Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73571 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vania Libna Ghassani
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya mengenai ekspresi gen pektolitik terhadap pelunakan buah Capsicum annuum. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekspresi gen pektolitik terlihat lebih rendah pada aksesi yang lebih tahan pembusukan. Perbedaan pola ekspresi gen tersebut memunculkan dugaan adanya pengaturan ekspresi gen yang terkait ketahanan pembusukan pada tingkat nukleotida. Studi mengenai perbedaan pola basa nukleotida pada C. annuum belum dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap profil sekuens kandidat gen pektolitik pada aksesi C. annuum. Penelitian dilakukan dengan menggunakan tiga aksesi C. annuum yaitu SSP sebagai aksesi yang tahan pembusukan dan Kopay serta Kencana yang tidak tahan pembusukan. Gen yang diujikan pada penelitian ini ialah poligalakturonase, pektinesterase 1, pektinesterase 2, dan pektat liase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagaian profil sekuens gen kandidat yang berhasil diketahui yaitu gen poligalakturonase pada SSP dengan panjang basa 1.005 bp dan gen pektinesterase 2 pada SSP dengan panjang basa 765 bp serta Kopay dengan panjang basa 777 bp. Profil sekuens gen pektinesterase 1 dan gen pektat liase ketiga aksesi belum dapat diketahui.

ABSTRACT
This study is a follow up study on Capsicum annuum or pepper fruits regarding expression of cell wall degrading genes which have been done previously. Previous research has shown that polygalacturonase genes expression appears to be low in accesssions that more resistant to decay. Difference in gene expression pattern thought to be due to the regulation of gene expression associated with decay resistance at the nucleotide level. Therefore, a further research is needed. The study was conducted using three accessions of C. annuum, SSP is a decay resistant accession, and Kopay and Kencana are not resistant to decay. The genes tested in this study were polygalacturonase, pectate lyase, pectinesterase 1, and pectinesterase 2. The results showed that only some sequence profile of candidate genes were known, for instance the polygalactonase gene on SSP with a base length of 1.005 bp and the pectinesterase 2 gene on SSP with 765 bp and Kopay with 777 bp. The sequence profile of pectinesterase 1 gene and pectate liase gene are not yet known."
2017
S68121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fauzi Putra
"Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan komoditas holtikultura yang memiliki umur simpan pendek dan produk pasca panennya rentan mengalami kerusakan. Salah satu upaya untuk memperpanjang masa simpan cabai rawit yang singkat adalah dengan perlakuan ozonasi. Penggunaan air terozonasi dalam pengawetan makanan dapat menjadi disinfektan yang aman untuk dikontakkan dengan bahan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh konsentrasi ozon terlarut dan suhu penyimpanan untuk mempertahankan kualitas cabai rawit menggunakan larutan NaCl terozonasi. Parameter kualitas cabai rawit yang dievaluasi berupa nilai Total Bakteri Mesofil Aerobik (TBMA), kandungan kapsaisin, kandungan vitamin C, perubahan massa, dan uji organoleptik. Cabai rawit dicuci selama 20 menit dengan variasi konsentrasi ozon terlarut 0,1; 0,2; dan 0,3 ppm dengan variasi suhu penyimpanan 10oC, 16oC, dan 25oC. Sampel disimpan selama 15 hari untuk melihat perkembangan karakteristiknya. Pencucian dengan konsentrasi 0,3 ppm bisa mereduksi TBMA hingga 87% dan di hari ke-15 memiliki kandungan TBMA lebih rendah hingga 81,5%. Penyimpanan pada suhu 10oC bisa menjaga kandungan vitamin C sampai hari ke-15 dibandingkan peyimpanan suhu ruang hingga 11 mg/100g. Penyimpanan pada suhu rendah 10oC juga dapat mempertahankan nilai kapsaisin hingga hari ke-10 sebesar 0,15 (%w/w) atau 24000 SHU.

Cayenne pepper (Capsicum frutescens L.) is a horticultural commodity that has a short shelf life and its post-harvest products are prone to damage. One of the efforts to extend the short shelf life of cayenne pepper is by ozonation treatment. The use of ozonated water in food preservation can be used as a safe disinfectant for food contact. This study aims to evaluate the effect of dissolved ozone concentration and storage temperature to maintain the quality of cayenne pepper using ozonated salt solution. The cayenne pepper quality parameters evaluated were the Total Mesophyll Aerobic Bacteria (TBMA) value, capsaicin content, vitamin C content, mass change, and organoleptic tests. Cayenne pepper was washed for 20 minutes with various concentrations of dissolved ozone 0.1; 0.2; and 0.3 ppm with variations in storage temperature of 10oC, 16oC and 25oC. Samples were stored for 15 days to see the development of its characteristics. Washing with a concentration of 0.3 ppm can reduce TBMA up to 87% and on day 15 has a lower TBMA content of up to 81.5%. Storage at 10oC can maintain vitamin C content on day 15 compared to room temperature storage up to 11 mg/100g. Storage at a low temperature of 10oC can also maintain capsaicin values up to the 10th day of 0.15 (%w/w) or 24000 SHU."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rakyan Widowati Kusumo Asthi
"Pengaruh perlakuan ekstrak daun bayam dun (Amaranthus spinosus
L.) 0,2,4,6,dan 8% bk/vterhadapperkecambahan dan pertumbuhan
kecambah cabal merah besar (Capsicum annuum L. van. Longum) diamati
pad han ke-8 dan ké-16. Penelitian dilakukan di Laboratoriurn Fisiologi
Tumbuhai FMIPA-UI Depok, dan digunakan metode penelitian Rancangan
Acak Lengkap. Hasil penelitian: persentase perkecambahan tertinggi cabal
tersebut adalah 95% pada han ke-8 (kontrol), dan pada han ke-16 (kontrol
dan perlakuan ekstrak 6% bk/v); sedangkan persentase terendah pada han
ke-8 adalah 91,67% (perlakuan ekstrak 2,4,dan 6% bk/v), dan pada han ke-
16 adalah 88,33% (penlakuan ekstrak 2%). Panjang batang tertinggi adalah
1,15 cm pada hail ke-8 (kontrol), dan 5,30 cm pada hail ke-16 (perlakuan
ekstrak 6% bklv); sedangkan terendah (penlakuan.ekstrak 8% bk/v) yaitu 0,52
cm pada han ke-8 dan 2,52 cm pada hail ke-16'. Panjang akartertinggi
adalah 2,29 cm pada hail ke-8 (kontrol), dan 4,45 cm pada han ke-16
(penlakuar1 ekstrak 4% bk/v); sedangkan terendah adalah1,09 cm pada hail
ke-8 (penlakuan ekstrak 8% bk/v), dan 3,24 cm pada hail ke-16 (perlakuan
ekstrak 6%). Uji Friedman menunjukkan pemberian ekstrak daun bay-3m dun
tidak berpengaruh terhadap persentase perkecambahn, panjang batang,
maupun panjang akar kecambah cabal merah besar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Lestari Ningsih
"ABSTRAK
Penelitian untuk mengetahui potensi bayam duri (Amaranthus spinosus L.) dalam menghambat perkecambahan dan pertumbuhan kecambah cabe merah besar (Capsicum annuum L. var. longum) telah dilakukan dengan cara mengamati pengaruh ekstrak A. spinosus terhadap prosentase perkecambahan, panjang akar dan batang kecambah C. annuum. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor 4 x 5 yang terdiri dari 4 perlakuan macam ekstrak yaitu ekstrak akar, batang, daun, dan bunga A. spinosus, dan 5 perlakuan konsentrasi ekstrak yaitu 0,00%, 1,25%, 2,50%, 3,75%, dan 5,00% (dw/w). Analisis variansi menunjukkan bahwa keempat macam ekstrak A. spinosus 1,25--5,00% tidak berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan biji C, annuum. Ekstrak akar, batang, daun, dan bunga A. spinosus 3,75% dan 5,00% menghambat pertumbuhan akar kecambah C. annuum. Ekatrak akar, batang, daun, dan bunga A. spinosus mulai konsentrasi 1,25% memacu pertumbuhan batang kecambah C. annuum, tetapi konsentrasi 5,00% ekstrak tersebut tidak memperlihatkan adanya perbedaan dengan kontrol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Gandafajar
"Cabai paprika hijau merupakan salah satu jenis cabai yang memiliki kandungan antioksidan tertinggi. Hingga saat ini masih banyak masyarakat di Indonesia yang belum mengetahui manfaat dan kandungan dari cabai paprika hijau (capsicum annuum Linnaeus) serta lebih memilih menggunakan suplemen vitamin untuk mendapatkan antioksidan. Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak cabai paprika hijau terhadap vitamin C. Penetapan aktivitas antioksidan dilakukan melalui metode DPPH.
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol cabai paprika hijau (Capsicum annuum Linnaeus) memiliki aktivitas antioksidan sedang dengan nilai IC50 155,688 ± 5,334 sedangkan vitamin C memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 6,951 ± 0,050. Berdasarkan data tersebut dapat dibuktikan bahwa Ekstrak cabai paprika hijau (Capsicum annuum Linnaeus) memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan vitamin C.

Green peppers (Capsicum annuum Linnaeus) is one kind of chili which has high antioxidant level. However, until now many people in Indonesia didn?t know the benefits and contents of green chili peppers (Capsicum annuum Linnaeus) and prefer to use vitamin supplements to get the antioxidants. The objective of this experimental study is to know the comparison between the extract of green pepper and vitamin C antioxidant activity. Antioxidant activity is measured by DPPH method.
The study shows that the extract of green pepper (Capsicum annuum Linnaeus) has weak antioxidant activity, with the IC50 value of 155.688 ± 5.334. Meanwhile vitamin C has strong antioxidant activity, with the IC50 value of 6.951 ± 0.050. Based on these data, the extract of green pepper (Capsicum annuum Linnaeus) have lower antioxidant activity compared to vitamin C."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hegi Adi Prabowo
"Pemberian bromelain secara oral dapat menurunkan bioaktivitasnya setelah kontak dengan asam lambung. Oleh karena itu, Bromelain dimuat ke dalam mikrosfer berbasis alginat (Alg) dan/atau pektin (Pek) untuk menghindari degradasi dan pelepasannya segera di usus. Bromelain kasar dimurnikan dengan presipitasi amonium sulfat dan proses dialisis. Mikrosfer dikarakterisasi meliputi analisis fisik, analisis FTIR, dan analisis DSC. Fraksi dialisis bromelain memiliki aktivitas spesifik 67,93 U/mg. Fraksi tersebut dienkapsulasi dalam beads Alg, Pek, dan AP dengan kisaran efisiensi enkapsulasi sekitar 82,70–91,39%. Mikrosfer Pek dan AP19 yang dimuat bromelain pada akhirnya dipilih untuk dipelajari kemampuan pelepasan in vitro berdasarkan sifat pembengkakan dan efisiensi enkapsulasi. Mikrosfer AP19 termuat bromelain memiliki pelepasan yang lebih rendah dari mikrosfer Pek termuat bromelain di medium disolusi asam dan buffer fosfat. Pelepasan kumulatif bromelain terenkapsulasi pada AP19 adalah 9,99 dan 87,81% masing-masing dalam 0,1 N HCl dan media penyangga fosfat pH 6,8. Model kinetika mikrosfer Pec dan AP termuat bromelain keduanya mengikuti orde nol dan mekanisme pelepasannya merupakan non-Fickian atau kombinasi dari difusi dan erosi. Aktivitas antiplatelet in vitro alikuot disolusi (20,51 dan 18,48%) lebih rendah dibandingkan fraksi dialisisnya (56,04%). Data penelitian in vitro ini menunjukkan potensi AP yang menjanjikan sebagai pembawa untuk pemberian bromelain secara oral sebagai agen antiplatelet.

Oral administration of bromelain can decrease its bioactivity once it makes contact with stomach acid. Bromelain was therefore loaded into alginate (Alg) and/or pectin (Pec) beads to control its release into the intestines and avoid degradation. Crude bromelain was purified by ammonium sulphate precipitation and the dialysis process. The beads were characterized using physical analysis, FTIR analysis, and DSC analysis. The dialysis fraction of bromelain has a specific activity of 67.93 U/mg. That fraction was encapsulated in Alg, Pec, and AP beads with range of encapsulation efficiency around 82.70−91.39%. Bromelain-loaded Pec and AP19 beads were chosen to study in an in vitro release based on their swelling properties and encapsulation efficiency. Bromelain-loaded AP19 beads have lower release than bromelain-loaded Pec beads in the acid and phosphate buffer dissolution medium. The cumulative releases of AP19 are 9.99 and 87.81% in 0.1 N HCl and phosphate buffer medium, respectively. Bromelain-loaded Pec and AP beads both follow the zero orders kinetics model and the dissolution mechanism of the beads is non-Fickian with a combination of diffusion and erosion. The in vitro antiplatelet activity of dissolution aliquots (20.51 and 18.48%) is lower than its dialysis fraction (56.04%). This in vitro research data shows promising potency for AP as a carrier for oral administration of bromelain as an antiplatelet agent."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Munawaroh
"Mesalazin merupakan agen anti inflamasi yang telah digunakan dalam tata laksana Inflammatory Bowel Disease (IBD). Namun, zat aktif ini dapat menyebabkan nyeri perut apabila digunakan dalam bentuk tablet oral konvensional. Oleh karena itu, untuk menghindari efek samping tersebut mesalazin dibuat menjadi sediaan tertarget kolon. Pektin dipilih karena dapat bertahan dalam bentuk utuh pada saluran cerna bagian atas dan dapat terdegradasi saat mencapai kolon dengan adanya mikroflora. Kombinasi Eudragit S-100 dan Eudragit L-100 dipilih karena keduanya dapat melindungi sediaan dari lingkungan asam pada saluran cerna atas dengan kelarutan yang bergantung pada pH. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formulasi dan karakteristik tablet matriks mesalazin menggunakan kombinasi pektin dengan Eudragit S-100 dan Eudragit L-100. Sediaan ini dibuat menggunakan metode granulasi basah. Sebanyak 9 formula dibuat dan dievaluasi kemudian dipilih 3 formula paling optimal untuk dilakukan uji profil disolusi. Evaluasi dilakukan terhadap granul dan tablet dari setiap formula. Evaluasi granul meliputi uji organoleptis, uji laju alir, uji kerapatan partikel, uji sudut istirahat, dan uji kandungan lembab. Sedangkan evaluasi tablet meliputi uji organoleptis, uji keseragaman ukuran, uji keregasan, uji kekerasan, uji waktu hancur, uji keragaman bobot, uji kadar obat, dan uji profil disolusi. Berdasarkan evaluasi, diketahui bahwa seluruh formula (F1 – F9) memenuhi karakteristik sebagai sediaan tertarget kolon dengan F2 sebagai formula dengan kriteria terbaik. F2 memiliki karakteristik granul dan tablet yang memenuhi kriteria penerimaan dengan nilai keregasan sebesar 0,13%; kekerasan sebesar 11,43 ± 1,19; dan kadar zat aktif sebesar 94,10%. Selain itu, pada uji profil disolusi In vitro, F2 lebih mampu menahan pelepasan mesalazin pada HCl pH 1,2 dibandingkan formula lain. Namun, tidak ada perbedaan signifikan (p = 0,917) pada pelepasan kumulatif mesalazin untuk 3 formula paling optimal (F2, F4, dan F8).

Mesalazine is anti-inflammatory agents that have been used in the management of inflammatory bowel disease (IBD). However, this active substance can cause abdominal pain when used in conventional oral tablet form. Therefore, to avoid these side effects, mesalazine is made into colon-targeted drug delivery system. Pectin was chosen because it can survive intact in the upper digestive tract and can be degraded when it reaches the colon due to the presence of microflora. The combination of Eudragit S-100 and Eudragit L-100 was chosen because both can protect against the acidic environment of the upper digestive tract with their pH-dependent solubility. This research aims to obtain the formulation and characteristics of mesalazine matrix tablets using combinations of pectin with Eudragit S-100 and Eudragit L-100. Tablets were prepared using wet granulation method. A total of 9 formulas were made and evaluated and then the 3 most optimal formulas were selected for the dissolution profile test. Evaluation was carried out on granules and tablets of each formula. Granule evaluation includes organoleptic test, flow rate test, particle density test, angle of repose test, and moisture content test. Evaluation of tablets includes organoleptic test, size uniformity test, friability test, hardness test, disintegration time test, weight variation test, drug content test, and dissolution profile test. Based on the evaluation, it was found that all formulas (F1 – F9) fulfilled the characteristics of colon-targeted preparations with F2 as the formula with the best criteria. F2 has the characteristics of granules and tablets that meet the acceptance criteria with friability was 0.13%; hardness was 11.43 ± 1.19; and drug content was 94.10%. In addition, in In vitro dissolution profile test, F2 was better able to withstand the release of mesalazine in HCl pH 1.2 compared to other formulas. However, there was no significant difference (p = 0.917) in the cumulative release of mesalazine for the 3 most optimal formulas (F2, F4, and F8)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The objective of this research was evaluated the resistance of four hot papper to antracnose on pre harveshed and (2) evaluated the best method to needed inoculated of the resistance antracnose and (3) to findthe superior genotipe of resistance antracnose
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>