Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157018 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ezra Putranto Wahyudi
"ABSTRAK
Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami pengaruh cinta bergairah pada kepercayaan terhadap kehendak bebas dan kepercayaan terhadap determinisme. Cinta bergairah dalam penelitian ini didefinisikan sebagai sebuah kerinduan yang intens untuk bersatu dengan pasangannya di mana kerinduan tersebut termanifestasi sebagai fungsi keseluruhan yang kompleks termasuk penilaian atau apresiasi, perasaan subjektif, ekspresi, proses fisiologis yang berpola, tendensi aksi, dan perilaku instrumental Hatfield, E., Bensman, L., Rapson, R. L., 2011 . Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur Passionate Love Scale Hatfield Sprecher, 1986 , alat ukur FAD-Plus Paulhus Carrey, 2011 dan alat ukur kehendak tingkat-dua yang dikonstruksikan sendiri oleh penulis. Penelitian ini juga ingin melihat bagaimana kehendak tingkat-dua berperan dalam pengaruh cinta bergairah dengan kepercayaan terhadap kehendak bebas dan determinisme. Partisipan penelitian ini adalah 118 mahasiswa S1 Universitas Indonesia. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa cinta bergairah tidak memberikan pengaruh pada kepercayaan terhadap kehendak bebas serta determinisme. Pengolahan data menggunakan process makro Hayes, 2013 dengan analisis moderasi tidak menemukan adanya efek moderasi dari kehendak tingkat-dua pada hubungan antara cinta bergairah dengan kepercayaan terhadap kehendak bebas serta determinisme.

ABSTRAK
The present study have the purpose of understanding the effect of passionate love on belief in free will and belief in determinism. Passionate love in this study defined as A state of intense longing for union with another which manifested into a complex functional whole including appraisals or appreciations, subjective feelings, expressions, patterned physiological processes, action tendencies, and instrumental behaviors Hatfield, E., Bensman, L., Rapson, R. L., 2011 . This following study used these instruments to measure the variables, The Passionate Love Scale Hatfield Sprecher, 1986 , Free Will and Determinism Scale PLUS Paulhus Carrey, 2011 and Second order Volition Test which constructed by the researcher himself. This study also have the purpose to observe the interaction effect of second order volition in moderating the relationship between passionate love with belief in free will and belief in determinism. 118 undergraduate students of University Indonesia were chosen as participants. The results of this study found passionate love have no significant effect on belief in free will and belief in determinism. Data analysis using process makro Hayes, 2013 found no interaction effect of second order volition in moderating the relationship of passionate love, belief in free will and belief in determinism."
2017
S68994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Takwin
"Dalil penelusuran pemikiran tentang rasio dan kesadaran dari para filsut ada lima hal yang dapat ditarik berkaitan dengan masalah dan tesis dalam penelitian ini:
1) Rasio atau (dalam istilah pasca cartesian) kesadaran manusia haruslah terbuka, tidak tertutup seperti yang dikemukakan Plato, Descartes dan Leibniz;
2) Kesadaran juga tidak mengharuskan dirinya merujuk pada satu titik mutlak seperti yang dikemukakan Aristoteles, Kant, Hegel dan Husserl;
3) Juga tidak hanya mencari persamaan saja seperti dalam pandangan Aristoteles dan Kant melainkan juga memahami perbedaan;
4) Kesadaran memiliki kemampuan memahami pada dirinya sendiri tidak tergantung pada hal di luarnya seperti yang dikemukakan para filsuf empirisme;
5) Kesadaran juga memiliki kesatuan organisasi untuk memahami dan mengolah berbagai hal, tidak seperti yang dikemukakan oleh Hume yang menolak adanya ego atau diri sebagai pusat kesadaran.
Untuk menemukan satu konsep kesadaran yang dapat menjelaskan kondisi pluralistik manusia dilakukan konstruksi konsep kesadaran dengan metode konstruktif, kritis-reflektif, induktif dan deduktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesadaran manusia selain memiliki kemampuan memahami juga memiliki Kehendak bebas yang memungkinkan adanya berbagai penafsiran tentang realitas. Dengan kata lain kesadaran manusia memiliki rasionalitas dan kehendak bebas. Rasionalitas berfungsi untuk memahami berbagai kenyataan dengan segala persamaan dan perbedaannnya. Kehendak bebas memungkinkan kesadaran manusia untuk memilih kenyataan-kenyataan tertentu saja untuk dipahami. Sejauh kesadaran menghendaki, kenyataan apapun dapat dipahami oleh kesadaran tetapi kesadaran sendiri yang menentukan mana yang hendak dipahami dan mana yang tidak. Kehendak bebas ini yang menyebabkan manusia memiliki pendapat yang berbeda-beda dan memilih jalan hidup yang berbeda-beda pula. Dengan kesadaran yang demikian, pada dasarnya manusia mampu terbuka terhadap beragam hal yang berbeda tanpa harus saling bertikai."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T10838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasin Rina Patricia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S2014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oxford: Oxford University Press, 2008
123.5 ARE
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Una Amanda Priharani
2004
S3324
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Nadya Maharani Utami
"ABSTRAK
Emerging adults dihadapkan pada tugas perkembangan untuk melakukan eksplorasi dalam hal cinta sehingga menjalin hubungan berpacaran menjadi hal yang penting. Salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan berpacaran yang dijalani adalah kelekatan antara orangtua-anak pada awal kehidupan seseorang. Cara seseorang untuk memulai hubungan yang dekat dengan pasangannya dan pandangan mereka terhadap cinta merupakan refleksi dari hubungan dengan orangtua saat kecil. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepuasan hubungan berpacaran antara emerging adults yang memiliki tipe adult attachment yang berbeda. Variabel adult attachment diukur menggunakan The Experiences in Close Relationship - Revised (ECR-R) dan variabel kepuasan hubungan berpacaran diukur menggunakan Couple Satisfaction Index - 16 (CSI-16). Terdapat 315 partisipan dalam penelitan ini dengan kriteria; berusia 18-25 tahun, sedang menjalin hubungan berpacaran minimal 6 bulan dan pada usia 0-5 tahun partisipan tinggal dan diasuh oleh orangtua kandung atau pengasuh utama lainnya. Analisis one-way ANOVAmenunjukan bahwa hipotesis pertama diterima yaitu tipe secure attachment memiliki skor kepuasan hubungan berpacaran yang lebih tinggi (M = 67,65, SD = 7,583) dan berbeda secara signifikan dibandingkan dengan tipe preoccupied (M = 63,30, SD = 8,103), dismissing (M = 56,54, SD = 6,854) dan fearful attachment (M = 54,83, SD = 8,889). Berdasarkan hasil penelitian ini, penting bagi orangtua atau calon orangtua untuk memahami kualitas hubungan dengan anak mereka sejak kecil akan memiliki dampak positif dan negatif terhadap hubungan berpacaran yang anak jalani di masa dewasanya kelak.

ABSTRACT
Emerging adults is faced with the developmental task to explore anything related to love which makes having a romantic relationship an important topic. One of the influential factors of a romantic relationship is the closeness in a persons relationship with their parents in their early life stage. A persons way to start a romantic relationship with their partner and their perspective of love are the reflection of their relationship with their parents when they were children. Therefore, this research aims to discover romantic relationship satisfaction differences between emerging adults with different adult attachment styles. The adult attachment variable is measured. The Experiences in Close Relationship-Revised (ECR-R), and the romantic relationship satisfaction variable is measured using Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16). There are 315 participants in this research with these criteria; the participants are in the age of 18 to 25 years old and currently in an at least six month romantic relationship; they also have to had lived with and been taken care by their biological parents or other main caregivers in the age of 0 to 5. The one-way ANOVA analysis result showed that hyphothesis was accepted in which secure attachment had a higher mean romantic relationship satisfactions (M = 67,65, SD = 7,583) and significantly different with the preoccupied (M = 63,30, SD = 8,103), dismissing (M = 56,54, SD = 6,854), and fearful attachment."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Retnowati
"Individu dewasa menengah yang berusia 40an tahun aiau mendekati usia 50an tahnn, yang menikah dan hidup bersama selama lebih dari 20 tahun, berada dalarn masa perkawinan dewasa menengah. Pada masa ini, anak-anak mulai meninggalkan rumah untuk kuliah, bekerja atau menikah (Glick, dalam Newman &. Newman 1991). Periode Selama anak-anak mulai meninggalkan rumah disebut sebagai Iaunching period (Mattessich & Hill, dalam Newman & Newman, 1991).
Dalam hublmgan antara suami-istri, pada umumnya, kepuasan perkawinan pacla tahap ini belum meneapai puncaknya karena kepuasan perkawinan mengikuti pola huruf U, yang kepuasan perkawinan terbesar te1jadi pada awal dan akhir kehidupan perkawinan, atau ketika anak terakhir menjadi remaja (Steinberg, Silverberg, dalam Davidson & Moore, 1996). Maksudnya, setelah tahun pertama perkawinan, kepuasan cenderung menurun Selama usia perkawinan 20-24 tahun pada saat individu memasuki masa dewasa menengah, kepuasan perkawinan semakin menurun, dan kepuasan mulai meningkat saat anak meninggalkan rumah dan individu memasuki atau dalam masa pensiun (Orbuch dkk, dalam Papalia, Olds & Fieldman, 2001).
Kepuasan perkawinan sedikit banyak juga dipengaruhi oleh iaktor einta. Semakin besar cinta individu terhadap pasangan mal-ca sernakin besar kepuasan dalam perkawinan. Pengekspresian einta juga merupakan sesuatu hal yang penting (Sternberg, 1988). Gaya cinta pada masa dewasa menengah di Amerika Serikat adalah gaya cinta storge dan pragma(dalam Montgomery & Sorell, 1997). Namun, ada perbedaan dalam memandang cinta dalam suatu perkawinan, disebabkan karena adanya perbedaan kebudayaan di Indonesia, yaitu apa yang disebut sebagai budaya timur dengan budaya barat. Walaupun setiap orang di mana saja ia berada, memiliki cinta namun yang masih menjadi pertanyaan adalah adalah apakah teori cinta yang dikembangkan di negara barat yang memiliki adat budaya individu yang berbeda dengan di tirnur terutama di Indonesia, sesuai dan dapat diterapkan di negara kita.
Karena alat ukur gaya cinta belurn pernah dipakai di Indonesia, maka peneiitian eksploratif-deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui apakah alat ukur gaya Cinta ini reliabel dan valid untuk dipakai di Indonesia, dan mengetahui gambaran gaya cinta pada individu dewasa menengah di Indonesia serta melihat apakah ada perbedaan gaya cinta pada pria dan wanita dewasa menengah. Dengan demikian dapat diketahui apakah benar pasangan suami istri di Indonesia, teori gaya cinta itu memang benar terbagi menjadi 6 gaya cinta dan apakah benar pada pasangan suami istri dewasa menengah di Indonesia., mengalami gaya cinta storge dan pragma sesuai dengan hasil penelitian Hendrick dan Hendrick (1986) yang dilakukan di Amerika Serikat. Inventori yang akan digunakan dalam penelitian ini akan digunakan LAS versi Levesque, yang telah mengalarni sedikit perubahan dari versi Hendrick and Hendrick (Levesque, 1993). LAS ini terdiri dari 6 item pada setiap sub skala.
Pada analisis dan interpretasi data diperoleh hasil perhitungan reliabilitas dan validitas pada skala gaya cinta, ada beberapa item yang tidak siginfikan atau tidak valid untuk mengukur domain behavior yang sama, sehingga item-item tersebut harus dibuang. Juga terlihat bahwa hampir seiuruh item pada subskala gaya cinta Indus memiliki reliabilitas sangat rendah dan tidak valid imtuk mengukur gaya cinta ludus di Indonesia. Individu dewasa menengah yang menjadi subyek dalam penelitian ini, mengalami beberapa gaya ointa. Gambaran gaya Cinta yang paling banyak dialami oleh individu dewasa rnenengah dalam usia perkawinan 20-35 tahun adalah gaya cinta gabungan storge, pragma, agape, eros. Selain itu juga terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signinkan terhadap gaya cinta pada kelompok subyek pria dewasa menengah dan kelompok subyek wanita dewasa menengah dalam usia perkawinan 20-35 tahun.
Setelah didiskusikan ternyata individu dapat mengalami beberapa gaya cinta dari enam gaya cinta. Dalam gaya cinta, individu dapat memilih iebih dari satu pilihan gaya cinta dalam kehidupannya. Pria dan wanita dewasa menengah sama-sama menganggap penting adaoya gairah (eros), persahabatan (storge) dan pengorbanan (agape) dalam cinta. Tidak valid dan tidak reliabelnya hampir seluruh item pada subskala gaya cinta Iudus, dan beberapa item pada subskala gaya cinta storge, pragma dan mania; munglcin disebabkan oleh penyusunan kalimat pernyataan item pada gaya cinta Indus, storge, pragma dan mania yang knrang baik. Disamping itu, karena memang di Indonesia ada perbedaan konsep dalam memandang cinta dengan di Amerika.
Selanjutnya saran untuk perbaikan penelitian ini adalah pengujian item-item untuk rnelihat apakah pernyataan-pemyaiaan yang digunakan pada alat ukur sesuai dengan budaya Indonesia, memperbanyak jumlah sampel dan mernbandingkan tahap perkembangan yang berbeda misalnya tahap perkembangan dewasa awal dengan dewasa menengah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38367
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Classica Puspha Permata
"Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara self-efficacy in romantic relationship dan kepuasan pernikahan pada pernikahan jarak jauh. Penelitian kuantitatif ini dilakukan pada 336 partisipan menggunakan alat ukur SERR untuk mengukur self-efficacy in romantic relationship dan ENRICH Marital Satisfaction Scale EMS untuk mengukur kepuasan pernikahan. Hasil penelitian adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-efficacy in romantic relationship dan kepuasan pernikahan pada pernikahan jarak jauh r = 0,636, N = 336, p < 0,01, 2-tailed. Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi bagi individu yang menjalani pernikahan jarak jauh.

The aim of this research is to examine the relationship of self efficacy in romantic relationship and marriage satisfaction in long distance marriage. This quantitative research was conducted on 336 participants using SERR to measure self efficacy in romantic relationship and ENRICH Marital Satisfaction Scale EMS to measure marriage satisfaction. The result indicated that self efficacy in romantic relationship were positively significant related to marriage satisfaction in long distance marriage r 0,636, N 336, p 0,01, 2 tailed. The result of his research could contribute as information for people who are undergoing a long distance marriage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Gemala
"Masa dewasa muda ditandai dengan tugas perkembangan intimacy vs isolation, yaitu individu membuat komitmen yang mendalam dcngan orang lain agar mereka tidak terisolasi (Enikson, dalam Papalia et al., 2001). Menurut Erikson, mengembangkan hubungan intim merupakan tugas yang krusial pada masa ini. Bagi sebagian besar manusia, pernikahan merupakan ekspresi utama/ultimate expression dalam suatu hubungan intim ( Brehm, 1992).
Pria dan wanita biasanya menikah atas dasar cinta dan memiliki anak adalah ekspresi dari cinta mereka kepada satu sama lainnya (Duvall & Miller, 1985). Cinta adalah kombinasi atau gabungan dari emosi atau perasaan, kognisi, dan perilaku yang terdapat dalam hubungan intim (Baron & Bymc, 2000).
Stcrnberg mendefinisikan cinta terdiri dari tiga komponen, yaitu intimacy, commitment, dan passion (Stemberg & Barnes, 1988). Intimacy, yang merupakan komponen emosional, adalah perasaan dekat, terikat yang dirasakan seseorang dalam hubungan cinta. Passion, yang merupakan komponen motivasional, adalah dorongan-dorongan yang mengarah pada percintaan, ketertarikan iisik, dan seksual. Komponen yang terakhir yaitu commiirnenl yang merupakan komponen kognitif, adalah keputusan untuk mencintai seseorang (jangka pendek) dan komitmen untuk mempertahankan cinta tersebut (iangka panjang).
Dalam suatu hubungan, tidak selalu terdapat keseimbangan dalam ketiga komponen cinta sebagaimana yang diketemukakan oieh Stemberg. Geometri pada segitiga cinta tergantung pada intensitas dan keseimbangan dari cinta (Stemberg &. Bames, 1988). lntensitas cinta dalam suatu hubungan dapat dilihat dari area atau ukuran dari segitiga cinta, yakni semakin besar intensitas cinta yang dirasakan seseorang terhadap orang lain maka scgitiga cintanya pun akan semakin besar. Sedangkan keseimbangan cinta dalam suam hubungan dapat dilihat dari bentuk segitiga cinta. Hubungan yang seimbang (dalam ketiga komponen cinta) akan dipresentasikan dalam segidga yang seirnbang. Sedangkan hubungan yang tidak seimbang direpresentasikan dalam bentuk segitiga yang tidak sama sisi, yang didalamnya terdapat salah satu komponen yang paling besar atau dominan.
Dalarn suatu hubungan, tidak hanya terdapat segitiga yang
menggambarkan cinta terhadap orang lain (bentuk nyata), namun juga merepresentasikan bcntuk yang ideal dalam hubungan terscbut (bentuk ideal). Semakin besar perbedaan pada ukuran maupun bentuk dari segitiga cenderung diasosiasikan dengan rendah atau berkurangnya tingkat kepuasan dalam suatu hubungan (Stemberg & Bames, 1988).
Dalam rangka membantu pasangan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam hubungan mereka terkait dengan komponen-komponen cinta, maka Stemberg mcngembangl-can suatu skala yang disebut The Triangular Love Scale (Stemberg, 1988). Skala ini ditujukan untuk mengukur masing-masing komponen dari cinta, namun juga memiliki dua aplikasi praktis. Pertama, dengan adanya skaia ini, dapat membantn pasangan mendapatkan basil yang lebih baik dalam hubungan mereka. Kedua, skala ini juga merumuskan perbedaan-perbedaan di antara pasangan sehingga dapat disarankan perubahan-perubahan apa yang mungkin diperlukan untuk membuat hubungan menjadi Iebih berhasil Pasangan juga dapat mcnjadi lebih dekat atau setidaknya mereka dapat memahami dan menghargai perbedaan yang ada di antara mercka satu sama lain.
Melihat kedua fungsi dari Stemberg's Triangular Love Scale. maka dirasakan sangat bermanfaat bila skaia ini diaplikasikan dalam penelitian mengenai gambaran cinta terkait dengan keseimbangan ketiga komponen cinta Stemberg. Dengan mengetahui gambaran dan keseimbangan dari komponen cinta Sternberg, maka dapat juga diiihat bagaimana kepuasan yang dirasakan oleh individu tersebut akan hubungan yang rnereka jalani dengan pasangan. Karena keterbatasan waktu, penelitian dilakukan sebagai pengembangan alat tes psikologi, yaitu dengan melakukan validasi alat tes hanya pada individu dewasa muda. Validasi yang dilakukan adalah dengan meiihat validitas dan reliabilitas dari Slemberg’s Triangular Love Scale. Selain validasi alat tes, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat gambaran cinta pada individu dewasa muda yang menikah, dengan memberikan skala pada sampel yang cukup bcsar, yaitu 100 subjek yang terdiri dari 50 pria dan 50 wanita. Sebagai ilustrasi akan dilakukan wawancara dengan sepasang suami istri dewasa muda untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara segitiga cinta mereka dengan kepuasan dalam hubungan mereka.
Hasil uji validitas per item menunjukkan bahwa hampir semua item memiliki korelasi yang tinggi dengan skor total dimensinya, kccuali pada item no.2 dan 5 pada dimensi intimacy, yang memiliki tingkat korelasi lebih tinggi dengan komponen passion (item no.2) dan komponcn commilmem (item 1105). Kedua item ini tidak valid karena saling tumpang tindih antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain, dan hal ini dapat dilihat dari tingkat korelasi yang signifikan antar dimensi. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34125
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Salsabila
"Pada tahap emerging adulthood, ditandakan sebagai masa instabilitas yang membuat individu kerap berganti pasangan. Padahal, hubungan yang memuaskan dapat membantu individu dalam pengembangan identitas dan tujuan serta meningkatkan kesejahteraan diri. Diketahui beberapa faktor berperan dalam kepuasan hubungan adalah motif berkorban dan rasa syukur. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara motif berkorban dan rasa syukur terhadap kepuasan hubungan berpacaran pada emerging adulthood. Alat ukur yang digunakan Investment Model Scale (IMS) untuk mengukur kepuasan hubungan, Motives of Sacrifices (MoS) untuk mengukur motif berkorban, dan The Gratitude Questionnaire-6 (GQ-6 untuk mengukur rasa syukur. 2.839 partisipan merupakan individu berusia 18-29 tahun dan sedang berpacaran dengan lawan jenis. Hasil analisis dengan korelasi Pearson memberi hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara motif berkorban mendekat (r = .297, p < .001, one-tail) dan rasa syukur terhadap kepuasan hubungan (r = .206, p < .001, one-tail). Hasil juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara motif berkorban menjauh terhadap kepuasan hubungan (r = -.095, p < .001, one-tail). Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa, dalam berpacaran di usia emerging adulhood dengan memiliki motif berkorban mendekat dan rasa syukur dapat berguna untuk meningkatkan kepuasan hubungan.

The emerging adulthood period is known as a stage of instability that causes individuals to change relationships frequently. Indeed, relationship satisfaction may help individuals develop their identity and goals while also increasing their well-being. Namely, the motives of sacrifice and gratitude have an impact on this. The purpose of this study is to investigate the relationship between the motives of sacrifice and gratitude towards dating relationship satisfaction in emerging adulthood. The measuring instruments used in this study are Investment Model Scale (IMS) to measure relationship satisfaction, Motives of Sacrifices to measure the motives of sacrifices, and The Gratitude Questionnaire-6 (GQ-6) to measure gratitude. 2,839 participants are 18-29 years old and dating the opposite sex. The results of this study, using Pearson correlation analysis, show that there is a significant positive relationship between the approach motive of sacrifice (r =.297, p.001, one-tail) and gratitude (r =.206, p.001, one-tail)  to relationship satisfaction. The results also reveal a significant negative relationship between the avoidance motives of sacrifice to relationship satisfaction (r = -.095, p.001, one-tail). This study found that while dating at the age of emerging adulthood, having approach motives of sacrifices and gratitude can be beneficial for increasing relationship satisfaction. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>