Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185952 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadya Paramitha Putri
"Hardship merupakan suatu keadaan fundamental yang telah mengubah keseimbangan kontrak yang diakibatkan oleh karena biaya pelaksanaan kontrak telah meningkat sangat tinggi atau karena nilai pelaksanaan kontrak bagi pihak yang menerima sangat menurun. Aturan mengenai hardship berkembang dalam praktik hukum kontrak internasional, yang menentukan bahwa dalam hal apabila pelaksanaan kontrak menjadi lebih berat bagi salah satu pihak, pihak tersebut bagaimanapun juga terikat melaksanakan perikatannya dengan tunduk pada ketentuan tentang kesulitan. Namun demikian, tidak semua negara menganutnya dalam hukum positif. Seperti Indonesia dan Prancis pada awalnya, tidak mengakui prinsip tersebut ke dalam hukum perdatanya.
Adapun penelitian ini bersifat yuridis normatif, dengan tujuan untuk melakukan perbandingan atas penerapan prinsip hardship di Indonesia dan Prancis. Dari perbandingan penerapan prinsip hardship di antara kedua negara tersebut, maka dapat dilihat bahwa baik Indonesia dan Prancis pada awalnya, tidak memiliki ketentuan hukum mengenai hardship dalam hukum perdatanya masing-masing. Untuk itu, dalam menyelesaikan perkara mengenai hardship baik Indonesia dan Prancis menggunakan prinsip hukum yang telah berlaku seperti itikad baik atau ketentuan hukum mengenai keadaan memaksa force majeure . Pada perkembangannya, Prancis telah mengakui dan memiliki aturan tentang prinsip hardship dalam hukum perdatanya. Belajar dari pengalaman Prancis, hukum perdata Indonesia juga harus bisa lebih adaptif terhadap terjadinya perubahan keadaan fundamental dengan dibuatnya aturan mengenai hardship.

Hardship is a fundamental condition in which the balance of a contract has been altered due to either the increased cost of contract execution or the value of contract implementation for the receiving party has greatly decreased. Regulation concerning hardship evolves in the legal practice of international contract, in which it determines that in the case where the execution of a contract becomes more severe for either party, the party shall in any case be bound by its agreement subject to the provisions of difficulty. However, not all countries implement this principle in their positive law, for instance in the earlier years both Indonesia and France did not recognize this principle in their civil law.
The method used in this research is a juridical normative method, with the purpose to do a comparison between the implementation of hardship principle in Indonesia and in France. From this comparison it can be seen that both Indonesia and France initially do not have legal provisions regarding hardship in their respective civil law. Therefore, in solving cases involving hardship both Indonesia and France use other principle such as good faith or force majeure. Fast forward to recent year, France now has acknowledged and has regulated the principle of hardship in its civil law. Learning from France rsquo s experience, Indonesia civil law should also be more adaptive to changes on fundamental condition with the creation of regulation on hardship."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiesta Clarizka
"ABSTRAK
Penyerahan adalah merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang termasuk ke dalam klasifikasi derived atau lsquo;turunan rsquo;, yaitu suatu cara memperoleh hak milik dari orang lain dengan cara dialihkan atau diserahkan dari satu orang ke orang lain dengan adanya persetujuan dari orang yang pertama. Penyerahan atau yang sering juga disebut sebagai levering ini dapat dibagi ke dalam beberapa sistem, yaitu sistem kausal yang dianut oleh Indonesia, sistem abstrak yang dianut oleh Jerman, dan ada juga sistem campuran yang disebutkan dianut oleh Prancis. Meskipun masing-masing negara telah menganut sistemnya masing-masing, namun dalam beberapa situasi, terkadang dapat ditemukan pengecualian-pengecualian yang menyebabkan diterapkannya pengaturan sistem yang berbeda dari sistem yang negara tersebut anut. Adapun penelitian ini bersifat yuridis normatif, dengan tujuan untuk melakukan perbandingan atas pengaturan dan penerapan sistem penyerahan di Indonesia, Jerman dan Prancis. Dari perbandingan pengaturan dan penerapan sistem penyerahan di antara ketiga negara tersebut, maka dapat dilihat bahwa sistem yang mereka anut tidaklah dapat diterapkan secara lsquo;murni rsquo;, dan penerapan pengaturan sistem lain tidak dapat dicegah dikarenakan permasalahan dalam hukum perdata sekarang ini semakin berkembang dan kompleks. Hukum perdata di Indonesia harus bisa beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat, dengan tidak menutup kemungkinan untuk menciptakan pengaturan baru mengenai pengecualian dari sistem kausal yang dianut, apabila penerapan dari sistem kausal itu sendiri dalam hal-hal tertentu dapat merugikan masyarakat.

ABSTRACT
The transfer of ownership is one of the ways of acquiring ownership that belongs to the classification of lsquo derived rsquo , where a person acquired ownership of a thing from another the ownership was transferred or passed from one person to another with the cooperation of the first person. Transfer of ownership, also commonly known as lsquo levering rsquo , is classified into three systems the causal system applied in Indonesia , the abstract system applied in Germany and the mixed systems said to be applied in France . Despite how these countries have their own systems for the transfer of ownership, there are times when they had to make exceptions and apply another systems. This research is using juridical normative method, with the purpose of comparing the regulations and applications of the transfer of ownership systems in Indonesia, Germany, and France. From the comparison of the regulations and applications of the transfer of ownership systems in each country, we can see how the system that they followed can not be applied lsquo purely rsquo , and that the application of another system rsquo s regulation aside from the one they followed is unavoidable, since the civil law problems keeps on evolving and getting more complex each day. The civil law in Indonesia must try to keep up with people rsquo s need by not ruling out the possibility of making regulation about exceptions from the causal systems, either by using regulations from abstract or mixed systems , if the application of it bring disadvantages to people."
2017
S68261
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadang, Gersom Refandy
"Skripsi in membahas mengenai perbandingan pengawasan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Indonesia dengan pengawasan Public Procurement di Perancis. Penelitian in merupakan penelitias yuridis-normatif dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Hasil penelitian ini adalah bahwa sistem pengawasan di Indonesia dan Prancis secara prinsip adalah sama, dari segi jenis pengawasannya, yaitu sama-sama terdapat jenis pengawasan internal dan eksternal terhadap Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Indonesia dan Public Procurement di Perancis. Hal yang membedakan dari kedua negara ini adalah mengenai lembagalembaga apa saja yang berwenang dan berfungsi untuk melaksanakan fungsi tersebut. Skripsi ini juga membahas mengenai pelaksanaan dari kegiatan pengawasan tersebut, di masing-masing negara.

This thesis discusses the comparative analysis Government Procurement of Goods and Services Supervision in Indonesia and Public Procurement Supervision in France. This research uses literature and interview research method in the form of normative juridical data. The result of this research is there is a similiarity public procurement supervision system in Indonesia and France in respect of those supervision types (internal & external supervision). The difference is about which bodies/authorities that competent to conduct this supervision function. This thesis also discusses the supervision performance by each bodies/authorities on each country."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64645
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dhimas Judanto
"Di Indonesia, kontrak yang dibuat oleh pemerintah bersifat multi aspek dan mempunyai karakter yang khas. Sekalipun hubungan hukum yang terbentuk antara pemerintah dengan mitranya adalah hubungan kontraktual, tetapi di dalamnya terkandung tidak saja hukum privat, tetapi juga hukum publik. Adanya warna publik dalam jenis kontrak ini merupakan ciri yang khas yang membedakan dengan kontrak komersial pada umumnya. Di Indonesia hubungan kontraktual yang terjadi antara pemerintah dengan penyedia barang dan jasa masuk ke dalam ranah hukum perdata. Hal tersebut menjadi suatu permasalahan mengingat posisi pemerintah sebagai institusi publik yang berbeda dengan badan hukum lainnya. Sebagai badan publik, pemerintah memiliki beberapa keuntungan yang tidak dimiliki oleh badan hukum lainnya. Berbeda dengan Indonesia, di Perancis hubungan yang terjadi antara pemerintah dengan penyedia barang dan jasa termasuk ke dalam ranah hukum administratif.
Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan yang akan penulis bahas ialah hubungan hukum dan pengaturan pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia, hubungan hukum dan pengaturan pengadaan barang dan jasa pemerintah di Perancis, dan perbandingan hubungan hukum dan pengaturan pengadaan barang dan jasa pemerintah antara Indonesia dan Perancis. Penulis menggunakan kajian ilmu hukum normatif, dengan penelitian kepustakaan berpendekatan undang-undang dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian menyarankan kepada pemerintah untuk melengkapi pengaturan mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah, lebih khusus mengenai pengadilan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dimana dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tidak secara tegas mengatur mengenai hal tersebut. Hal ini penulis maksudkan agar dihasilkan peraturan yang lebih jelas, lengkap, dan tepat mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah.

In Indonesia, contract made by the government are multi faceted and have a distinctive character. Although the legal relationship created between the Government and its partners is a contractual relationship, but it contains not only private law, but also public law. In Indonesia the contractual relationship between the government and the provider of goods and services is still included within the scope of civil law. This concept creates some problems due to the position of government as public institution is different with private institutions. As public institution, the government has several privileges that it has not been provided by private institutions. Nevertheless, in France, the relationship between the Government and the providers of good and services is included within the scope of administrative law.
In this regard, the issues that author will discuss are legal relationship and government procurement arrangements in Indonesia, legal relationship and government procurement arrangements in France, and the comparison of legal relationship and government procurement arrangements between Indonesia and France. Author applies normative legal study, with literature research as the source by using the law approach and comparative approach. The result suggested to the government to complete the regulation on procurement of government goods and services, more specifically regarding the courts authorized to resolve the dispute, which is not clearly stated in the Presidential Regulation No. 16 of 2018. Author intends to produce a clearer, complete, and more precise regulation on the procurement of government goods and services.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Panatitty Nanaricka
"Convention on Protection of Children and Co-Operation in Respect of Intercountry Adoption (“Convention on Intercountry Adoption”) merupakan salah satu konvensi HCCH yang berhasil diratifikasi oleh 104 negara, yang menawarkan perlindungan dan kerja sama secara khusus pada negara peserta terhadap pengangkatan anak antarnegara. Dalam Penulisan ini, Indonesia, sebagai negara yang belum mengaksesi Convention on Intercountry Adoption, akan dibandingkan dengan Jerman sebagai negara peserta Konvensi ini. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis kepentingan Convention on Intercountry Adoption, apabila diaksesi oleh Indonesia serta membandingkan dengan Negara Jerman melalui kasus-kasus pengadilan di Indonesia maupun di Jerman. Sejarah Konvensi Pengangkatan Anak antarnegara, prinsip the best interest of the child, sampai dengan implementasi pengangkatan anak akan dibahas dalam penulisan ini agar lebih mudah menganalisis hukum materiil dan hukum formil dalam pengangkatan anak antarnegara. Selain itu juga, peraturan pengangkatan anak Indonesia dan Jerman akan dijabarkan, dan menjawab apakah Indonesia perlu untuk mengaksesi Konvensi ini, walaupun Indonesia telah mempunyai peraturan yang cukup mengenai pengangkatan anak antarnegara di Indonesia.

Convention on Protection of Children and Co-Operation in Respect of Intercountry Adoption (“Convention on Intercountry Adoption”) is one of the successful convention of the Hague Convention, which has been ratified by 104 states. This Convention offers safeguards and cooperation between the contracting states for intercountry adoption. In this research, Indonesia, as a country that has not yet ratified the convention, will be compared to Germany as one of the contracting states of this convention. This research intends to analyze the significance of Convention on Intercountry Adoption if Indonesia decides to accede. Furthermore, through analyzing the court decisions, a comparison with Germany has also been made. The background of the intercountry adoption convention, the principal of the best interest of the child, and the implementation of intercountry adoption is analyzed for a better understanding between the substantive law and the procedural law of intercountry adoption. Moreover, Indonesian’s and Germany’s regulations regarding intercountry adoption is explained to identify if Indonesia needs to accede Convention on Intercountry Adoption, while having regulations that has been already governing intercountry adoption in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Happy Putri Permata Hapsari
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan konsep mengenai perjanjian keagenan yang ada di Indonesia, Inggris, dan Prancis. Landasan penelitian ini adalah dibutuhkannya pengaturan khusus mengenai perjanjian keagenan di Indonesia untuk memberikan perlindungan lebih bagi pihak prinsipal dan agen. Dengan demikian, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah konsep perjanjian keagenan di Indonesia saat ini, konsep perjanjian keagenan di Inggris dan Prancis, dan apa saja hal-hal yang perlu diatur mengenai perjanjian keagenan di Indonesia pada masa yang akan datang. Penelitian ini merupakan doktrinal. Belum diaturnya perjanjian keagenan di Indonesia secara khusus membuat para pihak dalam perjanjian keagenan yang diputus perjanjiannya secara sepihak mengalami kerugian. Penelitian ini menemukan bahwa terlepas dari adanya asas kebebasan berkontrak dan dengan adanya asas iktikad baik dalam hukum perdata di Indonesia, maka diperlukan pengaturan khusus mengenai perjanjian keagenan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan lebih bagi para pihak yang mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak, jangka waktu minimal pemberitahuan penghentian perjanjian keagenan, alasan-alasan yang bisa digunakan untuk menghentikan perjanjian keagenan, good-will sebagai ganti rugi pemutusan perjanjian keagenan secara sepihak.

This thesis discusses the comparison of the concept of agency agreements in Indonesia, England and France. The foundation of this research is the need for special arrangements regarding agency agreements in Indonesia to provide more protection for principals and agents. Thus, the formulation of the problem raised in this research is the current concept of agency agreements in Indonesia, the concept of agency agreements in England and France, and what matters need to be regulated regarding agency agreements in Indonesia in the future. This research is doctrinal. The lack of specific regulation of agency agreements in Indonesia has made the parties to agency agreements that are terminated unilaterally suffer losses. This research finds that despite the existence of the principle of freedom of contract and the existence of the principle of good faith in Indonesian civil law, it is necessary to regulate specifically the agency agreement to provide legal certainty and more protection for the parties which regulates the rights and obligations of the parties, the minimum period of notification of termination of the agency agreement, the reasons that can be used to terminate the agency agreement, good-will as compensation for unilateral termination of the agency agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chalisa Jasmine Azhima
"Pelanggaran merek dapat terjadi meskipun merek tersebut sudah terkenal sehingga menimbulkan kebingungan karena memiliki Persamaan pada Keseluruhan atau memiliki Persamaan pada Pokoknya. Sengketa merek semacam ini terjadi bahkan di seluruh dunia di mana penelitian ini mengambil contoh kasus Peripera yang terjadi di Indonesia, dibandingkan dengan kasus Nutrilogie yang terjadi di Prancis serta kasus Bugatti yang terjadi di Kanada. Merek Terkenal tidak memiliki definisi jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, namun penjelasan Pasal 21 menyebutkannya secara singkat, kemudian dilengkapi dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek. Hal yang sama berlaku untuk Kesamaan Substantif tetapi hanya untuk definisi singkat dan tidak ada peraturan lain. Namun berdasarkan penelitian, Hukum Indonesia yang sebelumnya dianggap paling kurang oleh penulis dalam hal menentukan apakah suatu merek dapat dianggap sebagai Merek Terkenal, malah menjadi yang paling detail dari negara pembanding dalam hal Undang-Undang, tetapi kurang fleksibel dalam hal doktrin dalam hal yurisprudensi sehubungan dengan putusan Persamaan Substantif.

A trademark violation can occur even if a brand is already well known and confusing due to being Identical or having Substantive Similarities. This type of trademark dispute happens even across the world. This research takes the example of the Peripera case that happened in Indonesia, compared to the Nutrilogie that happened in France, as well as the Bugatti case that happened in Canada. There is no precise definition of a Well-Known Trademark under Indonesian Law No. 20 of 2016 on Trademarks and Geographical Indication. However, the elucidation of Article 21 mentions it briefly, then supplemented by the Regulation of Minister of Law and Human Rights Number 67 of 2016 concerning Trademark Registration. The same is applied to Substantive Similarity but only to the extent of a brief definition and no other regulation. Based on the research, however, Indonesian Law, which the writer has previously thought to be the most lacking in terms of determining if a trademark can be considered a Well-Known Trademark, instead becomes the most detailed from the compared country in terms of the Law, but less flexible in terms of doctrines in terms of jurisprudentially regarding the ruling of Substantive Similarities. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Aisha Chandra
"Tesis ini membahas tentang Prinsip Network Neutrality yang terdiri dari Blocking,
Access-tiering dan degradation of quality of Services. Tujuan dari penulis karya ilmiah
ini adalah untuk menunjukkan bagaimana masing-masing komponen pada Network
Neutrality diatur dalam perundang-undangan di Amerika Serikat, Prancis dan Indonesia.
Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan komparatif. Untuk
melengkapi penelitian dilakukan wawancara dengan berbagai ahli yang terkait dengan
obyek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa blocking merupakan suatu
keniscayaan. Oleh karena itu disarankan agar terdapat kejelasan dari kedudukan dari
masing-masing aktor yang berperan dalam pelaksanaan blocking. Tujuannya adalah agar
proses tersebut terlaksana dengan efektif. Selain itu, dikarenakan isu ini merupakan isu
yang baru di Indonesia, perlu diadakannya sosialisasi mengenai network neutrality,
guna menghindarkan terjadinya praktek-praktek yang dapat merugikan masyarakat
seperti surblocking dan tindakan pelanggaran terhadap Undang-undang persaingan usaha.

ABSTRACT
This research focuses on the principle of Network Neutrality, which included Blocking,
Access-tiering, and degradation of quality of Services. The purpose of this study is to
show how network neutrality is being regulated in the American, French and Indonesian
regulation especially in their telecommunication, intellectual property rights and
competition laws. Thus, this research is being done with a normative and comparative
approach, which is then being completed with interviews from experts on the subject of
the research. The result of the research shows that blocking is a certainty. Therefore, this
research suggests the judicial position from each actor on his role in the implementation
of blocking, so that the process of blocking would be effective. Moreover, because the
issue of network neutrality is relatively new in Indonesia, there is a need for further
socialization and education upon the matter in order to avoid practices, which would
harm the society, such as over over-blocking and infringement toward competition law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yusniar Rahmania
"Penelitian ini bertujuan menjelaskan penerapan akad musyarakah dalam pembiayaan modal kerja pada PT Bank ABC. Penelitian juga menganalisis kesesuaian penerapannya berdasarkan ketentuan yang berlaku di Indonesia, yaitu Fatwa DSN-MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 dan PSAK 106. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dan menggunakan metode wawancara dan dokumentasi dalam memperoleh data.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pembiayaan musyarakah di PT. Bank ABC masih terdapat beberapa ketidaksesuaian dengan Fatwa DSN namun penerapan perlakuan akuntansinya sudah baik walaupun masih terdapat ketidaksesuaian. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi pengetahuan baru bagi semua pihak dan dapat menjadi bahan evaluasi bagi PT Bank ABC serta regulator dalam menilai tingkat kepatuhan penerapan akad musyarakah.

This study aims to explain implementation on musharaka working capital financing at PT Bank ABC. This study also analyzes its compliance with regulation applicable in Indonesia, i.e., Decree of DSN-MUI No.08/DSNMUI/ IV/2000 and Financial Accounting Standard 106. This study uses case study approach by gathering data from interview and documentation.
Results of this study indicate that there are some discrepancies occur between implementation of musharaka financing with the Decree of DSN-MUI. However, the accounting standard has been implemented well. This research is hoped to provide new knowledge for all parties and could be material for the evaluation for PT Bank ABC and regulators in assessing the level of compliance of musharaka contract implementation.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S52456
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>