Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127030 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Trysa Agustia Arifin
"ABSTRAK
Penyertaan Pada Pertanggungjawaban Pidana Grup Korporasi Berdasarkan Pasal 6 Perma No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Korporasi Studi Putusan No. 2239 K/Pid.Sus/2012 a.n. Terdakwa Suwir Laut Trysa Agustia Arifin, Surastini FitriasihIlmu Hukum, Fakultas Hukumtrysaagustiaarifin@gmail.com AbstrakSeiring dengan perkembangan jaman dan pertumbuhan ekonomi, ada kalanya suatu tindak pidana dilakukan oleh lebih dari satu korporasi yang tergabung dalam kesatuan grup perusahaan. Hal inilah yang memicu dibuatnya Pasal 6 Perma No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Korporasi yang mengatur tentang pertanggungjawaban grup korporasi. Skripsi ini mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang konsep penyertaan dalam pertanggungjawaban pidana grup korporasi serta penerapannya dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2239 K/Pid.Sus/2012 yang melibatkan Perusahaan Grup Asian Agri. Skripsi ini menjelaskan teori-teori pertanggungjawaban korporasi, grup korporasi, dan penyertaan dalam hukum pidana. Berdasarkan teori-teori dasar tersebut, skripsi ini kritis menganalisis konstruksi penyertaan jika diterapkan dalam tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu korporasi yang tergabung dalam kesatuan grup atau hubungan lainnya. Dan diketahui bahwa pertama harus dibuktikan bahwa korporasi melalui agennya telah melakukan tindak pidana yang pemidanaannya dapat dibebankan kepada korporasi. Selanjutnya, ditentukan apa peran masing-masing perusahaan dalam kaitannya dengan ruang lingkup penyertaan. Diterapkan dalam analisis Putusan Mahkamah Agung No. 2239 K/Pid.Sus/2012, diketahui bahwa agar penegakkan hukum dalam bidang pertanggungjawaban grup korporasi dapat berlangsung secara efektif, tidak cukup hanya dengan ketentuan hukum formil sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Pema No. 13 Tahun 2016. Tetapi juga harus ada ketentuan undang-undang yang mengakomodir ketentuan hukum materiil mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi atas tindak pidana tertentu. Skripsi ini menyarankan dua saran utama, yaitu pertama pembuat Undang-Undang harus secara selaras mengatur ketentuan tentang pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana tertentu yang dapat dilakukan oleh korporasi. Kedua, penegak hukum harus lebih berani dalam mendakwakan lebih dari satu korporasi dalam satu dakwaan apabila memang dapat dibuktikan adanya penyertaan pada tindak pidana grup korporasi.

ABSTRACT
Complicity in Corporate Criminal Liability According to Article 6 of Perma 13 2016 Case Study of Suwir Laut, 2239 K Pid.Sus 2012 AbstractArticle 6 of Perma 13 2016 stipulates a provision regarding complicity in group corporation criminal liability. However the article itself does not provide a further guidance on how this liability concept should be applied. This thesis is intended to answer such gap left by the Article and how it is supposed to be applied in the decision of Indonesian Supreme Court No. 2239 K Pid.Sus 2012 which involves group corporation named Asian Agri Group and its tax manager, Suwir Laut. In the substance, this thesis explains legal theories with regards to corporate criminal liability, group corporation, and complicity. In accordance with such theories, this thesis further analyse the construction of complicity applied in a case where a crime committed by more than one corporation bound by group relation. It is then acknowledged that there at least two steps that need to be taken, first the conduct of corporate agent could be attributed to the corporation being concerned. Second, each of corporation should be assessed what are their part in commission of the crime. Such steps could not be squarely applied in the case of Suwir Laut because in that case the crime committed by the defendant and the group corporation was not regulated as crime that could be committed by corporation. It is therefore, in order to apply procedural rules regarding group corporate criminal liability, the legislatives must provide a regulation which stipulates that certain crime could be committed by a corporation. Once there are such regulations, the law enforcement officers shall be confident to indict several corporation bound by group relation because it is just and necessary."
2017
S69530
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sitorus, Jon Warif
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana membebankan tanggung jawab hukum kepada suatu Perseroan Terbatas (PT) atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh karyawannya dan membahas pula putusan Mahkamah Agung Nomor 2239K/PID.SUS/2012. Tesis yang menggunakan metode penelitian hukum normatif menunjukkan bahwa suatu PT dapat dibebankan tanggung jawab atas Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan karyawannya dengan menggunakan Teori Pertanggungjawaban Atas Perbuatan Melawan Hukum Secara Tidak Langsung (Vicarious Liability). Selain itu, dalam Tesis ini dibahas pula secara mendalam mengenai kurang tepatnya putusan Mahkamah Agung Nomor 2239K/PID.SUS/2012 yang membebankan tanggung jawab kepada PT Asian Agri Group atas perbuatan karyawannya, dimana seharusnya ada mekanisme tersendiri untuk mengadili suatu badan usaha berbentu PT.

This thesis discusses about legal liability assessed to a limited liability company (PT) for unlawful act committed by its employees. In this thesis, examined about limitation of liability of a limited liability company against legal actions undertaken by both organs of the company or by its employees. This thesis uses the normative legal research methods which describes the imposition of liability to a limited liability in Indonesia with the use of the theory of liability for Unlawful Act indirectly (Vicarious Liability), In Thesis discussion, also equipped with an in depth study on the basis of consideration in the Supreme Court Supreme Court Ruling study number: 2239 K/PID.SUS/2012 imposes a responsibility to PT. Asian Agri Group for unlawful act committed by its employees where there should be a separate mechanism to prosecute a business entity such like limited liability company."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Amin
"Tesis ini membahas tentang sanksi perpajakan atas penyalahgunaan transfer pricing di Indonesia. Metode penelitian di dalam tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) yang dipadukan dengan pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menemukan bahwa Indonesia telah memiliki pengaturan transfer pricing di dalam hukum positif sebagai General Anti-Avoidance Rule, namun sanksi perpajakan atas penyalahgunaan transfer pricing tidak diatur secara spesifik, sehingga sanksi perpajakan atas penyalahgunaan transfer pricing mengacu pada sanksi perpajakan secara umum. Sebagai konsekuensinya, penyalahgunaan transfer pricing dalam kondisi tertentu dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana yang dapat dikenai sanksi pidana, walaupun secara umum merupakan pelanggaran administratif. Studi atas putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2239K/PID.SUS/2012 menunjukkan bahwa penyalahgunaan transfer pricing dalam kondisi tertentu dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana. Walaupun demikian, penyelesaian secara administratif lebih diutamakan daripada penyelesaian secara pidana, karena sanksi pidana menurut Undang-Undang Perpajakan merupakan sarana akhir (ultimum remedium). Di samping itu, untuk kepentingan penerimaan negara Undang-undang Perpajakan memberi peluang untuk melakukan penyelesaian pidana perpajakan dengan pendekatan restoratif-rehabilitatif, sehingga sanksi pidana seharusnya hanya dikenakan untuk tindak pidana perpajakan yang serius dan yang tidak dapat dipulihkan serta berdampak sangat besar terhadap masyarakat.

The thesis analyzes tax penalties on transfer pricing abuses in Indonesia. The research methodology in the thesis is normative legal research with statute approach combined with case approach and conceptual approach. The researcher found that Indonesia has had transfer pricing regulation in tax law as general antiavoidance rule, but the tax penalties on transfer pricing abuses were not specifically regulated, so that the tax penalties on transfer pricing abuses refer to general provisions of tax penalties. As a consequence, the transfer pricing abuses in some particular conditions may be considered as criminal act and may be subject to criminal penalties, eventhough by defult they are administrative violances. The study on Indonesia Supreme Court Verdict Number 2239 K/PID.SUS/2012 has shown that the transfer pricing abuses in some particular conditions were considered as criminal acts. However, the administrative settlements are preferable than criminal settlements, because the criminal penalties by the tax law are a last resort (ultimum remedium). Beside that, for tax revenue reasons, the tax law gives an opportunity to settle the tax crime by restorative-rehabilitative approach, so that criminal penalties should be imposed only for the serious criminal acts which can not be restored and have huge impacts on society.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Winner
"Dalam negara berbentuk civil law, hakim merupakan corong undang- undang. Oleh karena itu dalam menjatuhkan putusan pidana, hakim berpedoman pada ketentuan undang-undang pidana (baik materil maupun formil). Disisi lain, Indonesia mengenal mekanisme pengujian undang-undang terhadap konstitusi yang memberikan kepada Mahkamah Konstitusi suatu wewenang menghapus ketentuan undang-undang, baik ayat, pasal atau keseluruhan undang-undang. Ketika hakim yang memutus perkara pidana namun tidak mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang tersebut tentu akan membawa masalah.
Skripsi ini membahas masalah tersebut dan mencoba melakukan analisa akibat-akibat hukum yang timbul karenanya. Penulis meneliti putusan pemidanaan pada tingkat kasasi yang tanpa mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi , menjatuhkan pidana yang telah dihapus oleh putusan Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini juga menjelaskan proses berlakunya putusan Mahkamah Konstitusi sebagai undang-undang yang baru sehingga hakim menjadi corong dari putusan Makamah Konstitusi itu.

In the form of civil law countries, the judge is the mouthpiece of the law. Therefore in a criminal verdict, the judge makes a decision based on the criminal law (both material and formal). On the other side, Indonesia know the mechanism of judicial review of the constitution which gives the Constitutional Court an authority to delete a provision of law, verse, chapter or eve the entire act. When the judges who are deciding on criminal case ignore the judgement of the Constitutional Court will certainly bring problems.
This research discusses these problems and try to analyze the legal consequences that may be arise from it. The author investigate the Supreme Court decision , without considering the judgement of the Constitutional Court, imprison convict whereas that kind of punishment has been removed by the Constitutional Court. The study also describes the process of enactment of the Constitutional Court as the new law so that judges become the mouthpiece of the Constitutional Court judgement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59641
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satwika Narendra
"Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPK, dinyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Terkait hal tersebut guna mendukung perlindungan konsumen guna penyelesaian sengketa konsumen yang terjadi, dibentuklah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK untuk menyelesaikan sengketa konsumen dimana keputusan BPSK bersifat final dan mengikat, seperti yang dimaksud dalam Pasal 54 ayat 3 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketentuan tersebut jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 56 ayat 2 sangat kontradiktif, karena Pasal 56 ayat 2 menyatakan bahwa 'Terhadap putusan BPSK dapat diajukan keberatan ke pengadilan'. Oleh sebab itu penulis merumuskan pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah Bagaimanakah putusan BPSK dapat dijadikan alasan keberatan untuk diajukan di pengadilan? Dalam menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan, dan dokumen. Dari hasil penilitian menunjukkan bahwa Putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat belum dapat melindungi konsumen karena terjadi ketentuan yang bertentangan mengenai arti putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat.

Under the provisions of Article 1 number 1 UUPK, stated that consumer protection is any effort that ensures the existence of legal certainty to provide protection to consumers. In relation to this matter in order to support consumer protection for the settlement of consumer disputes, a Consumer Dispute Resolution Agency BPSK was established to resolve consumer disputes in which the decision of BPSK is final and binding, as referred to in Article 54 paragraph 3 of Law no. 8 Year 1999 on Consumer Protection. The provision in connection with the provision of Article 56 Paragraph 2 is very contradictory, since Article 56 Paragraph 2 states that Against the decision of BPSK can be filed objection to the court. Therefore, the authors formulate the subject matter in this writing is How can the decision of BPSK be the reason for objections to be filed in court In answering the question the authors use normative juridical research methods with data collection techniques literature study, and documents. The results of the research indicate that the final and binding BPSK Decision has not been able to protect the consumers due to conflicting provisions regarding the meaning of the final and binding decision of BPSK.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldila Puspa Kemala
"Disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang di dalamnya terdapat pengaturan mengenai pelecehan seksual membuka peluang dipidananya pelaku-pelaku pelecehan seksual, sehingga timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual, apa saja perbedaan pengaturannya bagaimana pengertian pelecehan seksual sebagai suatu tindak pidana, bagaimana pengaturan terhadap tindak pidana pelecehan seksual dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana penerapan hukum kasus pelecehan seksual berdasarkan putusan pengadilan di Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian normatf menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan analisa putusan (decision analysis). Diketahui bahwa pengertian pelecehan seksual menurut instrumen Hukum Internasional dan di Berbagai Negara di Asia Tenggara secara garis besar memiliki persamaan, kemudian Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual belum terdapat peraturan Perundang-Undangan yang spesifik mengatur tentang pelecehan seksual dan setelah Undang-Undang tersebut disahkan merupakan solusi dari permasalahan tersebut untuk mengakomodir kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia.

The passing of Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence in which there are arrangements regarding sexual harassment opens opportunities for perpetrators of sexual harassment to be prosecuted, so the question arises what is meant by sexual harassment, what are the differences in regulations, what is the meaning of sexual harassment as a criminal acts, how to regulate criminal acts of sexual harassment in Indonesian laws and regulations and how to enforce the law on sexual harassment cases based on court decisions in Indonesia that have permanent legal force before and after Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence was passed . In this study using normative research methods using a statute approach and decision analysis. It is known that the definition of sexual harassment according to international legal instruments and in various countries in Southeast Asia is broadly similar, then before the enactment of Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence there were no statutory regulations that specifically regulate sexual harassment and after the Law was passed, it was a solution to this problem to accommodate cases of sexual harassment that occurred in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandi Yudha Prayoga
"Korporasi sebagai badan hukum memiliki peranan besar dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang pesat akibat korporasi ini diiringi dengan munculnya modus operandi baru dalam melakukan tindak pidana, khususnya pada tindak pidana perikanan. Dalam tindak pidana perikanan, ketika terjadi suatu tindak pidana yang melibatkan korporasi maka pertanggungjawaban secara pidana terhadap korporasi merujuk kepada peraturan hukum yang berlaku. Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan, yaitu pertama, pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan; kedua, penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan; ketiga, pengaturan yang ideal mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan. Penelitian ini mendasarkan kepada penelitian hukum normatif, di mana mengacu kepada sumber data sekunder berupa bahan hukum dan bahan non-hukum. Hasil penelitian membuktikan bahwa: pertama, pengaturan mengenai pertangggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan memiliki kelemahan terutama terkait dengan beban pertanggungjawaban pidana korporasi yang dibebankan kepada pengurus dan korporasi; kedua, penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan belum pernah ditempuh walaupun terdapat kasus tindak pidana di bidang perikanan yang melibatkan korporasi; ketiga, pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan yang ideal adalah ketika subjek tindak pidana dibebankan secara alternatif-kumulatif dan dilakukan sinkronisasi terhadap sanksi pidana pada pasal-pasal tindak pidana perikanan. Oleh karena itu, perlu mengambil langkah-langkah penting: (1) mengubah dan menambah rumusan mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan terkait dengan: subjek, pengaturan dan mekanisme serta sanksi; (2) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aparat penegak hukum; (3) mengoptimalkan koordinasi antar instansi penyidik tindak pidana di bidang perikanan; dan (4) membuat pedoman penanganan perkara tindak pidana perikanan dengan subjek hukum korporasi.

A corporation as a legal entity has played a major role in Indonesia’s economic growth. The rapid economic growth due to the role of corporations has also been accompanied by the emergence of a new modus operandi in committing criminal acts, especially in fisheries crimes. In this context, when a criminal act involving a corporation occurs, the application of corporate criminal liability should be based on the existing regulations. This research seeks to address several issues: first, the regulation of corporate criminal liability in the fisheries crimes; second, the application of corporate criminal liability in the fisheries crimes; third, the ideal formulation regulating corporate criminal liability in the fisheries crimes. This research is based on normative legal research using secondary data sources consisting of legal and non-legal materials. The findings of the research demonstrate that: first, regulations regarding corporate criminal responsibility in fisheries crimes have some weaknesses, especially in relation to the burden of criminal liability imposed on management and corporations; second, in reality, the concept of corporate liability has never been applied in fishery crimes although there were cases which might have been involving corporate crimes; third, the ideal arrangement regarding corporate criminal liability in fisheries crime is when the subject of a criminal act is charged in an alternative-cumulative manner and synchronization of criminal sanctions in the articles of criminal acts of fisheries crime. Therefore, it’s necessary to take important steps: (1) change and add to the formulation of corporate criminal liability in fisheries crime related to: subject, regulation & mechanism and sanctions; (2) increase the knowledge and capacity of law enforcement officers; (3) optimizing coordination between criminal investigation agencies in fisheries cime; and (4) make guidelines for handling fisheries crime cases with corporate subjects."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reihan Putri
"Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana narkotika. Korporasi tidak dikenal sebagai subjek hukum pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), namun korporasi telah diakui sebagai subjek hukum pidana dalam beberapa unang-undang di luar KUHP. Salah satu undang-undang yang mengakui korporasi sebagai subjek hukum pidana adalah UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Tindak Pidana khususnya dalam tindak pidana Narkotika. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif untuk disajikan secara deskriptif analitis. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa korporasi dapat menjadi pelaku tindak pidana dalam tindak pidana narkotika dan dapat dibebani pertanggungjawaban pidana dengan menggunakan doktrin-doktrin pertanggungjawaban pidana korporasi.

The focus of this thesis is about corporate criminal liability in narcotics crime. Corporation is not known as the subject of criminal law in the Code of Penal (Penal Code), however Corporation has been recognized as a subject of criminal law through legislation outside the Indonesian Penal Code. One of the law that recognizes corporation as the subject of criminal law is Act No. 35 of 2009. The aim of this research is to know how a corporation could be responsible in criminal law especially in narcotics crime. This research use literature research method in the form of normative juridical with qualitative approach in order to provide analytical descriptive data. The conclusion of this thesis is that a corporation could be liable for committing narcotics crime according to the doctrines of corporate criminal liability.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S60492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandi Yudha Prayoga
"Korporasi sebagai badan hukum memiliki peranan besar dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang pesat akibat korporasi ini diiringi dengan munculnya modus operandi baru dalam melakukan tindak pidana, khususnya pada tindak pidana perikanan. Dalam tindak pidana perikanan, ketika terjadi suatu tindak pidana yang melibatkan korporasi maka pertanggungjawaban secara pidana terhadap korporasi merujuk kepada peraturan hukum yang berlaku. Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan, yaitu pertama, pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan; kedua, penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan; ketiga, pengaturan yang ideal mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan. Penelitian ini mendasarkan kepada penelitian hukum normatif, di mana mengacu kepada sumber data sekunder berupa bahan hukum dan bahan non-hukum. Hasil penelitian membuktikan bahwa: pertama, pengaturan mengenai pertangggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan memiliki kelemahan terutama terkait dengan beban pertanggungjawaban pidana korporasi yang dibebankan kepada pengurus dan korporasi; kedua, penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan belum pernah ditempuh walaupun terdapat kasus tindak pidana di bidang perikanan yang melibatkan korporasi; ketiga, pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan yang ideal adalah ketika subjek tindak pidana dibebankan secara alternatif-kumulatif dan dilakukan sinkronisasi terhadap sanksi pidana pada pasal-pasal tindak pidana perikanan. Oleh karena itu, perlu mengambil langkah-langkah penting: (1) mengubah dan menambah rumusan mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan terkait dengan: subjek, pengaturan dan mekanisme serta sanksi; (2) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aparat penegak hukum; (3) mengoptimalkan koordinasi antar instansi penyidik tindak pidana di bidang perikanan; dan (4) membuat pedoman penanganan perkara tindak pidana perikanan dengan subjek hukum korporasi.

A corporation as a legal entity has played a major role in Indonesia’s economic growth. The rapid economic growth due to the role of corporations has also been accompanied by the emergence of a new modus operandi in committing criminal acts, especially in fisheries crimes. In this context, when a criminal act involving a corporation occurs, the application of corporate criminal liability should be based on the existing regulations. This research seeks to address several issues: first, the regulation of corporate criminal liability in the fisheries crimes; second, the application of corporate criminal liability in the fisheries crimes; third, the ideal formulation regulating corporate criminal liability in the fisheries crimes. This research is based on normative legal research using secondary data sources consisting of legal and non-legal materials. The findings of the research demonstrate that: first, regulations regarding corporate criminal responsibility in fisheries crimes have some weaknesses, especially in relation to the burden of criminal liability imposed on management and corporations; second, in reality, the concept of corporate liability has never been applied in fishery crimes although there were cases which might have been involving corporate crimes; third, the ideal arrangement regarding corporate criminal liability in fisheries crime is when the subject of a criminal act is charged in an alternative-cumulative manner and synchronization of criminal sanctions in the articles of criminal acts of fisheries crime. Therefore, it’s necessary to take important steps: (1) change and add to the formulation of corporate criminal liability in fisheries crime related to: subject, regulation & mechanism and sanctions; (2) increase the knowledge and capacity of law enforcement officers; (3) optimizing coordination between criminal investigation agencies in fisheries cime; and (4) make guidelines for handling fisheries crime cases with corporate subjects."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>