Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200446 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adinda Pratiwi
"ABSTRAK
Infertilitas merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, dan penyebabnya bukan hanya dari faktor wanita namun juga dari faktor pria. Jumlah sperma yang rendah atau kualitas sperma yang jelek merupakan penyebab utama terjadinya infertilitas pada pria. Rendahnya kualitas sperma ditandai dengan rendahnya motilitas sperma, jumlah sperma dan kelainan morfologis sperma. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan merokok dengan konsentrasi, motilitas dan morfologi sperma. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien klinik fertilitas ldquo;X rdquo; Jakarta. Sampel sebanyak 985 orang pria yang merupakan pasangan dengan masalah infertilitas yang melakukan pemeriksaan analisis sperma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pria yang merokok memiliki peluang 1,018 kali lebih tinggi untuk memiliki konsentrasi sperma abnormal dibandingkan yang tidak merokok, dan memiliki peluang 1,074 kali lebih tinggi untuk memiliki motilitas sperma abnormal dibandingkan yang tidak merokok serta memiliki peluang 1,166 kali lebih tinggi untuk memiliki morfologi sperma abnormal dibandingkan yang tidak merokok.

ABSTRACT
Infertility is one of public health rsquo s problem. Determinant of infertility is not just from female factors but also from male factor. Poor sperm quality is a major cause of male infertility. The purpose of this study was to determine the correlation of smoking with concentration, motility and sperm morphology. The design of this study was cross sectional using secondary data from medical records of Klinik Fertilitas X Jakarta. A sample consist of 985 men with infertility issues who performed sperm analysis. The results showed that men who smoked had an odds to have abnormal sperm concentrations 1,018 times higher than those who did not smoke, and had an odds to have abnormal sperm motility 1,074 times higher than those who didn rsquo t smoke, as well as a 1,166 times higher odds of having abnormal sperm morphology than who didn rsquo t smoke."
2017
S68854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amarudin
"Merokok merupakan salah satu faktor gaya hidup yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan pada masyarakat dan memiliki dampak buruk terhadap kesuburan pria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rokok terhadap kualitas dan kuantitas sperma pada pria infertil di Jakarta. Penelitian ini menggunakan rancangan kuantitatif dengan desain kasus kontrol. Kelompok kasus adalah pria infertil dengan kualitas sperma abnormal, dan kelompok kontrol adalah pria infertil dengan kualitas sperma normal sesuai kriteria WHO edisi ke 4 tahun 1999, dengan pajanan yaitu merokok ≥ 10 batang per hari, selama ≥10 tahun dan kadar nikotin ≥ 1,5mg.
Hasil penelitian menunjukkan pria perokok 10 ? 20 batang perhari memiliki odds untuk menderita kualitas sperma abnormal 8,6 kali lebih besar dari responden yang tidak merokok dan memiliki odds 7,7 kali untuk menderita motilitas sperma abnormal setelah di kontrol stres dan alkohol, memiliki odds 21,4 untuk menderita konsentrasi abnormal setelah dikontrol stres dan narkoba dan memiliki odds 27,4 kali menderita morfologi abnormal setelah dikontrol stres, alkohol dan narkoba. Dan odds meningkat pada pria perokok 21 - 40 batang perhari, yaitu memiliki odds untuk menderita kualitas sperma abnormal 39,4 kali lebih besar dari responden yang tidak merokok dan memiliki odds 30,1 untuk menderita motilitas sperma abnormal setelah dikontrol oleh stres dan alkohol, memiliki odds 47,9 kali menderita konsentrasi sperma abnormal setelah dikontrol stres dan narkoba, memiliki odds 171,7 kali menderita morfologi abnormal setelah dikontrol stres, alkohol dan narkoba. sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh merokok terhadap kualitas sperma.

Smoking is one of the lifestyle factors that can lead to health problems in society and have an adverse effect on male fertility. This study aims to determine the effect of smoking on the quality and quantity of sperm in infertile men in Jakarta. This study uses quantitative design with case-control design. Group of cases is infertile men with abnormal sperm quality, and control groups were infertile men with normal sperm quality according to WHO criteria 4th edition 1999, with the exposure that is smoked ≥ 10 cigarettes per day, for ≥ 10 years and ≥ 1.5 mg nicotine levels.
The results showed male smokers 10-20 rods per day had odds of abnormal sperm quality to suffer 8.6 times more likely than respondents who do not smoke and had odds 7.7 times to suffer from abnormal sperm motility after in the control of stress and alcohol, has the odds 21.4 to suffer from abnormal concentrations after controlled stress and drugs and has 27.4 times the odds of suffering from abnormal morphology after controlling stress, alcohol and drugs. And the odds increased in male smokers 21-40 rods per day, which has odds to suffer from abnormal sperm quality 39.4 times more likely than respondents who do not smoke and has a 30.1 odds for suffering from abnormal sperm motility after controlled by stress and alcohol, has 47.9 times the odds of suffering from abnormal sperm concentrations after controlled stress and drugs, has 171.7 times the odds of suffering from abnormal morphology after controlling stress, alcohol and drugs. so that it can be concluded there are effect of smoking on sperm.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vivit Vidyawati
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Dalam rangka pengembangan kontrasepsi hormonal pria, penggunaan TE (Testosteron Enantat) dan DMPA (Depot Medroksi Progesteron Asetat), menunjukkan hasil tingkat azoospermia yang lebih tinggi (90-100%) pada bangsa Asia, sedangkan bangsa Kaukasia hanya mencapai 70% atau kurang. Diduga ada 2 faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan termasuk makanan/diet. Telah diketahui bahwa diet negara Barat (Western Diet) mengandung lemak dan protein tinggi, sedang diet negara Asia (Asian Diet) mengandung karbohidrat tinggi. Dari penelitian dilaporkan bahwa status nutrisi tampaknya merupakan salah satu faktor yang mengatur konsentrasi SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) yang dapat mempengaruhi jumlah testosteron bebas yang akan digunakan dalam mekanisme umpan balik negatif. SHBG adalah glikoprotein yang berfungsi sebagai alat pengangkut hormon steroid, mempunyai afinitas yang kuat terhadap dehidrotestosteron dan testosteron, sedangkan terhadap estradiol afinitasnya lebih lemah. Berbagai hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa korelasi antara konsentrasi SHBG dengan testosteron, insulin dan BMI hasilnya belum seragam dan satu sama lain berbeda-beda. Oleh karena itu kami merasa perlu mengadakan penelitian ulang pada orang Kaukasia yang berada di Jakarta. Pengukuran konsentrasi SHBG, menggunakan immunoradiometric assay (IRMA), sedangkan testosteron total, testosteron bebas dan insulin menggunakan radiommunoassay (RIA). Pengukuran glukosa, trigliserida dan albumin dengan menggunakan spektrofotometer. Untuk mengetahui komposisi makronutrien karbohidrat, lemak dan protein dilakukan pencatatan makanan (food record) selama 3 hari. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui korelasi antara konsentrasi SHBG dengan parameter-parameter yang diukur dan analisis regresi ganda untuk mengetahui hubungan yang paling erat antara konsentrasi SHBG dengan parameter-parameter yang diukur.
Hasil dan Kesimpulan :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SHBG mempunyai korelasi positif dengan testosteron total (r = 0,483, P = 0,002), dan SHBG mempunyai korelasi negatif dengan testosteron bebas (r = 0,087, P = 0,312), insulin (r = 180, P = 0,134) dan BMI (r = 0,366, P = 0,017). Konsentrasi SHBG mempunyai hubungan paling erat dengan konsentrasi testosteron total (P = 0,001).

Scope and Research Method:
In developing men hormonal contraception, the utilization of TE (Testosterone Enantat) and DMPA (Depot Medroksi Progesterone Acetate), indicated higher level of azoospermia (90-100%) at Asian Men, while Caucasian men reached 70% or less only. Presumably, there were two factors affecting this discrepancy, genetic and environmental factor including meal/diet. It has been well known that Western Diet consists of high fat and protein while Asian Diet consists of high carbohydrate. From the research, it was reported that nutrition status seemed to be one of many factors bringing about the concentration of SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) affecting the number of free testosterone that would be used in the negative feedback mechanism. SHBG is glycoprotein acting as steroid hormone transporter, having strong affinity against dehydrotesterone and testosterone, in the same time its affinity against estradiol is weak. Many researches in foreign countries demonstrated that the correlation between concentration of SHBG and testosterone, insulin and BMI did not result in the uniform output and it was different one another. Therefore, we needed to repeat the research at Caucasian men in Jakarta. The measurement of SHBG concentration was using immunoradiometric assay (IRMA), while the measurement for total testosterone, free testosterone and insulin was using radioimmunoassay (RIA). The measurement of glucose, triglyceride and albumin was performed using spectrophotometer. To see the composition of macronutrient carbohydrate, fat and protein food record was conducted for 3 days. Correlation analysis was carried out to see the correlation between the concentration of SHBG and other parameters measured and multiple regression analysis was held to see the closest relation between SHBG concentration and other measured parameters.
Result and conclusion:
The research results indicated that SHBG had positive correlation with total testosterone (r= 0.483, P = 0.002), and SHBG had negative correlation with free testosterone (r=0.087, P = 0.312), insulin (r= 0.180, P = 0.134), and BMI (r= 0.366, P = 0.017). SHBG concentration had the closest relation with total testosterone concentration (p=0.001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T9589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Arif Musoddaq
"ABSTRAK
Merokok berbahaya bagi perokok aktif maupun perokok pasif (Aditama, 2001).
Asap rokok mengandung nikotin yang dapat memicu aktivitas kelenjar tiroid pada
manusia (Utiger, 1998). Wanita lebih rentan mengalami hipertiroid (Greenspan
and Baxter, 1994). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
status merokok dengan kejadian hipertiroid pada pasien wanita usia subur di
Klinik Balai Litbang GAKI Magelang tahun 2013-2014. Penelitian dilakukan
dengan disain kasus-kontrol. Penelitian melibatkan 51 responden pasien wanita
usia subur penderita hipertiroid dan 102 responden pasien wanita usia subur
dengan fungsi tiroid normal (eutiroid). Pengumpulan data dilakukan pada status
merokok, umur, penggunaan kontrasepsi hormonal, melahirkan 1 tahun terakhir,
tingkat stres, dan kebiasaan penggunaan garam beriodium rumah tangga
responden. Data dianalisa menggunakan uji regresi logistik. Pasien wanita usia
subur terpajan asap rokok baik perokok aktif atau pasif berisiko mengalami
hipertiroid 2,05 kali dari risiko pasien wanita usia subur di Klinik Balai Litbang
GAKI Magelang setelah dikontrol variabel kontrasepsi hormonal dan tingkat
stres. Menggunakan kontrasepsi hormonal menurunkan risiko hipertiroid,
sedangkan stres berat meningkatkan risiko hipertiroid. Wanita usia subur
hendaknya menghindari pajanan asap rokok dan melakukan manajemen stres
untuk mengurangi faktor risiko hipertiroid.

ABSTRACT
Smoking is harmful to the active smokers and passive smokers (Aditama, 2001).
Tobacco smoke contains nicotine, chemical that are known can lead
hyperthyroidism in human (Utiger, 1998). This study aimed to determine the
relationship between smoking status on hyperthyroidism in patients of
childbearing age women in the Clinic of IDD (Iodine Deficiency Disorders)
Research Center, Magelang in 2013-2014. The study was conducted with a casecontrol
design. The study involved 51 childbearing-age women patients with
hyperthyroidism patients and 102 childbearing-age women patients with normal
thyroid function (euthyroid). Data collection was conducted on smoking status,
age, hormonal contraceptive use, giving birth in the past one year, the level of
stress, and the habits of the use of iodized salt in the household. Data were
analyzed using logistic regression. Chiilbearing-age women patients who were
active/passive smokers at risk of hyperthyroidism 2.05 times the risk of
childbearing-age women patients in the Clinic of Iodine Deficiency Disorders
(IDD) Research Center, Magelang after controlled by hormonal contraceptives
and stress levels variables. Use of hormonal contraceptives reduce the risk of
hyperthyroidism, whereas severe stress increases the risk of hyperthyroidism.
Childbearing-age women should avoid exposure to cigarette smoke and do stress
management to reduce risk factors for hyperthyroidism."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42777
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N. Sri Widada
"Jumlah perokok di Indonesia terus menunjukkan peningkatan bukan saja pada pria melainkan juga pada wanita dan remaja usia sekolah. Satu batang rokok bila dibakar akan menghasilkan banyak sekali bahan kimia beracun yang diantaranya adalah nikotin dan tar. Bahan kimia dalam asap rokok telah diketahui menyebabkan berbagai penyakit pada paru, saluran pernapasan, jantung, pembuluh darah, dan gangguan pada janin. Beberapa penelitian menemukan efek buruk rokok terhadap metabolisme lemak yang bisa menjadi awal mulainya gangguan fungsi kardiovaskuler.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko terjadinva dislipidemia/perubahan kadar profil lipid darah pada perokok. Populasi pada studi potong lintang ini adalah pria dewasa yang berkunjung ke laboratorium klinik/rumah sakit dalam rangka medical check up. Kriteria inklusi sample adalah pria dewasa, telah puasa 12-16 jam sebelumnya. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah hypertensi, diabetes mellitus, pernah mengalami gejala penyakit jantung koroner, sedang dalam pengobatan atau perawatan dokter, mengkonsumsi alkohol. Variabel yang diamati adalah perilaku merokok, umur, indeks masa tubuh, aktifitas fisik, konsumsi makanan, lamanya merokok, jenis rokok, dan jumlah rokok rata-rata yang diisap dalam satu hari. Responden yang diamati berjumlah 435 orang pria dewasa terdiri dari 215 orang perokok dan 220 orang bukan perokok.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida pada perokok lebih tinggi daripada pria yang bukan perokok, sedangkan rata-rata kadar HDL pada perokok lebih rendah dibandingkan yang bukan perokok. Setelah dilakukan analisis Regresi Logistik Ganda pada α 0.05 ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kejadian dislipidemia dengan perilaku merokok (p < 0.05). Estimasi risiko terjadinya dislipidemia pada perokok ringan sebesar 2.7 kali dibandingkan pada pria yang bukan perokok (CI 95% OR : 1.631 - 7,080, p = 0.001) setelah faktor-faktor lain yang berhubungan dikendalikan. Perokok berat mempunyai risiko mengalami dislipidemia sebesar 6.1 kali lebih besar dibandingkan yang bukan perokok (CI 95% OR : 3.300 - 18.525, p = 0.000) setelah faktor-faktor lainnya dikontrol.
Faktor yang ditemukan sebagai variabel pengganggu yang signifikan dalam mempelajari hubungan perilaku merokok dan dislipidemia adalah konsumsi makanan, aktifitas fisik dan indeks masa tubuh.

Analysis of Smoking Habit in Connection with Dislipidemia on Men which has Medical Check up in Jakarta year of 2002The amount of smokers in Indonesia keeps showing an ascending rate, not only for men, either on women and school age teenagers. If a cigarette gets light, it will produce a lot of poison chemical materials among other things nicotine and tar. Chemical materials in cigarette smoke known has a capability causing disease to lung, breathing canal, heart, blood vessels, and fetus. Some studies found cigarette had a bad effect on fat metabolism that can cause cardiovascular defective function.
This study purpose is to discover the risk for dislipidemia/blood lipid profile level changes on smoker. Populations on this cross-sectional study are men who visit clinical laboratory / hospital laboratory to have a medical check up. Sample inclusion characteristics are adult men and fasting (12 - 16 hours before). Whereas exclusion characteristics are hypertension, diabetes mellitus, heart disease symptom history, on a medical care period, or consume alcohols. Observed variables are smoking habit, duration smoke, kind of cigarette, average number of cigarettes smoked per day, age, body mass index, physical activity, food intake and genetic. The total number of observed respondent is 435 adult men consist of 215 smokers and 220 non smokers.
Result of the study shows average cholesterol total level, LDL, and triglyceride on smokers higher than non smokers, whereas HDL average level on smokers lower than non smokers. After having Multiple Logistic Regression analysis on α 0.05 there was significant interconnections between dislipidemia and smoking habit (p < 0.05). The light smokers, who smoked less than 12 cigarettes per day had estimation risk (odds ratio) for dislipidemia 2.7 times compared with non smokers (CI 95 % Odds Ratio : 1,631 - 7.080, p = 0.001) after related factors controlled. Heavy smokers, who smoke more than 12 cigarette per day had risk for dislipidemia 6.1 times higher than in the non smokers (CI 95 % Odds ratio: 3.300 - 18.525, p = 0.000) after related factors controlled. The significant confounding variable found in studying interconnection between dislipidemia and smoking habit are food consumption, physical activity and body mass index."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 10815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Aulia
"Latar Belakang: Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan untuk hamil setelah 1 tahun berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. Infertilitas merupakan masalah kesehatan reproduksi yang cukup marak terjadi dan sekitar 50 dari kasus infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki saja atau gabungan antara faktor laki-laki dan perempuan. Buruknya vitalitas dan integritas DNA spermatozoa merupakan faktor yang berhubungan dengan infertilitas pada laki-laki.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara vitalitas dengan integritas DNA spermatozoa pada laki-laki infertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana.
Metode: Jenis desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Subjek penelitian adalah 96 laki-laki infertil. Data diambil dari rekam medis pasien Klinik Yasmin RSCM Kencana, Jakarta. Pemeriksaan vitalitas spermatozoa menggunakan pewarnaan eosin, sedangkan pemeriksaan integritas DNA spermatozoa menggunakan uji sperm chromatin dispersion SCD . Data variabel vitalitas dan integritas DNA spermatozoa pertama-tama diuji normalitas sebarannya, kemudian dianalisis dengan uji korelasi Spearman.
Hasil: Penelitian menunjukkan terdapat korelasi negatif yang signifikan dengan kekuatan korelasi sedang antara vitalitas spermatozoa dengan indeks fragmentasi DNA spermatozoa p=0,000, r=-0,505.
Kesimpulan: Semakin tinggi vitalitas spermatozoa maka semakin rendah indeks fragmentasi DNA spermatozoa yang artinya semakin baik integritas DNA spermatozoa. Adanya korelasi dengan kekuatan korelasi sedang menunjukkan bahwa vitalitas spermatozoa tidak dapat dipergunakan sebagai prediktor integritas DNA spermatozoa, sehingga diperlukan uji fragmentasi DNA spermatozoa selain uji vitalitas spermatozoa untuk mengevaluasi infertilitas laki-laki.

Background: Infertility is the inability of sexually active couple to conceive after one year of unprotected sexual intercourse in a reasonable frequency. Infertility is a common reproductive health problem and approximately 50 of infertility cases are caused by factors from male only or a combination of male and female. Both poor sperm vitality and DNA integrity are associated with male infertility.
Objective: To analyze the correlation between sperm vitality and DNA integrity in infertile men at Yasmin Clinic RSCM Kencana.
Methods: This study was performed with cross sectional method. The subjects of research were 96 infertile men. Data were obtained from medical record at Yasmin Clinic, Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta. The method used for sperm vitality assessment was eosin staining, while the method used for sperm DNA integrity assessment was sperm chromatin dispersion test SCD. Sperm vitality and DNA integrity data were tested for normality, and then analyzed by Spearman correlation test.
Results: There was statistically significant moderate negative correlation between sperm vitality and DNA fragmentation index p 0,000, r 0,505.
Conclusion: Higher value of sperm vitality correlates with lower value of DNA fragmentation index which means that the better the sperm DNA integrity. This moderate negative correlation indicates that sperm vitality cannot be used as a predictor of sperm DNA integrity, therefore in addition to conventional semen analysis and sperm vitality test, sperm DNA fragmentation is also needed to evaluate male infertility.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Baktiansyah
"Ruang lingkup dan metodologi.
Telah banyak bukti yang menggambarkan dampak buruk dari kebiasaan merokok. Penelitian ini ingin membuktikan bahwa kebiasan merokok mungkin berhubungan dengan gangguan pendengaran, hal yang umum terjadi pada usia tua. Penelitian ini adalah penelitian retrospektif dengan melibatkan total populasi pekerja di tempat penelitian. Peserta penelitian adalah 118 dari 142 (83.10%) orang pekerja di lokasi kerja dari PT-X, dengan rentang usia 23 - 56 tahun.
Wilayah penelitian ini mempunyai latar belakang bising 60 - 70 dB, masih lebih rendah dari nilai ambang batas bising 85 dB untuk 8 jam kerja. Paparan dialami pekerja selama 24 jam seharinya dalam waktu dua minggu kerja. Ditetapkan bahwa gangguan pendengaran adalah rata-rata nada murni pada frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz, yaitu lebih besar dari 25 dB pada telinga yang terburuk hasilnya. Data didapatkan dari hasil pemeriksaan kesehatan berkala tahun 2003, termasuk hasil audiogram, informasi kebiasaan merokok dan faktor risiko lainnya. Regresi log istik digunakan untuk menilai hubungan semua faktor risiko tersebut dengan gangguan pendengaran.
Hasil dan Kesimpulan.
Dari populasi penelitian, 58 orang (49.2%) adalah perokok dari segala klasifikasi berdasarkan indek Brikmann, dan 45 orang (38.1%) mempunyai tingkat pendengaran lebih dari 25 dB. Setelah dilakukan analisis multivariat, perokok dengan klasifikasi sedang-berat mempunyai risiko 5.4 kali lebih besar dibandingkan dengan perokok ringan (95% confidence interval, 1.50 - 19.28 dan p = 0.007). Di samping itu, beberapa faktor risiko lainnya mempunyai hubungan yang berrnakna dengan gangguan pendengaran, yaitu faktor usia (OR=38.808, 95% confidence interval 3,84 - 392.7 dan p = 0.002) dan indek masa tubuh (OR=2.90, 95% confidence interval 1.12 - 7.52 dan p = 0.028). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa merokok, terutama sedang-berat memainkan peranan panting dalam terjadinya gangguan pendengaran.

Scope and methodology.
Evidence was accumulated concerning the adverse effects of smoking habits. Studies have suggested that cigarette smoking may be associated with hearing loss, a common condition affecting older adults. This study was population-based and retrospective. The selected participants were 118 from 142 (83.10%) workers of PT-X who ranged in age from 23 to 56 years. This area has background noise of 60 - 70 db, lower than 85 dB TLV (8), Exposure to these noise levels was for 24 hours a day during a two-week period. Hearing loss was defined as a pure-tone average (500, 1000, 2000 and 4000 Hz) greater than 25 dB hearing level in worse ear. Data used were derived from periodic health examinations in 2003, including audiometry testing, information on smoking habits, and other risk factors. Logistic regression was used to examine the association among all risk factors and hearing loss.
Results and Conclusion.
We found that 58 workers (49.2 %) were smokers from any classification based on the Brikrnann index, and 45 workers (38.1 %) had a hearing level of more than 25 dB from audiogram. After conducting multivariate analyses, current smokers classified as moderate-severe, were 5.4 times more likely to experience hearing loss than mild smokers (95% confidence interval, 1.50 -19.28 and p = 0.007).
In addition, several risk factors were also directly related to hearing loss, such as age (OR=38.808, 95% confidence interval 3.84 - 392.7 and p = 0.002) and body mass index (OR=2.90, 95% confidence interval 1.12 - 7.52 and p = 0.028). From this study it was concluded that smoking, especially to a moderate-severe degree, may play a significant role in hearing loss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Firman Wahyudi
"Latar belakang. Spermatozoa harus mempunyai motilitas yang baik agar dapat tercapainya fertilisasi alami. Gangguan pada kelenjar assesori pria merupakan salah satu penyebab astenozoospermia, namun pemeriksaan pada kelenjar assesori pria jarang dilakukan. Kadar asam sitrat dalam plasma seminalis paling besar bila dibandingkan hasil sekresi kelenjar assesori lainnya, hal ini mendasari peneliti untuk melakukan penelitian terhadap asam sitrat dan produk utama yang dihasilkan kelenjar prostat lainnya yaitu fosfatase asam. Asam sitrat diduga berperan dalam proses viskositas, pH semen sehingga dapat mempengaruhi motilitas sperma, fosfatase asam diduga mempengaruhi pula motilitas sperma serta turut berperan dalam menjaga keseimbangan pH semen.
Metodologi. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 57 sampel seminal plasma. Didapatkan 30 sampel seminal plasma kelompok motilitas normal dan 27 sampel seminal plasma kelompok astenozoospermia. Pemeriksaan pada analisa semen standar didapatkan viskositas, pH , volume, motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Pemeriksaan kadar asam sitrat pada plasma seminalis dengan metode Flint, dan pemeriksaan aktivitas fosfatase asam pada seminal plasma menggunakan metode spektrofotometri.
Hasil. Hasil perbandingan volume semen, konsentrasi sperma dan kadar asam sitrat pada sampel plasma seminalis dengan astenozoospermia lebih rendah dibandingkan sampel plasma seminalis dengan motilitas normal, sebaliknya hasil pebandingan viskositas dan aktivitas fosfatase asam pada sampel plasma seminalis dengan astenozoospermia lebih tinggi dibandingkan sampel plasma seminalis dengan motilitas normal. Hasil pemeriksaan pH pada kedua kelompok sampel menunjukkan kecenderungan karakteristik yang sama pada kedua kategori. Hasil perbandingan nilai rerata kadar asam sitrat pada semua kategori konsentrasi sperma menunjukkan kadar lebih rendah pada sampel plasma seminalis dengan astenozoospermia dibandingkan dengan kelompok motilitas normal, sebaliknya pada hasil perbandingan nilai rerata aktivitas fosfatase asam pada semua kategori konsentrasi sperma menunjukkan kadar lebih tinggi pada sampel plasma seminalis dengan astenozoospermia dibandingkan dengan kelompok motilitas normal.
Kesimpulan. Kadar asam sitrat, volume dan konsentrasi dalam plasma seminalis pada sampel astenozoospermia lebih rendah dibandingkan sampel dengan motilitas normal, perbedaan ini signifikan secara statistik. Begitupun pada semua tingkat konsentrasi sperma nilai rerata kadar asam sitrat pada sampel astenozoospermia memiliki kecenderungan lebih rendah dibandingkan sampel dengan motilitas normal, perbedaan ini tidak signifikan secara spesifik. Aktivitas fosfatase asam dan viskositas pada sampel plasma seminalis dengan astenozoospermia lebih tinggi dibandingkan sampel dengan motilitas normal, perbedaan ini signifikan secara statistik, pada semua tingkat konsentrasi sperma aktivitas fosfatase asam pada plasma seminalis dengan astenozoospermia memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan dengan motilitas normal namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Penelitian ini menunjukkan kadar asam sitrat dan aktivitas fosfatase asam tidak mempengaruhi spermatogenesis.

Background. Spermatozoa should have good motility in order to achieve a natural fertilization. Assesori male gland disorders are one of the causes astenozoospermia, but examination of the gland assesori rare Citric acid levels in the seminal plasma of the most substantial when compared to the results of other assesori gland secretions, it is the underlying researchers to conduct research on citric acid and primary products other prostate gland that is acid phosphatase. Citric acid is thought to play a role in the process viscosity, pH cement that can affect sperm motility, acid phosphatase is also thought to affect sperm motility as well as play a role in maintaining the pH balance of the semen.
Methodology. This study used a cross-sectional design of the 57 samples of seminal plasma. Obtained 30 samples of seminal plasma of normal motility group and 27 samples of seminal plasma astenozoospermia group. Examination of the standard semen analysis obtained viscosity, pH, volume, motility and concentration of spermatozoa. Examination of citric acid levels in seminal plasma by the method of Flint, and examination of acid phosphatase activity in seminal plasma using spectrophotometric method.
Result. The results of the comparison semen volume, sperm concentration and citric acid levels in seminal plasma samples with astenozoospermia lower than the seminal plasma samples with normal motility, otherwise Comparing the results of viscosity and acid phosphatase activity in seminal plasma samples with astenozoospermia higher than the seminal plasma samples with normal motility. PH probe results in both sample groups showed a trend similar characteristics in both categories. The results of comparison of the average levels of citric acid in all categories sperm concentration showed lower levels in seminal plasma samples with astenozoospermia compared with normal motility, whereas the mean value of the comparison results of acid phosphatase activity in all categories sperm concentration showed higher levels in seminal plasma samples with astenozoospermia compared with normal motility.
Conclusion. Citric acid content, volume and concentration in seminal plasma on astenozoospermia sample was lower than samples with normal motility, this difference was statistically significant. Likewise at all levels of sperm concentration of citric acid levels mean value in astenozoospermia samples have a lower propensity than samples with normal motility, this difference was not significant specifics. Acid phosphatase activity and viscosity in the seminal plasma samples with astenozoospermia higher than samples with normal motility, these differences are statistically significant, at all levels of sperm concentration of acid phosphatase activity in seminal plasma with astenozoospermia have a higher tendency than normal motility, but this difference was not statistically significant. This study showed levels of citric acid and acid phosphatase activity does not affect spermatogenesis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwin Sulistyawati
"Discharge planning dapat menurunkan angka rawatan ulang. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan implementasi sistem jenjang karir dan fungsi manajemen dengan pelaksanaan discharge planning. Desain penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah perawat dan dokumen discharge planning masing-masing sebanyak 121. Cara pengambilan data menggunakan simple random sampling dan proportional sampling. Analisis data menggunakan korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan implementasi sistem jenjang karir (p=0,001), penilaian kompetensi (p=0,001), kewenangan klinik (p=0,001), pengembangan profesional berkelanjutan (p=0,001), dan fungsi manajemen (0,001) dengan pelaksanaan discharge planning. Hasil penelitian ini merekomendasikan perlunya pelatihan discharge planning bagi perawat untuk meningkatkan kompetensi perawat dalam melaksanakan discharge planning.

Discharge planning can reduce patient readmission. This study aimed to identify relationship of implementation nursing career ladder system and management function to the implementation of discharge planning. Design research was descriptive correlation with cross sectional approach. Data were collected through primary data as much as 121 nurses and also secondary data from patient medical records related to discharge planning documentation. The sampling technique was simple random sampling and proportional sampling. Data were analyzed by spearman correlation. The result showed a significant correlation between implementation of career ladder system (p=0,001), competency assessment (p=0,001), clinical privileges (p=0,001), continuing professional development (p=0,001) and management function (p=0,001) and the implementation of discharge planning. It is recommended to the need for discharge planning training for nurse to improve the competency of nurses in implementing discharge planning.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T43582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanta Ariella
"Obesitas ternyata memiliki dampak yang mengkhawatirkan bagi pasangan usia subur karena kelebihan berat badan dapat mengganggu kesuburan pada pria dan wanita secara individual. Tidak hanya obesitas, gaya hidup yang buruk juga dapat mempengaruhi kesuburan. Maka dilakukan penelitian menggunakan desain studi case control pada pasangan usia subur di Perumahan Citra Garden City Jakarta.
Didapatkan hubungan yang bermakna antara obesitas dan kebiasaan merokok dengan status fertilitas dengan nilai oods ratio (OR) masing-masing 13,6 dan 10,0. Variabel lain yang diuji namun tidak menunjukkan hasil yang bermakna adalah kebiasaan konsumsi alkohol serta penyakit diabetes melitus. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan dalam besar sampel yang digunakan, kesalahan dalam mengukur atau bias informasi ketika mengukur karena sematamata hanya mengandalkan kejujuran responden.

Obesity has risk for reproductive couple because high weight can make infertility for men and women individually. Beside obesity, bad habits like cigarette smoking and drink alcohol, and Diabetes Mellitus related to fertility also. A case control study was conducted from April to Juni 2009. Analysis of the relation between obesity and another factor with fertility status was performed on 27 couples at Citra Garden City Jakarta.
Obesity and cigarette smoking of the couple was found to be related to decreased fertility. Odds ratios were respectively 13.6 (95% confidence interval: 1.225, 151.045) and 10.0 (1.026, 97.5) for obesity couple and couple with more than exposed from cigarette smoking. No relationship remained between drink alcohol and Diabetes Mellitus with infertility. It maybe because not valid sample size and recall bias."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>