Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111984 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devina Maya Nandini
"Jakarta merupakan wilayah yang endemis bagi penyakit Demam Berdarah Dengue DBD dan memiliki fluktuasi angka kasus DBD setiap tahunnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan dari wilayah penyakit DBD dari tahun 2005 hingga tahun 2015 berdasarkan variabel-variabel yang mempengaruhinya. Metode penelitian ini adalah metode analisis spasial deskriptif dan statistik korelasi Pearson 39;s Product Moment dengan tingkat kepercayaan 95 dan derajat kesalahan - 5 atau 0,05.
Hasilnya ditemukan bahwa wilayah penyakit DBD di Jakarta memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut dapat terlihat pada pola dan juga luas wilayahnya.
Berdasarkan hasil analisis statistik, diketahui bahwa pelayanan kesehatan adalah satu-satunya variabel yang berhubungan dan mempengaruhi kasus DBD di Jakarta. Jumlah dari fasilitas kesehatan mempengaruhi jumlah dari kasus DBD di Jakarta. Sementara, variabel lain suhu udara, curah hujan, penggunaan tanah, kepadatan penduduk, dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin ditemukan tidak memberikan kontribusi terhadap kasus penyakit DBD di Jakarta pada tahun-tahun tersebut.

Jakarta is one of the endemic region for DHF disease and it has a fluctuation of DHF's cases every year. This research aims to compare the region of DHF in Jakarta from 2005 to 2010 based on the affecting variables. This research used spatial descriptive analysis and Pearson's Product Moment statistical analysis with degree of freedom 5 or 0,05.
The result revealed that there are differences between DHF area in Jakarta at 2005, 2010, and 2015. The differences can be distinguished on the extensive of the area and the pattern as well.
The statistical analysis showed that the healthcare center is the only variable that influenced DHF's cases in Jakarta from 2005 to 2015. The number of healthcare center influence the rate of DHF patients. While other variables do not contribute to Jakarta's DHF cases in those years.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Bakhtiar
"DBD merupakan penyakit endemis di Kabupaten Sleman dan masuk dalam kategori endemis nasional. Tercatat dari tahun 2001 = 2013 terdapat 6.307 kasus DBD. Dengan melihat hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengkaji Kerentanan Wilayah Terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Sleman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode K-Means Cluster. Metode K-Means Cluster mengelompokan desa–desa berdasarkan kemiripan ciri atau kemiripan nilai variabel exsposure dan sensitivity. Variabel–variabel tersebut yaitu total kasus DBD dari tahun 2001-2013, rata-rata Incidance Rate (IR) tahun 2001-2013, endemisitas DBD, kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, Angka Bebas Jentik (ABJ), dan curah hujan.
Tingkat kemiripan tiap desa diukur dari jarak terdekat desa–desa tersebut terhadap pusat-pusat cluster yang terbentuk selama proses custering. Desa–desa tersebut akan membentuk kelompok berdasarkan jarak terdekatnya terhadap pusat clsuter akhir (final cluster center). Setelah dikelompokan berdasarkan kedekatan jarak dengan pusat cluster kemudian dikelompokan kembali berdasarkan tingkat kerentanannya menjadi tiga kelas kerentanan yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Dalam penelitian ini terdapat 86 desa yang akan dikelompokan.
Hasil dari penelitian menyatakan bahwa 22 desa merupakan desa dengan kerentanan terhadap DBD tinggi, 27 desa merupakan desa dengan kerentanan terhadap DBD sedang, dan 37 merupakan desa dengan kerentanan rendah.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is endemic disease in Sleman Regency and in the category of national endemic. Recorded from 2001 - 2013 there were 6,307 cases of DHF. By looking at that, the study aims to assess the Place Vulnerability to Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Epidemic in Sleman Regency. The method in this study is using K - Means Cluster. K - Means Cluster use to group villages by the similarity characteristic or variable value of exposure and sensitivity. The variables are the number of dengue cases from 2001-2013, Average of Incidence Rate 2001-2013, Endemicity, Population density, Building density, Angka Bebas Jentik and Precipitation.
Similarity villages measured by the nearest distance from the villages to the cluster center at process clustering. That village will form groups based on nearest distance to the final cluster centers. After the groups based on the nearest distance to the center of the cluster then re-grouped based on their level of vulnerability into three classes, low, medium, and high. There are 86 village will be grouped.
The results of the study mentions that 22 villages are high vulnerability, 27 villages are in medium vulnerability and 37 villages with a low vulnerability to DHF.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55473
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chasan Sudjain Kusnadi
"Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang cenderung semakin luas penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah untuk menekan penyebaran penyakit DBD, melalui penatalaksanaan kasus dan pengendalian nyamuk penyebar penyakit DBD. Pemerintah telah mengembangkan program pemberantasan vektor intensif dalam usaha memperkecil wilayah terjangkit DBD.
Studi ini bermaksud mengetahui kecenderungan masalah penyakit DBD, perkembangan kegiatan pemantauan vektor, mengetahui masalah dalam pelaksanaan program P2.DBD, mengetahui dampak program P2.DBD di Kotamadya Jakarta Barat. Dipilih Kodya Jakarta Barat bersandar kepada beberapa pertimbangan strategis untuk mencermati masalah-masalah tersebut. Hasil studi ini dan penelitian sejenis diharapkan dapat memberi masukan dan dasar pertimbangan pemerintah untuk merencanakan metode terbaik guna meningkatkan efektivitas program P2.DBD, khususnya upaya pengendalian vektor DBD.
Menggunakan pendekatan observasional dan dengan desain studi penampang (cross sectional), studi ini mengumpulkan data dan informasi sekunder dari responden menggunakan daftar cek dan formulir isian. Angka insidens angka kematian (mortality rate) dan angka kematian kasus (case fatality rate) berfluktuasi dengan pola 5 tahunan (sampai 1988), selanjutnya menjadi berpola dua tahunan. Musim penularan diperkirakan berlangsung pada bulan Maret-Juni.
Pelaksanaan pengendalian vektor intensif mempunyai kecenderungan untuk menurunkan angka insidens DBD, namun masih memerlukan pencermatan dan penelitian dalam kawasan yang lebih luas. Surveilans epidemiologi DBD sangat bermanfaat dalam melakukan perencanaan, implementasi, dan penilaian (evaluasi) program P2.DBD.
Sudah saatnya pemerintah mengupayakan keterlibatan warga masyarakat secara lebih aktif dalam pemberantasan penyakit DBD; dan pendekatan pengendalian vektor dengan menggunakan pestisida sudah waktunya ditinjau kembali. Sebagai alternatif dalam pengendalian vektor DBD dapat digunakan pengendalian vektor berwawasan lingkungan.

Dengue hemorrhagic fever (DHF) was one of the health problems in Indonesia tends to wider spreader in accordance with the high mobility and dense population. Many efforts have implemented by the government to depressed the widespread of the disease through the cases management and the control of the mosquito?s vector of the disease.
This study tend to characterized the disease trends, the surveillance of vector, to understand the problem faced in the implementation of the DHF control program, and to know the impact of the program within the West Jakarta Municipality. The municipal was chosen based on several strategic considerations to observe the problems. The results of this study and another will gave benefits for the inputs and basic considerations for the government both local and central government, to plan better method for the improvement of effectively of DHF control, especially vector control.
This observational study designed as cross-section using the secondary data and information from the subject of study with a set of checklist and/or forms. The incidence rate, mortality rate, and case fatality rate have a fluctuation and variation in 5 yearly pattern (up to 1988), and two yearly patterns there after. The period of disease transmission estimated on March to June.
The implementation of the intensified vector control program tends to lower or depressed the incidence rate of the disease, but there's still needed to make kin observation and studies in wider areas. The disease surveillance benefit for planning, implementation, and evaluating the disease control program.
It's the time for the government to think (globally) and search for active community participation in the control of the disease; and the pesticides approach to the vector control program is now on the time for reviewed. As an alternative for the vector control we could initiate the new approach named the environmental base vector control.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryani
"Kelurahan Lubang Buaya merupakan salah satu wilayah endemis Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor ? faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Lubang Buaya Kecamatan Cipayung Jakarta Timur 2010 ? Maret 2011. Jenis penelitian ini adalah observasi dan wawancara dengan desain kasus kontrol tidak berpadanan dengan jumlah sampel kasus sebanyak 131 orang dan non kasus 131 orang. Analisis data dengan cara univariat, bivariat dengan chi square dan multivariate dengan uji regresi logistik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umur, pengetahuan, perilaku, frekuensi pengurasan, keberadaan jentik pada TPA, fogging dan penyuluhan memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DBD. Dari hasil analisis multivariat didapatkan faktor yang paling dominan adalah fogging . Namun perlu diingat fogging tidaklah efektif tanpa upaya 3M dan penyuluhan, untuk itu perlu dilakukan upaya pengembangan program yang terintegrasi dimana pelaksanaan fogging dibarengi dengan penyuluhan kepada masyarakat serta perlunya mengupayakan kegiatan 3M agar upaya pemberantasan penyakit DBD efektif dan efisien.

Lubang Buaya is one of the endemic region of Dengue Hemorrhagic Fever in subdistric of Cipayung, East Jakarta. This study aims to determine factors that affect disease incidence of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in the municipality distric of Lubang Buaya Cipayung, East Jakarta in 2010 - March 2011. This research is the observation by using method of survey and interviews with case-control design used 131 cases and 131 non-cases. The data analysis with univariate, bivariate with chi square and multivariate with logistic regression test.
The results of this study showed that age, knowledge, behavioral, frequency draining in the water reservoirs, presence of Aedes aegypti larva in the water reservoirs, fogging and counseling have significant correlation with the incidence of DHF . Based on multivariate analysis showed the factor with dominant variables is fogging. But fogging is not effective without the effort of 3M, so it is necessary to develop an integrated program where the implementation of fogging along with counseling to the community and the need to pursue activities of 3M for DHF eradication efforts effectively and efficiently.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Handayani
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular akibat virus dengue dan disebarluaskan nyamuk Aedes sp. Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian DBD adalah iklim. DKI Jakarta merupakan wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim. Setiap tahun DBD menjadi satu dari sepuluh kasus penyakit terbanyak di DKI Jakarta yang berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB). Penelitian ini merupakan studi ekologi yang dilakukan untuk mengetahui hubungan iklim dengan kejadian DBD di DKI Jakarta tahun 2008-2011.
Hasil penelitian menyatakan kejadian DBD memiliki hubungan sedang dengan suhu (r=-0,279;p=0,000), kelembaban (r=0,301;p=0,000), curah hujan (r=0,316;p=0,000), dan lama penyinaran matahari (r=-0,392;p=0,000), sedangkan dengan kecepatan angin hubungannya tidak siginifikan (p>0,05).

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease caused by dengue virus and the spread of Aedes sp. One of the factors that influence the incidence of dengue is the climate. Jakarta is a region vulnerable to climate change. Each year, dengue became one of top ten cases of the disease in Jakarta that could potentially Extraordinary Events. This study is an ecological study conducted to determine the relationship of climate with the incidence of dengue fever in Jakarta in 2008-2011.
The study stated the incidence of dengue fever are being linked with temperature (r=-0.279, p=0.000), humidity (r=0.301, p=0.000), rainfall (r=0.316, p = 0.000), and duration of solar radiation (r=-0.392, p=0.000), whereas the wind velocity relationship is not significant (p> 0.05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alifia Daariy
"Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Populasi nyamuk Aedes aegypti dewasa yang padat adalah faktor risiko dari kejadian DBD. Keadaan ini juga bisa dipengaruhi oleh karakteristik individu dan diperparah dengan kondisi lingkungan, perilaku individu dalam memberantas sarang nyamuk serta mencegah gigitan nyamuk. Penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kepadatan nyamuk Ae. aegypti dewasa di rumah dengan kejadian DBD di Kelurahan Tegal Alur, Kalideres, tahun 2019. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara pada 152 responden dan menangkap nyamuk di 55 rumah terpilih di 4 RW dengan kasus terbanyak. Pengukuran kepadatan dilakukan dengan menghitung sampel nyamuk Ae. aegypti menggunakan rumus angka istirahat per rumah (RR). Hasil studi memperlihatkan bahwa ada hubungan bermakna antara kepadatan nyamuk Ae. aegypti di rumah dengan kejadian DBD. Analisis juga menunjukkan faktor lingkungan yang berhubungan signifikan dengan kejadian DBD adalah penggunaan AC (3,77; 1,67-8,51), sedangkan karakteristik individu yang berhubungan termasuk usia (36,14; 11,84-110,29), jenis kelamin (5,01; 2,24-11,22), dan keberadaan individu (14,04; 5,06-39,01). Faktor perilaku yang memiliki hubungan dengan kejadian DBD ialah penggunaan kawat anti nyamuk (2,74; 1,28-5,87).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the main public health concerns in Indonesia. Aedes aegypti mosquito abundance is a risk factor for DHF. This condition is also influenced by individual characteristics and worsened by environmental factors, eradication of mosquito nests and prevention of mosquito bites practice. This quantitative study with a cross-sectional design aims to analyze the correlation of adult Ae. aegypti density in houses with DHF in Tegal Alur, Kalideres, 2019. The data were obtained from interviewing 152 study subjects and collecting adult mosquitoes in 55 selected houses in 4 high incidence RW. Adult Ae. aegypti density were determined by resting rate (RR) formula which defined as the number of resting mosquitoes per house.
The result showed that there is a significant relationship between Ae. aegypti mosquito density with DHF incidence. There are also significant correlation between environmental factor which is air-conditioner use (3,77; 1,67-8,51); individual characteristics including age (36,14; 11,84-110,29), sex (5,01; 2,24-11,22), and
individual whereabouts (14,04; 5,06-39,01); along with behavioral factor which is the use of mosquito nets (2,74; 1,28-5,87).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rizki Amelia
"Latar Belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemik di seluruh wilayah tropis dan sebagian wilayah subtropic yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit DBD juga merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan Jakarta barat memiliki jumlah kasus tertinggi pertama dan kedua di Provinsi DKI Jakarta pada beberapa tahun terakhir.
Tujuan: Menganalisis hubungan faktor iklim (curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara), kepadatan penduduk, dan angka bebas jentik dengan incidence rate DBD di Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2013-2022.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara faktor iklim yang meliputi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara pada time lag 1 dan time lag 2 serta kepadatan penduduk dengan Incidence Rate DBD.
Hasil: Hasil analisis bivariat dengan uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan lebih berpengaruh pada curah hujan time lag 2, suhu udara time lag 2 dan kelembaban time lag 2. Variabel lainnya yaitu kepadatan penduduk memiliki hubungan signifikan pada tahun 2014, 2015, 2017, 2019, 2020, dan 2021. Hasil uji regresi linear ganda menghasilkan bentuk model prediksi dengan persamaan IR DBD = -160,665 + 3,763 (suhu) + 1, 033 (kelembaman) - 0,102 (curah hujan) - 0,001 (kepadatan penduduk). jika disimulasikan dengan kombinasi suhu sebesar 26,1°C, kelembaman 82,9%, curah hujan 14,9 mm, dan kepadatan penduduk sebesar 20.000 maka kejadian IR DBD akan muncul sebanyak 2,39 kasus per 100.000 penduduk.

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an endemic disease throughout the tropics and parts of the subtropics caused by the dengue virus. Dengue fever is also one of the main public health problems in Indonesia and West Jakarta has the first and second highest number of cases in DKI Jakarta Province in recent years.
Objective: Analyzing the relationship between climate factors (rainfall, air temperature, and humidity), population density, and larvae-free rates with DHF incidence rates in West Jakarta Administrative City in 2013-2022.
Methods: This study uses an ecological study design with correlation analysis to see the relationship between climatic factors which include rainfall, air temperature, air humidity in time lag 1 and time lag 2 and population density with DHF Incidence Rate. Results: The results of the bivariate analysis with the correlation test show that a significant relationship has more influence on rainfall time lag 2, air temperature time lag 2 and humidity time lag 2. Another variable, namely population density, has a significant relationship in 2014, 2015, 2017, 2019, 2020, and 2021. The results of the multiple linear regression test produce a predictive model with the DHF IR equation = -160.665 + 3.763 (temperature) + 1.033 (inertia) - 0.102 (rainfall) - 0.001 (population density). if simulated with a combination of temperature of 26.1°C, humidity of 82.9%, rainfall of 14.9 mm, and a population density of 20,000, the incidence of IR DHF will occur as many as 2.39 cases per 100,000 population.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Gusni Febriasari
"Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global disebabakan oleh meningkatnya gas rumah kaca yang dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Salah satu dampak perubahan iklim adalah peningkatan insiden penyakit yang ditularkan melalui nyamuk seperti demam berdarah dengue (DBD). Indonesia merupakan negara dengan kategori A untuk kasus DBD. Sejak pertama kali ditemukan di Indonesia, sejumlah kasus telah menunjukkan peningkatan, baik dari segi jumlah dan total area yang terjadi setiap tahunnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perubahan iklim dengan kejadian DBD di Jakarta Timur tahun 2000-2009. Penelitian ini menggunakan disain studi ekologi dengan analisis korelasi dan regresi linier sederhana. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2011 dengan menggunakan data sekunder.
Hasil yang didapatkan adalah terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban dan curah hujan dengan kejadian DBD di Jakarta Timur selama kurun waktu 10 tahun (2000-2009). Sementara itu, didapatkan hubungan yang tidak signifikan antara suhu udara, hari hujan, dan kecepatan angin dengan kejadian DBD di Jakarta Timur tahun 2000-2009. Untuk analisis pertahun, didapatkan hubungan yang signifikan antara suhu udara pada tahun 2006 dengan kejadian DBD. Selain itu, pada tahun 2004 dan 2006 didapatkan hubungan yang signifikan antara kelembaban dan kejadian DBD. Pada tahun 2004 dan 2007 didapatkan hubungan yang signifikan antara curah hujan dan hari hujan dengan kejadian DBD.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah kelembaban dan curah hujan sebagai faktor perubahan iklim memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian DBD di Jakarta Timur tahun 2000-2009. Selain itu, untuk analisis pertahun didapatkan hubungan yang signifikan antara suhu udara tahun 2006, kelembaban udara tahun 2004 dan 2006, serta curah hujan dan hari hujan tahun 2004 dengan kejadian DBD di Jakarta Timur.

Climate change as result of global warming has caused instability in atmosphere lower layers, especially near the earth surface. Global warming itself was caused by increasing greenhouse gas dominated mostly by industries. Hence, one of that climate change effect is an increasing number of mosquito born diseases, such as Dengue Haemorrhagic Fever (DHF). Indonesia is then known as one of the "A category" countries in matter of DHF occurrence. Since it was first discovered in Indonesia, DHF cases show an increasing trend number, both in number and total area affected, also then sporadic outbreaks always happen every year.
This research is aimed to know the relation about climate change and DHF in East Jakarta Administrative City during 2000-2009. It then uses an ecological study by correlate and regression method. The research was conducted on April-June 2011 and located in East Jakarta District, also focused in finding secondary data.
The result said provably that there is significant correlation between humidity also rainfall and DHF cases in East Jakarta during 2000-2009. Meanwhile, there is no significant correlation between temperature, rainy days, and wind speed with DHF cases in the same period. For annual analysis, significant correlation between temperatures and DHF cases is obtained in 2006. In addition, there is significant correlation between humidity and DHF cases in 2004 and 2006. Then in 2004 and 2007, it is found that significant correlation between rainfalls also rainy days and DHF cases happened.
Ultimately, conclusion of this research is that humidity and rainfall, as factors of climate change, have a significant correlation to the DHF cases in East Jakarta during 2000-2009. Therefore, annual analysis in East Jakarta proved that significant correlation between DHF cases and temperature happened in 2006, cases and humidity in 2004 and 2006, then cases and rainfall also rainy days in 2004.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ambaryani
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34143
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Wati Soetojo
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pertama kali dilaporkan tahun 1968 sampai dengan sekarang telah menyebar ke sebagian besar kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Selama periode 1992-2002 terdapat 69.330 kasus di wilayah DKI Jakarta, dengan jumlah kematian 595 orang, sedangkan untuk Jakarta Pusat selama tahun 2000-2003 terdapat 4.905 kasus dengan jumlah kematian 23 orang, rata-rata IR 121,44 dan ABJ (Angka Bebas Jentik) 92.3%.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (Type 1, 2, 3 dan 4) dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegtpti, ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik-bintik perdarahan, lebam atau roam, kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun/shock. Disamping virus dan agent, faktor-faktor risiko seperti iklim (suhu, curah hujan, kelembaban), faktor demografi (kepadatan penduduk), serta faktor geografi (penggunaan tanah) dalam satu kesatuan ekosistem dapat mempermudah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Study ekologis time trend (kecenderungan waktu) terhadap faktor-faktor risiko tersebut diatas dan melalui pendekatan spasial, dilakukan untuk melihat gambaran fenomena kejadian penyakit DBD. Pemakaian Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan perangkat lunak Arc View 32, dapat memperjelas gambaran penyebaran kejadian penyakit DBD selama tahun 2000 - 2003 per-kecamatan di Jakarta Pusat.
Pada tahun 2000-2003, rata-rata suhu udara minimum-maksimum (26,6 - 29,2°C) curah hujan (0 - 23,2 mm) dan kelembaban (66,9 85,9 %). Sebaran tertinggi selama tahun 2000 - 2003 yaitu pada kecamatan Kemayoran, Tanah Abang, Senen, Johar Baru. Lokasi-lokasi tersebut permukiman dan penduduknya padat, akibatnya faktor kelembaban dapat meningkat pada tempat tersebut, dan kondisi ini membuat nyamuk Aedes aegypti hidup serta berkembang biak dengan baik. Sebaran kejadian terlihat mulai meningkat pada akhir musim penghujan, dan sebaran kejadian pada musim kemarau lebih tinggi dari pada musim penghujan.
Melihat fenomena yang digambarkan dalam peta, bahwa kejadian penyakit lebih banyak pada permukiman dan penduduk yang padat dan jumlah kejadian penyakit DBD pada musim kemarau lebih banyak dan musim penghujan, serta jumlah kejadian meningkat pada akhir musim penghujan, maka untuk mengantisipasi peningkatan kejadian disarankan kepada Sudinkesmas setempat, untuk meningkatkan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dan penyuluhan kesehatan lingkungan kepada masyarakat agar berperan aktif dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), serta perlu pengembangan SIG dan analisa spasial serta peningkatan epidemiologi kesehatan lingkungan.

Spatial Analysis of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Incidence in Central Jakarta District on 2000-2003Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) continues to be serious public health problems and major cause of hospitalization and death in Indonesia. The epidemiological dimensions of the disease continue to increase across rural and urban areas in Indonesia since first time DHF was reported in 1968. During the period 1992 - 2002, several outbreaks have occurred in Jakarta Capital of Territory (DKI-Jakarta) with a total incidence of 69,330 cases and with total number of 595 deaths, parts of the above number whereas 4,905 cases in the Central Jakarta Municipality for year 2002-2003 with total number of 23 deaths, IR 121.44 and Larvae Free Index (ABJ) was 92.3 %.
Transmitted by the main vector, the Aedes aegypty mosquito these are four distinct, but closely related viruses that cause dengue (Type 1, 2, 3 and 4). DHF is characterized clinical manifestations: high fever, hemorrhagic phenomena, often with hepatomegaly and in, severe cases, signs of circulatory failure. Such cases may develop hypovolaemic shock resulting from plasma leakage. Beside agent and virus, other risk factors such as climate (temperature, rain drop, humidity), demography, and geographic (land use) in one ecosystem could easier the spread of disease DHF.
Time trend in ecological study with risk factors above and using a spatial approach, is used in this study to find out the phenomena of DHF. Using the Geographical Information System (GIS) with ArcView 3.2, could bold the view of DHF spread during 2000-2003 for each sub districts in Central Jakarta Municipality.
In year 2000-2003, the average of the minimum-maximum temperature was (26.6 - 29.2 °C), rain drop was (0 - 23, 2 mm) and humidity was (66.9 - 85.9 %). The highest spreading of DHF in 2000-2003 was in Kemayoran Sub District, Tanah Abang Sub District, Senen Sub District, lobar Baru Sub District. The above areas which have housing with high density population have relation to increase the humidity then the high humidity could become a reinforcing factor for Aedes aegyply growing and living. The occurrence of DHF tends to increase at the end of rain season, and spreading of disease in dry season does higher compare to rain season.
From the phenomena on the map in this study, the incidence of DHF occurred more at housing with high density population and DHF occurrence in dry season highest compare to rain season, and the number of incidents was increased in at the end of rain season. It is suggested that the Central Jakarta Municipality Health Office needs to increase the health education which emphasize the environmental health aspects such as Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) and Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), and need to develop GIS with spatial analysis and increasing the epidemiology for environmental health.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>