Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48430 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aquila Carol Adimurti
"ABSTRAK
Arsitektur seringkali dipahami sebagai suatu komposisi yang utuh, tuntas, dan lengkap. Arsitek memegang kendali penuh atas desain dan prosesnya, hingga karya arsitekturnya selesai dan siap pakai oleh pengguna. Tulisan ini mempertanyakan kembali gagasan tersebut. Dengan memperbandingkan konsep lengkap dan tidak lengkap dalam arsitektur, serta mengupas bentuk-bentuk tindakan melengkapi yang mungkin dilakukan pengguna, nyata bahwa proses merancang tidak harus selalu berdasarkan pemahaman arsitektur sebagai suatu karya yang lengkap. Desain berbasis ketidaklengkapan menyerahkan peranan untuk melengkapi arsitektur kepada pengguna kreatif. Analisis terhadap Diagoon Dwellings Delft, 1967-1970 sebagai hunian yang didesain dengan ide incomplete building menunjukkan bahwa bentuk-bentuk tindakan melengkapi yang mungkin dilakukan penghuni kreatif dapat menjadi basis penting dalam merancang ketidaklengkapan yang dihadirkan. Menelusuri arsitektur sebagai sistem ketidaklengkapan yang dirancang, tulisan ini pada akhirnya mengemukakan bahwa arsitektur yang tidak lengkap, yang terus-menerus dilengkapi penggunanya, dapat menjadi perspektif baru dalam merancang arsitektur.

ABSTRAK
Architecture is often conceived as a whole, finished, and omplete composition. The architect is in full control of the design and its process, until the architectural work is completed rsquo and ready to be used. This thesis brings the idea of complete architecture into doubt. By comparing concepts of complete and incomplete in architecture, as well as discussing the acts of completion that the user can perform, it is made clear that the design process does not necessarily have to be based on understanding architecture as a complete work. Incompletion based design entrust the role of completing architecture to the creative user. Analysis on Diagoon Dwellings Delft, 1967 1970 as housings designed with the idea of lsquo incomplete building rsquo reveals that acts of completion possible to be performed by the creative dwellers could become an important basis in designing incompletions. Investigating architecture as a system of designed incompletion, this thesis finally suggests that incomplete architecture, ever completed by the user, could be a new perspective in architectural design."
2017
S66796
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Suryantini
"Disertasi ini bertujuan untuk mengeksplorasi ide arsitektur berbasis alam yang beranimasi (animated nature) sebagai suatu bentuk pemrograman arsitektur yang ekologis. Alam yang beranimasi yang digagas oleh Sadler (1830) menjadi landasan untuk mengungkap kehadiran arsitektur domestik, khususnya dalam keseharian masyarakat tradisional. Penelitian dalam disertasi ini mencoba mengkonstruksi pengetahuan pemrograman arsitektur berbasis alam yang beranimasi, dalam rangka mencari bentuk keterhubungan yang lebih baik antara arsitektur dan alam.
Penelitian dalam disertasi ini dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan studi kasus melalui penelusuran praktik spasial domestik terkait pangan pada keseharian Orang Suku Laut (OSL) di Air Bingkai, Kepulauan Riau. Penelitian ini mengeksplorasi praktik keseharian secara makro melalui penelusuran rangkaian operasi spasial dan secara mikro melalui penelusuran pengaturan spasial dalam setiap operasi tersebut.
Temuan penelitian ini mengungkap tiga aspek penting yang mengkonstruksi pengetahuan alam yang beranimasi, meliputi hubungan arsitektur dan alam yang dibangun berdasarkan animasi alam, ide domestisitas yang memiliki keterhubungan yang menerus dengan alam, dan pemrograman yang berbasis siklus alam. Melalui operasi bergerak dan bersinggah, ide domestik dalam alam yang beranimasi hadir melalui arsitektur yang berkelana dan terdistribusi, serta membentuk sebuah bentang domestik. Pemrograman arsitektur berbasis alam yang beranimasi tersusun dari variasi bentuk yang hadir secara silih berganti sebagai sebuah rangkaian adaptasi bertinggal. Pemrograman ini terwujud melalui mekanisme pengaturan berbagai obyek domestik dan elemen arsitektur secara adaptif dan fleksibel serta logika “shared resources” dalam penggunaan material. Dengan demikian, pemrograman arsitektur berbasis alam yang beranimasi menunjukkan potensinya sebagai bentuk arsitektur yang ekologis.

This dissertation explores the idea of architectural programming based on animated nature, as an attempt to search for ecological architecture. The idea of animated nature by Sadler (1830) becomes arguably the basis of domestic architecture, especially in everyday life of traditional people. The research in this dissertation attempts to construct knowledge of architectural programming based on animated nature to find a better connection between architecture and nature.
The research in this dissertation was carried out qualitatively through a case study approach. It was conducted by exploring the domestic spatial practices related to food in the everyday of Orang Suku Laut in Air Bingkai, Riau Archipelago, at macro and micro levels. This research conducted the macro inquiry of spatial practice by tracing a series of spatial operations and the micro inquiry by scrutinising the spatial arrangements in each of these operations.
The findings of this study reveal three important aspects that construct the knowledge of architecture based on animated nature. It comprises the relationship between architecture and nature, which is constructed based on the animation of nature. This architecture suggests the idea of domestics as a continuous connectedness with nature and programming based on natural cycles. Through the operation of moving and mooring, the domestic architecture within the animated nature is demonstrated through architecture that wanders and is distributed, constructing a dynamic domestic scape. The architectural programming based on animated nature incorporates various forms that appear alternately and constitute a series of living adaptations. This programming is demonstrated through the mechanism of ordering domestic objects and architectural elements in an adaptive and flexible manner and the logic of "shared resources" in using the materials. The architectural programming based on animated nature reveals its potential as an ecological form of architecture.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Amelia Tanias
"Arsitektur adalah wadah yang menampung aktivitas manusia. Sejak danulu, arsitektur selalu menjadi pembicaraan yang menarik, karena berkaitan dengan seni dan ilmu pengetanuan. Hingga saat ini, Arsitektur berkembang sangat pesat dengan ide dan konsep-konsep baru akan karya arsitektur. Perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi telah membawa arsitektur menjauh dari esensinya sebagai tempat untuk ruang berkegiatan. Revolusi Industri, sebagai langkah besar modernisasi, juga telah membawa arsitektur memasuki era arsitektur modern dengan adanya produksi massal dan keseragaman (uniformity).
Ada dua Iingkungan masalah yang perlu diperhatikan dalam membangun rumah atau bangunan lainnya, yaitu: guna dan citra (image). Artinya, selain harus memenuhi fungsi untuk mewadahi aktivitas manusia, bangunan memberi persepsi terhadap kombinasi setiap elemen desainnya dalam bentuk citra.
Sebenarnya, uniformity adalah gagasan bahasa untuk berkomunikasi pada karya arsitektur. Uniformity merupakan suatu sifat serupa, kesamaan, atau kemiripan suatu objek sebagai standar atau guideline bagi objek Iainnya yang meliputi keseluruhan atau hanya sebagian dari suatu objek. Gagasan ini sangat bermanfaat bagi pembentukan citra, namun juga telah membuat arsitektur menjadi tidak kontekstual.
Umumnya, uniformity terjadi pada bentuk desain yang sejenis dan produksi massal dapat dirasakan pada bangunan-bangunan komersial yang sangat mengutamakan kemajuan bisnis. Hal ini tampak pada elemen-elemen bangunannya, terutama facade bangunan. Pada kenyataannya, uniformity bisa berdampak positif dan negatif. Uniformity yang positif akan membawa pembaharuan yang baik bagi perkembangan arsitektur Indonesia di kemudian nari. Dengan demikian, Uniformity harus dikembalikan pada konteksnya sebagai esensi arsitektur."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48624
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifah Intania Tsabita
"Kajian perancangan ini bertujuan untuk memaparkan ide keruntuhan sebagai basis perancangan arsitektur berdasarkan penelusuran terhadap proses degradasi material. Diskusi arsitektur selama ini memahami lingkung bangun sebagai entitas yang tidak berubah dan direncanakan untuk menjadi abadi. Gangguan terhadap ketahanan suatu lingkung bangun dilihat sebagai sesuatu yang negatif dan menjadikan kebutuhan restorasi atau pun pembongkaran terhadap arsitektur tersebut. Berangkat dari penelusuran fenomena ketidakteraturan pada media visual dan material, perancangan ini melihat bahwa kehancuran merupakan sesuatu yang wajar dan membawa kepada pemikiran bahwa arsitektur dapat hadir dengan menerima keruntuhan. Degradasi bukan lagi sesuatu yang menghancurkan, namun justru menjadi suatu bentuk transformasi yang menghadirkan bentuk-bentuk penataan baru. Dengan menggunakan prediksi pengurangan dan penambahan lapisan elemen arsitektur, rangkaian form arsitektur hadir sebagai hasil operasi dari keruntuhan. Perancangan Degrade-Upgrade ini memberikan persepsi alternatif akan keruntuhan dan menggunakannya untuk merubah komposisi bentuk menuju akhir dari material. Skenario yang tersusun dari operasi degradasi hadir dengan melibatkan penyelarasan dengan kondisi tapak, cuaca, elemen pembentuk ruang, serta konsentrasi dari material. Dengan mengarahkan degradasi sebagai basis bagi pembentuk arsitektur, arsitektur menerima dampak besar dari degradasi dan justru memiliki nilai keberadaan yang lebih tinggi (upgrade). Perubahan perspektif terkait degradasi ini ditujukan untuk meningkatkan nilai arsitektur sepanjang waktu. Melalui arsitektur yang menerima keruntuhan, keruangan yang hadir akan dialami secara lengkap dan mendalam dengan keterikatan terhadap ketidakteraturan yang ada di alam.

This design study aims to outline the idea of ruination as the basis of architectural design driven by the process of material degradation process. Current discussion of architecture perceives the built environment as an unchanging and eternal entity. Disturbance towards the robustness of architecture is seen as something negative and creates further need of architectural restoration or demolition. Departing from the exploration of disorder in visual and material degradation, the author sees that ruin is something natural that can lead to the idea that architecture can exist by accepting ruination. Degradation is no longer something that destroys, but instead emerges as something that transforms towards new forms of arrangement. Using the prediction of subtraction and addition of layers of architectural elements, a series of shapes becomes a result of such operation. This Degrade-Upgrade project reverses the perception of ruination and deploys such a process to change the composition of the shape towards the end of the material. The degradation scenario is influenced by site conditions, weather, space-forming elements, and the concentration of the material. Through arranging the process of degradation as the basis for developing architecture, the architecture receives various changes from degradation towards a higher value, therefore creating an overall upgrade. Such a change of perspective increases the value of the architecture over time. The idea of architecture that accepts ruins enables a form of spatiality that is completely and deeply experienced in relation to the irregularities that exist in nature."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Djaya Atmadja
"Skripsi ini membahas peran sketsa dalam tahapan merancang arsitektur terkait dengan penyajian pesan yang ingin disampaikan. Sketsa yang dibuat langsung menggunakan tangan dengan kualitas cepat dan bebas, merupakan salah satu representasi dan komunikasi ide arsitektur dalam proses perancangan. Sketsa merupakan proses berpikir visual terkait eksternalisasi mental image arsitek dalam penggagasan ide-ide arstekturnya. Ide arsitektur ini dieksternalisasi dalam perwujudan elemen visual yang ada pada sketsa. Hal ini berkaitan dengan potensi dan peranan sketsa yang mungkin digunakan dalam berbagai tahapan merancang.

This study discusses about the role of sketches in architectural design process associated with the presentation of the idea. Sketches, drawing that are made directly by hand with fast and free qualities, is one of the representation and communication of architecture ideas in design process. Sketches are visual thinking process related to externalization of architect's mental image in initiating his her architectural ideas. The architectural idea is externalized in the embodiment of visual elements that exist in the sketch. It relates to the potential and role of sketches that may be used in various stages of architectural design."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S66447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilian Belinda
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S48978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
White, Edward T.
Bandung: ITB Press, 1986
729 WHI t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
711.58 DIS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Halimatussaadiyah Anar
"Skripsi ini membahas perancangan parametrik dalam arsitektur sebagai salah satu bentuk penggunaan logika dalam proses perancangan. Mulai dari definisi parameter dalam perancangan, faktor pembentuk, proses pembentukan hingga metode modifikasinya. Pembahasan dilakukan untuk mengetahui lebih dalam tentang perancangan menggunakan parameter sebagai alat pembentuk rancangan. Menggunakan metode studi literatur yang bersumber dari buku, majalah, jurnal, tesis dan media elektronik untuk mendalami teori tentang parameter dan menganalisis studi kasus untuk melihat praktik nyata perancangan parametrik. Studi memperlihatkan adanya kelebihan penggunaan parameter dalam perancangan dibandingkan dengan perancangan konvensional.

Focus on this study is about parametric design in architecture as a form of using logic in design process. Begin with the definition of parameter in design, forming factors, forming process and modification methods. The aims of this study is to know more about design that using parameter as a tools to create form. Doing literatures study method using books, magazines, journals, thesis and digital media as a source of references to understand the theories about paramater and case study to see a real work of parametric design. Study shows some advantages of using parameters in design instead of none."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42713
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Nindya
"Skripsi ini membahas tentang proses berarsitektur yang dilihat dari sudut pandang musik. Topik ini dapat dikatakan jarang dibahas oleh peneliti yang ada. Musik dan arsitektur masing-masing memiliki elemen yang menjadi dasar dalam penyusunannya sehingga menjadi suatu lagu atau bangunan. Elemen-elemen dasar musik yang utama, yaitu melodi, harmoni, tempo, dan ritme; setara dengan elemen bentuk bangunan, fungsi, program ruang, dan pola pada arsitektur. Elemen-elemen ini yang menjadikan arsitektur dapat dilihat dan diteliti melalui musik.
Musik (music) merupakan suatu wujud atau cara melakukan kegiatan seni, dengan hasilnya berupa lagu (song). Begitu pula dengan arsitektur (architecture) dengan bangunan fisik (building). Dalam mengaji bangunan fisik, studi kasus skripsi ini menelaah tiap bagian bangunan yang dilihat dari elemen penyusun musik. Elemen penyusun musik merupakan dasar pembuatan lagu. Lagu yang indah dan enak didengar memiliki elemen penyusun yang relatif sama. Elemen-elemen penyusun musik antara lain adalah pembukaan (opening) yang biasa disebut intro lagu dimana bagian ini menarik perhatian orang untuk mendengar lebih lanjut. Hal ini terlihat pada bait lagu (atau verse 1, verse 2, dst) sebagai nyanyian, chorus yang merupakan inti dari lagu, bridge dan interlude yang berfungsi sebagai jembatan untuk menyambungkan bagian lagu, dan penutup lagu (ending).
Sama seperti musik, bangunan terdiri dari elemen penyusun yang mirip dengan musik. Entry-pintu masuk, Second space?ruang yang lebih kecil, transit space?ruang perpindahan, transportasi vertikal dan horizontal, major space? ruang utama, dan exit-pintu keluar. Proses berarsitektur mempunyai kaitan yang cukup erat dengan proses bermusik. Hal ini dapat dilihat dari elemen-elemen dasar dan elemen-elemen penyusun yang dimiliki oleh musik ternyata dimiliki pula oleh arsitektur. Ternyata, proses berkarya dalam arsitektur dapat dilakukan melalui pendekatan musik dan sangat berhubungan dengan kegiatan manusia.

This thesis discusses about the process of architecture from the perspective of music. This topic is rarely discussed by previous researchers, so that I take this topic for thesis. Each music and architecture have elements that are the basis for the formulation so that it becomes a song or a building. The basic elements of music namely melody, harmony, tempo, and rhythm. The equivalent of elements of building form namely function, program space, and the pattern on the architecture. These elements that makes the architecture can be seen and studied through music.
Music is a form or way of doing art activities, with the result is song. Similarly, the architecture with the physical structure (building). In studying the building, this paper examines case studies of each part of the building seen from the constituent elements of music. Constituent elements of music are the basis of making the song. The song is beautiful and pleasant to hear, have relatively the same constituent elements. Constituent elements of music ?opening, is commonly called the intro song where part of this interests man's ear to hear more, the temple of the song (or verse 1, verse 2, etc.) as a song, the chorus which is the core of the song, bridge and interlude that serves as a bridge to connect the songs, and a cover song (ending).
Just like the music, the building consists of constituent elements that are similar to music. Entry, Second space, transit space (vertical and horizontal transportation), major space, and exit. Architecting has a fairly close relationship with the music. It can be seen from the basic elements and constituent elements that are owned by the music was also owned by the architecture. The architecture can be done through a musical approach and related to human activities.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42866
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>