Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138901 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohaddeseh Maktabifard
"ABSTRACT
Homs is a Syrian city that has gone through a drastic change by the affection of today rsquo s Syrian civil war. Drained of city rsquo s population from 823,000 2008 to 200,000 individuals 2016 , 1 is a token, that echoes the lost voice of the sense of identity as large number of city rsquo s inhabitants turned into refugees and Zaatari Refugee Camp as a haven has become all they seek for. In this thesis study, the extent of depicted traces of conformity between Zaatari refugee camp rsquo s architecture and Homs rsquo multilayered traditional architecture is analyzed. Furthermore, studies on French Mandate era as a gap in Homs history that separated the memory of Homs rsquo one social group within the architecture of mixity from today brought this thesis study to conclusion of how refugees attempted to apply their identity and write absent moments down in Zaatari self assemblage camp context.

ABSTRACT
Homs adalah kota Syria yang telah mengalami perubahan drastis oleh perang saudara Syria. Telah terjadi pengurangan populasi kota dari 823,000 2008 sampai 200,000 individu 2016 , adalah sebuah tanda, yang mencerminkan suara identitas yang hilang ketika jumlah besar masyarakat menjadi pengungsi dan Kamp Pengungsi Zaatari sebagai surga yang mereka mencari. Dalam penelitian skripsi ini menjangkau jejak yang melukiskan kesesuaian antara arsitektur kamp pengungsi Zaatari dan arsitektur tradisional berlapis Homs. Selanjutnya, penelitian era Mandat Perancis sebagai celah di sejarah Homs yang memisahkan ingatan satu group sosial Homs dalam arsitektur mixity sejak sekarang membawa studi skripsi ini kepada kesimpulan bagaimana pengungsi mencoba untuk menerapkan identitas mereka dan menulis saat yang tidak hadir di camp rakit sendiri Zaatari. "
2017
S67599
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hein Dewantara
"Smart home atau rumah cerdas merupakan rumah yang didalamnya ditanam kecerdasan untuk dapat merasakan, berpikir, dan melakukan sesuatu untuk membuat penghuni di dalamnya merasa aman dan nyaman. Dari berbagai bagian dan fungsi penyusun yang ada di dalam rumah cerdas, context analyzer sebagai pengolah konteks menjadi bagian penting untuk membuat sebuah rumah cerdas dapat merasakan keadaan yang ada di sekitarnya. Dalam penelitian ini, dilakukan percobaan dan implementasi tentang pengolahan konteks indikator cuaca dengan inferensi logika fuzzy. Implementasi dilakukan pada framework OSGi dengan melibatkan komponen rancang bangun rumah cerdas yang telah ada (registrar dan virtual device) ditahap integrasinya. Akhir dari pengolahan konteks pada penelitian ini adalah tingkat kenyamanan dari penghuni rumah berdasarkan suhu, kelembapan, dan kecepatan angin yang ada di sekitar rumah

Smart home is a home that has intelligence in it so the house can feel, think, and do something to make residents feel safe and comfortable inside. From the various parts and functions composing smart home system, context analyzer as an important part to processing context make a smart home can feel the situation/condition around it. In this research, the experiment and implementation of weather indicator context processing with fuzzy logic inference was done. The implementation is done on the OSGi framework involves components of the existing smart home design (registrar and virtual device) in the integration phase. The expected result of this research is the comfort level of the occupants in the smart home is determined based on temperature, humidity, and wind speed that are around the house."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyawati
"ABSTRAK
Penelitian ini mengarahkan perhatian pada masalah perubahan kebudayaan, terutama melihat perubahan yang terjadi pada arsitektur rumah tinggal tradisional Bali.
Kita mengetahui bahwa kebudayaan suatu masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Pengertian perubahan kebudayaan dalam kajian ini adalah suatu proses pergeseran, berupa pengurangan, atau penambahan unsur-unsur sistem budaya karena adanya penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Ini dapat terjadi karena adanya dinamika dalam masyarakat itu sendiri, dan karena interaksi dengan pendukung kebudayaan lain. Hal ini berlaku dan terwujud pula pada Masyarakat Bali yang banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang selalu berubah, karena daerah tersebut cukup banyak dikunjungi wisatawan. Sehubungan dengan perubahan itu, penelitian ini terfokuskan pada arsitektur rumah tinggal tradisionalnya. Arsitektur merupakan salah satu wujud budaya yang memuat unsur-unsur sistem budaya. Arsitektur tradisional Bali amat terkait dengan sistem budayanya seperti unsur kepercayaan, pengetahuan, nilai, aturan, dan norma.
Beberapa pakar berpendapat bahwa kebudayaan Bali telah banyak berubah, perubahan itu telah sampai kepada hal-hal yang amat mendasar misalnya perubahan pada sistem nilainya. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa walaupun gelombang pengaruh luar yang begitu besar melanda budaya Bali, tetapi pengikisan budaya yang dikhawatirkan itu tidak terjadi. Hubungan dengan dunia luar itu malahan menyebabkan mereka semakin bergairah mencari dan mempertahankan identitasnya. Perbedaan pandangan inilah yang merupakan salah satu faktor yang mendorong penulis untuk meneliti masalah seperti berikut ini.
Masalah pokok penelitian ini telah dirumuskan dalam beberapa pertanyaan (research questions). Apakah wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali di Desa Adat Kuta telah mengalami perubahan yang cukup berarti? Apakah perubahan itu terjadi pada keseluruhan unit bangunan atau hanya pada unit tertentu saja. Kalau telah terjadi perubahan, faktor-faktor apa yang telah mempengaruhinya. Apakah perubahan arsitektur itu disebabkan oleh perubahan sistem budaya secara mendasar ?
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola perubahan dan faktor yang mempengaruhi wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali. Variabel yang dipakai adalah variabel tergantung dan variabel bebas. Variabel tergantung pada arsitektur rumah tinggal tradisional Bali adalah penentuan pola dan orientasi, bentuk dan struktur, bahan, ukuran, fungsi, upacara, nilai sakral dan nilai profan, konsultasi dengan ahli dan sembilan pendaerahan. Variabel bebas terdiri dari pendidikan, mata pencaharian, tingkat kekayaan dan luas pekarangan.
Untuk menunjang masalah di atas, penulis berpangkal pada hipotesis berikut ini. Perubahan pada wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali dipengaruhi oleh perubahan sistem budayanya. Namun perubahan pada arsitektur itu tidak selalu sejalan dengan perubahan sistem budaya. Perubahan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali hanya terjadi pada unit-unit tertentu saja. Faktor pendidikan, mata pencaharian, tingkat kakayaan dan luas pekarangan berpengaruh terhadap perubahan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali.
Lokasi penelitian adalah Desa Adat Kuta dengan melihat tiga banjar dengan ciri-ciri tersendiri yaitu dekat pantai, pusat desa dan dekat pertanian. Pengambilan sampel dengan cara sistematik sebanyak 103 responden. Data dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara berstruktur, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Data dianalisis secara deskriptif, dan uji Chi-Square (X2).
Penelitian ini memperoleh beberapa temuan. Wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali umumnya sudah mengalami perubahan pada tingkat sedang. Berbagai aspek arsitektur mengalami perubahan mulai dari tingkat besar sampai tingkat kecil. Urutan tingkat perubahan itu mulai dari bahan bangunan, alat ukur, bentuk dan struktur, sembilan pendaerahan (Nava sanga), konsultasi dengan ahli (Tri pramana), nilai sakral dan nilai profan (Tri loka), fungsi, pola dan orientasi dan upacara. Unit bangunan yang mengalami perubahan seperti lumbung (jineng), ruang tidur kakek nenek (bale dangin), ruang tidur bujang (bale daub), dapur (paon), ruang tidur gadis (bale data), tempat upacara dan menerima tamu (bale delod), pintu gerbang (pemesuan), tempat sembahyang (meraian). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan sistem budaya pada masyarakat Desa Adat Kuta lebih lambat daripada perubahan wujud atau benda budayanya. Perubahan tingkat pendidikan, jenis mata pencaharian, tingkat kekayaan dan luas pekarangan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali. Namun jika dilihat dari aspek tertentu maka faktor pendidikan berpengaruh nyata terhadap aspek konsultasi dengan ahli (Tri pramana) dan aspek upacara. Tingkat kekayaan berpengaruh nyata terhadap aspek konsultasi, sedang luas pekarangan berpengaruh nyata terhadap aspek konsultasi.
Berbagai alternatif yang mungkin menunjang kelestarian wujud budaya arsitektur rumah tinggal tradisional Bali adalah pembinaan masyarakat. Dalam pelestarian arsitektur rumah tinggal tradisional Bali tidak perlu dibedakan tingkat pendidikan, jenis mata pencaharian, tingkat kekayaan dan luas pekarangan yang ditempati.
Berdasarkan temuan penelitian, kasus Bali bisa dijadikan model untuk meneliti, menyimak atau mengelola masyarakat daerah lain yang berkaitan dengan kepariwisataan.

ABSTRACT
The members of tourist coming to Bali are increasing every year. The tranquil atmosphere, the unique culture ingrained in the Balinese way of life, the white sandy beaches and of course the excellent facilities for staying, made Bali extremely attractive for travelers who either travel for pleasure or intend to combine both business and pleasure.
The relatively small size of the island is also very convenient for those who do not have much time for leisure, but are anxious to know more about other people's culture. In less than a day's sweep, with a car, one can cover almost the entire island and see that is worth seeing. It is true that tourists bring about prosperity. But with the arrival of tourist inevitably, come along ideas about life and living.
The question now arises: To what extend do these foreign ideas affect the Balinese way of life, attitudes and traditionally accepted values?
Some scholars suggested that tourism has shaken Balinese tradition to its very foundation. Changes are already there and quite obvious for every one to see. Other scholars disagreed, commenting that in spite of assaults by tourism, Bali tradition stood its ground on its solid foundation. This second group of scholars voiced the opinion the Balinese tradition and culture are almost unblemished, and is fully capable of protecting its from foreign influence.
It is in the wake of these two opposing views that this research in this thesis has been carried out. The investigation was focused on the village of Kuta, which is most frequented by foreign tourist, who are not prepared to stay in luxury hotels. They rather stay in the homes of the villagers. It is here that foreigners mixed deeply with the natives and so where exchange of ideas are expected most to occur.
The author does not pretend that she will come up with a clear-cut answer to the question of change. But if the investigation is carried out well, it is expected that it will throw some light into the problems of change in attitudes and values, which will ultimately manifest in the changes in the physical environment of the village.
The result of the investigation clearly showed that minor changes did take place, especially in the functions of the element of the Balinese home in Kuta, which is obviously due to outside influence and education.
As might have been know, a Balinese home consists of two parts. One part is the family temple and the other is the family quaters. Both parts are found on one yard surrounded by a wall. The family quater consists of six buildings, where each building is assigned a special function. One building functions as the sleeping quater of the head of the family, another building where the girls of the family spend the nights, then you have the quater for the boys; further there is the building where the family receive guests and carry out ceremonies; then there is the kitchen and finally the barn where the harvest and farming tools are stored.
With greater involvement of the villagers in Kuta with tourism more and more farmers transformed their homes into inns by altering the architectural style of the buildings to suit new demands. Separate rooms have to be constructed, complete with bath and rest rooms in order to guarantee privacy for the guests. Needless to say, that all these modifications resulted in changes in many different ways to the traditional Balinese home, because the former traditional farmer is now an innkeeper.
Changes in the style and architecture of the Balinese home come together with progress. Nobody can prevent progress from changing society. Changes that come too fast, may put society off balance, and so will cause disturbances. May the changes that take place in Balinese society do not create instabilities.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Chrisiani
"Meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi terkait Status Pengungsi 1951, Indonesia merupakan salah satu negara transit bagi para pengungsi. Mereka merupakan tanggung jawab dari UNHCR. Pengungsi yang tidak memiliki kewarganegaraan ini menghadapi permasalahan seperti waktu tunggu yang lama dan keterbatasan sumber daya. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak bagi perkembangan psikososial pengungsi anak. Dalam penelitian ini membahas gambaran pembentukan identitas pengungsi anak yang dihadapkan dengan kondisi yang tidak memungkinkan dan apa saja yang berkontribusi pada pembentukan identitas mereka.
Penelitian ini menggunakan kerangka kesejahteraan dan perlindungan anak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dengan informan sebanyak 15 orang, dengan 5 orang pengungsi anak, 5 orang guru, dan 5 keluarga dari pengungsi anak yang diwawancarai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk dapat membentuk identitas anak dalam situasi sesulit apapun, apabila terdapat dukungan dan interaksi dari beberapa pihak seperti keluarga dan lingkungan sekitar, maka anak tidak akan mengalami kebingungan identitas.

Although Indonesia has not ratified the Convention Relating to the Status of Refugees, also known as the 1951 Refugee Convention, Indonesia is one of the transit countries for refugees. Refugees in Indonesia are the responsibility of UNHCR because the Indonesian government is not obliged to meet their needs. These stateless refugees encounter the problem of long time obscurity and scarcity of resources before being placed into their destination country. This situation is feared to affect the psychosocial development of refugee children. This study discusses about identity formation of refugee children in a difficult situation and what contributes to it.
This study uses Child Safeguarding and Promoting Welfare Framework. This study uses qualitative approach with descriptive research with 15 informants 5 refugee children, 5 teachers, and 5 family of the refugee children. Result of this study shows that in order to form the identity even amidst the most difficult situation, if there is support and interaction from family and environment, children will not suffer from identity confusion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Satyawati Nirmala Sari
"Pertambahan penduduk di kota besar tidak diikuti dengan peningkatan sarana dan prasarana kota seperti perumahan. Maka pembangunan rumah susun merupakan alternatif terbaik bagi pembangunan pemukiman di perkotaan. Tuntutan kebutuhan akan pengadaan rumah sangat besar dan selalu meningkat, sedangkan lingkungan rumah susun yang ada dinilai kurang memadai karena kurang memenuhi kebutuhan para penghuni, terutama penghuni rumah susun sederhana.
Kondisi luas dan ukuran ruang serta kepadatan hunian di rumah susun membutuhkan daya penyesuian diri dari penghuni mengingat sebagian masyarakat masih terbiasa tinggal di rumah horisontal bukan rumah vertikal dan massal. Keterbatasan yang ada di rumah susun tentulah akan membawa dampak pada kebebasan penghuni. Berbagai keluhan muncul, salah satunya adalah kurang terpenuhinya kebutuhan privacy akibat keterbatasan yang ada di rumah susun. Menurut Marshall (1966) privacy terbagi menjadi 6, yaitu: seclution, solitude, intimacy, anonimity, reseve dan not neighbouring (Bell, et al, l990:388; Hall, 1983:643: Holahan, 1982:237; Jones, Hendrick & Epstein, l979:450).
Dengan adanya kendala-kendala yang dapat menghambat terpenuhinya kebutuhan privacy, penghuni akan melakukah usaha untuk rnendapatkan privacy. Menurut Holahan(1982:249) dan Altman & Chemes (1980:79) berbagai cara dapat dilakukan manusia untuk mendapatkan privacy, yaitu verbal, non verbal dan tingkah laku memanfaatkan benda atau ruang yang ada dilingkungan. Menurut Altman (1975 dalam Holahan, l982:251) privacy dibutuhkan oleh setiap manusia disetiap budaya tanpa kecuali karena privacy memberikan manfaat bagi manusia, yaitu: mengatur interaksi sosial, mengatur informasi, memelihara ketertiban kelompok, memberikan kesempatan untuk melakukan evaluasi diri dan membentuk otonomi diri.
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenisprrvacy manakah yang diutamakan oleh penghuni rumah susun?
2. Bagaimanakah tingkah laku yang dilakukan penghuni untuk mendapatkan privacy yang diutamakannya di rumah susun?
Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan di Rumah Susun Bidara Cina, Cawang, Jakata Timur. Subyek penelitian ini adalah penghuni Rumah Susun Bidara Cina. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner jenis privacy yang diutamakan dan kuesioner tingkah laku untuk mendapatkan privacy yang diutamakan. Untuk mengetahui jenis privacy yang diutamakan dan tingkah laku untuk mendapatkan privacy yang diutamakan, digunakan rumus frekuensi persentase.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
1. Penghuni rumah susun lebih mengutamakan privacy not neighbouring dalam kehidupannya
2. Tingkah laku yang banyak dipilih oleh penghuni untuk mendapatkan privacy not neighbouring adalah tingkah laku non verbal. Dan tingkah laku yang kurang diinginkan untuk dilakukan oleh penghuni Rumah Susun Bidara Cina apabila ingin mendapatkan privacy not neighbouring adalah Tingkah laku Verbal.
Ada beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu dilakukan studi lanjut yang lebih intensif untuk meneliti intensitas hubungan sosial antar penghuni di lingkungan rumah susun, melakukan studi banding untuk melihat pengaruh kepadatan di hunian vertikal dengan kepadatan di hunian horisontal terhadap hubungan sosial di antara penghuni, untuk mendapatkan hasil gambaran yang lebih mendalam rnengenai privacy, selain dilakukan pengukuran kuantitaif dengan kuesioner, juga dilakukan pengukuran kualitiatif melalui wawancara."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olav Kevin Sudja
"[Pada akhir tahun 2012 diperkirakan bahwa 3.3 juta pengungsi di dunia tinggal di kamp penampungan sementara. Persediaan bahan bakar masak kepada kamp-kamp sering kali mengalami kekurangan, sehingga penggungsi terpaksa untuk mendapatkan bahan bakar melalui penebangan liar pohon disekitar kamp. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk men-design system digestasi anaerobik sebagai alternatif sumber bahan bakar. Digestasi anaerobic pada temperatur tinggi (>50°C) mempunyai kecepatan reaksi lebih tinggi dengan memerlukan energi agitasi lebih kecil. Design yang di ajukan oleh penelitian ini adalah sistem digestasi anaerobik semi-batch yang dioperasikan pada temperature 55°C. Design yang diajukan di modelkan menggunakan model IWA Anaerobic Digestion Model No.1 (ADM1) pada temperatur operasi normal 35°C dan 55°C. Analisa Monte-Carlo juga dilakukan untuk menetukan kestabilan model terhadap perubahan feed masuk ke reaktor. Hasil model menunjukan bahwa digester yang dioperasikan pada temperature tinggi (55°C) menghasilkan produksi biogas lebih tinggi dengan volume reactor lebih kecil. Penelitian ini jika diterapkan dengan benar dapat menyediakan alternatif sumber bahan bakar bagi pengungsi di berbagai belahan dunia.;It is estimated by year?s end of 2012 that 3.3 million refugees across the world is living in planed/managed camp. Supply of cooking fuel by aid agencies to these camps has not always meet demands and has resulted in refugees resorting to dangerous practice of deforestation. The aim of the project is to design an alternative method of producing cooking fuel to these camps by using anaerobic digestion, anaerobic digestionconducted at elevated temperatures of (>50°C) has been observed to have faster rate of fermentation while requiring less agitation. The design proposed by the project is a semi-batch anaerobic digester operated at a temperature of 55°C. The IWA Anaerobic Digestion Model No.1 (ADM1) was used to model the behaviour of the digesters operating at both 35°C and 55°C. While using a Monte-Carlo analysis approach, to observe the digester sensitivity to varying feed inputs. The proposed design was analysed to be cost appropriate while still producing a higher yield of biogas compared to digesters operated at lower temperatures of 35°C. If applied this design could be used to provide a healthier and more sustainable source of cooking fuel for refugee camps across the world., It is estimated by year’s end of 2012 that 3.3 million refugees across the world is living in planed/managed camp. Supply of cooking fuel by aid agencies to these camps has not always meet demands and has resulted in refugees resorting to dangerous practice of deforestation. The aim of the project is to design an alternative method of producing cooking fuel to these camps by using anaerobic digestion, anaerobic digestionconducted at elevated temperatures of (>50°C) has been observed to have faster rate of fermentation while requiring less agitation. The design proposed by the project is a semi-batch anaerobic digester operated at a temperature of 55°C. The IWA Anaerobic Digestion Model No.1 (ADM1) was used to model the behaviour of the digesters operating at both 35°C and 55°C. While using a Monte-Carlo analysis approach, to observe the digester sensitivity to varying feed inputs. The proposed design was analysed to be cost appropriate while still producing a higher yield of biogas compared to digesters operated at lower temperatures of 35°C. If applied this design could be used to provide a healthier and more sustainable source of cooking fuel for refugee camps across the world.]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunggoro Trirahardjo
"Tujuan hidup dari mahluk-mahluk hidup yang berada di bumi ini adalah untuk melestarikan keberadaan spesiesnya di dunia ini, untuk mencapainya dibutuhkan kondisi lingkungan hidup yang seoptimal mungkin.
Aktivitas manusia sehari-hari pada dasarnya adalah tindakan yang selalu menghasilkan Iimbah, sebagai contoh adalah dengan bernafas akan dihasiikan C02. Contoh Iain adalah Iimbah domestik yang dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, dan masalah akan muncul bilamana produksi Iimbah domestik tersebut menjadi sangat besar. Peningkatan jumlah limbah domestik tersebut diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi manusia. Kontribusi dari permukiman adalah yang terbesar pada timbulan sampah perkotaan, dan setiap permukiman memiliki karakteristik perilaku yang khas dalam menghadapi persoalan lingkungan.
Permasalahan sampah diperkotaan tampak tidak ditangani secara serius, penyelesaiannya saat ini cenderung bersifat teknis. Fenomena Not in my backyard (NIMBY) nampaknya merupakan norma yang umum berlaku pada masyarakat pada saat ini. Selama tidak ada sampah terlihat di pekarangan, maka tidak ada persoalan dengan sampah. Untuk itu perlu penelaahan pada aspek hulu dan sosio-psikologis.
Masalah yang diteliti adalah melihat apakah ada perbedaan pola perilaku pada dua permukiman yang berbeda. Juga bagaimana pola persepsi, sikap dan orientasi perilaku lingkungan. Serta konsep pengelolaan sampah rumah tangga yang sesuai dengan kondisi lingkungan permukiman.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran daiam upaya mencari solusi mengatasi permasalahan sampah domestik pada area permukiman yang berbeda, melalui upaya untuk mengetahui perbedaan pola perilaku, juga pola persepsi, sikap dan orientasi perilaku lingkungan berdasarkan karakteristik permukimannya. Serta menghasilkan konsep pengelolaan sampah rumah tangga yang sesuai dengan karakteristik permukiman.
Penelitian ini dilakukan di wilayah perumahan Mitra Dago Parahyangan, Kelurahan Antapani (MDP) dan Perumahan Golf Garden Estate Blok Atletik Arcamanik, Kelurahan Sukamiskin (Ati), Bandung. Pendekatan yang digunakan adalah metoda survei yang bersifat deskriptif analisis. Waktu penelitian dimulai Juli 2003 sampai dengan Oktober 2003. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran persepsi, sikap terhadap sampah rumah tangga, orientasi perilaku lingkungan dan data-data penunjang. Jumlah sampel pada perumahan MDP ada1ah 78 dan Atl adalah 58.
Dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yang diamati dalam pola perilakunya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai perbedaan berdasarkan uji t dengan tingkat signifikansi antara 99% s/d 100%. Pola persepsi dan sikap dari kedua kelompok pengamatan ini cenderung berada dalam kategori positif, sedangkan orientasi perilaku Iingkungannya didominansi oieh pola biospheric. Dengan demikian sebenarnya masyarakat penghuni permukiman di kedua lokasi pengamatan ini memiliki potensi yang besar dalam menyelesaikan masalah lingkungan oleh mereka sendiri, khususnya dalam menangani sampah rumah tangga. Penguatan perlu dikembangkan dalam bentuk insentif, yaitu bentuk keuntungan yang dirasakan Iangsung oleh setiap pihak yang terlibat. Perlu paradigma baru dalam mengatasi masalah tersebut.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Terdapatnya perbedaan yang signitikan antar kedua kelompok penelitian, menunjukkan bahwa pada permukiman yang berbeda, maka akan berbeda pola perilaku anggotanya. Dengan pola persepsi dan sikap pada kedua anggota kelompok permukiman cenderung berada pada pola yang positif, dan pola orientasi perilaku Iingkungannya cenderung mengacu kepada pola biospheric. Pola persepsi dan sikap yang positif menunjukkan kelompok masyarakat pemukiman tersebut bersifat dinamis. Pola orientasi yang cenderung pada pola biospheric menunjukkan keperdulian akan kelestarian kehidupan di sekitarnya. Konsep pengelolaan sampah permukiman diawali dengan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang sampah rumah tangga, kemudian diikuti oleh peran serta aktif dari pihak-pihak terkait. Melalui penyediaan sarana, supervisi sampai dengan mengembangkan peraturan-peraturan.
Adapun saran yang dapat diusulkan adalah sebagai berikut:
1. Perlu adanya studi lanjutan dengan karakteristik kelompok sasaran yang berbeda-beda, sebagai bahan informasi untuk mendasari pengambilan keputusan yang lebih komprehensif.
2. Perlunya wadah kerjasama antara seluruh pihak yang terkait dalam mengatasi persoalan sampah rumah tangga di permukiman. wadah. Dibutuhkannya pendekatan yang tepat berdasarkan karakteristik pemukiman.
3. Perlu disusunnya buku petunjuk praktis pengelolaan dan pengoiahan sampah rumah tangga, dengan tujuan pemberdayaan masyarakat yang mengacu kepada pendekatan minimum waste dengan penerapan 4 R (Recycle, Replace, Reduce, and Reuse)."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13263
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chenia Ilma Kirana
"ABSTRAK
Pada tahun 2018, menurut UNHCR, di Indonesia tercatat  sekitar 14.000  pengungsi yang  datang  dari  luar  negeri. Indonesia bukanlah negara yang meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 sehingga Indonesia tidak diwajibkan untuk memberikan hak para pengungsi yang tercantum dalam kedua perjanjian internasional tersebut. Di Indonesia sendiri, lebih dari 50%  pengungsi berasal dari  Afghanistan dan banyak dari mereka adalah perempuan. Perempuan pengungsi Afghanistan di DKI Jakarta mengalami berbagai bentuk masalah seperti; sulit mengakses kebutuhan dasar, terlantar, dimarginalisasi, hingga mengalami berbagai bentuk kekerasan. Penelitian ini berusaha menjelaskan pengalaman dan kompleksitas kekerasan yang dialami para perempuan pengungsi Afghanistan di DKI Jakarta dan dianalisis dengan teori Interseksionalitas Crenshaw dan teori Susan Forbes Martin. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi kepada 6 subjek penelitian. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan berperspektif gender untuk menggali lebih dalam pengalaman perempuan pengungsi Afghanistan. Hasilnya, dari awal mereka memutuskan menjadi pengungsi sampai mereka tinggal di Indonesia, terdapat keputusan-keputusan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang membentuk diri mereka sebagai perempuan. Perempuan pengungsi Afghanistan mengalami kompleksitas kekerasan yang berbeda-beda sesuai dengan identitas berlapis yang mereka miliki seperti status kewarganegaraan, ekonomi, kelas sosial, pendidikan, budaya, agama, maupun status pernikahan.

ABSTRACT
In 2018, according to UNHCR, in Indonesia there were around 14,000 refugees coming from various countries. More than 50% of refugees in Indonesia are from Afghanistan and many of them are women. Afghan refugee women in DKI Jakarta experience various forms of problems such as; difficult to access basic needs, neglected, marginalized, and experience various forms of violence. This research attempts to explain the experience and complexity of the violence experienced by Afghan refugee women in DKI Jakarta. This research uses Crenshaw's Intersexionality theory and Susan Forbes Martin's theory. This study uses a qualitative approach with case study method. Data obtained through in-depth interviews and observations to 6 research subjects. The research also uses a gender perspective approach to explore the experiences of Afghan refugee women. As a result, from the beginning they decided to become refugees until they lived in Indonesia, their decisions influenced by many factors that formed themselves as women. Afghan refugee women experience the complexity of violence which varies according to their multi-layered identity such as citizenship status, economy, social class, education, culture, religion, and marital status."
2019
T55355
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widodo Swiyadi
"Teknologi Informasi TI menyentuh hampir semua aspek kehidupan. Dalam bidang pertahanan, TI digunakan dalam penyelenggaraan pertahanan negara dan mendorong munculnya konsep keunggulan informasi. Keunggulan informasi bagi TNI AD penting agar dapat menghadapi ancaman militer, nonmiliter dan hibrida. Keunggulan informasi dapat dicapai melalui pengelolaan informasi menggunakan sistem informasi SI yang terintegrasi. Untuk mewujudkan integrasi SI yang menjadi permasalahan dalam organisasi diperlukan adanya enterprise architecture EA yang saat ini belum dimiliki.
Penelitian ini ditujukan untuk merancang EA yang dapat menggambarkan kondisi organisasi secara utuh dan EA yang disusun dapat dipakai mengatasi tantangan yang dihadapi. Untuk merancang EA yang sesuai dengan kebutuhan Mabes TNI AD, dilakukan dengan membandingkan kerangka kerja EA yang dapat menggambarkan sektor pertahanan dan militer, yaitu Department of Defense Architecture Framework DODAF, Ministry of Defense Architecture Framework MODAF, NATO Architecture Framework NAF dan The Open Group Architecture Framework TOGAF. Perbandingan keempat kerangka dilakukan pada level arsitektur, artefak dan metamodel serta pada layer operasional, data, aplikasi dan teknologi.
Analisis menghasilkan kerangka EA yang mempunyai karakteristik organisasi militer dengan menggambarkan pencapaian kapabilitas melalui aktivitas yang dilakukan. Kerangka EA tersebut diberi nama Indonesian Army Architecture Framework IA2F yang tersusun atas 25 artefak yang dikelompokkan ke dalam lima layer arsitektur. Penerapan IA2F memperlihatkan service yang dapat dilakukan integrasi SI sehingga mendukung pencapaian kapabilitas.

Information Technology IT touches almost all aspects of life. In the field of defense, IT is used to conduct state defense and drive the emergence of the concept of information superiority. Information superiority for Indonesian Army is vital in order to face military, non-military and hybrid threats. Information superiority can be achieved through management of information using integrated information system IS . To realize the integration of IS, which is a problem in the organization, the existence of enterprise architecture EA is mandatory. The EA is currently not exists yet in the organization.
This research is aimed to design EA that describe the holistic condition of the organization and can be used to overcome the challenges faced. To design an appropriate EA for the Indonesian Army Headquarters, it is performed by comparing the EA framework that can describe the defense and military sectors, ie. The Department of Defense Architecture Framework DODAF , the Ministry of Defense Architecture Framework MODAF, the NATO Architecture Framework NAF and The Open Group Architecture Framework TOGAF. Comparison of the four frameworks is performed at the level of architecture, artifact and metamodel as well as at the operational, data, application and technology layer.
The result shows an EA framework that has the characteristics of military organization, by illustrating the achievement of capability through the activities. The EA framework is named Indonesian Army Architecture Framework IA2F composed of 25 artifacts grouped into five architecture layers. Implementation of IA2F shows services to integrate IS in order to achieve capabilities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tsurayya Fajri Islami
"Jurnal ini membahas keunggulan digital storytelling pada media
alternatif: Middle East Monitor sebagai upaya contra-flow dalam menyajikan
berita krisis pengungsi di eropa. Hasil penelitian menyarankan bahwa digital
storytelling memiliki keunggulan dalam upaya contra-flow terhadap
pemberitaan krisis pengungsi yakni memberi pengalaman lebih interaktif terkait
dilema pengungsi di tengah krisis, menarik pembaca untuk mengetahui narasi
berita sampai akhir, dan menyajikan berita krisis pengungsi yang relatif sesuai
dengan Refugee Reporting Guide dari Ethical Journalism Network.

This journal discusses the advantages of digital storytelling on
alternative media: Middle East Monitor as a means for contra-flow in presenting
news of the refugee crisis in Europe. The results of the study suggest that the
digital storytelling has an excellence in contra-flow efforts towards the
reporting of the refugee crisis which provides more interactive experiences
related to refugee dilemmas in the midst of crisis, attracts readers to finish the
story from the feature , present refugee crisis news based on Refugee Reporting
Guide from the Ethical Journalism Network.
"
2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>