Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158421 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naufal Rakha Pratama
"ABSTRAK
Digunakannya Arc Plasma Sintering APS karena metode sintering konvensional yang membutuhkan waktu lama. Bahan yang digunakan Fe-20Cr-5Al dengan penambahan partikel Yttrium 1 dan unsur Ni 0.5 ,1 ,1.5 , dan 2 . Tujuan dilakukan penelitian ini untuk melihat sifat mekanis dan struktur mikro baja Oxide Dispersion Strengthened ODS . Dalam penelitian ini dilakukan beberapa variabel penelitian terhadap proses milling, kompaksi dan dilakukan sintering menggunakan APS. Pembuatan sampel dilakukan dengan metode milling menggunakan HEM High Energy Milling . Didapatkan waktu milling optimum 8 jam. Proses selanjutnya dilakukan kompaksi dengan berbagai variasi dan didapatkan 20 Ton sebagai tekanan optimum. Setelah itu dilakukan sintering menggunakan metode Arc Plasma Sintering APS selama 4 menit. Sampel lalu dikarakterisasi menggunakan Optical Microscope dan Scanning Electron Microscope dan dilakukan penembakan dengan X-ray Diffraction Spectroscopy EDX , selanjutnya dilakukan pengujian kekerasan Rockwell E. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa hasil sintering sampel ODS-Ni ini masih terdapat porositas yang cukup banyak.. Berdasarkan hasil SEM dan EDX juga diketahui terdapat 3 buah daerah fasa yang terbentuk yaitu fasa berwarna abu Fe rich , abu terang Ni rich dan abu gelap Cr rich . Untuk pengujian kekerasan, dihasilkan nilai kekerasan untuk kadar Ni 0.5 , 1 , 1.5 dan 2 secara berturut-turut adalah 67.34, 64.36, 54.12, 64.82 HRE.

ABSTRACT
Arc Plasma Sintering is being used since conventional method takes longer time. The elements which had been used to make ODS steel are Fe 20Cr 5Al with 1 of yttrium particle and Ni with few of percentages 0.5 ,1 ,1.5 ,2 .The objective is to derive the good mechanical properties of ODS steel and the microstructure of these samples. We did some variation research like milling time, and compaction to get optimum result which are small particle or size with good homogenization, and for compaction to look for pressure which give minimum porosity. The result of variation resaearch are 8 hours for the optimum milling time and 20 ton for compaction pressures. Final step is using Arc Plasma Sintering. For the characterization process Optical Microscope and Scanning Electron Microscope are being used. Then, the X Ray Diffraction Spectroscopy EDX to get the information of chemical composition. For the hardness testing we used Rockwell E.The result shows that there are a lot of porosity and there are 3 regions of phase which are gray Fe rich , old gray Cr rich and bright gray Ni rich . The samples which undergo this process have different value in their hardness, this is the result of their hardness Ni 0.5 67.34 HRE Ni 1 64.36 HRE Ni1.5 ,54.12 HRE Ni 2 , 64.82 HRE."
2017
S67761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destri Wirani
"Implan biodegradable memiliki nilai lebih karena tidak memiliki efek jangka panjang pasca pemasangan dan tidak memerlukan operasi pengangkatan implan. Kandidat yang cocok untuk implan jenis ini adalah Magnesium (Mg). Dalam aplikasi implan biomedis diperlukan permukaan bahan yang bersifat bioaktif di dalam tubuh, oleh sebab itu biasanya implan berbasis Mg dilapisi permukaannya dengan mineral tulang hidroksiapatit (HA). Dalam penelitian ini, HA tidak digunakan sebagai bahan pelapis melainkan digabungkan dengan Mg dalam bentuk komposit. Metode yang digunakan untuk fabrikasi komposit Mg-HA adalah metalurgi serbuk dan pemadatan dengan Spark Plasma Sintering (SPS). SPS dipilih karena metode ini memiliki kemampuan densifikasi yang tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh waktu milling yaitu 3, 4 dan 5 jam terhadap ukuran partikel dan menganalisa pengaruh komposisi HA yaitu 0, 10, 20, 30 wt% pada sifat korosi dan bioaktivitas komposit yang dihasilkan. Hasil optimasi dengan nilai densitas komposit menunjukkan waktu milling optimum adalah 4 jam dan variasi komposisi HA pada Mg-30HA. Sampel Mg, Mg-10HA, Mg-20HA, dan Mg-30HA dengan waktu milling 4 jam memiliki densitas berturut-turut 1,766; 1,872; 1,832 dan 1.877 g/cm3. Uji XRD menunjukkan kehadiran kedua fasa yaitu Mg dan HA secara terpisah.

Biodegradable implants are beneficial because they do not have long term effects after installation and do not require post-surgery to remove the implant. Magnesium (Mg) is a suitable candidate for this type of implant. In biomedical implants application, a bioactive surface is required. Therefore, Mg-based implants are usually coated with the bone mineral hydroxyapatite (HA). In this study, HA is not used as coating but mixed with Mg to form composite. The fabrication method used powder metallurgy and compaction method of Spark Plasma Sintering (SPS). SPS was chosen because this method has a high densification capability. This research was conducted to identify the effect of milling time (3, 4, and 5 hours) which resulted in variations in particle size and to analyze the effect of HA composition that is 0, 10, 20, 30 wt% on the resulting composite characteristics. Optimization results with composite density values indicate the optimum milling time is 4 hours and the variation of HA composition in Mg-30HA. Mg sample; Mg-10HA; Mg-20HA and Mg-30HA with a 4-hour milling time have a density of 1.766, respectively; 1,872; 1,832 and 1,877 g/cm3. The results of the XRD showed the presence of the two phases Mg and HA separately."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Arviani
"ABSTRAK
Ti6Al4V merupakan material yang sangat reaktif terhadap atmosfer terutama pada temperatur tinggi. Pada saat proses sintering, reaktivitas titanium terhadap oksigen menyebabkan lapisan TiO2 kehilangan sifat proteksinya sehingga oksigen berdifusi ke dalam material. Hal tersebut dapat merugikan karena menurunkan kualitas ikatan material, menurunkan sifat mekanis, dan menyebabkan material brittle. Penelitian ini bertujuan untuk melindungi material dari pembentukan lapisan oksida (TiO2) pada permukaan paduan Ti6Al4V, melindungi dari difusi oksigen, dan mencegah difusi oksigen ke dalam material pada saat proses sintering dengan menggunakan teknologi baru yaitu Arc Plasma Sintering (APS). Teknologi sintering yang dilakukan menggunakan arus dan plasma sebagai sumber panas yang mampu melakukan proses sintering dengan waktu sangat singkat hanya dalam hitungan menit, dan konsumsi energi yang rendah. Dengan keunggulan yang dimiliki Arc Plasma Sintering (APS), diharapkan mampu melindungi Ti6Al4V dari oksidasi pada saat sintering. Sintering dilakukan pada arus 50 A dengan variasi waktu sintering selama 4 menit, 8 menit, dan12 menit. Hasil proses Arc Plasma Sintering (APS) dibandingkan dengan hasil sintering konvensional dengan atmosfer argon pada temperatur 1300oC selama 2 jam, 3 jam, dan 4 jam. Kemudian dilakukan karakterisasi material dengan menggunakan SEM-EDS dan XRD, serta pengujian densitas dan kekerasan vickers. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan metode Arc Plasma Sintering (APS), material memiliki densitas dan kekerasan yang lebih baik dengan nilai densitas relatif mencapai 98,40% dan kekerasan sebesar 374,719 HV, serta ketebalan lapisan permukan TiO2 yang terus berkurang dari 16,405µm hingga 12,002µm dan tidak terjadi difusi oksigen ke dalam material jika dibandingkan dengan argon sintering.

ABSTRACT
Ti6Al4V is a material that is very reactive to the atmosphere, especially at high temperatures. During the sintering process, the reactivity of titanium to oxygen causes the TiO2 layer to lose its protective properties so that oxygen diffuses into the material. This can be detrimental because it decreases the quality of material bonds, decreases mechanical properties, and causes brittle material. This study aims to protect the material from the formation of an oxide layer (TiO2) on the Ti6Al4V alloy surface, protect it from diffusion of oxygen, and prevent the diffusion of oxygen into the material during the sintering process using the new technology, Arc Plasma Sintering (APS). Sintering technology is carried out using currents and plasma as a heat source that is capable of performing the sintering process with a very short time in just minutes, and low energy consumption. With the advantages of Arc Plasma Sintering (APS), it is expected to protect Ti6Al4V from oxidation during sintering. Sintering is carried out on 50 A currents with variations in sintering time for 4 minutes, 8 minutes and 12 minutes. The results of the Arc Plasma Sintering (APS) process were compared with the results of conventional sintering with an argon atmosphere at a temperature of 1300oC for 2 hours, 3 hours and 4 hours. Then the material characterization was performed using SEM-EDS and XRD, as well as testing Vickers density and hardness. The results of this study indicate that with the Arc Plasma Sintering (APS) method, the material has better density and hardness with a relative density value of 98.40% and hardness of 374,719 HV, and the thickness of the TiO2 surface layer continues to decrease from 16.405µm to 12,002 µm and there is no diffusion of oxygen into the material when compared to argon sintering.

 

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dennis Edgard Jodi
"ABSTRAK
Baja ODS dengan penambahan Y2O3 memiliki ketahanan yang baik dalam ketahanan temperatur tinggi, sedangkan kobalt juga memiliki sifat mampu mempertahankan kekuatan mekanik paduan pada temperatur tinggi. Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan baja ODS Fe-20Cr-5Al dengan penambahan partikel Y2O3 1 dan unsur Co dengan variasi kandungan 0.5 , 1 , 1.5 , dan 2 melalui metalurgi serbuk, dengan tujuan untuk melihat struktur mikro menggunakan mikroskop optik, SEM, serta kekerasan. Sampel dibuat menggunakan metode High Energy Milling, dilanjutkan kompaksi metode uniaxial, dan Arc Plasma Sintering APS selama 4 menit. Sampel dikarakterisasi menggunakan Optical Microscope dan Scanning Electron Microscope untuk mengetahui pembentukan struktur mikro yang terjadi, dan dilakukan penembakan Energy-Dispersive X-ray Spectroscopy EDS untuk diketahui kandungan unsur pada daerah tertentu, serta pengujian kekerasan menggunakan metode Rockwell E. Hasil perobaan menunjukkan bahwa paduan Fe-20Cr-5Al-1Y2O3 Co , ditinjau dari tahapan persiapan APS yang dilakukan, didapatkan waktu optimum proses mechanical alloying adalah 8 jam dengan tekanan kompaksi 20 tonF, dimana dengan kedua variabel tersebut, didapatkan distribusi dan dispersi serbuk serta porositas green body yang paling optimal. Struktur mikro paduan setelah sinter diketahui kaya Fe dan Cr disertai dispersi dan distribusi Co dan Y2O3 yang merata. Penambahan Co kadar rendah menurunkan kekerasan paduan, dan pada kadar 2 , baru didapatkan peningkatan kekerasan.

ABSTRACT
ODS Steel, with addition of Y2O3, has a high temperature stability, and for cobalt, it also has the ability to maintain the high temperature strength of its alloy. In this research, Fe 20Cr 5Al 1Y2O3 is used as the base material, with addition of 0.5 , 1 , 1.5 , and 2 addition of cobalt, and fabricated through powder metallurgy using high energy milling HEM to mechanically alloyed the powder, pressed using uniaxial pressing method, and sintered using arc plasma sintering APS method for 4 minutes. Their microstructures, hardnesses, and high temperature oxidation resistances are then checked and tested using optical microscope, SEM, EDX, and Rockwell E hardness test equipment. Result shows that the effective variables for HEM mechanical alloying duarion and uniaxial pressing method pressure, in order, are 8 hours and 20 tonF, which give the alloy the best combination of powder distribution, dispersion, and lowest porosity for its green body with the most effective energy and time required. Microstructures of alloy after sintered show Fe and Cr rich phase with an uniform distribution of cobalt and Y2O3. The addition of 0.5 1.5 Co decrease the hardness of the alloy, and the addition of 2 Co increases the hardness of this ODS steel alloy. "
2017
S68468
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matary Puspita Gatot
"Titanium memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen untuk membentuk lapisan TiO2. Pada temperatur tinggi, lapisan TiO2 kehilangan sifat protektifnya sehingga dapat menyebabkan oksigen masuk ke dalamnya dan menyebabkan material menjadi rapuh, keras dan susah di machining . Percobaan ini bertujuan untuk meminimalisir lapisan TiO2 yang terbentuk pada saat proses sintering. Serbuk Ti-6Al-4V di kompaksi kemudian di sinter dengan teknologi baru arc plasma sintering dengan arus 40 A, 50 A, dan 60 A selama 8 menit untuk mencegah terjadinya oksidasi. Sebagai perbandingan, dilakukan pula sintering konvensional dengan atmosfer argon dengan temperatur 1100°C, 1200°C serta 1300°C selama 4 jam. Pengujian OM, SEM-EDS, XRD, densitas serta kekerasan dilakukan untuk menganalisis hasil sinter yang diperoleh. Fasa yang diperoleh dari hasil arc plasma sintering dan sintering konvensioanal adalah α dan β titanium. Lapisan TiO2 dari hasil proses arc plasma sintering lebih tipis dibandingkan dengan hasil sintering konvensional. Densitas relatif yang diperoleh pada proses arc plasma sintering untuk arus 40 A,50 A dan 60 A sebesar 89.54%, 91.87% dan 98.72% dengan nilai kekerasan secara berturut-turut 296.52, 332.81 dan 378.23 HV. Pada sintering konvensional densitas yang diperoleh pada temperatur 1100°C, 1200°C dan 1300°C adalah 95.73%, 96.72% dan 98.64% dengan nilai kekerasan secara berturut-turut sebesar 413.86, 427.45 dan 468.60 HV.

Titanium has a high affinity with oxygen forming a protective layer TiO2. At elevated temperatures, the TiO2 layer loses its protective properties. It can cause oxygen diffuse into bulk material and causes the material to become brittle, hard and difficult to machining. This experiment aims to minimize the formation of TiO2 layer during the sintering process. Ti-6Al-4V powder was compacted and then sintered with new technology arc plasma sintering (APS) with a current of 40 A, 50 A, and 60 A to produce the sintered specimen which was protected from oxidation. In comparison, conventional sintering was carried out with an argon atmosphere with a temperature of 1100°C, 1200C and 1300C. OM, SEM-EDS, XRD, density and hardness tests were carried out to analyze the results of the sintered process. Phases obtained from the arc plasma sintering and conventional sintering are a and b titanium. The TiO2 layer from the result of the arc plasma sintering process is thinner than the conventional sintering results.The relative density obtained in the arc plasma sintering process for currents 40 A, 50 A and 60 A was 89.54%, 91.87% and 98.72% with hardness values of 296.52, 332.81 and 378.23 HV. In conventional sintering the density obtained at temperatures of 1100 C, 1200 C and 1300 C was 95.73%, 96.72% and 98.64% with hardness values of 413.86, 427.45 and 468.60 HV, respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Augustinus Arif Sartono
"Lapisan Stellite 6 dibuat dengan berbagai laju bubuk yang masuk dalam plasma pada proses pelapisan dengan teknik Plasma of Transferred Arc-Welding (PTAW). Sampel kemudian diperiksa dengan EDX, SEM dan XRD. Dari analisa data XRD serta pengukuran kekerasan, diperoleh bahwa kekerasan maksimum terjadi pada laju bubuk 1,6 Lb/jam atau ( 0,73 kg/jam) dan menurun terhadap laju bubuk.

Stellite 6 film was made by Plasma of Transferred Arc-Welding ( PTAW ), its powder deposition rate was varied. The specimen was then examined by EDX, SEM and XRD. The XRD analysis and hardness measurement show that the optimum hardness happened at powder flow rate 1,6 Lb/hr ( 0,73 kg/hr ) and it's decrease as function of powder rate deposition."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T21375
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hasudungan, Eric Mamby
"Karakterisasi hasil proses pengelasan dengan metode Gas Metal Arc Welding, Gas Tungsten Arc Welding dan Plasma Arc Welding pada baja lembaran berlapis seng dibandingkan untuk mengetahui pengaruh seng terhadap hasil lasannya. Perbedaan besar butir yang sangat jauh antara daerah fusion zone, yaitu 32 μm, dan daerah HAZ, yaitu 90 μm, pada proses pengelasan dengan metode Gas Metal Arc Welding menyebabkan penggetasan dan perpatahan di fusion line pada pengujian tarik dan pengujian tekuk. Hasil pengelasan dengan metode Plasma Arc Welding memiliki sifat fisik yang paling optimum di antara kedua metode lainnya, dengan kekuatan tarik sebesar 352 N/mm² dan struktur butir mikro yang relatif halus. Terdapat pelarutan seng ke daerah fusion zone, dengan kandungan paling besar pada metode pengelasan Plasma Arc Welding.

The characterization of weldments produced by Gas Metal Arc Welding, Gas Tungsten Arc Welding and Plasma Arc Welding methods in joining zinc coated steel sheet is compared to know the effect of Zinc on the properties of weldments. The grain size difference between the fusion zone, which is 32 μm, and HAZ area, which is 90 μm, on Gas Metal Arc Welding method is causing the brittleness and cracking at the fusion line while testing with tensile and bending test. Weldments produced by Plasma Arc Welding have the optimum physical property among the two other welding process, with tensile strength 352 N/mm² and relatively fine microstructure. There is some zinc dilution in fusion zone, with the biggest concentration occurs in Plasma Arc Welding process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T25122
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Bagas Cahyadi Pangestu
"Transisi global menuju energi hijau dan berkelanjutan memerlukan metode produksi hidrogen yang efisien dan ramah lingkungan. Sel Elektrolisis Oksida Padat (SOEC) memiliki potensi besar dalam produksi hidrogen hijau karena efisiensinya yang tinggi dengan menggabungkan panas dan energi listrik. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik SOEC dengan susunan LSCF/GDC | YSZ | Ni-YSZ yang difabrikasi pada variasi suhu sintering guna meningkatkan kinerja dan umur pakai SOEC. Variasi suhu sintering yang diteliti adalah 800°C, 900°C, dan 1000°C, dengan karakteristik struktural dan kimia diamati menggunakan SEM-EDX. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu sintering 800°C menghasilkan struktur porous interlayer dengan ketebalan 110-117μm. Pada suhu 900°C, ketebalan berkurang menjadi 92-100 μm, dan pada suhu 1000°C, ketebalan lebih lanjut berkurang menjadi 75-90 μm. Degradasi terjadi pada porous interlayer, ditandai dengan persebaran Sr yang cukup tinggi pada interlayer di suhu 800°C. Nilai at% (atomic percentage) Sr tercatat sebesar 3.3% pada 800°C, menurun menjadi 1.3% pada 900°C, dan kembali naik menjadi 2.2% pada 1000°C. Nilai yang tidak konsisten ini disebabkan oleh fenomena overlapping pada beberapa elemen penyusun sel, yang mempengaruhi pembacaan persebaran Sr. Penelitian ini juga menjelaskan sintesis komponen SOEC berbasis solid state reaction dan menekankan pentingnya kontrol mekanisme fabrikasi. Penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang perilaku material pada kondisi suhu tinggi dan menjadi panduan penting bagi kemajuan di masa depan dalam produksi hidrogen yang berkelanjutan.

The global transition towards green and sustainable energy requires efficient and environmentally friendly methods for hydrogen production. Solid Oxide Electrolysis Cells (SOEC) have significant potential for green hydrogen production due to their high efficiency by combining heat and electrical energy. This study aims to examine the characteristics of SOEC with an LSCF/GDC | YSZ | Ni-YSZ configuration fabricated at various sintering temperatures to enhance the performance and longevity of SOEC. The sintering temperatures investigated were 800°C, 900°C, and 1000°C, with structural and chemical characteristics observed using SEM-EDX. The results showed that a sintering temperature of 800°C produced a porous interlayer structure with a thickness of 110-117μm. At 900°C, the thickness decreased to 92-100 μm, and at 1000°C, the thickness further reduced to 75-90 μm. Degradation occurred in the porous interlayer, marked by a high distribution of Sr in the interlayer at 800°C. The atomic percentage (at%) of Sr was recorded at 3.3% at 800°C, decreased to 1.3% at 900°C, and increased again to 2.2% at 1000°C. This inconsistency was due to the overlapping phenomenon of some cell elements, affecting the Sr distribution readings. This study also explains the synthesis of SOEC components based on solid-state reaction and emphasizes the importance of fabrication mechanism control. The research provides valuable insights into material behavior at high temperatures and serves as an important guide for future advancements in sustainable hydrogen production."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo Adi Widyanto
"ABSTRACT
Pengembangan produk - produk mekanis multi material
senantiasa dilakukan untuk meningkatkan aspek fungsional dan umur. Salah satu contoh adalah produk bimaterial yang
secara luas digunakan sebagai kontaktor temperatur. Paper ini memaparkan sifat mekanis, fisik dan distorsi geometri
produk sintering tidak langsung berbahan Cu-Ni yang digunakan untuk pengembangan produk bimaterial. Eksperimen
dilakukan dengan metode sebagai berikut: pertama, serbuk Cu dan atau Ni dideposisikan ke dalam serbuk besi cor
sebagai serbuk penyangga. Kedua, serbuk terdeposisi dipanaskan di dalam furnace dengan variasi temperatur 870oC,900oC dan 930oC dengan waktu penahanan selama empat jam. Tahap akhir, orientasi deposisi divariasikan untuk
mengamati pengaruhnya pada penyusutan yang terjadi. Untuk mengawali proses sintering multi material, sintering
material tunggal dilakukan untuk mengamati sifat fisik dan mekanisnya. Mengacu pada penelitian sebelumnya,
sintering multi material antara serbuk Cu dan Ni dilaksanakan. Hasil eksperimen menunjukkan
bahwa distorsi geometri
pada produk sintering dipengaruhi oleh orientasi deposisi. Penyusutan produk Cu dan Ni masing-masing adalah 49%
dan 35,33%. Meskipun temperatur leleh Cu dan Ni berdekatan, mekanisme ikatan produk sinter tidak terjadi. Perbedaan
penyusutan yang signifikan merupakan faktor utama kegagalan dalam pembentukan ikatan antara material Cu dan Ni.

Abstract
Development of multi material mechanical parts
is constantly undertaken to increase functional aspects
as well as life cycle. One example is the use of bimaterial which is widely used as a temperature contactor. This paper presents
mechanical, physical properties and geometric distortion of Cu-Ni indirect sintering products used to develop Cu-Ni
bimaterial products. The experiment was executed with the following method: firstly, Cu and/or Ni powders were
deposited into cast iron powder as the supporting powder.
Secondly, it was heated in a furnace with varying
temperatures of 870oC, 900oC and 930oC with a holding time of four hours. Lastly, deposition orientation was varied to observe the effect on the occurence of shrinkage. To initiate the multi materials sintering process, single material sintering was performed to observe the physical and mechanical properties. Based on previous work, multi material
sintering of Cu and Ni powders was conducted. The experiment results showed that the geometric distortion of the
sintering products was influenced by deposition orientation. The Cu
and Ni products shrinkage were 49% and 35. 33%, respectively. Although the melting temperature of Cu and Ni is close, the binding mechanism of the sintered product did not occur. The significant difference of shrinkage levels was the main factor for the binding mechanism failure between Cu and Ni materials."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Universitas Diponegoro. Fakultas Teknik;Universitas Diponegoro. Fakultas Teknik;Universitas Diponegoro. Fakultas Teknik;Universitas Diponegoro. Fakultas Teknik;Universitas Diponegoro. Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Fakultas Teknik], 2012
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>