 10:1 merupakan kondisi teroptimal. Solubilisasi gliclazide dalam mikroemulsi sebesar 1.6 mg/mL. Uji disolusi dilakukan secara in-vitro, pada pH 1.2 Gliclazide terdisolusi sebanyak 17.49 dalam 2 jam, sedangkan pada media pH 7.4 Gliclazide terdisolusi sebanyak 98.84 dalam waktu 5 jam.

Gliclazide is an antidiabetic drug that has a low solubility in water, so it has low bioavailability. To improve the water solubility of gliclazide, used oil in water microemulsion system. In this study, solubilization of gliclazide in microemulsion that emulsified by saponin based surfactants from Cats Whisker Leaf Extract Orthosiphon aristatus Blume Miq has been investigated. The used oil phase is Palm oil. Preparation of microemulsion was conducted by titration method with various ratio of surfactant and co surfactant, and ratio of oil with surfactant co surfactant mixture. Characterization of microemulsion was observed using turbidimeter, microscope, and particle size analyzer PSA . Solubilization and dissolution of Gliclazide was observed by UV Vis spectrophotometer and FTIR spectroscopy. The optimum condition of microemulsion formation was resulted with ratio of surfactant to co surfactant at 8 2, and ratio of surfactant co surfactant mixture to oil at 10 1. The resultof optimum gliclazide solubility in microemulsion system was obtained as 1.6 mg mL. The dissolution test using in vitro method showed dissolution result 17.49 under condition of pH 1.2 within 2 hours, and 98,84 under condition of pH 7.4 within 5 hours.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68697
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adina Zharifah
"Dalam dunia farmakologi, peningkatan kelarutan obat hidrofob seperti gliklazid sebagai antidibetes diperlukan untuk membantu proses penyerapan obat ke dalam tubuh. Peningkatan kelarutan gliklazid biasanya menggunakan surfaktan sintesis sehingga diperlukan biosurfaktan yang bersumber dari bahan alam agar lebih aman saat dikonsumsi. Pada penelitian ini, dilakukan studi saponin dari daun kumis kucing sebagai biosurfaktan untuk meningkatkan kelarutan dan bioavabilitas gliklazid. Studi solubilisasi dan uji disolusi gliklazid dengan surfaktan saponin daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq) yang berperan sebagai drug carrier berhasil dilakukan. Metode yang digunakan antara lain ekstraksi, solubilisasi misel dan disolusi secara in vitro. Fraksi air ekstrak daun kumis kucing digunakan dengan variasi konsentrasi dalam uji tegangan permukaan untuk mengetahui nilai CMC.
Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk melihat kandungan fraksi air yang didapatkan serta menganalisis setiap perubahan absorbansi yang terjadi terhadap jumlah gliklazid yang mampu dilarukan pada konsentrasi tertentu. Bentuk misel diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10/0,25 menunjukkan bahwa konsentrasi saponin daun kumis kucing sebagai surfaktan pada 2 kali CMC atau 1000 ppm merupakan kondisi terbaik untuk diaplikasikan dalam studi ini. Fouried Transform Infra Red (FTIR) digunakan untuk melihat gugus fungsi EDKK yang menunjukan adanya senyawa saponin serta perubahan ketika sudah dicampurkan dengan obat setelah proses solubilisasi selesai.
Uji disolusi digunakan untuk mengidentifikasi media pelepasan gliklazid oleh misel. Hasil uji disolusi menunjukkan misel stabil tidak pecah pada pH1,2 dan kondisi optimum gliklazid released pada pH 7,4 menandakan misel pecah secara bersamaan lepasnya obat.

In pharmacology, increasing solubility of hydrophobic drugs such as gliclazide as antidibetics is a challenging task to help the drug absorbed in the body. Surfactant synthesis becomes a choice for enhanced the solubilization of gliclazide so far, but it gives some drawbacks. In this research, we used surfactant saponin from cat whiskers leaves as biosurfactant to increase the solubility and bioavailability of gliclazide. Solubilization studies of gliclazide and the dissolution test with saponin surfactant cat whiskers (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq) leaves, which acts as a drug carrier. Cat whiskers leaf extracts are used in water fraction with varying concentrations for surface tension test to determine the CMC.
UV-Vis spectrophotometer is used to view any changes in absorbance that occurs on the number of gliclazide which soluble at certain concentrations. Micelle shape was observed using a microscope with a magnification of 10 / 0.25 indicates that the concentration of saponin leaves cat whiskers as a surfactant at 2 times the CMC or 1000 ppm is the best condition to be applied in this study. Fouried Transform Infra Red (FTIR) was used to look the cat whiskers water fractions functional groups which showed the presence of saponins and changes when it is mixed with the drug after solubilization process is completed.
The dissolution test used to identify media for gliclazide able to be released by the micelle. In the result, in pH 1.2 micelle was stable and when dissolution study was found at pH 7.4 show the release effect and micelles alteration occurred was investigated.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rimania Dwi Haryani
"Beberapa jenis obat memiliki sifat sukar larut dalam air sehingga perlu ditingkatkan kelarutannya menggunakan sistem pembawa obat. Pada penelitian ini digunakan miselbiosurfaktan sebagai pembawa obat carvedilol, obat yang memiliki kelarutan 0.0044 mg/mL dalam air. Biosurfakan saponin didapatkan dari ekstrak daun mengkudu Morinda citrifolia L. yang mudah didapat di Indonesia. Saponin dalam fraksi air diidentifikasi dengan uji fitokimia dan dikarakterisasi dengan FTIR, spektrofotometer UV-Vis, dan mikroskop optik. Nilai CMC saponin didapatkan 500 ppm dalam air, 300 ppm dalam media pH 1.2, dan 600 ppm dalam media pH 7.4. Nilai solubilisasi carvedilol dalam misel dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis. Solubilisasi optimum didapatkan pada konsentrasi saponin 1000 ppm, konsentrasi carvedilol 300 ppm, dan waktu kontak 5 jam. Dalam media pH 7.4, carvedilol dapat terdisolusi lebih baik dibandingkan dalam media pH 1.2 dalam waktu 1 jam.

Some of medicines have the characteristic of insoluble in water so they require a drug carrier system to enhance its solubilization. This research uses a micelle drug carrier system to carry carvedilol, which is a drug with 0.0044 mg mL of water solubility. Bio surfactant saponin got from the extract of noni Morinda citrifolia L. leaves that easily get in Indonesia. The saponin is extracted from the water fraction that has been identified byfito chemical test and has been characterized using FTIR, spectrophotometer UV VIS, and through optical microscope. The CMC value is 500 ppm in water, 300 ppm in pH 1.2, and 600 ppm in pH 7.4. The measurement of micelles rsquo s optimum solubilization for carvedilol is measured by UV Vis spectrofotometry. Result shows that the maximum solubilization of carvedilol in the maximum saponin concentration of 1000 ppm is 300 ppm, and the time required of making contact is 5 hours. The disolution percentage of carvedilol better in pH 7.4 than in pH 1.2 within 1 hour.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S66830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirwana Sari
"Ibuprofen merupakan jenis obat pereda sakit yang memiliki kelarutan dalam air yang rendah sekitar 11 ug/mL. Akibat kelarutan yang rendah dalam air, ibuprofen memiliki bioavabilitas yang rendah pula. Dalam penelitian ini akan dilakukan sintesis mikroemulsi minyak dalam air M/A untuk meningkatkan kelarutan dan bioavabilitas ibuprofen. Saponin dari ekstrak buah lerak digunakan sebagai surfaktan, palm oil sebagai minyak dan span 20 sebagai kosurfaktan. Mikroemulsi optimum didapat dengan perbandingan Sm 9:1 Sm:oil 7:1 dengan ukuran droplet sekitar 3,6 nm ndash; 15,7 nm, tipe mikroemulsi minyak dalam air M.A . Mikroemulsi stabil dalam waktu penyimpanan selama 7 hari dan dalam larutan pH 1,2 sedangkan pada larutan pH 7,4 tidak stabil. Kelarutan ibuprofen dalam bentuk sediaan mikroemulsi meningkat menjadi 1,8 mg/mL dalam air. Studi interaksi ibuprofen dengan mikroemulsi dapat dilihat dengan FTIR. Ukuran mikroemulsi yang telah terloading ibuprofen juga meningkat menjadi 45,07 nm. Ibuprofen yang tersolubilisasi ke dalam mikroemulsi berada pada bagian mikroemulsi yang bersifat hidrofob. Persen disolusi ibuprofen pada larutan pH 1,2 suasana lambung sebanyak 4 selama 2 jam sedangkan, pada larutan pH 7,4 suasana usus sebanyak 82,6 selama 12 jam.

Ibuprofen is a type of painkiller that has a low solubility in water about 11 g mL. Due to low solubility in water, ibuprofen has a low bioavability as well. In this research will be synthesized microemulsion oil in water O W to increase solubility and bioavability of ibuprofen. Saponins from lerak fruit extracts are used as surfactants, palm oil as oil and span 20 as cosurfactants. The optimum microemulsion was obtained by Sm 9 1 Sm oil 7 1 with droplet size about 3.6 nm 15.7 nm and the type of microemulsion is oil in water O W . Microemulsions are stable for 7 days and in pH 1,2 was stable and unstable in pH 7.4. The solubility of ibuprofen in microemulsion increased to 1.8 mg mL in water. The interaction studies of ibuprofen with microemulsions characterizated with FTIR. The size of the microemulsion loaded ibuprofen also increased to 45.07 nm. Ibuprofen solubilized in hydrophobic part of microemulsion. The percentage dissolution of ibuprofen in pH 1,2 is 4 for 2 hours, in pH 7.4 is 82.6 for 12 hours. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifani Chesi Dhea Tania
"Ekstrak daun mengkudu Morinda citrifolia L mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder, diantaranya biosurfaktan saponin yang dapat digunakan sebagai emulsifier dalam pembuatan mikroemulsi. Ekstraksi saponin dilakukan dengan teknik maserasi, identifikasi secara fitokimia dan karakterisasi dengan FTIR dan UV-Vis. B-karoten merupakan zat warna alami yang sering digunakan dalam minuman, namunsukar larut dalam air , rentan terhadap suhu dan cahaya. Mikroemulsi dapat meningkatkan solubilisasi dan stabilitas. Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan memvariasikan surfaktan: kosurfaktan Sm dan Sm terhadap minyak. Mikroemulsi yang didapatkan tipe M/A dengan ukuran droplet antara 10-100 nm. Karakterisasi mikroemulsi menggunakan mikroskop, particle size analyzer PSA , dan turbidimeter. Solubilisasi dan stabilisasi?-karoten diamati dengan UV-Vis dan FTIR. Hasil yang diperoleh terbentuk mikroemulsi minyak dalam airyang stabil dengan perbandingan surfaktan terhadap kosurfaktan Sm 8:2 dan perbandingan Sm terhadap minyak adalah 14:1. Solubilisasi B- Karoten dalam mikroemulsi di peroleh sebesar 2 mg/mL dan mikroemulsi dapat meningkatkan stabilisasi terhadap suhu dan cahaya.

Leaf extract of Morindacitrofilia L. contains several types of secondary metabolites one of them is biosurfactantsaponin which can be used as an emulsifier in microemulsion formation. Saponin extraction was performed with maceration technic, identification by phytochemicaland characterization using FTIR and UV Vis spectrophotometer. Carotene is a natural colorant which frequently used in beverages but it is vulnerable with temperatures and lights. Palm oil was used asoilphase. carotene solubilization in microemulsion increases stabilization. Microemulsion formationwas performed by varying surfactant, co surfactant and oil phase. Microemulsion stabilization was observed using turbidity meter, microscope, and particle size analyzer PSA. carotene solubilization and stabilization in microemulsion system were observed by UV Vis spectrophotometer. Microemulsion particle size were confirmed at 8,25 11,20 nm. The result of stabilized oil microemulsion in water wasobtained with ratio ofsurfactant and co surfactant Sm at 8 2, and ratio of Sm and oil at1 4 1. carotene solubilization in microemulsion system isoptimum obtaine dat 2mg ml."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muflih Adil Hanif
"Kanker serviks adalah salah satu kanker yang menjadi penyebab kematian tersering pada perempuan di seluruh dunia. Terapi yang menjadi pilihan dalam dunia kedokteran adalah bedah, kemoterapi, dan/atau radioterapi. Akan tetapi, muncul masalah yang diakibatkan oleh efek samping yang besar akibat dari pengobatan kanker serviks tersebut. Ekstrak etanol 96% daun kumis kucing (EEKK) dan ekstrak etil asetat daun kumis kucing (EAKK) memiliki potensi sebagai alternatif pengobatan kanker serviks karena memiliki efek samping yang relatif kecil dibandingkan pengobatan konvensional. Penelitian ini terdiri atas uji kualitatif serta kuantitatif. Uji kualitatif yang dilakukan adalah fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mengetahui kandungan yang ada di ekstrak daun kumis kucing. Uji kualitatif meliputi uji MTT assay menggunakan 8 dosis dari setiap kelompok EEKK dan EAKK terhadap sel HeLa. Hasil fitokimia yang diperoleh adalah diidentifikasinya senyawa flavonoid, tanin, glikosida, alkaloid, dan steroid pada EEKK dan EAKK. Hasil MTT assay menunjukkan nilai IC50 untuk EEKK dan EAKK sebesar 10,557 µg/mL dan 8,577 µg/mL, berturut-turut. Perbedaan yang bermakna antar varian konsentrasi ditemui pada masing-masing ekstrak (p≤0.05).

Cervical cancer is one of the most common causes of death among women worldwide. Therapies that become an option in medicine are surgery, chemotherapy, and/or radiotherapy. However, many problems arise due to the large side effects resulting from the treatment of cervical cancer. 96% ethanolic extract of cat whiskers (EECW) and ethyl acetate extract of cat whiskers (EACW) leaves has potential as an alternative treatment for cervical cancer because it has relatively small side effects compared to conventional treatment. for cervical cancer. This study consists of qualitative and quantitative tests. Qualitative tests carried out were phytochemicals and thin layer chromatography (TLC) to determine the content in cat leaf mustache extract. Qualitative tests included MTT assay testing using 8 doses of each EECW and EACW group against HeLa cells. Phytochemical results obtained were identified flavonoid compounds, tannins, glycosides, alkaloids, and steroids in EECW and EACW. MTT assay results showed IC50 values for EECW and EACW were 10,557 ug/mL and 8,577 ug/mL, respectively. Significant differences between concentration variants were found in each extract (p≤0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isna Inawati Asih
"ABSTRAK
Gliklazid (GL) merupakan obat hipoglikemia oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk perawatan diabetes mellitus tidak tergantung insulin. Permasalahan utama dalam formulasi gliklazid adalah sifat kelarutannya yang sangat rendah dalam air sehingga membatasi absorpsinya. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju disolusi gliklazid dengan membentuk kompleks inklusi dengan beta siklodekstrin. Pembuatan kompleks inklusi dilakukan dengan metode kneading dan spray drying. FTIR, XRD, dan DSC digunakan untuk mengkarakterisasi kompleks inklusi gliklazid-beta siklodekstrin. Laju disolusi gliklazid dan kompleks inklusi diuji dalam medium HCl dan dapar fosfat. Hasil analisis kompleks dengan FTIR, XRD, dan DSC menunjukkan terjadinya penurunan derajat kristalinitas dan terbentuknya kompleks inklusi. Pembentukan kompleks inklusi metode kneading dapat meningkatkan laju disolusi dari serbuk sebesar 7,5 kali dan dari tablet sebesar 4,3 kali.

ABSTRACT
Gliclazide (GL) is a second-generation sulphonylurea of hypoglicemia drug which is used for nor insulin independent diabetes mellitus treatment. Primary problem in gliclazide formulation is its low solubility in water that limits its absorption. This study is intended to enhance the dissolution rate of gliclazide by forming inclusion complexes with beta cyclodextrin. Inclusion complexes were made by kneading and spray drying method. FTIR, XRD, and DSC were used to characterize inclusion complexes of gliclazide-beta cyclodextrin. Dissolution rate of gliclazide and inclusion complexes were examined in HCl and buffer phosphate pH 6,8. Analysis result of complexes with FTIR, XRD, and DSC showed reduction degree of cristallinity and formation of inclusion complexes. Formation of inclusion complexes kneading method could increase dissolution rate from powder's form about 7,5 times and from tablet dosage form about 4,3 times. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S358
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Lidia Romito
"Seledri dan urang aring adalah tanaman yang memiliki efek terhadap pertumbuhan rambut. Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman tersebut kaya akan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rambut , seperti flavonoid, saponin, sterol/terpenoid, dan tanin. Ekstrak etanol diformulasikan dalam sediaan mikroemulsi dengan tiga jenis formula, yaitu ekstrak seledri 10% (formula A), ekstrak urang aring 10% (formula B), dan kombinasi ekstrak seledri 5% dan urang aring 5% (formula C). Mikroemulsi diaplikasikan ke kulit punggung tikus yang telah dicukur. Tujuan penelitian ini adalah membuat mikroemulsi yang jernih, menguji stabilitas fisik dan aktivitas dari mikroemulsi tersebut. Efikasi formulasi ditentukan melalui perhitungan panjang rambut tikus. Hasil menunjukkan bahwa mikroemulsi jernih, tidak terjadi pemisahan fase, dan homogen secara fisik. Hasil uji stabilitas fisik menunjukkan ketiga mikroemulsi stabil pada penyimpanan suhu rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi. Efek yang paling potensial terhadap pertumbuhan rambut tikus adalah mikroemulsi dengan konsentrasi ekstrak urang aring 10%.

Celery and urang aring are plants having effect on hair growth. The chemical constituents in these plants are rich of nutrients for hair growth such as flavonoids, saponins, steroids/terpenoids, and tannins. The ethanol extract was formulated into microemulsions with three different kinds of formula which were 10% extract of celery (formula A), 10% extract of urang aring (formula B), and combination of 5% extract of celery and 5% extract of urang aring (formula C). Microemulsions were topically applied to the dorsal skin of rats which had been shaved before. The research aim is to formulate a clear microemulsion and to test the physical stability and activity of the microemulsion. The efficacy of the formulation was determined by measuring the length of the hair rats. The experiment result showed that the microemulsions were clear, no phase separation, and were physically homogeneous. The result of physical stability tests showed that all the three microemulsions were stable at low temperature, room temperature, and high temperature. The most potential effect on rats hair growth of is the microemulsion with 10% urang aring extract.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42983
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yayang Nurkarima Deastri
"ABSTRAK
Kurkumin yang berasal dari kunyit dapat digunakan sebagai pewarna alami minuman, namun kurkumin sukar larut dalam air dan rentan terhadap suhu dan cahaya. Pada penelitian ini, telah diuji kemampuan mikroemulsi untuk meningkatkan kelarutan kurkumin dalam air dan meningkatkan kestabilannya terhadap suhu dan cahaya. Mikroemulsi dibuat dengan menggunakan biosurfaktan saponin dari ekstrak daun pletekan, span 20 sebagai kosurfaktan, palm oil sebagai fasa minyak, dan air. Ekstraksi daun pletekan dilakukan dengan cara maserasi. Hasil uji fitokimia menunjukkan saponin terkandung dalam fraksi air, selanjutnya daun pletekan fraksi air dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR. Formulasi mikroemulsi optimum adalah pada perbandingan saponin terhadap span 20 Sm 9:1 v/v dan perbandingan Sm terhadap palm oil 10:1 v/v . Hasil uji dengan mikroskop optik diperoleh mikroemulsi tipe minyak dalam air M/A . Mikroemulsi memiliki ukuran partikel antara 5,615-15,69 nm hasil pengujian dengan Particle Size Analyzer PSA . Solubilisasi kurkumin mengalami peningkatan dari 0,0004 mg/mL, menjadi 5,2 mg/mL dalam mikroemulsi. Kurkumin dalam mikroemulsi memiliki kestabilan yang lebih tinggi terhadap suhu, cahaya, dan pH dibandingkan kurkumin tanpa mikroemulsi.

ABSTRAK
Curcumin which comes from turmeric can be used as natural dyes, but curcumin difficult to soluble in water and not stable with temperature and light. In this study, microemulsion ability has been tested to increase solubility of curcumin in water and improve its stability to the influence of temperature and light. Microemulsion was prepared with biosurfactant saponin from leaf extract of Ruellia tuberosa L., span 20 as cosurfactant, palm oil as oil phase, and water. Leaf extraction of Ruellia tuberosa L. has been done with maceration. Phytochemical analysis showed that there was saponins which contained in the water fraction, and was characterized with UV Vis spectrofotometer, and FTIR spectroscopy. The optimum formulation microemulsion was obtained with ratio of saponin with span 20 Sm 9 1 v v and ratio of Sm with palm oil 10 1 v v . The result of optic microscope showed that the type of microemulsion was oil in water O W microemulsion. Microemulsion has droplet size with range 5,615 15,69 nm by instrument particle size analyzer PSA . Curcumin solubilization increased from 0,0004 mg mL to 5,2 mg mL in microemulsion. Curcumin in microemulsion has a higher stability against temperature, light, and pH than curcumin without microemulsion."
2017
S68641
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subhan Haikal Ehsan
"Teripang telah diketahui banyak memiliki manfaat biologis, seperti antikanker, antifungal, antivirus, dan antioksidan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan mendeteksi keberadaan senyawa saponin pada ekstrak kasar Holothuria atra (Echinodermata) dan fraksi-fraksinya. Senyawa radikal bebas DPPH digunakan untuk pengujian aktivitas antioksidan sedangkan uji busa digunakan untuk mendeteksi keberadaan senyawa saponin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kasar H. atra mengandung saponin dan memiliki aktivitas antioksidan yang lebih rendah dari pembandingnya, Acanthaster sp. (Echinodermata) dengan nilai IC50 masing-masing sebesar 739,194 μg/ml dan 102,946 μg/ml. Fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi air memiliki aktivitas antioksidan yang kurang kuat dengan nilai IC50 secara berurutan 511,35 μg/ml, 373,776 μg/ml, dan 491,8 μg/ml. Uji saponin terdeteksi positif pada semua fraksi kecuali fraksi etil asetat.

Sea cucumber had been known for having many biological uses, such as anticancer, antifungal, antivirus, and antioxidant. This study was conducted to test the antioxidant activity and to detect the presence of saponin compounds in Holorhuria atra (Echinodermata) crude extract and its fractions. Free radical compound, DPPH, was used to test the antioxidant activity and foam test was used to detect the presence of saponin compounds. The result showed that crude extract of H. atra contains saponins and has weaker antioxidant activity than Acanthaster sp. (echinoderm). The IC50 values are 739,194 μg/ml and 102,946 μg/ml, respectively. N-hexane fraction, ethyl acetate fraction, and water fraction have weak antioxidant activities with IC50 values 511,35 μg/ml, 373,776 μg/ml, and 491,8 μg/ml, respectively. Saponin test showed that all of the crude extract fractions showed positive results, except in ethyl acetate fraction."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46095
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>