Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169185 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rianti Amalia
"ABSTRAK
Polianilin telah berhasil dibuat melalui proses polimerisasi oksidatif kimia dengan berbagai laju reaksi polimerisasi masing-masing 3 ml / menit, 2 ml / menit dan 1 ml / menit. PANi dikarakterisasi menggunakan FTIR, PSA, konduktivitas listrik dengan four point probe dan vector network analyzer, VNA pada jangkau frekuensi 8-15 GHz. Reaksi polimerisasi anilin ditandai dengan kenaikan temperatur reaksi yang terjadi dalam larutan, mencapai temperatur tertinggi 42 C dalam larutan dengan laju reaksi tertinggi. Hasil dari reaksi polimerisasi oksidatif adalah polianilin emeraldin basa atau PANi-EB. Pembentukan PANi dikonfirmasi oleh FTIR yang ditandai dengan meregangkan getaran pada cincin benzenoid dan quinoid pada bilangan gelombang 1033 cm-1?1144 cm-1. Ukuran partikel yang diperoleh masih dalam skala mikro sekitar 0,597-5,238 ?m. Sifat konduktif PANi diperoleh melalui doping dengan protonasi menggunakan asam kuat HCl dan HClO4. Ditemukan bahwa nilai konduktivitas PANi-EB meningkat 102 kali setelah doping dengan HCl dan 106 kali setelah doping dengan HClO4. Nilai konduktivitas listrik PANi yang paling tinggi diperoleh pada PANi diprotonasi dengan HClO4 dengan nilai 337-363 mS/cm. Selain itu, semua PANi yang disintesis memiliki dielektrik dan memiliki kemampuan menyerap gelombang elektromagnetik pada rentang frekuensi 10 GHz-15 GHz. Ditemukan bahwa semakin tinggi nilai resistivitas PANi atau semakin rendah nilai konduktivitasnya, semakin tinggi pula nilai reflection loss RL . Nilai RL tertinggi sekitar -12,6 dB dan - 14,4 dB masing-masing pada frekuensi10,4 GHz dan pada 12,5 GHz yang diperoleh dari PANi-EB dihasilkan dari polimerisasi dengan laju reaksi terendah.

ABSTRAK
Polyaniline has been successfully fabricated through the chemical oxidative polymerization process with various polymerization reaction rate respectively 3 ml min., 2 ml min and 1 ml min. PANi were characterized using FTIR, PSA, conductivity by four point probe and VNA with frequency 8 15 GHz. The polymerization reactions of aniline was characterized by an increase in temperature due to the reaction occurring in the solution, reaching the highest temperature of 42 C in a solution of the highest reaction rate. Result of oxidative polymerization reaction is the emeraldine base polyaniline or PANi EB. The PANi formation was confirmed by FTIR which characterized by stretching vibrations in benzenoid and quinoid rings at wave number 1033 cm 1 1144 cm 1. The particle size is still in micro scale is 0.597 5.238 m. The conductive property of PANi was obtained through doping by a protonation using strong acids HCl and HClO4. It was found that conductivity value PANi EB increased 102 times after doping with HCl and 106 times after doping with HClO4. The highest electrical conductivity of PANi was obtained in HClO4 doped PANi with a value of 337 363 mS cm. in addition to this, all synthesized PANi has characteristics of dielectric materials able to absorb the electromagnetic waves in the frequency range 10 GHz 15 GHz. It is found that the higher the resistivity value of PANi or the lower the conductivity value, the higher the reflection loss RL . The highest RL values of about 12.6 dB and ndash 14.4 dB respectively at 10.4 GHz and at 12.5 GHz obtained from PANi EB resulted from polymerization with the lowest reaction rate."
2017
S67825
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Eka Putrianti
"Penggunaan formalin sebagai pengawt makanan dapat memberikan
dampak buruk bagi kesehatan manusia, karena bersifat karsinogen
(menyebabkan kanker), mutagen (menyebabkan perubanan sei, jaringan tubun),
korosif dan iritatif. Untuk itu diperlukan suatu indikator yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi adanya formalin baik seoara kuantitatif dan kualitatif
Polianilin dapat berada dalam berbagai bentuk sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai sensor kimia. Penelitian ini bertujuan untuk membuat
polianilin/moclifikasi polianilin dengan gugus -SO3H yang dapat dimanfaatkan
untuk mengidentifikasi adanya formalin. Polianilin bentuk emeraldin terprotonasi
dibuat dari garam anilin-HCI dengan APS menggunakan rasio anilin/APS 1,25.
Pembuatan emeralclin basa (bentuk polianilin setengan teroksiclasi) dilakukan
dengan mereaksikan garam emeraldin dengan NaOH dan pernigranilin basa
(bentuk polianilin teroksiclasi penuh) dilakukan dengan mereaksikan garam
emeraldin dengan APS clan NaOH serta modifikasi kecluanya melalui reaksi
substitusi aromatik elektrofilik (SO3) yang berasal dari H2SO4 pekat. Emeralclin
basa tersulfonasi (111) dan (112) dibuat dengan mereaksikan emeraldin basa
dengan HQSO4 pekat dengan rasio mol yang sesuai Pembuatan pernigranilin
basa tersulfonasi (111) dan (112) dilakukan dari oksidasi emeraldin basa
tersulfonasi dengan APS clan NaOH. Karakterisasi clan identifikasi polianilin yang
terbentuk dilakukan dengan UV-Vis clan FT-IR. Hasil karakterisasi UV-Vis dari emeraldin basa dan pernigranilin basa ditunjukkan dengan adanya puncak
serapan pada 300 nm, 500 nm dan 600 nm, sedangkan pada emeraldin basa
tersulfonasi (111) dan (112) Serta pernigranilin basa tersulfonasi (111) dan (112)
ditunjukkan dari adanya pergeseran puncak serapan ke 400 nm dan 800 nm.
Karakterisasi dengan FT-IR pada emeraldin basa dan pernigranilin basa
menunjukkan puncak serapan pada sekitar 1600 om'1 dan 1500 om'1, seclangkan
pada emeraldin basa tersulfonasi (111) dan (112) Serta pernigranilin basa
tersulfonasi (111) dan (112) pada sekitar 600 om'1 yang merupakan karakteristik
dari gugus -SO3H. Reaksi polianilin yang stabil dengan formalin berada pada
bentuk polianilin tersulfonasinya Hal ini disimpulkan berdasarkan uji kuantitatif
dan kualitatif polianilin tersulfonasi dengan formalin yang memberikan daerah
rentang kerja yang lebih luas yaitu hingga rentang konsentrasi 15 dan 20 ppm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30536
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rustami Shokirzod
"Polyaniline (PANi) telah sintesis melalui proses polimerisasi melalui penggunaan Ammonium Persulphate (APS) sebagai initiator pada suhu kamar. Selama proses polimerisasi, terjadi peningkatan nilai viskositas cairan polimer dari 436 mPa.s menjadi 1601 mPa.s. Selama proses, juga teramati peningkatan ukuran partikel. Kedua indicator tersebut, terkait dengan terbentuknya rantai molekul polimer ketika berlangsungnya proses polimerisasi. Terbentuknya PANi dapat dipastikan melalui spectrum FTIR sampel hasil sintesis. Hasil penelitian juga menunjukkan, terjadi peningkatan nilai konduktivitas listrik PANi setelah polianilin basa emeraldin (PANi-EB) didop dengan asam lemah. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa konduktivitas listrik PANi-EB meningkat dari 50 μS.cm-1 menjadi 1260 μS.cm-1 setelah penambahan asam lemah H3PO4 and 1480 μS.cm-1 setelah penambahan C2H4O2. Disimpulkan bahwa PANi konduktif telah berhasil disintesis melalui proses polimerisasi.

Polyanilines (PANIs) have been synthesized by the polymerization process utilized Ammonium Persulphate as an initiator at room temperature. The complete reaction of polymerization process was indicated by increasing viscosity from 436 mPa.s to 1601 mPa.s. An increase in electrical conductivity of PANi occurred after polyaniline emeraldine base (PANi-EB) doped with weak acids. It is shown that the electrical conductivity of PANi increases from 50 μS.cm-1 to 1260 μS.cm-1 and 1480 μS.cm-1 after doped with weak acids of H3PO4 and C2H4O2 respectively. It is concluded that the conductive PANi has successfully synthesized by the polymerization process."
2016
S62066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masayu Farina Chairunnisyah
"Nanoserat (nanofiber) polianilin disintesis dengan metode polimerisasi antarmuka (interfacial polymerization) sistem dua fasa organik-air (aqueous) dari monomer anilin, (NH)4S2O8 (ammonium peroxydisulfat) sebagai oksidan, dan HCl sebagai sumber dopan proton. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran partikel dalam polimerisasi interfasial adalah konsentrasi dopan, konsentrasi inisiator, dan konsentrasi anilin. Polianilin yang diperoleh merupakan bentuk emeraldine salt (ES) atau polianilin terprotonasi. Selanjutnya bentuk ES diubah menjadi emeraldin basa (EB) melalui reaksi deprotonasi menggunakan NaOH. EB dimodifikasi melalui reaksi substitusi aromatik elektrofilik (SO3) yang berasal dari H2SO4 pekat, dengan jumlah mol yang berbeda-beda, menjadi emeraldin tersulfonasi 1 dan emeraldin tersulfonasi 2. Sulfonasi dilakukan untuk meningkatkan kelarutan dan keasaman PANI. PANI dalam bentuk ES dan emeraldin tersulfonasi digunakan sebagai indikator boraks yang bersifat basa. Karakterisasi terhadap PANI dilakukan dengan menggunakan UV-Vis, FT-IR, PSA, dan SEM. Reaksi yang terjadi antara PANI dengan boraks berupa perubahan warna dari hijau menjadi biru. Karakterisasi dengan UV-Vis untuk melihat perubahan karakteristik absorpsi spesifik dan responnya terhadap boraks, serta PSA untuk mengetahui diameter partikel rata-rata. Hasil SEM memperlihatkan morfologi struktur berpori dan berserat dari PANI dengan diameter serat beberapa puluh nanometer yang saling bersilangan. Sedangkan hasil uji FTIR mengindikasikan bahwa polianilin telah berhasil disulfonasi dengan H2SO4 pekat. Urutan sensitivitas PANI sebagai indikator boraks adalah emeraldin tersulfonasi 2 lebih sensitif dari emeraldin tersulfonasi 1dan emeraldin tersulfonasi 1 lebih sensitif dari emeraldin terprotonasi terlihat dari daerah kerja dan linearitasnya.

Nanofiber polyaniline synthesized by the interfacial polymerization method by two-phase system of organik and water (aqueous) using aniline monomer, (NH)4S2O8 (ammonium peroxydisulfat) as oxidant, and HCl as a dopant proton. Factors effecting the size of particles in the interfacial polymerization were concentration of dopant, concentration of initiator, and concentration of aniline. The product obtained was polyaniline emeraldine salt (ES) or protonated polyaniline. Furthermore, the ES form was changed to emeraldin base (EB) by deprotonation reactions using NaOH. EB was modified by electrophilic aromatic substitution reaction (SO3) from H2SO4 with a different mol, become emeraldine sulfonated 1 and 2, to improve the solubility and acidity of the PANI. ES and emeraldine sulfonated used as indicator for borax. PANI were characterized by UV-Vis, FT-IR, PSA, and SEM. The reaction that occurs between PANI and borax was changing color from green to blue. Characterization by UV-Vis to see the specific absorption characteristics and its response to borax, and the PSA to know the average of particle diameter. The result of SEM showed a porous structure and fibrous morphology with diameter of several tens of nanometers which intersect While the result of FTIR show that emeraldine sulfonated have been produce successfully by H2SO4. According to the work area and the linearity, emeraldine sulfonated 2 is more sensitive than emeraldine sulfonated 1 and emeraldine sulfonated 1 is more sensitive than the protonated emeraldine as borax indicator."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S21
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Hidayah
"Tujuan dari penelitian ini adalah mencari kondisi optimum untuk menghasilkan homopolimer emulsi etil akrilat (PEA) dengan ukuran partikel berkisar 100 nm dengan distribusi ukuran partikel yang monodispers dan persen konversi yang tinggi. Optimasi PEA dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi surfaktan sodium lauryl sulfate (SLS) yaitu 0,5 CMC, 1 CMC, 3 CMC dan 5 CMC, dan variasi teknik polimerisasi yaitu semikontinu, batch, shot 10%, dan seeding 10%. Konsentrasi monomer etil akrilat (EA) dan inisiator ammonium persulfat (APS) dibuat konstan, yaitu konsentrasi EA sebesar 18,38% dari total berat bahan, dan konsentrasi APS sebesar 3% dari total berat monomer yang digunakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum berupa ukuran partikel sebesar 120,5 nm dengan distribusi ukuran partikel yang monodispers (PDI 0,053) dan persen konversi yang tinggi (93,3%) pada konsentrasi 5 CMC SLS dengan teknik semikontinu. Data spektrum IR dan suhu transisi gelas memperkuat bukti telah terjadi polimerisasi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30419
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Suswanti
"Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat polimer emusi. Untuk aplikasi coating, polimer dengan ukuran partikel 200-300 nm dan monodisperse merupakan material yang menjanjikan untuk kreasi efek warna opal. Pada penelitian ini dilakukan polimerisasi emulsi core shell metil metakrilat-butil akrilat yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh variasi pengikat silang glisidil metakrilat (GMA) dan variasi teknik polimerisasi terhadap ukuran partikel dan indeks polidispersitas. Variasi teknik polimerisasi yang dilakukan adalah variasi teknik penambahan insiator kedua yaitu secara shot dan kontinu dan suhu aging akhir yaitu 800C dan 1000C.
Variasi GMA yang dilakukan yaitu tanpa GMA, GMA 6% bersama preemusi shell, dan GMA 3% sebelum pre-emulsi shell. Polimer yang dihasilkan kemudian ditentukan solid content, indeks viskositas, ukuran dan distribusi ukuran partikel, suhu transisi gelas (Tg), dan spektrum infra merah. Kondisi optimum yang diperoleh adalah polimerisasi MMA-BA tanpa penambahan GMA, dengan teknik penambahan inisiator kedua secara kontinu, dan suhu aging akhir 800C. Teknik ini menghasilkan ukuran partikel 149 nm, persen konversi 97,06% dan bersifat monodispers."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30369
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Film poli-o-toluidin yang memiliki pelekatan yang kuat pada substrat non polar dikaji kegunaannya sebagai sensor optis pH. Karakterisasi terhadap film pada berbagai nilai pH dilakukan dengan memantau kurva absorbansinya mengunakan alat spektrofotometer Uv-Vis (ultra violet-visibel). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa daerah kerja film poli-o-toluidin yang dibuat pada berbagai kondisi berada pada nilai pH 2,0- 6,0. Dengan menggunakan hubungan logaritmik antara absorbansi terhadap pH, daerah kerja film poli-o-toluidin dapat diperluas menjadi 2,0 - 8,0. Sensitivitas tertinggi respons terhadap pH diperoleh pada film poli-o-toluidin yang dibuat pada HCl 1,0 M dan pada waktu perendaman 12 jam. Penelitian juga mengkaji efek histeresis film dalam responsnya terhadap pH. Dari kajian tersebut, ditemukan bahwa film poli-o-toluidin sukar untuk dikembalikan pada bentuk awalnya. Hal inilah yang kemudian menjadikan film poli-o-toluidin hanya cocok untuk sekali penggunaan.

The Influence of Polymerization Condition to Optical Properties of Poly-o-toludine Films for PH Sensor Application. Properties of poly-o-toludine film strongly bonded to non polar substrate was studied for application as optical pH sensor. Characterization of film in various pH value is carried out by recording absorbance curve using uv-visible spectrophotometer. All poly-o-toluidine film was then found to be applicable as optical pH sensor in the pH range of 2.0- 6.0. Further computational processing by means of curve fitting into logaritmic trend will allow expansion of measurement to the pH range of 2.0-8.0. Sensitivity of pH response was highest in poly-o-toluidine film fabricate at HCl 1.0 M and at 12 hours of dipping time. This paper also studied hysteresis effect in pH response. It was concluded that poly-o-toluidine salt exposed to basic pH will not be easily regenerated. For this reason, poly-o-toluidine film will only be suitable for single usage of pH measurement."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Parameter polimerisasi pada fasa aqueous yang berpengaruh pada sifat-sifat film polimer dipelajari lebih lanjut untuk memungkinkan kontrol tak langsung pembuatan film dengan cara mengontrol fasa aqueous. Di antara parameter-parameter yang dipelajari adalah konsentrasi HCl, rasio APS/o-toluidin, lama polimerisasi, dan suhu. Konsentrasi HCl optimal pada nilai berlebih 1,0M, sementara rasio APS/o-toluidin optimal pada nilai 1,25. Lama polimerisasi ternyata berpengaruh pada kestabilan dan ketebalan. Secara umum, semakin lama waktu polimerisasi, film yang dihasilkan akan semakin tebal dan stabil. Suhu juga berpengaruh pada pengaturan ketebalan film. Meski data yang diperoleh baru bersifat semi kuantitatif, terdapat indikasi yang jelas bahwa kontrol tak langsung pembuatan film o-toluidin sangat dimungkinkan.

O-toluidine Polymerization in Aqueous Phase and Its Development to Produce In Situ Poly-o-toluidine Films. Polymerization parameters of aqueous phase which have an effect to polymer film were studied in order to establish indirect control of film fabrication by means of controlling the parameters of aqueous phase. Among the parameters studied are the concentration of HCl, APS/o-toluidine ratio, polymerization duration, and temperature. HCl concentration was found to be optimum at the excess value of 1.0M, whereas ratio of APS/o-toluidine at 1.25. Polymerization duration was found of having an effect to both stability and thickness. As a rule, longer duration of polymerization leads to a thicker and more stablized polymer film. Temperature was found to be a parameter that have a defining role in the control of film thickness. Despite of the rather semi quantitative nature of the data, the results show a clear indication that indirect control is possible for in situ method of o-toluidin film fabrication."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nidya Chitraningrum
"ABSTRAK
Pada penelitian ini, nanokomposit matriks epoxy dengan kandungan organoclay yang berbeda telah disintesa dan pengaruh filler organoclay diamati. Uji tarik dan HDT dilakukan untuk mendapatkan sifat nanokomposit. Karakterisasi sifat mekanik, seperti tensile strength, tensile modulus, dan elongation at break diperoleh.
Nanokomposit epoxy - clay telah disIntasa melalui proses polimerisasi insitu. Epoxy resin tipe DER 331 dan Versamid 125 digunakan masing-masing sebagai matriks dan curing agent. Nanofiller yang digunakan adalah organoclay yang dibuat dengan clay yang berasal dari Tapanuli melalui reaksi pertukaran kation pada kation ammonium yang terdapat pada surfaktan heksadesiltrimetilamonium bromida (HDTMABr) dengan metode ultrasonik. Struktur dari organoclay dan nanokomposit epoxy - clay dikarakterisasi dengan menggunakan XRD.
Dari hasil XRD, basal spacing mineral clay akan mengembang dari 1.4 nm menjadi 2.2 nm. Sedangkan untuk epoxy - clay nanokomposit, tidak ada satupun hasil XRD yang memperlihatkan puncak difraksi. Puncak difraksi yang tidak terdeteksi dapat dihubungkan dengan struktur eksfoliasi atau basal spacing yang tinggi.
Hasil uji tarik menunjukkan bahwa tensile modulus pada nanokomposit meningkat dengan bertambahnya kandungan clay. Peningkatan maksimum diperoleh ketika dilakukan penambahan 2 wt% kandungan clay, yaitu sebesar 8.24%. Tidak seperti halnya tensile modulus, penambahan clay pada nanokomposit menghasilkan tensile strength dan elongation at break yang lebih rendah dibandingkan dengan epoxy murni.
Hasil dari uji Heat Deflection Temperature ( HDT) menunjukkan peningkatan suhu defleksi maksimum dicapai ketika penambahan kandungan clay sebesar 4 wt%.

ABSTRACT
In this research, epoxy matrix nanocomposites with different compositions of organoclay are manufactured and effect of organoclay filler were studied. Tensile test and HDT were conducted to obtain the performance of nanocomposites. The mechanical characteristics, such as tensile strength, tensile modulus, and elongation at break were evaluated.
Epoxy - clay nanocomposites were synthesized by an in - situ polymerization process. Epoxy resin DER 331 and Versamid 125 were used as a matrix and a curing agent, respectively. Organoclay as nanofiller was prepared from Tapanuli clay with a cation exhange reaction using ammonium cations of hexadecyltrimethylammonium bromide (HDTMABr) surfactant by ultrasonic method. Both structure of organoclay and epoxy - clay nanocomposites were characterized using XRD.
From XRD results, it was exhibited that the basal spacing of clay minerals was expanded from 1.4 nm to 2.2 nm. While, none of epoxy - clay nanocomposites showed any diffraction peak. The absence of diffraction peaks can be attributed to exfoliated structure or higher basal spacing.
The tensile test results showed that the tensile modulus of the nanocomposites increases with increasing clay content. A maximum of 8.24% improvement is observed with an addition of 2 wt% clay. Unlike the tensile modulus, the nanocomposites of all clay content showed a lower tensile strength and elongation at break than that of the pure epoxy.
Heat Deflection Temperature (HDT) test exhibited that addition of 4 wt% clay provided a maximum of 10.45% improvement of temperature deflection.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Nadillah Permata Sari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan sifat polivinil asetat dengan cara menambahkan koloid pelindung dan agen ikat silang agar diperoleh emulsi polivinil asetat yang lebih stabil dan memiliki kemampuan untuk menghambat laju api pada saat kebakaran. Polivinil asetat (PVAc) disintesis melalui proses polimerisasasi emulsi dengan menggunakan teknik semi-continuous yang dilakukan selama 5 jam pada suhu 70-80˚ C dengan kecepatan pengadukan 300 rpm. Variasi yang digunakan dalam proses polimerisasi adalah dengan menambahkan polivinil alkohol (PVA) dan asam borat dengan konsentrasi penambahan 2 wt.% dan 0,5 wt.%. Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan mengukur pH, densitas, kandungan padatan, viskositas, dan gugus fungsi dari polimer emulsi. Selain itu, untuk mengetahui sifat ketahanan api yang dimiliki oleh PVAc emulsi melalui reaksi ikat silang bersama asam borat dilakukan dengan cara uji pembakaran menggunakan substrat kertas. Diperoleh hasil, nilai pH yang semakin menurun hingga mencapai pH ~1 menunjukkan adanya pembentukan produk samping asam asetat dari PVAc. Nilai kandungan padatan PVAc tertinggi adalah 22,70% diperoleh dari penggunaan surfaktan yang ditambahkan PVA dan asam borat. Sedangkan densitas tertinggi diperoleh sebesar 1,07 gram/mL. Untuk nilai viskositas, emulsi yang ditambahkan PVA menjadi lebih kental dengan viskositas 14,06 mPa.s. Nilai kandungan padatan, densitas, dan viskositas dari variasi polivinil asetat dengan adanya tambahan aditif koloid pelindung dan agen ikat silang cenderung bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan variasi tanpa adanya komponen tambahan. Gugus fungsi polimer emulsi polivinil asetat yang sudah terbentuk diketahui dari pengukuran menggunakan FTIR Spectrophotometer. Pengembangan emulsi PVAc menghasilkan material penghambat laju api dengan laju pembakaran terlama 15,54 detik dan dengan waktu inisiasi pembakaran pada 1,98 detik.

This research was conducted to develop the properties of polyvinyl acetate by adding protective colloids and crosslinking agents to obtain a polyvinyl acetate emulsion that is more stable and can retard the rate of fire. Polyvinyl acetate (PVAc) was synthesized through an emulsion polymerization process using a semi-continuous technique carried out for 5 hours at a temperature of 70-80 ˚C with a stirring speed of 300 rpm. The variation used in the polymerization process is by adding polyvinyl alcohol (PVA) and boric acid with different concentrations of 2 wt.% and 0.5 wt.%. The characterization carried out in this study was to measure the pH, density, solids content, viscosity, and functional groups of the emulsion polymer. In addition, it is carried out through a combustion test using a paper substrate to determine the fire retardant properties of PVAc emulsion that has been crosslinked with boric acid. The results showed that the pH value decreased until it reached pH ~1, indicating the formation of acetic acid by-products from PVAc. The highest value of solids content of PVAc is 22.70%, obtained from the use of surfactants added with PVA and boric acid. Also, it got the highest density at 1.07 grams/mL. For the viscosity value, the emulsion added with PVA became denser with a viscosity of 14.06 mPa.s. The value of solids content, density, and viscosity of the polyvinyl acetate variation with the addition of protective colloid additives and crosslinking agents tend to be higher than the variations without additional components. The functional groups of the polyvinyl acetate emulsion polymer that have been formed are known from measurements using an FTIR spectrophotometer. The development of PVAc emulsion resulted in flame retardant material with the most extended burning rate of 15.54 seconds and the initiation time of combustion at 1.98 seconds."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, [2022;, ]
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>