Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183744 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angga Priancha
"Budaya pop Jepang adalah salah satu produk ekonomi kreatif yang terkenal di ranah internasional dan seluruh dunia. Didalam budaya pop jepang, dikenal sebuah konsep bernama ldquo;doujinshi rdquo;, sebuah kegiatan dari para pengemar karya kreatif terkenal untuk membuat karya derivative dari karya-karya yang mereka sukai. Tidak hanya membuat, para pembuat karya derivative juga menjual karya derivative mereka di acara konvensi doujinshi dari sejak tahun 1975 di Jepang dan 2012 di Indonesia. Walaupun kegiatan doujinshi ini sudah berjalan cukup panjang, kegiatan ini masih sering dipandang sebagai ldquo;zona abu-abu rdquo; didalam hukum hak cipta Indonesia dan Jepang. Ini dikarenakan para penggiat kegiatan doujinshi umunya melakukan kegiatanya tanpa mendapatkan izin dari pemilik hak cipta karya yang menjadi rujukan karya derivatif. Skripsi ini akan menganalisa mengenai bagaimana konsep doujinshi diatur dalam hukum hak cipta ke-dua Negara dan legalitas kegiatan doujinshi yang berfokus pada karya musik doujinshi.

Japan pop culture is one of the internationally known creative economic industry products across the globe. Among Japan pop culture, there are known the concept of ldquo doujinshi rdquo , a practice of fans creating derivative works from an existing creative works made by famous artist. Not only creating, the creator rsquo s of doujin works worldwide, sometimes they also sell their derivative works during a doujin convention since 1975 in Japan and starting at 2012 in Indonesia. Despite the long existence of doujinshi practice in Japan and Indonesia, the practice is still somewhat in the ldquo grey zone rdquo under the concept of both Indonesian and Japanese copyright law. This is because the doujinshi practice is commonly done without prior permits from the copyright holder. This thesis will analyze how the concept of doujinshi being regulated in both countries rsquo copyright law and the legality of doujinshi practices focusing on doujin musical works.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla Angela Violetta
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan Fenomena Meme Internet dari Perspektif Hukum Hak Cipta Indonesia, Uni Eropa dan Amerika. Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif yaitu dengan cara mengurai suatu hal hingga komponen dasarnya kemudian menganalisis hubungan masing-masing komponen dengan keseluruhan konteks dan pembahasan dari bermacam sudut pandang. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas bagaimana pengaturan pembatasan dan pengecualian Indonesia, Uni Eropa dan Amerika dan menganalisis kedudukan meme internet sesuai pengaturan tersebut. Meme internet sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan telah menjadi bagian dari kehidupan berinternet sepatutnya diberikan ruang oleh Udang-Undang Hak Cipta. Kemudian setelah menganalisis yurisdiksi negara lain dapat dipelajari doktrin baru seperti Transformative Use yang diatur di Amerika Serikat dapat diimplementasikan ke dalam pengaturan hak cipta di Indonesia.

The focus of this study discusses the position of the Internet Meme Phenomenon from the perspective of Indonesian, European Union and American Copyright Law. This study uses a qualitative data analysis method, namely by breaking something down to its basic components and then analyzing the relationship between each component with the overall context and discussion from various points of view. Therefore, this thesis will discuss how to regulate the restrictions and exclusions of Indonesia, the European Union and America and analyze the position of internet memes according to these settings. Internet memes as a form of freedom of expression and have become part of internet life should be given space by the Copyright Act. Then after analyzing the jurisdictions of other countries, it is possible to learn new theories such as Transformative Use which is regulated in the United States, which can be implemented into copyright regulations in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Aryanto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perspektif Hukum Islam terhadap perlindungan hak
cipta di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab isu hukum apakah
perlindungan hak cipta di Indonesia bertentangan dengan Hukum Islam atau tidak.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan
konseptual dan pendekatan komparatif. Hasil dari penelitian ditemukan jawaban
bahwa perlindungan hak cipta di Indonesia tidak bertentangan dengan Hukum
Islam. Kesimpulannya, sumber utama Hukum Islam yaitu Al Quran dan Hadis
tidak memberikan penjelasan eksplisit mengenai perlindungan hak cipta.
Landasan perlindungan hak cipta diberikan di dalam sumber Hukum Islam
lainnya yaitu ijma, qiyas, dan maslahah mursalah. Berdasarkan ketiga sumber
Hukum Islam tersebut, hak cipta dikategorikan sebagai harta dalam bentuk
manfaat. Selain itu, praktek negara-negara yang menganut Hukum Islam yaitu
Arab Saudi, Yordania, dan Mesir juga menunjukkan bahwa perlindungan hak
cipta tidak bertentangan dengan Hukum Islam.

ABSTRACT
This thesis discusses the perspective of Islamic Law on copyright protection in
Indonesia. It also aims to address the issue whether the law of copyright
protection in Indonesia is compatible to Islamic Law or not. This study employs
normative and juridical method by using conceptual and comparative approach.
The results of the study will be the answer whether copyright protection in
Indonesia is compatible to Islamic Law or not. The research found that the main
sources of Islamic law, namely the Holy Qur'an and the Hadits do not provide
explicit provisions and explanations about copyright protection. The general
principles of copyright protection in Islamic Laws can be found at ijma, qiyas, and
maslahih mursalah. Based on those resources copyright is categorized as property
in the form of manfa?ah. In addition, the practices conducted by Muslim
countries, namely Saudi Arabia, Jordan, and Egypt also suggest that copyright
protection, to some extent, is compatible with Islamic law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Prima Ramadani
"Bootlegging, fenomena dalam industri musik yang merupakan pelanggaran Hak Cipta, adalah aktivitas produksi dan distribusi rekaman musik tidak resmi. Rekaman ini biasanya mengandung materi atau karya yang belum pernah dirilis resmi oleh pencipta, menjadikannya sulit untuk dideteksi dan diidentifikasi sebagai pelanggaran. Transformasi ini menjadi semakin rumit dalam era digital, dimana Bootlegging menjadi dominan dalam format digital dan distribusinya merajalela melalui platform digital seperti YouTube dan Soundcloud. Kompleksitas ini diperparah oleh tantangan dalam identifikasi pelanggaran, yang timbul karena materi dalam produk bootleg seringkali belum resmi dirilis dan tidak terdaftar dalam database manapun. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan menggunakan data sekunder sebagai metode, berfokus pada analisis regulasi dan penerapan perlindungan hukum terhadap Bootlegging di bawah hukum hak cipta di Indonesia dan Amerika Serikat. Penelitian ini mencoba memahami dan mendalami perbedaan serta kesamaan antara kedua sistem hukum dalam mengatur dan menangani isu Bootlegging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Amerika Serikat telah melangkah jauh dalam mengatasi isu ini dengan mengadopsi Anti-Bootlegging Act dan Digital Millennium Copyright Act (DMCA). Sementara itu, Indonesia belum memiliki regulasi khusus mengenai Bootlegging, meskipun telah ada beberapa peraturan yang mencakup pelanggaran Hak Cipta secara umum. Walaupun kedua negara ini memiliki kerangka hukum yang berlaku untuk masalah ini, penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur penanganan Bootlegging di Indonesia masih memerlukan peningkatan, terutama di era digital. Penelitian ini berusaha untuk memberikan pandangan baru tentang pengaturan dan penanganan Bootlegging di era digital, serta memberikan rekomendasi untuk peningkatan kebijakan dan penegakan hukum di Indonesia. Menyoroti signifikansi dan implikasi dari fenomena Bootlegging dalam konteks hukum hak cipta Indonesia dan Amerika Serikat, penelitian ini memfokuskan pada perlunya peningkatan dalam kebijakan dan penegakan hukum di Indonesia.

Bootlegging, an event in the musical realm signifying a breach of Copyright Law, involves the creation and distribution of unofficial music recordings. Frequently, these recordings encapsulate materials or compositions not formally released by their creators, making them elusive for infringement detection and identification. This challenge escalates in the digital era, where Bootlegging predominantly occurs in digital form, and its widespread dissemination transpires via digital platforms such as YouTube and Soundcloud. The intricacy is intensified by hurdles in infringement identification, mainly because the content within bootleg products often remains unreleased officially and unregistered in any database. This research, conducted via a normative juridical approach and leveraging secondary data, underscores the investigation of regulations and the implementation of legal protection against Bootlegging within the ambit of copyright legislation in Indonesia and the United States. The research endeavors to understand and examine the disparities and similarities between the two legal structures concerning the management and resolution of the Bootlegging issue. The research outcome suggests that the United States has made significant strides in addressing this issue by enacting the Anti-Bootlegging Act and the Digital Millennium Copyright Act (DMCA), which facilitate an efficacious takedown procedure. Conversely, Indonesia is yet to formulate specific regulations regarding Bootlegging, despite the presence of several regulations encapsulating general Copyright infringements. Despite both nations having relevant legal frameworks for this issue, the study highlights that the procedural handling of Bootlegging in Indonesia demands enhancement, predominantly in the digital era. This study seeks to proffer a novel viewpoint on the regulation and management of Bootlegging in the digital era, in addition to suggesting recommendations for enhancing policies and legal enforcement in Indonesia. By emphasizing the significance and implications of the Bootlegging phenomenon in relation to the copyright law context of Indonesia and the United States, the research underscores the need for advancement in policy and legal enforcement, particularly in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Kumala Indriyani
"Penelitian atas Hak Cipta sebagai Benda Jaminan didasarkan pada Undang - Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak Cipta dan Undang - Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui keberadaan Hak Cipta dalam kedudukannya sebagai benda serta kemungkinannya sebagi obyek penjaminan atas hutang dalam prespektif Hukum Jaminan Indonesia.
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku? berdasarkan pasal 2 Undang - undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, sedangkan pengertian Jaminan sebagai jaminan umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Hak Cipta memenuhi seluruh unsur dan keberadaan sebagai benda, tetapi sebagai obyek penjaminan Hak Cipta memiliki kelemahan - kelemahan yaitu peralihan atas Hak Cipta yang tidak menyeluruh melainkan hanya sebagian, tidak terdapatnya nilai tetap atas Hak Cipta, serta belum adanya lembaga penjaminan yang tepat bagi Hak Cipta sebagai Jaminan.

Copyright is the exclusive right for the creator or the recipient of the right to publish or reproduce his/her creations and to give others permissions to do so without reducing any restrictions regulated by the existing laws; Article 2 of Copyright Act No. 19 of 2002. Collateral on the other hand is an asset given by debtors to creditors as a guarantee on a particular value of a loan.
The research on Copyright as an object of warranty is based on the Act No. 19 of 2002 on Copyrights and Law, as well as the Law No. 42 of 1999 on Fiduciary Guarantee. This study aims to explore the stand of Copyright in its capacity as an object as well as its potential as collateral with respect to the Indonesian Security Law.
Results of this study conclude that Copyright in fact fulfills all the elements and conditions as an object yet contains some weaknesses as collateral such as; the transfer of Copyright that is only partial instead of full, the absence of a fixed value due to the fact that the value of Copyright is determined based on mutual agreements and professional organizations, and the difficulty of executing copyright as an object of warranty due to its intangible nature.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Kadek Andini Swari
"Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur tentang definisi dari hak cipta yang diperoleh berdasarkan prinsip deklaratif. Akan tetapi, dalam Undang-Undang ini tidak tercantum definisi yang pasti tentang prinsip deklaratif tersebut yang membuat tidak adanya kepastian hukum karena akan sulit untuk menentukan siapa yang berhak memperoleh hak cipta. Tidak adanya penjelasan mengenai prinsip deklaratif secara pasti menimbulkan miskonsepsi terhadap seorang pencipta memerlukan suatu tindakan terntentu untuk melindungi ciptaannya yaitu pencatatan ciptaan. Sehingga, tidak terjamin kepastian hukum antara prinsip deklaratif dengan pencatatan ciptaan. Pesatnya perkembangan industri musik saat ini juga akan berdampak pada kegusaran pencipta suatu karya dalam hal ini pencipta musik dan/atau lagu. Dengan menggunakan metodologi hukum normatif, maka akan dijabarkan mengenai makna deklaratif dalam undang-undang hak cipta pada karya musik dan/atau lagu serta menganalisis kepastian hukum antara prinsip deklaratif dan pencatatan. Hasil dari penelitian ini yakni makna prinsip deklaratif dalam undang-undang hak cipta adalah pernah dinyatakannya suatu ciptaan ke hadapan publik. Jaminan kepastian hukum terhadap prinsip deklaratif yakni dengan adanya sanksi pidana dan perdata terhadap pelanggar hak cipta. Sebaiknya, untuk membuat prinsip deklaratif berjalan dengan efektif maka diperlukan kesadaran bagi pencipta untuk melakukan dokumentasi atau semacamnya dalam jumlah yang banyak pada saat menyatakan suatu ciptaan pertama kali sebagai bukti yang kuat jika terjadi sengketa di kemudian hari.

Article 1 of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright regulates the definition of copyright obtained based on declarative principles. However, this Law does not include a definite definition of the declarative principle which results in a lack of legal certainty because it will be difficult to determine who has the right to obtain copyright. The absence of an explanation regarding declarative principles definitely creates a misconception that an creator requires certain actions to protect his creation, namely the registration of the creation. Thus, legal certainty is not guaranteed between declarative principles and the recording of works. The current rapid development of the music industry will also have an impact on the anger of the creators of a work, in this case the creators of music and/or songs. By using the normative law methodology, it will be explained regarding the declarative meaning in copyright laws on musical works and/or songs and will analyze legal certainty between declarative principles and recording. The result of this research is that the meaning of the declarative principle in copyright law is that a work has been declared before the public. Guarantee of legal certainty against the declarative principle, namely by the existence of criminal and civil sanctions against copyright violators. Preferably, to make the declarative principle work effectively, awareness is needed for creators to carry out documentation or the like in large quantities when declaring a creation for the first time as strong evidence in the event of a dispute at a later date."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Akbar Farras
"Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya digitalisasi perkembangannya sangat cepat pada saat ini. Perkembangan ini secara bertahap akan dapat mengungkapkan penipuan yang telah terjadi terhadap penciptaan nilai ekonomi. Dalam isu ini, Penulis akan membawa analisis tentang musik digital yang bernama spotify. Musik digital ini sedang digugat oleh penerbit musik besar dengan kerugian $ 1,6 miliar dan ganti rugi yangbernama wixen music publishing, yang mempunyai lisensi lebih dari 200 artis. Gugatan itu diajukan di California pada 29 Desember 2017, anggapan wixen adalah spotify melanggar pelanggaran hak cipta yang disebut hak mekanik, secara khusus menuduh spotify menggunakan ribuan lagu itu tanpa lisensi yang tepat dan izin dari wixen. Makalah penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode yuridis normatif yang berarti kegiatan ilmiah berdasarkan metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau lebih fenomena hukum spesifik dengan cara menganalisis. Makalah penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode yuridis normatif. Dalam makalah penelitian ini akan menganalisis penggunaan hak cipta spotify selama menjalankan bisnisnya sesuai dengan hukum, konvensi dan peraturan yang berlaku. Hasil dari makalah penelitian ini adalah untuk menarik kesimpulan tentang bagaimana spotify menghasilkan uang, legalitas fonogram digital dan menganalisis kasus spotify. Dengan melakukan hal itu diharapkan bahwa dalam makalah penelitian ini dapat memberikan saran untuk perbaikan pada penggunaan hak cipta musik digital dalam perspektif hukum hak cipta dan juga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan pelanggaran hak cipta dalam industri musik digital dalam Konvensi Internasional tentang Hak cipta dan hukum peraturan nasional No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.

The advancement of science and technology especially the rapidly digitizing technology nowadays. The development of digitalization will gradually be able to reveal the fraud that has occurred so far against the creation of economic value. In this issue, Writer brings an analysis on digital music named spotify. This digital music is being sued by a major music publisher for $1,6 billion in damages and injuncitve named wixen music publishing, which licenses music from about 200 artists. The lawsuit was filed in California on December 29 2017, wixen assumption is spotify violates copyright infringement which called mechanical rights, specifically alleging spotify is using thousands of it is songs without a proper license and permission from wixen. This research paper is made by using normative judicial method which means a scientific activity based on method, systematics, and certain thoughts that aim to learn one or more specific legal phenomena by analyzing. In this research paper will analyze copyright use of spotify during running its business pursuant to prevailing laws, conventions and regulations. The result of this research paper is to draw a conclusion on how spotify makes money, the legality of digital phonogram and analyze spotify case. By doing so it is hope that in this research paper could provide any suggestion for the improvement on the copyright use of digital music in copyright law perspective and also increase people’s awarness to implement the preventive measures of copyright infringment in digital music industry in International Convention on Copyright and national regulation law no. 28 year 2014 on Copyright."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Drias Rachmatirtani
"Skripsi ini membahas mengenai doktrin fiksasi, khususnya terkait dengan interpretasinya dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. UUHC Doktrin fiksasi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi sebuah karya agar dapat memperoleh perlindungan hak cipta, hal tersebut dinyatakan pertama kali dalam The Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works The Berne Convention sebagai konvensi internasional pertama terkait dengan hak cipta. Indonesia sebagai salah satu negara penandatangan The Berne Convention turut menerapkan syarat tersebut. UUHC dalam Pasal 1 ayat 13 memberikan definisi mengenai fiksasi sebagai "Fiksasi adalah perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun";. Namun definisi fiksasi dalam UUHC diterjemahkan dari WIPO Performance and Phonograms Treaty yaitu perjanjian internasional yang hanya mencangkup pertunjukan dan fonogram. Dengan seluruh jenis karya yang dilindungi sebagaimana yang dicantumkan Pasal 40 ayat 1 UUHC, penerapan definisi fiksasi tersebut tidak tepat. Walaupun hal tersebut tidak menimbulkan permasalahan hukum yang serius, tetapi hasil penelitian menyarankan bahwa suatu revisi terhadap Pasal 1 ayat 13 UUHC perlu dilakukan.

This thesis emphasize on the fixation doctrine, especially with regards to its interpretation under the Law No. 28 of 2014 on Copyright Copyright Law . Fixation doctrine is one of the requirements in which necessary to be satisfied in order to obtain the protection by copyrights, such action was initiated since the enactment of The Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works The Berne Convention as the first international convention on copyrights. Indonesia as one of the member states The Berne Convention too apply the requirement in its law. In Article 1 point 13 of the Copyright Law, fixation is defined as "Fixation is an audible sound recording, recording images or both, the which can be seen, heard, Reproduced, or otherwise communicated through any device". However, the definition of fixation as set forth in the Copyright Law was translated from Article 2 point c of WIPO Performance and Phonograms Treaty, namely an international treaty in which only covers performance and phonograms. With all of the protected works set forth in Article 40 point 1 of the Copyright Law, the interpretation of the aforementioned definition of fixation seemed to be incorrect. Although it does not create serious legal consequences, the research resulted to a recommendation that a revision on Article 1 point 13 of the Copyright Law is necessary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S67223
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Edlin Pradana
"Skripsi ini membahas mengenai hak cipta atas hak mengumumkan terkait penggunaan ciptaan lagu atau musik oleh usaha jasa makanan dan minuman di Indonesia. Permasalahan dalam artikel ini adalah bagaimana kebijakan dan pengaturan yang ideal pada penggunaan ciptaan lagu atau musik oleh usaha jasa makanan dan minuman di Indonesia. Metode penelitian yang penulis gunakan ialah yuridis normatif dengan tipologi preskriptif. Data yang penulis gunakan diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan dan pengaturan terkait penggunaan ciptaan lagu atau musik oleh usaha jasa makanan dan minuman di Indonesia tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. UUHC hanya mengatur mengenai definisi pengumuman dan kewajiban pembayaran royalti bagi pihak-pihak yang memanfaatkan hak ekonomi pencipta. Pengumuman di Indonesia pun didefinisikan terlalu luas. Jadi semua kegiatan yang melakukan pengumuman, diwajibkan untuk melakukan pembayaran royalti. Tentunya hal ini menimbulkan ketidak adilan bagi usaha jasa makanan dan minuman di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan suatu batasan dan pengecualian terhadap hak mengumumkan khususnya bagi penggunaan ciptaan lagu atau musik oleh usaha jasa makanan dan minuman.

This thesis discusses copyright on performing rights related to musical works used by food and beverage services in Indonesia. The problems in this article is how the policies and regulations are convenient to the musical works used by food and beverage services especially restaurant, caf and bar in Indonesia. The research method used in this research is normative with prescriptive typology. The data in this research are obtained through literature study and interview with relevant experts. The results showed that policies and regulations related to to musical works used by food and beverage services in Indonesia are not clearly regulated in Law No. 28 of 2014 on Copyright UUHC. UUHC only regulates the definition of the announcement performing right and the obligation of payment royalties for those who utilize the economic rights of the creator. Performing right in Indonesian regulation was definited to far. There are no limitation or excemption about this performing right. When someone do some performing work publicy, they must pay royalti to the owner of the work. Thus creating injustice for food and beverage services in Indonesia. So, there must be some limitation or excemption of performing right especially for the use of musical works by food and beverage services in Indonesia.
"
[Depok, ]: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicholas Glenn Dimas Adilanang
"Artificial Intelligence dalam bidang seni mengalami perkembangan yang pesat, salah satunya adalah munculnya Text-to-Images Art, fitur oleh AI dalam pembuatan gambar visual berdasarkan prompt text yang di-input oleh manusia sebagai user. Namun, karya gambar yang dihasilkan dari Text-to-Images Art menjadi perdebatan apakah karya ini dapat dilindungi oleh hak cipta atau tidak, hal ini dikarenakan hukum hak cipta Indonesia memiliki doktrin bahwa manusia (natural person) sebagai pencipta menjadi syarat dalam agar ciptaan dapat terlindungi hak cipta. Kemudian, ciptaan juga harus memenuhi unsur originality dan fixation sebagai bentuk adanya hasil usaha intelektual pencipta sebagai manusia dalam bentuk materil yang nyata, sehingga perlunya analisis atas hak cipta dari karya gambar Text-to-Images Art yang dibentuk oleh AI terutama dalam proses pembentukan karyanya berdasarkan doktrin authorship dan ownership di Indonesia dan internasional. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berbentuk metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berbentuk Yuridis-Normatif dengan menganalisis permasalahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai dasar ketentuan peraturan mengenai Hak Cipta di Indonesia. Dalam skripsi ini akan digunakan pula pendekatan komparatif dengan membandingkan peraturan internasional dan negara-negara penganut civil law dan common law terkait dengan doktrin authorship dalam peraturan hak cipta di kedua sistem hukum. Hasil penelitian ini menemukan bahwa berdasarkan hukum Indonesia, Text-to-Images Art tidak memenuhi unsur sebagai ciptaan yang dapat dilindungi oleh hak cipta karena tidak memenuhi unsur originality yang membutuhkan usaha independen oleh manusia dan adanya creative choice dalam pembentukannya. Namun, dalam praktiknya, Text-to-Image Art dapat dilindungi oleh beberapa negara penganut common law sebagai computer-generated works dengan pengembang model Text-to-Images Art sebagai pencipta.

Artificial Intelligence in the field of art is experiencing rapid development, one of which is the emergence of Text-to-Images Art, a feature by AI in making visual images based on prompt text inputed by humans as users. However, the image work produced from Text-to-Images Art is a debate whether this work can be protected by copyright or not, this is because Indonesian copyright law has the doctrine that a human (natural person) as the creator is a condition for the creation to be protected by copyright. Then, the creation must also meet the elements of originality and fixation as a form of the result of the intellectual effort of the creator as a human in a tangible material form, so it is necessary to analyze the validity of the copyright of the Text-to-Images Art image created by AI, especially in the process of forming the work based on the doctrine of authorship and ownership in Indonesia and internationally. The research method used in this study is Juridical-Normative by analyzing problems based on Law Number 28 of 2014 on Copyright as the basis for the provisions of regulations regarding copyright in Indonesia. This thesis will also use a comparative approach by comparing international regulations and countries that adhere to civil law and common law related to the doctrine of authorship in copyright regulations in both legal systems. The results of this study found that based on Indonesian law, Text-to-Images Art does not meet the elements as a creation that can be protected by copyright because it does not meet the element of originality which requires independent effort by humans and creative choice in its formation. However, in practice, Text-to-Image Art can be protected by some common law countries as computer-generated works with the developer of the Text-to-Images Art model as the creator."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>