Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57719 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Isnaenisa Rachma
"Penelitian untuk mengetahui pengaruh jenis pretreatment terhadap kromosom Hibiscus rosa-sinensis telah dilakukan sejak Agustus 2016 hingga Mei 2017. Penelitian menggunakan dua faktor yaitu faktor pretreatment air dingin, paradichlorobenzene PDB, hydroxyquinoline OQ dan PDB:OQ 1:1 dengan variasi lama perendaman 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Pengaruh masing-masing pretreatment terhadap fase pembelahan sel dari pucuk batang dapat dilihat melalui persentase interfase, profase awal, profase akhir, metafase, anafase, dan telofase.
Morfologi kromosom dan jumlah kromosom juga diamati. Jumlah profase awal dan profase akhir yang tinggi, serta jumlah interfase, metafase, anafase, dan telofase yang rendah digunakan untuk penentuan Pretreatment yang bekerja optimal.
Hasil penelitian menunjukkan pretreatment air dingin dengan lama perendaman 3 jam merupakan pretreatment terbaik untuk observasi kromosom. Morfologi kromosom Hibiscus rosa-sinensis L. yang diperoleh berukuran kecil, dengan jumlah kromosom banyak 2n=ca 28 mdash;67 dan bersifat miksoploidi.

Study to know the effect of pretreatment to Hibiscus rosa sinensis L. chromosome has been carried on since August 2016 to May 2017. There was 2 factors that used, the pretreatment factors cold water, paradichlorobenzene PDB, hydroxyquinoline OQ, and PDB combined with OQ 1 1 and the soaking time length factors 3 hours, 6 hours, 12 hours and 24 hours. The influence of each pretreatment to the phase of cell division of shoot tip could be seen through the percentage of interphase, early prophase, late prophase, metaphase, anaphase, and telophase.
Chromosome morphology and chromosome number also could be observed. The high number of early and late prophase, as well as low number of interphase, metaphase, anaphase, and telophase, indicate that the pretreatment was optimum.
The results showed that pretreatment with cold water in 3 hours was optimum condition for chromosome obervation. The chromosome of Hibiscus rosa sinensis L obtained in this study has small size with large amount in number 2n ca 28 mdash 67 and mixoploid.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardini Puspitaningrum
"Penelitian kromosom meiosis dan berbagai tahapan pembelahan sel dari beberapa stages perkembangan bunga Hibiscus schizopetalus telah dilakukan sejak bulan Maret hingga Mei 2018. Penelitian ini mengamati kromosom meiosis dan melihat berbagai tahapan pembelahan sel yang ditemukan pada stage 1 sampai 6 yang dikaitkan dengan proses mikrosporogenesis dan karakteristik kromosom haploid atau diploid yang ditemukan pada tiap stages tersebut.
Sampel kuncup bunga yang digunakan dalam penelitian diisolasi dari stage 1 sampai 6 dan dikumpulkan pada pukul 09.00 WIB. Sampel kuncup bunga yang berada pada stage 1 sampai 3 diisolasi dari bagian calyx dan epicalyx-nya, sedangkan sampel kuncup bunga yang berada pada stage 4 sampai 6 diisolasi bagian anther-nya untuk digunakan dalam penelitian. Preparat kromosom dibuat dengan menggunakan metode squash aceto-orcein.
Hasil pengamatan kromosom menunjukkan bahwa kecenderungan pembelahan meiosis 1 ditemukan pada stage 1 sampai 3, sedangkan pembelahan meiosis 2 cenderung ditemukan pada stage 4 sampai 6. Struktur mikrospora diketahui ditemukan pada stage 4, 5, dan 6, sedangkan struktur polen ditemukan pada stage 6. Peluang ditemukannya kromosom yang bersifat haploid semakin tinggi seiring dengan peningkatan stages perkembangan bunga. Diperlukan studi lebih lanjut terkait kromosom dan pembelahan sel pada stages perkembangan bunga dari tanaman lain.

The research on meiotic chromosome and various cell division phases from several stages of Hibiscus schizopetalus flower development had been conducted from March to May 2018. This research observed meiotic chromosome and discovered the various cell division phases that took place in stages 1 to 6 of the flower developmental stages. The association of the results with the process of microsporogenesis and the chromosomal characteristics haploid or diploid which were found at those stages were further assessed.
Flower buds that were used in the study were isolated from stages 1 to 6 and were collected at 9 A.M. Flower buds from stages 1 to 3 were isolated from the calyx and epicalyx, while flower buds from stages 4 to 6 were isolated on the anther part. Chromosome preparation was carried out using the method of aceto orcein squash.
The result of chromosomal observation found that the tendency of meiosis 1 was found in stages 1 to 3, whereas meiosis 2 tended to be found in stages 4 to 6. The microspore structure was found in stage 4, 5, and 6, while the structure of pollen was found in stage 6. Haploid chromosomes were found to increase along with the increase of the stages of flower development. Further studies are needed to learn more about chromosome and cell division in the flower developmental stages of other plants.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Annisa Iriani
"ABSTRAK
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu pengambilan pucuk daun terhadap fase pembelahan sel dan mengetahui waktu optimum pengambilan pucuk daun untuk mengamati fase pembelahan sel Hibiscus rosa-sinensis L. variasi single pink besar. Waktu pengambilan pucuk yang dilakukan yaitu pada pukul 08:00--16:00 WIB, dengan jarak waktu dua jam yaitu pada pukul 08:00, 10:00, 12:00, 14:00, 16:00 WIB. Metode squash dengan pewarna Aceto-orcein digunakan untuk pembuatan sediaan kromosom. Tahapan perlakuan meliputi perendaman pucuk daun di dalam air dingin selama 3 jam, fiksasi dalam larutan Carnoy selama 24 jam, dan hidrolisis dalam larutan HCl 5N selama 30 menit. Data perhitungan jumlah setiap fase sel interfase, profase awal, profase akhir, metafase, anafase, dan telofase dianalisis dengan menggunakan uji Kruskall-Wallis. Jumlah profase akhir yang tinggi, serta jumlah interfase, metafase, anafase, dan telofase yang rendah digunakan untuk waktu optimum pengambilan pucuk untuk studi kromosom. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa waktu pengambilan pucuk berpengaruh terhadap fase sel interfase, profase awal, dan profase akhir pucuk daun Hibiscus rosa-sinensis. Pukul 10:00 merupakan waktu optimum pengambilan pucuk untuk studi kromosom. Morfologi kromosom Hibiscus rosa-sinensis L. variasi single pink besar yang diperoleh berukuran kecil, dengan jumlah kromosom banyak 2n=ca. 69--111 dan bersifat mixoploid.

ABSTRACT
The research conducted to determine the effect on collecting the leaf shoots time of the phase of cell division and to find out the optimal time of collecting the leaf shoots time to observe the phase of cell division of Hibiscus rosa sinensis. Period time of collection the leaf shoots is from 08 00 AM to 16 00 PM, with two hours gap each at 08 00, 10 00, 12 00, 14 00, 16 00 pm. The squash method with Aceto orcein dye used for making preparation of chromosomes. Treatment steps include soaking the leaf shoots in cold water for 3 hours, fixation in Carnoy solution for 24 hours, and hydrolysis in 5N HCl solution for 30 minutes. The total calculated data on the number of each cell phase interphase, early prophase, late prophase, metaphase, anaphase, and telophase were analyzed by Kruskall Wallis test. The high number of resulted prophase, as well as low number of interphase, metaphase, anaphase, and low telophase are used to determine the optimum time of collecting the leaf shoots for chromosome studies. The result of Kruskall Wallis test showed that shoots sampling time had a significantly effect on interphase, early prophase, and late prophase of cell phase Hibiscus rosa sinensis leaf shoots. The optimum time of collection the leaf shoots for chromosome study is at 10 00 The results showed that leafs shoots sampling at 10 00 is the optimum time of shooting for chromosome studies. The chromosome morphology of Hibiscus rosa sinensis L. large single pink flower resulted small size, with numorous chromosomes number 2n ca. 69 111 and mixoploid."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Aria Miranda
"Penelitian analisis jumlah kromosom dan perbandingannya dengan ukuran polen pada sembilan variasi bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis, L.) di Kampus UI Depok dan Citayam, Bogor telah dilakukan sejak bulan September 2012 hingga Maret 2013. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jumlah kromosom dan pola ploidi sembilan variasi bunga Hibiscus rosa-sinensis, serta mengetahui perbandingannya dengan ukuran polen. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling pada beberapa lokasi di Kampus UI Depok sebanyak delapan variasi dan satu variasi dari Citayam, Bogor. Sediaan kromosom dibuat dengan menggunakan metode squash Aceto-orcein, dan sediaan polen dibuat dengan menggunakan asetolisis.
Hasil penghitungan kromosom menunjukkan jumlah kromosom yang beragam, dari n=ca. 15 sampai n=ca/ 56, dengan jumlah kromosom paling sedikit ditemukan pada bunga single merah pudar kecil dan paling banyak apda bunga double oranye. Dari perhitungan jumlah kromosom, perbandingannya dengan ukuran polen menunjukkan korelasi yang positif. Ukuran polen yang paling besar dimiliki oleh variasi dengan perkiraan jumlah kromosom yang paling banyak, yaitu bunga double oranye dari Citayam, sementara ukuran polen yang paling kecil dimiliki oleh variasi dengan perkiraan jumlah kromosom yang paling sedikit, yaitu bunga single pink kecil. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mendapatkan jumlah kromosom yang pasti dari Hibiscus rosa-sinensis agar pola ploidi dapat ditentukan.

The analysis of chromosome count and its comparison to pollen grain size in nine variation of shoe-flower (Hibiscus rosa-sinensis, L.) in Universitas Indonesia, Depok and Citayam, Bogor, has been carried on since September 2012 to March 2013. The study is done to gain knowledge on the chromosome count and ploidy level in nine variation of Hibiscus rosa-sinensis, and to know its comparison to the pollen grain size. Purposive sampling was done to collect the samples, eight variation was collected from Universitas Indonesia, Depok, and one variation from Citayam, Bogor. Chromosome slides were prepared using the squash Acetoorcein method, and pollen slides using acetolysis.
Results shows a variety of the chromosome numbers from n=ca. 15 to n=ca. 56, with the smallest number found in the small single petaled pink flower, and the largest number in the double petaled orange flower. The comparison of the chromosome count to the pollen grain size shows a positive correlation. The double petaled orange is the variation with the largest pollen grain size, while the small single petaled pink has the smallest pollen grain size. Further studies are needed to gain the exact chromosome count of Hibiscus rosa-sinensis and to determine the level of ploidy.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Apriliana Kusumawati
"Penelitian untuk mengetahui pengaruh waktu pengambilan pucuk daun terhadap fase mitosis Hibiscus rosa-sinensis L. variasi double red telah dilakukan sejak Januari 2018 hingga Mei 2018. Pembuatan preparat kromosom dilakukan menggunakan metode squashing yang terdiri dari tahap pengambilan bahan, pretreatment, fiksasi, hidrolisis, dan squashing/pemencetan. Pengambilan pucuk daun dilakukan pada lima waktu yang berbeda, yaitu pukul 08.00 WIB, 09.00 WIB, 10.00 WIB, 11.00 WIB, dan 12.00 WIB. Waktu pengambilan pucuk yang menunjukkan persentase profase akhir tertinggi dan interfase yang rendah dijadikan parameter waktu terbaik pengambilan pucuk daun H. rosa-sinensis L. variasi double red untuk studi kromosom. Morfologi dan jumlah kromosom diamati di bawah mikroskop Leica DM500 dengan perbesaran 10 x 40 dan 10 x 100, dan dihitung menggunakan aplikasi ImageJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan sampel pukul 10.00 WIB merupakan waktu terbaik untuk observasi kromosom. Pengaruh waktu pengambilan pucuk daun terhadap fase mitosis dapat dilihat melalui fase interfase dan profase akhir. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya pengaruh waktu pengambilan pucuk daun terhadap fase interfase dan profase akhir sel pucuk daun H. rosa-sinensis L. variasi double red P < 0,05 . Berdasarkan hasil Uji Mann Whitney pada kedua fase tersebut, pengambilan pucuk daun pukul 10.00 WIB tidak berbeda nyata dengan pukul 11.00 WIB. Morfologi kromosom H. rosa-sinensis L. variasi double red yang diperoleh berukuran kecil, dengan jumlah kromosom yang banyak 2n=ca. 26--46 dan bersifat miksoploidi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian terkait kromosom selanjutnya.
The study to determine the effect of leaf rsquo s shoots sampling time on mitotic phases of Hibiscus rosa sinensis L. double red flower has been carried out from January 2018 until May 2018. Preparation of chromosome slides was done using a squashing method. The method consist of sampling stage, pretreatment, fixation, hydrolysis, and squashing punching. The sampling has been done at five different times, at 08.00 a.m, 09.00 a.m, 10.00 a.m, 11.00 a.m, and 12.00 a.m. The sampling time showing the highest late prophase percentage and lowest interphase were determined as the most optimum time for H. rosa sinensis L. double red flower leaf rsquo s shoots sampling for chromosome studies. Morphology and number of chromosomes were observed under the Leica DM500 microscope with magnification 10 x 40 and 10 x 100, and calculated using the ImageJ application. The results showed that 10.00 a.m. was the most optimum time for chromosome observation. The effect of leaf rsquo s shoots sampling time on the mitotic phases can be seen through the percentage of interphase and late prophase. The result of Kruskal Wallis test showed that leaf rsquo s shoots sampling time had a significantly effect on interphase and late prophase of cell phase Hibiscus rosa sinensis double red flower leaf rsquo s shoots P 0,05 . Based on Mann Whitney test of both phases, leaf rsquo s shoots sampling time at 10.00 a.m did not significantly affect with 11.00 a.m. The chromosome of H. rosa sinensis L. double red flower obtained in this study has small size with large numbers of chromosomes 2n ca.26 46 and were mixoploid. The results of this study would be beneficial for further chromosome analysis."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Supriyatni
"ABSTRAK
Dari penelitian yang dilakukan oleh Kholkute (1977), diketahui bahwa pemberian ekstrak benzena bunga Hibiscus rosa-sinensis L. pada tikus jantan selama 30, 45, dan 60 hari berturut-turut dengan dosis 250 mg/kg berat badan/hari mempengaruhi proses spermatogenesis dan fungsi endokrin testis tikus. Pada penelitian ini ekstrak benzena bunga tersebut dicobakan pada mencit (Mus musculus L.) jantan strain LMR untuk dilihat pengaruhnya terhadap jumlah dan viabilitas spermatozoa hewan tersebut. Mencit percobaan dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen yang diberi ekstrak bunga H. rosa-sinensis L. dengan cara dicekok dengan dosis 713 mg/kg berat badan/hari selama 21 hari berturut turut (E), sedangkan kelompok kedua adalah kelompok kontrol yang diberi perlakuan minyak kacang setiap hari selama 21 hari berturut-turut (K1), dan kelompok ketiga adalah kelompok kontrol tanpa perlakuan (K2). Dua puluh empat jam setelah pencekokan terakhir, semua kelompok mencit ditimbang dan kemudian dibius sampai mati. Setelah itu mencit dibedah dan dipotong sepasang organ vas deferensnya mulai dari bagian kauda epididimis sampai bagian ampula. Kamudian untuk mengeluarkan spermatozoanya, salah satu ujung vas deferens dijepit dengan menggunakan pinset halus dan dengan menggunakan pinset halus lainnya dilakukan penekanan sepanjang saluran vas deferens secara hati-hati selama beberapa kali. Spermatozoa yang keluar ditampung pada lempeng uji yang berisi larutan NaCl 0,9%. Selanjutnya dengan menjepit ujung vas deferens lainnya, dilakukan hal yang sama seperti semula. Spermatozoa tersebut kemudian diperiksa secara mikroskopik untuk dihitung jumlah dan viabilitasnya. Hasil perhitungan anva satu faktor memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak benzena bunga Hibiscus rosa-sinensis L. dengan dosis 713 mg/kg berat badan/hari selama 21 hari berturut-turut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap jumlah dan viabilitas spermatozoa mencit (Mus nusculus L.) strain LMR pada taraf kepercayaan 95%. Selain itu, pemberian ekstrak bunga tersebut juga tidak manunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap berat badan mencit pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan, tidak ada pengaruh pemberian ekstrak benzena bunga H. rosa-sinensis L. dengan dosis 713 mg/kg berat badan/hari selama 21 hari berturut-turut terhadap jumlah dan viabilitas spermatozoa mencit (Mus nusculus L.) strain LMR. Diduga, tidak adanya pengaruh pemberian ekstrak tersebut di atas terutama disebabkan oleh dosis pemberian yang masih kurang dan waktu pemberian yang lebih singkat jika dibandingkan dengan dosis dan waktu pemberian pda penelitian Kholkute (1977)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Prihatiningsih
"Telah dilakukan penelitian terhadap tiga variasi bentuk bunga Hibiscus rosa¬sinensis L. (single, crested dan double) di kampus UI depok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiganya berbeda dalam jumlah petal, stamen dan pistillum. Bunga single memiliki 5 petal, stamen 46--101 (x=78,68). Bunga crested memiliki petal tambahan berupa staminodium petaloid (7--28, x=19,01), intermediet stamen-petal (1--21, x=9,2), dan stamen (0--44, x=12). Bunga double memiliki staminodium petaloid (5--36, x=18,6), intermediet stamen-petal (0--14, x=5,32), dan stamen (3--88, x= 38). Jumlah petal tambahan berkorelasi negatif dengan jumlah stamen. Bunga single memiliki ovarium normal, bunga crested dan double dapat memiliki ovarium yang tereduksi dan bermodifikasi menjadi sepalodi. Seluruh variasi bunga H. rosa-sinensis memiliki morfologi polen yang seragam yaitu polen soliter, berbentuk globose, prolat sferoidal hingga oblat sferoidal, apertur polypantoporate, ornamentasi eksin berupa ekinet dengan ujung tumpul, membulat, bercabang dua, dan berlekuk. Ukuran polen berbanding lurus dengan ukuran bunga. Bunga single kecil memiliki polen terkecil (dv= 152,156 µm, dh= 178,312 µm), dan single besar memiliki polen terbesar (dv=174,985 µm, dh=206,023 µm). Gen AGAMOUS terekspresi pada bunga single, crested, dan double.

The single-, crested-, double-flowers type of Hibiscus rosa sinensis L. that grown at University of Indonesia, Depok have been studied. The three varieties of flower differ in terms of additional petal, stamen number, and pistillum. Single-flowers have 5 petals, 46--101 (x = 78,68) stamens. Crested-flowers have additional petal such as staminodium petaloid 7--28 (x = 19,01), and intermediate stamen-petal 1--21 (x = 9,2), and 0--44 (x = 12) stamens. Double-flowers have 5--36 (x = 6,18) staminodium petaloid, 0--14 (x=5,32) intermediate stamen-petal, and 3--88 (x = 38) stamens. Number of additional petal negatively correlated with the number of stamenS.Si.ngle-flowers have normal ovaries. Crested-and double-flowers can have a reduced ovaries and modified into sepalodi. All of the H. rosa sinensis varieties have similarity in pollen morphology, that is solitary, globose -, spheroid prolate-, dan spheroid oblate-shaped, with polypantoporate aperture, echinate (spine) with blunt, rounded, bifurcated, and grooved apex. Pollen size has positive correlation with the size of flowers. Small single-flowers have the smallest pollen (dv = 152,156 µm, dh = 178,312 µm), and large single-flowers have the largest pollen (dv = 174,985 µm, dh = 206,023 µm). AGAMOUS gene expressed in single-, crested-, and double-flowers. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S800
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Rostina
"Bunga Hibiscus rosa-sinensis L. variasi crested peach dan double orange berbeda dari variasi single pink karena memiliki petal tambahan petaloid . Struktur petaloid tersebut diduga berasal dari modifikasi organ reproduktif bunga homeosis . Peristiwa homeosis yang terjadi dihipotesiskan karena gen kelas C AGAMOUS yang berperan dalam pembentukan androecium dan gynoecium tidak terekspresi. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ekspresi gen AGAMOUS secara kualitatif pada bunga single pink, crested peach, dan double orange. Analisis ekspresi gen AGAMOUS dilakukan dengan cara mengisolasi RNA dari androecium dan gynoecium ketiga variasi bunga menggunakan metode CTAB yang dimodifikasi. Sampel RNA diubah menjadi cDNA menggunakan reverse transcriptase, yang selanjutnya diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan primer AG1 dan AG2. Produk PCR AG1 menghasilkan variasi pita dengan ukuran 100, 200, dan 300 bp, sedangkan hasil PCR AG2 menghasilkan pita yang berukuran 200 bp. Hasil analisis sekuensing terhadap produk PCR primer AG1 dan AG2 menunjukkan gen AGAMOUS terekspresi pada semua sampel. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa perubahan struktur organ reproduktif bunga tidak disebabkan oleh hilangnya ekspresi gen AGAMOUS, sehingga perlu dilakukan analisis ekspresi gen AGAMOUS beserta interaksinya dengan gen lain.

Hibiscus rosa sinensis L. crested peach and double orange types are different from single pink type in terms of their additional petals petaloid . The petaloid structure is thought to have originated from reproductive organs modification homeosis . AGAMOUS is class C gene that plays role in androecium and gynoecium formation. Loss of AGAMOUS gene expression is assumed to cause modifications occur in reproductive organs. Therefore, this study aims to determine the qualitative expression of AGAMOUS gene on single pink, crested peach, and double orange flowers. Analysis of AGAMOUS gene expression was done by isolating RNA from their androecium and gynoecium using the modified CTAB method. The RNA sample was converted to cDNA using reverse transcriptase, before further amplified by PCR technique using AG1 and AG2 primers. The AG1 PCR product produces bands of 100, 200, and 300 bp, while the PCR AG2 produces single band of 200 bp. The analysis of sequencing results showed that AGAMOUS gene expressed in all samples. Therefore, petaloids presents in crested peach and double orange flowers are not caused by loss of AGAMOUS gene expression. The homeosis occurred should be analyzed not only based on AGAMOUS gene expression, but also should include other gene and their interactions. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wibowo Mangunwardoyo
"Penelitian pemotongan partial kromosom Xanthomonas campestris (X.c) dengan menggunakan enzim restriksi EcoR1 telah dilakukan. DNA kromosom diisolasi dengan metoda CTAB. DNA dengan konsentrasi sekitar 66 Mg/ml dipotong enzim restriksi EcoR1(100 unit/Ml) dengan variasi waktu 0,10,20,30,40,50 dan 60 detik, diinkubasi pada suhu 37°C. Setelah dipotong dilarikan pada elektroforesis dengan konsentrasi agarosa 0,8%, tegangan 60 miliampere, selama 45 menit.
Pola pita diskret dihasilkan mulai pada Inkubasi 30,40,50 dan 60 detik. Inkubasi 30 detik ternyata sudah memberikan hasil pola pita diskret dari DNA kromosom. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pelacakan gen protease dengan menggunakan pelacak yang sudah diketahui mengandung gen protease."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ari Pujianto
"Hasil dan Pembahasan: Dari hasil eksperimen diperoleh hasil kultur sebagai berikut: Dengan menggunakan teknik kultur konvensional, dari 7 metafase, diperoleh 1 kultur yang menunjukkan kromosom dengan kenampakan pita yang optimal. Sedangkan dengan menggunakan teknik kultur resolusi tinggi dengan menggunakan blocking agent pada fase metafase kemudian dilanjutkan dengan releasing agent, dari 13 metafase diperoleh 3 kultur kromosom dengan jumlah pita yang optimal.
Ketiga kultur kromosom ini menunjukkan struktur kromosom yang lebih panjang jika dibanding dengan teknik kultur yang konvensional. Jika dilihat dari prosentase keberhasilan mendapatkan pita-pita yang jelas terlihat, tampak bahwa tidak banyak perbedaan antara teknik kultur konvensional dengan teknik kultur revolusi tinggi, namun jika dilihat dari hasil kulturnya tampak bahwa kultur kromosom resolusi tinggi (Foto 1) menghasilkan kromosom yang lebih panjang dibanding teknik konvensional. (Foto 2). Struktur kromosom yang panjang ini merupakan hasil yang cukup menggembirakan karena dengan struktur yang terentang akan lebih banyak pita yang akan terlihat. Pada Foto 3 dan 4 diperlihatkan kariogram dari kultur kromosom resolusi tinggi dan teknik kultur konvensional.
Masalah yang masih menjadi kendala dalam penelitian ini adalah hasil fotografi yang kurang bagus sehingga meskipun kromosomnya panjang namun pita-pita kurang jelas terlihat. Hal ini disebabkan oleh kaca obyektif yang kurang fokus. Perlu dilakukan penggantian lensa obyektif plan akromat untuk mendapatkan hasil yang optimal. Disamping lensa obyektif, variasi lama inkubasi setelah diberikan releasing agent juga sangat menentukan panjang pendeknya kromosom yang didapat.
Penelitian ini selain mencoba teknik kultur dengan menggunakan blocking agent juga berusaha memodifikasi prosedur agar didapatkan hasil kultur yang paling bagus, karena teknik kultur yang bisa diteruskan pada salah satu laboratorium belum tentu bisa bagus jika diterapkan laboratorium yang lain. Dengan demikian masing-masing laboratorium akan mempunyai kiat-kiat tersendiri untuk mendapatkan hasil yang bagus meskipun prinsipnya tidak jauh berbeda?."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>