Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52991 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmadina Providya
"ABSTRAK
Rifampisin merupakan salah satu obat pilihan untuk terapi laten tuberkulosis dan sedang dikembangkan untuk penghantaran tertarget ke paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula serbuk inhalasi rifampisin dengan pembawa kitosan-xanthan KX yang optimal menggunakan metode respon permukaan Response Surface Methodology. Suatu desain eksperimen yang terpola secara statistik dibuat dengan metode Box Behnken dengan variasi konsentrasi larutan KX, rasio rifampisin/KX, dan variasi suhu inlet pada alat spray dryer. Serbuk inhalasi dikarakterisasi terhadap respon efisiensi penjerapan EE , ukuran partikel, serta pelepasan rifampisin di kondisi paru pH 7,4 dan makrofag paru pH 4,5. Hasil penelitian diperoleh 14 formula serbuk inhalasi dengan nilai efisiensi penjerapan 112,00 -149,08 , ukuran partikel rata-rata 0,599-5,506 m, pelepasan rifampisin di dalam medium pH 7,4 6,54 -22,95 dan medium pH 4,5 12,02-48,60 . Berdasarkan program Design Expert 9.0.6.2, didapatkan kondisi yang optimal untuk pembuatan serbuk inhalasi rifampisin adalah nilai konsentrasi larutan KX 0,5, rasio rifampisin:KX 1:1, dan suhu inlet spray dryer 143 C. Pada kondisi dan parameter tersebut, diprediksikan akan didapatkan serbuk inhalasi rifampisin dengan nilai EE 107,1 , ukuran partikel 1,001 m, pelepasan rifampisin di dalam medium pH 7,4 17,8 dan medium pH 4,5 32,6 dengan nilai desirability yaitu 0,86.

ABSTRACT
Rifampicin is drug of choice for anti tuberculosis therapy and currently be developed to be targeting drug delivery to pulmonary. The study was aimed to get an optimal formula of Rifampicin dry powder inhalation with chitosan xanthan CX carrier by spray dry method using response surface methodology RSM. An experiment design was formed statistically by Box Behnken method and was designed by variation of CX solution, Rifampicin CX ratio, and variation of inlet temperature at the spray dryer. The dry powder inhalation was characterized with response of entrapment efficiency EE, particle size, and rifampicin release inside pulmonary pH 7.4 and pulmonary macrophage pH 4.5. The characterization from 14 formulas were resulted the response of EE as 112.00 149.08, average particle size 0.599 ndash 5.506 m, rifampicin release in medium pH 7.4 s 6.54 22.95 and in medium pH 4.5 as 12.02 ndash 48.60 . The optimal formula of Rifampicin dry powder inhalation with CX was obtained from Design expert software in CX concentration 0.5, Rifampicin CX ration 1 1, and inlet temperature of the spray dryer is 143 C. If the manufacturing process of dry powder inhalation was prepared in those condition and parameters, was predicted that the result of Rifampicin dry powder inhalation with EE 107,1 , particle size 1.001 m, the release of rifampicin in medium pH 7.4 as 17.8 and medium pH 4.5 as 32.6 with desirability value 0.86."
2017
S69878
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bahagia Wiba Cyntia
"ABSTRAK
Untuk memformulasikan serbuk inhalasi tertarget makrofag dibutuhkan eksipien dengan karakteristik yang sesuai untuk dapat membawa obat sampai makrofag. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa kombinasi kitosan dan gum xanthan memiliki indeks mengembang yang baik pada pH makrofag sehingga dapat dijadikan sebagai eksipien tertarget makrofag. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat serbuk inhalasi menggunakan kitosan-xanthan KX sebagai pembawa yang dapat menahan pelepasan obat pada cairan paru pH 7,4 dan memfasilitasi pelepasan obat pada cairan makrofag paru pH 4,5 . KX dibuat dengan mencampurkan kitosan dan gum xanthan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1. KX kemudian dikarakterisasi meliputi penampilan, bentuk morfologi, uji termal, spektrum inframerah, derajat keasaman, dan viskositas. Serbuk kering inhalasi dibuat dengan menggunakan rifampisin sebagai model obat dan lima eksipien berbeda yaitu kitosan, gum xanthan, KX l:1, 1:2, 2:1. Serbuk inhalasi dikarakterisasi penampilan, morfologi, kadar air, distribusi ukuran partikel, kadar zat aktif, efisiensi penjerapan, dan pelepasan obatnya. Serbuk inhlasi dengan karakteristik terbaik yaitu formula 3 dengan eksipien KX 1:1 yang menghasilkan rendemen 22,48 , rentang ukuran 1,106 ndash; 3,580 m, efisiensi penjerapan sebanyak 120,162 , dan dapat melepas obat sebanyak 3,145 dalam medium pH 7,4 dan sebanyak 23,774 dalam medium pH 4,5. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa eksipien KX 1:1 dapat digunakan sebagai pembawa dalam formulasi serbuk inhalasi rifampisin.

ABSTRACT
Suitable excipient with certain characteristics is required in formulating inhalation powder to deliver drug into macrophage. Previous study had shown that the combination of chitosan and gum xanthan had remarkable swelling properties at macrophage condition pH 4.5 , thus it is suitable to be used as a macrophage targeted excipient. This study aimed to produce dry powder inhalation of rifampicin using chitosan xanthan CX as a carrier that can sustain drug release in lung fluid pH 7.4 and facilitate drug release in pulmonary macrophage fluid pH 4,5 . CX was prepared by mixing the chitosan and xanthan gum with the ratio 1 1, 1 2, and 2 1. Physical appearance, morphology, thermal properties, functional group, acidity, and viscosity of CX were then characterized. The inhalation powder were formulated by using rifampicin as a drug model and five different excipients which were chitosan, gum xanthan, and CX 1 1, 1 2, 2 1. Physical appearance, morphology, moisture content, and drug release of each formula of inhalation powder was evaluated. This study showed that rifampicin CX 1 1 was the best formula with yield of 22.48 , partical size range of 1.106 ndash 3.580 m, entrapment efficiency of 120.162 , and release 3,145 of rifampicin at pH 7.4 and 23.774 of rifampicin at pH 4.5. Based on these results, it can be concluded that CX 1 1 is a suitable excipient to formulate dry powder inhalation of rifampicin. "
2017
S69422
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Rengganis
"Serbuk inhalasi rifampisin-manitol (1:1) diketahui mampu meningkatkan kelarutan rifampisin dalam medium cairan paru dan penambahan L-leusin 30% b/b mampu memperbaiki sifat aerodinamis serbuk inhalasi rifampisin. L-leusin bersifat hidrofobik sehingga perlu diketahui konsentrasi optimalnya yang dapat menghasilkan serbuk dengan sifat aerodinamis terbaik tanpa menurunkan kelarutan rifampisin. Parameter produksi, seperti kecepatan penyemprotan dan tekanan gas atomisasi dapat mempengaruhi hasil dan karakter serbuk inhalasi yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula optimum serbuk inhalasi rifampisin dengan pembawa manitol (1:1) dan penambahan L-leusin menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Formula optimum diharapkan dapat menghasilkan serbuk inhalasi dengan rendemen di atas 70%, Fine Particle Fraction (FPF) di atas 50%, persentase serbuk teranalisis (Emitted Fraction/EF) di atas 50%, dan persentase rifampisin terdisolusi di atas 50%. Lima belas formula percobaan dirancang secara statistik menggunakan desain Box Behnken dengan memvariasikan tiga parameter, yaitu konsentrasi L-leusin, kecepatan penyemprotan, dan tekanan gas atomisasi. Serbuk diformulasikan menggunakan metode semprot kering lalu dikarakterisasi fisik dan kimianya. Serbuk inhalasi yang diperoleh dari 15 formula tersebut menghasilkan rendemen 49–73%, diameter aerodinamis pada rentang 0,07 ± 1,38 µm hingga 15,45 ± 1,37 µm, EF sebesar 38,95-50,8%, FPF sebesar 16,44-33,03%, dan persentase rifampisin terdisolusi sebesar 28,51-65,14%. Hasil optimasi menunjukkan bahwa konsentrasi L-leusin optimum adalah 30% b/b, kecepatan penyemprotan optimum sebesar 22,99% atau 6,14 mL/menit, dan tekanan gas atomisasi sebesar 35,36 mm.

Rifampicin-mannitol inhalation powder (1:1) is known to increase the solubility of rifampicin in the lung fluid medium and the addition of 30% w/w L-leucine can improve the aerodynamic properties of rifampicin inhalation powder. L-leucine is hydrophobic, so it is necessary to know the optimal concentration that can produce powder with the best aerodynamic properties without reducing the solubility of rifampicin. Pump rate and atomizing gas pressure can affect the yield and character of the inhalation powder produced. This study aims to obtain the optimum rifampicin inhalation powder formula with mannitol carrier (1:1) and the addition of L-leucine using Response Surface Methodology. The optimum formula is expected to produce inhalation powders with yields above 70%, Fine Particle Fraction (FPF) above 50%, Emitted Fraction (EF) above 50%, and the percentage of dissolved rifampicin above 50%. Fifteen experimental formulas were statistically designed using the Behnken Box design by varying three parameters, such as L-leucine concentration, pump rate, and atomizing gas pressure. Powders were formulated using the spray dry method and then characterized physically and chemically. The inhalation powder obtained from these 15 formulas produced a yield of 49–73%, aerodynamic diameter in the range of 0,07 ± 1,38 µm to 15,45 ± 1,37 µm, EF is 38,95-50,8%, FPF is 16,44-33,03%, and the percentage of dissolved rifampicin is 28,51-65,14%. The optimization results showed the optimum L-leucine concentration is 30% w/w, pump rate is 22,99% or 6,14 mL/minute, and atomizing gas pressure is 35,36 mm."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Arnady
"
Sediaan inhalasi serbuk kering dapat menjadi solusi untuk pengobatan tuberkulosis karena dapat memaksimalkan konsentrasi obat pada daerah yang terinfeksi. Obat antituberkulosis yang memiliki kelarutan yang rendah seperti rifampisin akan menurunkan efektivitas kerja obat di paru-paru yang hanya memiliki sedikit volume cairan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat serbuk inhalasi rifampisin dengan kelarutan dan disolusi yang lebih baik menggunakan manitol dan polivinilpirolidon K-30. Serbuk inhalasi rifampisin-manitol 1:1 dan 1:2, rifampisin-PVP 1:1 dan 1:2, serta rifampisin-manitol-PVP 1:1:1 dibuat dengan semprot kering. Serbuk inhalasi yang diperoleh dikarakterisasi secara fisik, kimia, serta kelarutan dan disolusi. Penelitian ini menunjukkan bahwa serbuk inhalasi rifampisin berhasil diformulasikan dengan menggunakan manitol dan PVP K-30 dan adanya peningkatan kelarutan dan disolusi. Peningkatan kelarutan dan disolusi didukung oleh hasil DSC, XRD, dan FTIR yang menunjukkan terjadinya interaksi antara rifampisin dengan kedua pembawa dan perubahan bentuk kristal. Serbuk inhalasi rifampisin-PVP 1:2 F4 terbukti paling baik meningkatkan kelarutan rifampisin dalam aquademineralisata dengan kelarutan dari 1,853 0,175 mg/mL menjadi 25,519 0,187 mg/mL serta disolusi dari 8.812 2.199 menjadi 54,943 5,622 selama 2 jam. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa rifampisin dapat diformulasikan sebagai serbuk inhalasi yang memiliki kelarutan dan disolusi yang lebih baik dengan penambahan PVP K-30 1:2.

ABSTRACT
Dry powder inhalation can be a solution for tuberculosis treatment because it allows high drug concentration in the infected area of lung. Poorly soluble antitubercular drug, such as rifampicin can limit the therapeutic effect in the limited lung fluid volume. This study aimed to produce dry powder inhalation of rifampicin with a better solubility using mannitol and polyvynilpryrrolidone K 30 as carriers. Rifampicin mannitol 1 1 and 1 2, rifampicin PVP 1 1 and 1 2, and rifampicin mannitol PVP 1 1 1 were made by spray drying. These inhalation powder were characterized by their physical properties, chemical properties, also solubility and dissolution. This study showed that rifampicin inhalation powder were successfully formulated using mannitol and PVP and also increasing its solubility and dissolution. The characterization with DSC, XRD, FTIR showed the interaction between rifampicin with both carriers and the deformation to amorphous state. Rifampicin PVP 1 2 F4 inhalation powder appeared to show the best result in enhancing rifampicin rsquo s solubility in deionized water from 1.853 0.175 mg mL to 25.519 0.187 mg mL also dissolution from 8.812 2.199 to 54.943 5.622 . Based on these results, it can be concluded that rifampicin can be formulated into inhalation powder and perform better solubility and dissolution with the combination of rifampicin PVP K 30 1 2."
2017
S68343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thalia Yulian Chandra
"Formulasi serbuk inhalasi rifampisin dengan pembawa kitosan dapat menghantarkan lebih banyak rifampisin ke makrofag paru untuk meningkatkan efektivitas terapi tuberkulosis laten. Diperlukan serbuk rifampisin-kitosan dengan sifat aerodinamis yang baik agar dapat terdeposisi di paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan serbuk inhalasi rifampisin-kitosan dengan adanya penambahan L-leusin dan/atau amonium bikarbonat yang memiliki sifat aerodinamis yang baik dan pelepasan obat yang baik dalam medium makrofag paru. Serbuk inhalasi rifampisin-kitosan 1:1 (F1) diformulasikan dengan leusin 30% (F2), amonium bikarbonat 1,5% (F3), atau kombinasinya (F4) dan dibuat dengan metode semprot kering. Serbuk inhalasi rifampisin-kitosan yang diperoleh kemudian dikarakterisasi rendemen, kandungan lembab, ukuran partikel geometris dan aerodinamis, serta kelarutan dan profil disolusinya dalam medium simulasi paru pH 7,4 dan medium simulasi makrofag paru pH 4,5. Penambahan leusin 30% (F2) berhasil sedikit memperbaiki sifat aerodinamis serbuk rifampisin-kitosan 1:1 (F1) dengan diameter aerodinamis rata-rata sebesar 7,56 µm, fine particle fraction (FPF) sebesar 32,48%, dan persentase serbuk teranalisis sebesar 67,23%, serta meningkatkan pelepasan rifampisin dalam medium simulasi makrofag alveolar (pH 4,5) menjadi 16,07 ± 0.56% dalam 2 jam dengan peningkatan 1,33 kali dibandingkan dengan serbuk rifampisin-kitosan (F1).

Formulation of rifampicin inhalation powder with chitosan as a carrier could deliver more rifampicin to alveolar macrophages to to increase the effectiveness of latent tuberculosis therapy. Rifampicin-chitosan powder with good aerodynamic properties is required in order to be deposited in the lungs. This study was aimed to produce rifampicin-chitosan inhalation powder with the addition of L-leucine and/or ammonium bicarbonate with good aerodynamic properties and high drug release in simulated alveolar macrophage fluid. Rifampicin-chitosan (1:1) inhalation powder (F1) was formulated with 30% L-leucine (F2), 1.5% ammonium bicarbonate (F3), or both (F4) and prepared using spray drying method. The obtained rifampicin-chitosan inhalation powder was characterized by its powder yield, moisture content, geometric and aerodynamic particle size distribution, as well as solubility and dissolution profile in simulated lung fluid and simulated alveolar macrophage fluid. The addition of 30% L-leucine suceeded in slightly the aerodynamic properties of 1:1 rifampicin-chitosan powder (F1) with an average aerodynamic diameter of 7.56 µm, fine particle fraction (FPF) of 32.48%, and emitted fraction of 67.23%. It also showed to increase rifampicin dissolution in simulated alveolar macrophage fluid (pH 4.5) to 16.07 ± 0.56% within 2 hours with an increase of 1.33 times compared to rifampicin-chitosan powder (F1)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Restu Anggita
"Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menyerang saluran pernapasan dan salah satu obat yang digunakan adalah antibiotik rifampisin. Walaupun terapi oral rifampisin untuk pasien tuberkulosis sudah tersedia, terapi secara inhalasi yang menargetkan langsung ke paru dan alveolus diharapkan memberikan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu diperlukan inovasi serbuk kering inhalasi yang dapat digunakan dalam regimen terapi tuberkulosis. Penelitian terhadap pengembangan obat TB dalam bentuk serbuk kering sudah ada, namun belum ada yang mengombinasikan kitosan dengan gelatin. Pada penelitian ini dilakukan formulasi, karakterisasi, dan evaluasi sitotoksisitas dari lima serbuk kering inhalasi rifampisin dengan pembawa kitosan-gelatin dengan variasi konsentrasi kitosan dan gelatin. Serbuk dibuat menggunakan metode semprot kering, kemudian dianalisis bentuk dan ukuran partikel geometris dan aerodinamisnya, lalu diuji pelepasannya dalam larutan dapar fosfat pH 7,4 dan SLS 0,05%, dan dalam larutan KHP pH 4,5. Formulasi dengan profil pelepasan yang paling baik diambil untuk diuji sitotoksisitasnya. Berdasarkan hasil penelitian dipilih F3 (Kit-Gel 2:1) sebagai formula terbaik dengan bentuk partikel sferis, rentang diameter partikel geometris 0,825-1,281 μm dan ukuran partikel aerodinamis 11,857 ± 1,259 μm, dengan persentase rifampisin kumulatif yang terdisolusi dalam dapar fosfat sebesar 45,894 ± 0,876% dan dalam larutan KHP sebesar 42,117 ± 0,912%. Uji sitotoksisitas dilakukan dengan metode MTT assay dan parameter viabilitas sel. Serbuk F3 lebih aman digunakan daripada rifampisin dalam konsentrasi 0,1 mg/mL dengan viabilitas sel sebesar 91,68%.

Tuberculosis is a respiratory tract disease in which one of the first-line agents used is rifampicin. Oral rifampicin for TB patients is widely available, but inhalation therapy that targets the lungs and alveolus directly could give a better outcome. This drives the need for developing a dry inhalation powder that could be incorporated into the therapeutic regimen of TB. Previous studies on the development of TB medication have been performed, but the application of combination of excipients of chitosan and gelatin as carrier has not been studied. In this study, formulation, characterization, and cytotoxicity evaluation of five rifampicin dry inhalation powders with various concentration of its chitosan-gelatin carrier were studied. The powder was produced with dry-spraying method. Its shape, aerodynamic and geometric particle size were then analyzed. Its releasing profile in phosphate buffer (pH 7.4 and SLS 0.5%) and potassium hydrogen phthalate (pH 4.5) was also tested. Formulation with the best releasing profile was used for cytotoxicity test. F3 (Chit-Gel 2:1) showed the best profile with spherical particle shape and geometric and aerodynamic particle size 0.825-1.281 μm and 11.857 ± 1.259 μm respectively, the cumulative rifampicin percentage dissolved in phosphate buffer and potassium hydrogen phthalate (KHP) were 45.894 ± 0.876% and 42.117 ± 0.912%, respectively. Cytotoxicity evaluation was conducted using MTT assay method with cell viability as the parameter. F3 is less cytotoxic than rifampicin in 0.1 mg/mL with cell viability 91.68%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Putri Krisandy
"Formulasi serbuk inhalasi rifampisin carrier-free dapat menghantarkan rifampisin dalam jumlah yang adekuat untuk menjamin efektivitas terapi tuberkulosis. Diperlukan serbuk inhalasi rifampisin dengan sifat aerodinamis yang baik agar dapat terdeposisi di paru-paru. Penelitian bertujuan untuk menghasilkan sediaan serbuk inhalasi rifampisin yang memiliki sifat aerdonamis yang baik dengan adanya penambahan l-leusin dan/atau amonium bikarbonat, dengan pelepasan obat yang baik dalam medium makrofag paru. Serbuk inhalasi rifampisin (F1) diformulasikan dengan leusin 30% (F2), amonium bikarbonat 2% (F3) atau kombinasinya (F4) dan dibuat dengan metode semprot kering. Serbuk yang diperoleh kemudian dikarakterisasi rendemen, kandungan lembab, ukuran partikel geometris dan aerodinamis, serta kelarutan dan profil disolusinya dalam medium simulasi cairan paru pH 7,4 dan medium simulasi makrofag paru pH 4,5. Penambahan leusin 30% (F2) berhasil sedikit memperbaiki sifat aerodinamis serbuk inhalasi rifampisin (F1) dengan diameter aerodinamis rata-rata 8,21 μm, FPF 30,73% dan EF 42,60%, serta meningkatkan pelepasan rifampisin dalam medium simulasi makrofag alveolar (pH 4,5) menjadi 13,14 ± 0.08% dengan peningkatan 1,62x dibanding serbuk rifampisin (F1).

A carrier-free dry powder inhaler of rifampicin formulations could deliver adequate amounts of rifampicin to provide the effectiveness of tuberculosis therapy. Inhaled rifampicin powder with good aerodynamic properties was required to be deposited in the lungs. The aim of the study was to produce a rifampicin inhaled powder that had good aerodynamic properties with the addition of L-leucine and/or ammonium bicarbonate, with good drug release in the medium of lung macrophages. Inhaled rifampicin powder (F1) was formulated with 30% leucine (F2), 2% ammonium bicarbonate (F3), or a combination thereof (F4) and was prepared by spray dry method. The obtained powder was then characterized by yield, moisture content, geometric and aerodynamic particle size, as well as solubility and dissolution profile in lung fluid simulation medium (pH 7.4) and lung macrophage simulation medium (pH 4.5). The addition of 30% leucine (F2) succeeded in slightly improving the aerodynamic properties of the inhaled rifampicin powder (F1) with an average aerodynamic diameter of 8.21 μm, FPF 30.73%, and EF 42.60%, as well as increasing the drug release of rifampicin in the alveolar macrophage simulation medium (pH 4.5) to 13.14 ± 0.08% with an increase of 1.62x compared to rifampicin powder (F1)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fionna Christie Emmanuela
"Rifampisin memiliki ke1arutan yang rendah dalam medium cairan paru-paru, sehingga efikasi" "obat tidak optimal. Pada penelitian sebe1utnnya, penambahan eksipien peningkat ke1arutan seperti manitol terbukti dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi rifampisin dari sediaan serbuk inhalasi. Namun, ukuran partikel serbuk inhalasi rifampisin-manitol tersebut belum memenuhi persyaratan untuk terdeposisi di paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan serbuk inhalasi rifampisin-manitol yang memiliki sifat aerdonamis yang baik dengan adanya penambahan 30% 1-leusin, 1,5% amonium bikarbonat, atau kombinasi keduanya, dengan tetap mempertahankan kelarutan dan pe1epasan obat yang baik da1am medium cairan paru-paru. Formulasi serbuk inhalasi rifampisin-manitol dibuat dengan metode semprot kering, kemudian dikarakterisasi rendemen, kandungan lembab, ukuran partikel geometris dan aerodinamis, serta ke1arutan dan profil disolusinya da1am medium simulasi paru­ paru. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan kombinasi 30% l-1eusin dan 1,5% amonium bikarbonat pada serbuk inhalasi rifampisin-manito1 (F4) menghasilkan serbuk inhalasi dengan sifat aerodinamis yang paling baik, dengan kelarutan dan disolusi yang dapat dipertahankan dengan baik. Pengukuran menggunakan Anderson Cascade Impactor (ACI) menunjukkan diameter aerodinamis padarentang 0,57 ± 1,2Jlm hingga 11,59 ± 1,29Jlm dengan rata-rata diameter sebesar 7,76J1m, persentase serbuk teranalisis (Emitted Fraction I EF) sebesar 34,96%, dan % Fine Particle Fraction (FPF) sebesar 41,22°/o. Pengujian kelarutan memberikan hasi1 sebesar 1,51 ± 0,02 mg/mL dan persentase obat terdisolusi sebesar 20,22%" "± 1,78% yang menunjukkan penurunan berturut-turut sebanyak 0,82 dan 0,66 kali lipat" "dibandingkan formulasi rifampisin-manitol. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpu1kan bahwa formu1asi rifampisin-manitol dengan kombinasi 30% 1-leusin dan 1,5% amonium.

Poor solubility of rifampicin in the lung fluid could fail to exert an optimal therapeutic effect." "In the previous study, the addition of mannitol can be used to enhance the solubility and dissolution rate of rifampicin dry powder inhaler. However, the particle size of the previous rifampicin-mannitol dry powder does not meet the criteria to be deposited in the deep lung yet. This study aimed to produce rifampicin-mannitol dry powder inhaler with good aerodynamic properties by adding 30% of 1-leucine, 1,5% of ammonium bicarbonate, or both while maintaining a good solubility and dissolution rate of the drug in simulated lung fluid. All formulations were produced by spray drying, then characterized by their yield, moisture content, geometric and aerodynamic particle size distribution, as well as solubility and dissolution rate in simulated lung fluid. This study indicated that rifampicin-mannitol formulation with 30% addition of 1-leucine and 1,5% of ammonium bicarbonate (F4) showed the best aerodynamic properties, with good solubility and dissolution rate. Measurement using Anderson Cascade Impactor (ACI) showed aerodynamic diameter at the range from 0.57 ±" "1.26J..Lm to 11.59 ± 1.29p.m, with mean diameter of 7.76p.m, 34.96% Emitted Fraction (EF), and % Fine Particle Fraction (FPF) of 41.22%. Compared to rifampicin-mannitol formulation, the solubility and dissolution rate of F4 are decreased by 0,82 and 0,66 times to 1,51 ± 0,02 mg/mL and 20.22% ± 1.78% respectively. As a conclusion, rifampicin-mannitol dry powder inhaler with 30% addition of 1-leucine and 1.5% of ammonium bicarbonate perform the best aerodynamic properties."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Syahda Nariswari
"Penghantaran rifampisin secara intrapulmonal untuk pengobatan tuberkulosis diharapkan menghasilkan efek terapi yang lebih baik dibanding rute oral. Namun rifampisin memiliki kelarutan rendah dalam medium cairan paru. Pada penelitian sebelumnya, penambahan siklodekstrin terbukti dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi rifampisin dari sediaan sebuk inhalasi. Namun, ukuran partikel serbuk inhalasi rifampisin-siklodekstrin tersebut belum memenuhi persyaratan untuk terdiposisi di paru. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan serbuk inhalasi rifampisin-siklodekstrin yang memiliki sifat aerodinamis yang baik dengan adanya penambahan l-leusin dan atau amonium bikarbonat, dengan mempertahankan kelarutan dan pelepasan obat yang baik dalam medium cairan prau-paru. Serbuk Inhalasi rifampisin-siklodekstrin 1:1 diformulasikan dengan leusin 30%, amonium bikarbonat 1,5% atau kombinasi keduanya dibuat dengan metode semprot kering. Serbuk yang diperoleh kemudian dikarakterisasi rendemen, kandungan lembab, sifat kristal, gugus fungsional, ukuran partikel geometris dan aerodinamis, serta kelarutan dan profil disolusinya dalam medium simulasi paru. Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kelarutan dan disolusi dengan adanya penambahan siklodekstrin didukung dengan hasil XRD dan FTIR yang menunjukkan adanya inklusi dan perubahan sifat kristal. Serbuk inhalasi rifampisin-siklodekstrin 1:1 yang dibuat secara semprot kering dengan penambahan leusin 30% dan AB 1,5% (F4) berhasil menghasilkan serbuk inhalasi dengan sifat aerodinamis yang lebih baik dibanding serbuk rifampisin-siklodekstrin, dengan rata-rata diameter aerodinamis 8,6 µm, FPF 30,28%, dan persentase serbuk teranalisis 36,86%. Formula F4 menunjukkan kelarutan 2,40 ± 0,56 mg/mL dalam aquademineralisata dan terdisolusi 56,26 ± 1,63 %, lebih tinggi 1,07 dan 1,68 kali dari rifampisin-siklodekstrin. Berdasarkan hasil tersebut penambahan leusin dan amonium bikarbonat dapat meningkatkan kelarutan, pelepasan obat, rendemen, dan sifat aerodinamis.

Intrapulmonary delivery of rifampicin for the treatment of tuberculosis is expected to produce a better therapeutic effect than the oral route. However, Rifampicin has low solubility in pulmonary fluid medium. In previous studies, the addition of cyclodextrin was proven to increase the solubility and dissolution of rifampicin from inhalation powder preparations. However, the particle size of the rifampicin-cyclodextrin inhaled powder did not meet the requirements for being deposited in the lungs. This study aims to produce a rifampicin-cyclodextrin inhaled powder that has good aerodynamic properties with the addition of l-leucine and/or ammonium bicarbonate, while maintaining good solubility and drug release in the lung fluid medium. Rifampicin-cyclodextrin Inhaled Powder 1:1 is formulated with 30% leucine, 1.5% ammonium bicarbonate or a combination of both prepared by the spray dry method. The powder obtained was then characterized by yield, moisture content, crystalline properties, functional groups, geometric and aerodynamic particle size, as well as solubility and dissolution profile in lung simulation medium. This study showed an increase in solubility and dissolution with the addition of cyclodextrin supported by XRD and FTIR results which showed inclusions and changes in crystal properties. Inhaled rifampicin-cyclodextrin powder 1:1 which was made by spray drying with the addition of 30% leucine and 1.5% AB (F4) succeeded in producing an inhalation powder with better aerodynamic properties than rifampicin-cyclodextrin powder, with an average aerodynamic diameter of 8.65µm, FPF 30.28%, and percentage of analysed powder 36.86%. Formula F4 showed a solubility of 2.40 ± 0.56 mg/mL in aquademineralisata and a dissolution of 56.26 ± 1.63%, 1.07 and 1.68 times higher than rifampicin-cyclodextrin, respectively. Based on these results, the addition of leucine and ammonium bicarbonate can increase the solubility, drug release, yield, and aerodynamic properties.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seshariani Rahma Melati
"Penyakit asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran pernapasan yang ditandai adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan. Pengobatan saat ini dinilai belum efektif dan memiliki efek samping berkepanjangan. Oleh karena itu, dikembangkan sistem penghantaran obat secara inhalasi sehingga obat dapat mencapai target ke paru-paru dan meminimalkan efek samping serta meningkatkan efikasinya. Sebagai salah satu obat herbal, ekstrak akar galangal terbukti mengandung senyawa bioaktif galangin dengan sifat antioksidan, antiinflamasi, dan antimikroba. Salah satu teknik yang banyak digunakan untuk menghantarkan obat adalah mikroenkapsulasi dengan menggunakan polimer kitosan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi optimum, profil rilis, sifat mukoadhesivitas dan karakteristik dari mikropartikel kitosan-alginat hirup bermuatan ekstrak akar galangal dengan metode ionotropik gelasi dan pengeringan beku. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sifat anti-inflamasi, kandungan senyawa fenolik dan flavonoid, serta aktivitas antioksidan dari ekstrak akar galangal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak akar galanagl dengan kemurnian 87,78% memiliki kandungan total fenolik mencapai 27,09 ± 3,59 mg GAE/g ekstrak, kadungan total flavonoid mencapai 38,0 mg QE/g ekstrak, sifat antioksidan ekuivalen sebesar 314.13 ± 25,71 µmol Fe (II)/g sampel ekstrak, dan IC50 DPPH sebesar 825 ppm, dan sifat antiinflamasi yang baik dengan nilai inhibisi denaturasi protein pada matriks kitosan-galangin 87,03%. Yield hasil pengeringan beku mikropartikel berada pada nilai ≥33% dengan pemuatan galangin rata-rata 29,97%. Formula dari mikropartikel kitosan bermuatan galangin dengan metode pengeringan beku mampu mencapai 24,77% selama 24 jam dalam media rilis PBS. Ukuran partikel hasil analisis SEM pada matrik kitosan-galangin adalah 204,93 nm. Sifat mukoadhesivitas dinyatakan dalam kemampuan adsorpsi musin mikropartikel yang berada pada rentang 23,29% - 79,86%

Asthma is a chronic inflammatory disease of the respiratory tract characterized by recurrent wheezing, coughing, and chest tightness that occurs mainly at night or in the early morning due to blockage of the respiratory tract. Current treatment is considered ineffective and has prolonged side effects. Therefore, a drug delivery system was developed by inhalation so that the drug can reach the target to the lungs and minimize side effects and increase its efficacy. As one of the herbal medicines, galangal root extract is proven to contain galangal bioactive compounds with antioxidant, anti-inflammatory, and antimicrobial properties. One technique that is widely used to deliver drugs is microencapsulation using chitosan polymer. This study aims to obtain the optimum formulation, release profile, mucoadhesive properties and characteristics of inhaled chitosan-alginate microparticles loaded with galangal root extract using ionotropic gelation and freeze-drying methods. In addition, this study also aims to determine the anti-inflammatory properties, the content of phenolic and flavonoid compounds, as well as the antioxidant activity of galangal root extract. The results showed that the galanagl root extract with a purity of 87.78% had a total phenolic content of 27.09 ± 3.59 mg GAE/g extract, a total flavonoid content of 38.0 mg QE/g extract, antioxidant properties equivalent to 314.13 ± 25.71 mol Fe (II)/g extract sample, and IC50 DPPH of 825 ppm, and good anti-inflammatory properties with the value of inhibition of protein denaturation in the chitosan-galangin matrix 87.03%. The yield of freeze-drying microparticles was at a value of 33% with an average galangin loading of 29.97%. The formula of galangin-loaded chitosan microparticles using the freeze-drying method was able to reach 24.77% for 24 hours in PBS release media. The particle size of the SEM analysis on the chitosan-galangin matrix was 204.93 nm. The mucoadhesive properties were expressed in the adsorption ability of mucin microparticles in the range of 23.29% - 79.86%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>