Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47963 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinaga, Elkhatrin
"Segala harta yang diperoleh dalam ikatan perkawinan adalah harta bersama, sehingga untuk mengalihkan harta tersebut dibutuhkan persetujuan suami dan istri. akan tetapi pada studi kasus ini peralihan hak milik atas tanah harta bersama dijual secara sepihak oleh suami di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai Pejabat yang ditunjuk untuk membuat akta, Pejabat Pembuat Akta Tanah harus cermat dan teliti memperhatikan syarat-syarat materil sah nya jual beli tanah agar di kemudian hari tidak menimbulkan sengketa. Sebagai pembeli yang melakukan jual-beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan tidaklah mengetahui adanya cacad pada tanah saat membelinya patutlah dikatakan pembeli beritikad baik yang harus dilindungi. Namun dikemudian hari, setelah menguasai tanah selama kurang lebih 11 tahun, pembeli beritikad baik tersebut digugat, sehingga akta jual-beli yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah batal demi hukum oleh putusan hakim. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan bersifat evaluatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan. Peralihan hak milik atas tanah dengan jual beli atas tanah harta bersama dilakukan berdasarkan persetujuan kedua pihak, dan apabila melakukan perbuatan hukum sendiri, dibutuhkan persetujuan tertulis dari suami/isteri, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah harus lebih memperhatikan kliennya dengan peranannya yang semakin aktif dan profesional dalam membuat akta jual beli tanah serta pembeli yang beritikad baik membeli tanah tidak mendapat kerugian. Sehingga Penulis berpendapat bahwa perlu adanya pengadilan khusus Agraria yang hanya memeriksa perkara tentang Agraria.

All the properties gained in marriage is a joint property, so transferring the property requires the consent of both husband and wife. However, in this case study the transfer of ownership of the joint property land is sold unilaterally by the husband in the presence of the Land Titles Registrar in accordance with the laws and regulations. As the official appointed to make the deed, the Land Titles Registrar must be careful and thoroughly observe the legal requirements of his sale and purchase of land so that in the future there will be no dispute. As a buyer who sells in front of the Land Titles Registrar, And not knowing the presence of defects in the land when buying it should be said to be a good faith buyer to be protected. But in the future, after controlling the land for about 11 years, the buyer who has good intentions were sued, so the deed of sale made by the Land Titles Registrar is made null and void by the judge 39 s verdict. The transfer of ownership of land joint property through sale and purchase is done based on the agreement of both parties, and if doing the legal act itself, the written approval of the spouse is required, so the Land Titles Registrar must pay more attention to his her clients with their increasingly active and professional role in making a deed of buying and selling land so a buyer with good faith will not suffered losses. So the authors argue that it needs a special Agrarian courts that only check the case of agrarian."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naomy Berlianda
"Tesis ini membahas mengenai pembatalan akta jual beli terhadap objek harta warisan yang belum dibagi berdasarkan studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1852 K/Pdt/2018.Adapun permasalahan yang timbul mencakup mengenai pengaturan harta bersama , kewenangan subjeknya dan hak-hak pihak lain terhadap perbuatan hukum (jual beli) harta warisan sebagai harta bersama yang terikat dan analisa hukum terhadap jual beli atas harta warisan terhadap studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1852 K/Pdt/2018. Digunakan metode penelitian yuridis normatif, yakni menganalisis dasar-dasar atas pembatalan akta jual beli atas objek harta warisan yang belum dibagi menurut Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1852 K/Pdt/2018 sehingga dapat dilihat dari aspek yuridis atau peraturan hukum positif sekaligus menganalisa implementasi hukum tersebut dalam realitas atau kenyataan yang mengacu pada norma-norma hukum yang tertulis. Harta Bersama merupakan penyatuan harta kekayaan yang dimiliki suami istri secara otomatis dan penyatuan harta ini sah dan tidak bisa diganggu gugat selama perkawinan tidak berakhir akibat perceraian ataupun kematian. Sehubungan dengan hal tersebut apabila keduanya dipisahkan karena cerai mati, maka kewenangan subjek harta bersama jatuh kepada ahli warisnya yang merupakan harta bersama yang terikat, dalam hal ini para ahli waris mempunyai kewenangan untuk memperoleh hak nya. Dengan diperolehnya hak atas objek warisan yang belum dibagi, maka akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah atas objek warisan yang belum dibagi batal demi hukum dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat membatalkan akta yang dibuat atas perintah pengadilan.

This thesis discusses the revocation of the sale and purchase deed of inheritance objects that have not been divided to heirs based on the Case Study of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1852 K / Pdt / 2018. As for the problems that arise regarding the arrangement of shared assets, the authority of the subject and the rights of other parties to legal act (sale and purchase) of inheritance as jointly bound assets and legal analysis of the sale and purchase of inheritance on the Case Study of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1852 K / Pdt / 2018. Normative juridical research methods are used, namely analyzing the basics of revocation the sale and purchase deed of inheritance objects that have not been divided according to the Supreme Court Decree of the Republic of Indonesia Number 1852 K / Pdt / 2018 so that it can be seen from the juridical aspects or positive legal regulations as well as analyzing legal implementation mentioned in reality or reality which refers to written legal norms. Joint Wealth is the integration of assets owned by husband and wife automatically and the integration of these assets is legal and cannot be contested as long as the marriage does not end due to divorce or death. In connection with this matter, if the two are separated due to divorce, the authority of the subject of joint property falls to the heirs who are bound shared assets, in this case the heirs have the authority to obtain their rights. By obtaining the rights to inherited objects that have not been shared, then the deed of sale and purchase made by the Land Deed Makers Officer for the inherited object that has not been divided is legally canceled and the Land Deed Makers may cancel the deed made by court order.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Gede Yudi Putra Wibawa
"Penelitian ini membahas mengenai keabsahaan pengalihan harta bersama dengan isteri pertama melalui persetujuan isteri kedua dalam akta jual beli tanah serta implikasinya terhadap pembeli tanah yang bersangkutan sebagaimana hal tersebut terjadi dalam perkara yang diputus oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 2273K/PDT/2021. Secara garis besar harta bersama A berupa tanah telah dialihkan oleh almarhum suaminya semasa hidupnya tanpa persetujuan A tetapi dengan persetujuan isteri lain secara dibawah tangan yang melampirkan akta nikah dan akta-akta lainnya, namun A tidak pernah mengetahui perkawinan tersebut. A mengajukan gugatan terhadap C karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyatakan Akta Jual Beli batal demi hukum, namun Majelis Hakim menolak gugatan. Dalam membahas permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal dengan analisis kualitatif. Adapun pembahasan yang diperoleh yaitu keabsahan pengalihan tanah SHM Nomor 2588 terkesan menggantung, di satu sisi Majelis Hakim menyatakan A berhak atas tanah SHM Nomor 2588 sedangkan Majelis Hakim menyatakan harus ada putusan pengadilan yang menyatakan terjadi pemalsuan terhadap identitas penjual tanah SHM Nomor 2588 dan merekomendasikan menggugat kepada penjual yang tidak berhak, akan tetapi penjual yaitu suaminya telah meninggal, yang semestinya Majelis Hakim menangguhkan pemeriksaan perkara untuk diteruskan kepada pejabat yang berwenang menuntut dugaan pemalsuan tersebut berdasarkan Pasal 138 Ayat (7) HIR dan Pasal 138 Ayat (8) HIR untuk mengetahui pihak yang harusnya digugat oleh A. Kepada C diberikan perlindungan hukum karena telah beritikad baik dalam membeli obyek jual beli tanah yang sesuai dengan prosedur/tata cara yang berlaku sehingga jual beli dianggap sah.

This research discusses the legality of transferring joint asset with the first wife through the consent of the second wife in the deed of sale and purchase of the land and the implications for the purchaser of the land that happened in a case decided by the Supreme Court through Decision Number 2273K/PDT/2021. A's joint asset in the form of the land was transferred by her late husband during his lifetime without A's consent but with the consent of another wife who attached a marriage certificate and other certificates, but A never knew about the marriage. A filed a lawsuit against C because he had committed an unlawful act and declared the sale and purchase deed null and void, but the Judges rejected the lawsuit. In discussing these problems using doctrinal research method with qualitative analysis. The results of this research are the validity of the transfer of the land of SHM Number 2588, the Judges stated that A had the right of the land of SHM Number 2588, while the Judges stated that there must be a court decision stating that there was falsification of the identity of the seller of the land of SHM Number 2588 and recommending suing the seller who is not have the right, but the seller, namely her husband, had died, the Judges should have postponed the examination of the case to be forwarded to the official authorized to prosecute the alleged forgery based on Article 138 Paragraph (7) HIR and Article 138 Paragraph (8) HIR to find out which party should be sued by A. C is given legal protection because he has good faith in buying the land of SHM Number 2588 with the procedures, so that the sale and purchase are considered valid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christy Monaita Martanti
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu dalam hal peralihan hak atas tanah, salah satunya yaitu akta jual beli. Dalam peraturannya telah diatur bahwa tidak diperbolehkan membuat akta jual beli dengan blanko kosong. Dalam hal ini ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan akta jual beli dengan blanko kosong sehingga berimplikasi pada perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Tesis ini membahas tanggung jawab PPAT sebagai pejabat umum terhadap pembatalan akta jual beli akibat perbuatan melawan hukum serta akibat hukumnya. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif. Hasil pembahasan ini adalah PPAT bertanggung jawab terhadap perbuatan melawan hukum membuat akta jual beli dengan blanko kosong: (1) Tanggung jawab PPAT bersangkutan terdiri dari tanggung jawab administrasi berupa pengenaan sanksi administrasi pemberhentian sementara dari jabatannya dan tanggung jawab pidana berupa pengenaan sanksi pidana. (2) Akibat hukum terhadap akta jual beli yang dinyatakan batal demi hukum oleh suatu putusan pengadilan yaitu akta tersebut dianggap tidak pernah ada. Artinya sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli. Pengurusan dilakukan dengan membuat akta pembatalan jual beli tanah, yang akan ditindak lanjuti oleh Kantor Pertanahan untuk dilakukan pencabutan dan pembatalan sertipikat yang telah terbit sebelumnya. Pembatalan sertipikat akan mengembalikan status tanahnya ke keadaan semula sebelum dilakukan peralihan hak. Sehingga nama pemegang hak akan kembali ke nama pemegang hak semula.

The Land Deed Maker Official (PPAT) is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions in terms of the transfer of land rights, one of which is the deed of sale and purchase. In the regulations it has been regulated that it is not allowed to make a deed of sale with a blank form. In the case, a violation was found by PPAT in making a deed of sale and purchase with a blank form so that it had implications for unlawful acts (onrechmatige daad). This thesis discusses PPAT’s responsibility as a public official for the cancellation of the sale and purchase deed due to unlawful acts and the legal consequences. The research method used in normative legal research. The results of this discussion are that the PPAT is responsible for unlawful acts of making a blank sale and purchase deed: (1) The related PPAT’s responsibilities consist of administrative responsibility in the form of imposition of administrative sanctions for dismissal from his position and crimical responsibility in the form of imposition of criminal sanctions. (2) The legal consequence of the deed of sale which is declared null and void by a court decision is that the deed is deemed to have never existed. That is, from the beginning the law considered that there had never existed. That is, from the beginning the law considered that there had never been a sale and purchase. Managenemt is carried out by making a deed of sale and purchase of land, which will be followed up by the Land Officer for revocation and previously a certificate that has been issued previously. Cancellation of the certificate will return the land status to its original state before the title song was carried out. So that the name of the right holder will return to the name of the original right holder."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bifi Enggawita
"Putusnya perkawinan karena perceraian memiliki konsekuensi hukum bagi berbagi aset bersama. Sebagai konsekuensi hukum dari pembagian aset bersama setelah putusan pengadilan terjadi yaitu terjadi pengalihan hak baik dengan cara dijual membeli atau memberikan dalam properti bersama. Pengalihan aset bersama setelah perceraian harus dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak yaitu mantan istri dan mantan suami, namun belum selesai harus dan ada tindakan melawan hukum. Pokok bahasan dari pencipta merupakan akibat hukum dari jual beli dan pemberian harta kekayaan secara bersama-sama oleh satu orang pihak setelah perceraian dan menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1808 K / Pdt / 2017. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis normatif dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan didukung oleh hasil wawancara. Konsekuensi hukum pengalihan aset bersama setelah bercerai tanpa persetujuan kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri) batal demi hukum yang dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung Nomor: 1808 K / Pdt / 2017 yang menyatakan bahwa dilakukan pengalihan hak secara sepihak batal demi hukum. Jadi seharusnya para pihak siapa yang akan mengalihkan harta bersama setelah perceraian dengan menjualnya pembelian atau hibah harus mendapat persetujuan kedua belah pihak.

The dissolution of a marriage due to divorce has legal consequences for it share assets together. As a legal consequence of sharing the assets together after the court verdict occurs, there is a transfer of rights either by sale or purchase or by giving away in joint property. Transfer of joint assets after divorce must be carried out with the consent of both parties, namely the ex-wife and ex-husband, but it must not be completed and there are actions against the law. The subject matter of the creator is the legal consequence of buying and selling and giving of assets jointly by one person parties after the divorce and analyzing the Supreme Court Decision Number: 1808 K / Pdt / 2017. The research method used by the author is normative juridical by reviewing the provisions of laws and regulations supported by the results of interviews. The legal consequence of transferring joint assets after divorce without the consent of both parties (ex-husband and ex-wife) is null and void which is strengthened by the decision of the Supreme Court Number: 1808 K / Pdt / 2017 which states that the transfer of rights is unilaterally null and void by law. So, the parties who will transfer the joint property after the divorce by selling it, a purchase or a grant, must have the consent of both parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasya Triastutie Putri Suandi
"Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1898 K/Pdt/2022 diajukannya pembatalan terhadap Akta Jual Beli Nomor 02/2014 yang didasari atas Perjanjian tanggal 23 Desember 2013. Perjanjian tersebut memuat kesepakatan untuk melakukan jual beli tanah secara pura-pura berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 3611/Nagari Lima Kaum. Penelitian ini menganalisis kekuatan hukum Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 sebagai perjanjian simulasi dan menjadi dasar pembuatan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 dan penelitian ini menganalisis pertimbangan Majelis Hakim dalam menilai keabsahan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 apabila dikaitkan dengan sistem pembuktian hukum perdata serta prosedur peralihan hak atas tanah. Penelitian menggunakan jenis penelitian doktrinal mengacu kepada peraturan perundang-undangan. Untuk menjawab kedua rumusan masalah menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan kemudian dianalisis secara kualitatif dan ditarik kesimpulan berupa data deskriptif analitis. Simpulan pada penelitian ini Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 merupakan perjanjian simulasi yang termasuk ke dalam jenis simulasi absolut dimana yang mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum. Mengenai keabsahan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 yang didasari atas Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 melalui pertimbangannya Majelis Hakim berpendapat Akta Jual Beli tetap berlaku sah dikarenakan telah dibuatnya akta otentik dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah sehingga para pihak tidak dapat mendalilkan perbuatan jual beli dilakukan secara pura-pura.

Supreme Court Decision Number 1898 K/Pdt/2022 cancellation the Deed of Sale and Purchase Number 02/2014 was proposed based on Agreement dated December 23, 2013. The agreement contained to buy and sell land on a mock basis based on the Certificate of Property Rights Number 3611/ Nagari Lima Kaum. This study analyzes legal force of the Agreement dated December 23, 2013 as a simulation agreement and became the basis for making the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 and this study analyzes the considerations of the Panel of Judges in assessing the validity of the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 when it is linked to the civil law evidentiary system and procedures transfer of land rights. Using doctrinal research that refers to laws and regulations. To answer the two problems using secondary data obtained from literature studies then analyzed qualitatively and conclusions were drawn in the form of analytical descriptive data. The conclusions is Agreement dated December 23, 2013 is a simulation type of absolute which results in the agreement being null and void. Regarding the validity of the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 based on the Agreement dated December 23, 2013 through its considerations the Judges of the opinion that the Sale and Purchase Deed remained valid because an authentic deed had been made before the Land Deed Making Official so that the parties could not argue that the sale and purchase was carried out in a pretense temple."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maena Vianny
"Perbuatan hukum dengan tujuan peralihan hak atas tanah salah satunya dapat dilakukan melalui jual beli yang kemudian dibuatkan akta autentik oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang untuk dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun dalam kenyataannya, terdapat Akta Jual Beli (AJB) dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh pihak yang tidak berwenang sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1869K/PDT/2022. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan AJB dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang kemudian dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru. Untuk dapat memberikan penjelasan ekstensif terkait permasalahan utama tersebut maka dilakukan analisis tentang akibat hukum terhadap AJB peralihan hak atas tanah yang dibuat secara melawan hukum. Selain itu juga mengenai tanggung jawab PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur dalam pembuatan AJB peralihan hak atas tanah. Data sekunder yang didapatkan melalui studi dokumen pada penelitian doktrinal ini adalah berupa bahan-bahan hukum yang diperkuat dengan wawancara kepada narasumber dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan akibat hukum dari AJB yang diteliti seharusnya kedua AJB tersebut tidak dapat dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru karena tidak memenuhi persyaratan formil pembuatan AJB yakni dilakukan di hadapan PPAT yang berwenang dan PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur pembuatan AJB hak atas tanah diberikan sanksi baik secara administratif dengan pemberhentian secara tidak hormat, perdata dengan gugatan ganti rugi dan bahkan berpotensi diberikan sanksi pidana apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

One of the legal actions to transfer land rights can be carried out through sale and purchase, which is then made an authentic deed by a Land Deed Official (PPAT) authorized to transfer to the new right holder by the Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration. However, in reality, there are Land Title Deeds made by unauthorized parties as found in the case of Supreme Court Decision Number 1869K/PDT/2022. The main problem discussed in this thesis is related to the tort of law in the process of making AJB in order to transfer land rights to new rights holders. To be able to provide an extensive explanation related to the main problem, an analysis is carried out on the legal consequencesof the Land Title Deed for the transfer of land rights made against the law In addition, it is also about the responsibility of the PPAT who violates the procedure in making AJB for the transfer of land rights. Secondary data obtained through document studies in this doctrinal research is in the form of legal materials reinforced by interviews with sources and then analyzed qualitatively. From the results of the research, it can be explained that although there are differences in the legal consequences of the AJBs studied, the two AJBs should not be transferred to the new right holder because they do not fulfill the formal requirements for making AJBs, which are carried out in the presence of an authorized PPAT and PPATs who violate the procedures for making AJBs of land rights are given sanctions both administratively with dishonorable dismissal, civil with compensation claims and even potentially criminal sanctions if they meet the elements in Articles 264 and 266 of the Criminal Code.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priski Athaya Fatimah
"Setiap orang membutuhkan alat bukti mengenai suatu hak dan peristiwa yang terjadi. Dalam praktik, Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat yang oleh peraturan pemerintah diberikan kewenangan untuk membuat akta autentik. Akta autentik adalah alat bukti yang sempurna, lengkap dan mengikat, sehingga kebenaran dari hal-hal tertulis dalam akta tersebut harus diakui kebenarannya. Akta autentik berisikan keterangan-keterangan dari para pihak yang dijadikan dasar pembuatan akta autentik. Masalah timbul ketika isi dari akta tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, dikarenakan terdapat pihak yang memalsukan tanda tangan dalam Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT. Tesis ini membahas mengenai kasus pemalsuan tanda tangan sebagaimana dimuat dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 898K/Pid/2018. Permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis adalah mengenai Surat Pernyataan berhutang berlanjut menjadi Akta Jual Beli dan pemalsuan tanda tangan dalam Akta Jual Beli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis, dianalisa dengan metode kualitatif dengan menggunakan studi dokumen dengan pengumpulan data sekunder. Hasil penelitian ini adalah Surat pernyataan berhutang tidak dapat dijadikan dasar pembuatan Akta Jual beli, karena dalam pembuatannya harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Terdakwa dikenakan Pasal 266 ayat (2) KUHP, namun seharusnya Notaris/PPAT juga dapat dikenakan pertanggungjawaban karena ketidakhati-hatiannya dalam membuat Akta Jual Beli.

Everyone needs evidence regarding a right and events that occur. In practice, the Official for Making Land Deeds is an official who is authorized by government regulations to make authentic deeds. Authentic deeds are perfect, complete and binding evidence, so that the truth of the things written in the deed must be recognized as true. The authentic deed contains information from the parties which is the basis for making the authentic deed. Problems arise when the contents of the deed are not in accordance with the reality, because there are parties who falsify the signature in the Sale and Purchase Deed made by PPAT. This thesis discusses the case of signature forgery as contained in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 898K/Pid/2018. The problem that will be researched and analyzed is regarding the Statement of Debt continuing to become the Sale and Purchase Deed and signature forgery in the Sale and Purchase Deed. This study used a normative juridical research method with a descriptive analytical typology of research, analyzed by qualitative methods using document studies with secondary data collection. The result of this research is that a statement that owes money cannot be used as the basis for making a Sale and Purchase Deed, because in the making must be attended by the parties who have committed the legal act concerned and witnessed by at least 2 (two) witnesses. The defendant is subject to Article 266 paragraph (2) of the Criminal Code, but the Notary/PPAT should also be liable for his carelessness in making the Sale and Purchase Deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizatu Afifah Juwita Yasin
"Akta yang dibuat oleh PPAT kerap kali menyebabkan terjadinya suatu sengketa
atau konflik dalam pertanahan, sehingga tidak sedikit PPAT yang terjerat perkara di
Pengadilan yang salah satunya adalah karena pembuatan akta yang tidak sesuai dengan
prosedur. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah bagaimana
bentuk pelanggaran berat pembuatan akta jual beli oleh PPAT dalam kasus di Putusan
Pengadilan No. 1146 K / PDT / 2020 serta bagaimana pertanggungjawaban PPAT atas
pelanggaran berat yang telah dilakukan tersebut. Adapun penelitian ini menggunakan
metode yuridis normatif dan bentuk penelitiannya adalah Eksplanatoris. Hasil dari
penelitian ini menyimpulkan pelanggaran berat yang dilakukan ialah pembantuan dalam
permufakatan jahat yang mengakibatkan sengketa pertanahan dan membuatkan akta yang
telah terbukti PPAT mengetahui para pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum
atau kuasanya tidak hadir dihadap nya sehingga melanggar ketentuan 10 Ayat 3 Huruf a
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016. Akta Jual Beli yang dinyatakan batal demi
hukum menjadikan peristiwa hukum akibat lahirnya akta jual beli tersebut dianggap tidak
pernah ada turut menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
antara para pihak. Maka berdasarkan ketentuan pasal 62 PP No. 24 Tahun 1997 jo. pasal
55 Peraturan KaBPN No. 1 Tahun 2006, PPAT VNR dapat dikenakan penjatuhan sanksi
administratif berupa pemberhentian dengan tidak hormat dan ganti rugi. Hasil tesis ini
juga menyarankan bahwa sebaiknya PPAT selaku pejabat yang memberikan pelayanan
harus memeriksa kewenangan penghadap sehingga dapat menghasilkan akta berkekuatan
pembuktian sempurna.

Deed that had been made by land deed officical often cause conflict or dispute
over land, hence there are many land deed official that trap in court because of it which sometimes happens because not following the procedure when making deeds. The subject matter that will be discussed are how the deed against the law by land deed official in the case of the court verdict No. 1146 K / PDT / 2020 in the framework of the creation of the buy and sell deed and how the legal consequences of cancellation of the buy and sell deed are acts against the law by land deed official. As for this research using normative juridical methods and its research form is an explanatory. The form of serious conducted by VNR is aiding as a malicious agreement that resulted in a land dispute and create a deed where he knows the
authorities whom doing legal acts or their proxies are not present before him which is violate
the provisions of verse 10 section a PP 24year 2016 The sale and purchase deed, which is
null and void, makes the legal event due to the birth of the deed is deemed to have never.
According to chapter 62 PP No. 24 year 1997 jo. Chapter 55 Peraturan KaBPN No. 1 year
2006, PPAT VNR can be punished by dismissal with disrespect and compensation. This
thesis also advice that as PPAT who give public service must research about the authority
of the party that make the deed, so the deed can have the perfect evidentiary
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Sahputra
"Tanah merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan bagi manusia. Dalam kehidupan bermasyarakat tidak jarang ditemui sengketa kepemilikan hak atas tanah. Pada penulisan ini akan dibahas mengenai perbuatan melawan hukum melalui akta jual beli, yang merupakan studi kasus putusan Mahkamah Agung. Pada penulisan ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian yang deskriptif dan jenis data sekunder. Sebelum masuk ke dalam pembahasan pokok permasalahan, terlebih dahulu dijabarkan tinjauan umum tentang perjanjian, pengertian dan pengaturan perjanjian, tinjauan umum tentang jual beli, pengertian jual beli, fungsi akta jual beli, serta perkembangan teori melawan hukum. Pada akhirnya penulisan ini membawa kepada kesimpulan bahwa perbuatan melawan hukum yang didasari atas keinginan memiliki suatu hak bukanlah perbuatan yang dapat diterima, adapun penyelesaian yang dapat dilakukan ialah dengan menghukum pelaku untuk melepaskan hak atas tanahnya yang diperoleh dengan perbuatan melawan hukum tersebut.

Soil is a very necessary thing for humans. In social life is not uncommon in a dispute over land ownership rights. At this writing will be discussed on an unlawful act by a deed of sale, which is a case study the Supreme Court ruling. At this writing, the author uses the form of normative juridical research, with the type of research that is descriptive and secondary data types. Before entering into a discussion point, first set out an overview of the agreement, understanding and arrangement agreement, an overview of selling, buying and selling understanding, the function of the deed of sale, as well as the development of the theory against the law. At the end of this paper led to the conclusion that an unlawful act which is based on the desire to have a right of action is not acceptable, as for the completion of which can be done is to punish the perpetrator to relinquish their land rights acquired by the unlawful act."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>