Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216344 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mahahera Bastinov Putri Almagistra
"Gas alam adalah salah satu bahan bakar fosil yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari sumur gas yang kemudian diproses dan ditransportasikan, salah satunya lewat pipa transmisi. Dalam transportasinya, gas alam sering terlepas ke atmosfer, baik disengaja dalam proses penurunan tekanan emisi venting atau tidak disengaja emisi fugitive, yang berdampak buruk bagi lingkungan. Untuk itu, perlu dilakukan perhitungan tingkat emisi yang diharapkan dapat menjadi acuan dan rekomendasi strategi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca GRK. Dalam perhitungan tingkat emisi, dikenal dengan istilah faktor emisi, yaitu nilai faktor pengali untuk menghitung tingkat emisi. Nilai faktor emisi ini dihasilkan oleh agensi lingkungan, diantaranya INGAA dan IPCC. Untuk mengurangi ketidakpastian nilai faktor emisi, IPCC merekomendasikan untuk melakukan simulasi Monte Carlo, yang dilakukan oleh Lechtenbohmer, et al. 2007 di sistem pipa transmisi milik Rusia. Penelitian ini melakukan perhitungan tingkat emisi menggunakan nilai faktor emisi berdasarkan INGAA, IPCC, dan Lechtenbohmer, et al. 2007 , dengan variasi laju alir. Variasi laju alir berpengaruh pada perhitungan dengan INGAA Tier 2 dan 3 serta IPCC. Perhitungan dengan nilai faktor emisi berdasarkan Lechtenbohmer et al. 2007 memiliki nilai emisi yang paling tinggi. Metode terbaik yang dapat diaplikasikan adalah IPCC karena faktor emisi IPCC merupakan fungsi geografis dan teknologi.

Natural gas is one of the fossil fuel which is used in daily basis and can be extracted from gas wells then being produced and transported, one of which is using transmission pipeline. When being transported, natural gas is often emitted to the atmosphere, either for depressurization venting emission or leak through the pipeline fugitive emission . Therefore, emission level estimation must be performed as reference and strategy recommendation to reduce the greenhouse gas GHG emission that would damage the environment. Emission factor is a well known multiplier factor to calculate GHG emission from every emission source. Emission factor value is assessed by environment agency, such as INGAA and IPCC. To reduce the uncertainty of emission factor, IPCC suggests to conduct Monte Carlo simulation that had already been done by Lechtenbohmer, et al. 2007 in Russia rsquo s gas transmission system. This research estimates emission level using emission factor based on INGAA, IPCC, and Lechtenbohmer, et al. 2007 with flowrate variation. This flowrate variation has influence on Tier 2 and 3 INGAA also on IPCC methodologies. Emission factor based on Lechtenbohmer, et al. 2007 estimates the highest emission level. IPCC is the most suitable basis for emission factor because it has already considered geographic and technology of a country."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Paramita Bawie
"Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca GRK dibandingkan skenario Business As Usual BAU . Selama 2010-2014, Provinsi Riau adalah emiter terbesar 22,7 dari total emisi GRK Nasional sebesar 7.942,46 juta ton CO2e, sedangkan Provinsi Jawa Tengah memiliki tingkat emisi GRK per luasan wilayah dengan tingkat pertumbuhan tertinggi 145,2 dibandingkan rata-rata pertumbuhan emisi GRK Nasional sebesar 134,7. Dengan menggunakan regresi panel data tingkat provinsi, ditemukan bahwa pemberlakuan Peraturan Daerah mengenai RAD-GRK tidak efektif mengurangi emisi GRK serta hubungan negatif dan signifikan antara rasio gini terhadap emisi GRK sedangkan PDRB per kapita memiliki hubungan positif dan signifikan. Direkomendasikan untuk mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDRB per kapita serta meningkatkan komitmen Pemerintah Daerah untuk mendukung pencapaian target penurunan emisi GRK nasional.

Indonesia is committed to reduce Greenhouse Gas GHG emissions compared to Business As Usual BAU scenarios. During 2010 2014, Riau was the largest emitter 22.7 of total GHG emissions of 7,942.46 million tons of CO2e , while Central Java had the highest GHG emission rate per area with 145.2 national GHG emissions growth average of 134.7. Using provincial data panel regression, it was found that the enactment of Local Regulation on RAD GRK has not been effective in reducing GHG emission and negative and significant relation between gini ratio to GHG emission while GRDP per capita has positive and significant relation. It is recommended to effectively manage the use of resources for each one per capita GRDP and increase the commitment of Local Government to support the achievement of national GHG emission reduction targets."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49960
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alpha Agustinus
"Perusahaan tambang sangat tergantung pada bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan listrik dan kegiatan pertambangan seperti penggunaan alat berat. Oleh karena itu, emisi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil ini telah menjadi isu utama terkait dampak terhadap lingkungan akibat kegiatan pertambagan. Energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bauran PLTS yang optimal pada pabrik pengolahan mineral di tambang emas Newmont Suriname. Perangkat lunak HOMER digunakan untuk mendesain bauran PLTS paling optimal. Perangkat lunak ETAP digunakan untuk menvalidasi desain secara teknis teknis melalui analisis aliran daya dan analisis arus hubung singkat. Hasil penelitian menunjukkan kapasitas bauran PLTS paling optimal adalah 30 MW, dimana menurunkan Cost of Electricity (COE) dari cent $17,1/kWh menjadi cent $16,3/kWh dan emisi CO2 dari 142.682 ton/tahun menjadi 123.852 ton/tahun. Bauran PLTS ini layak secara teknis dimana level tegangan di semua bus masih dalam batas yang diperbolehkan menurut standar IEEE-1547-2018 dan arus hubung singkat maksimum tidak melebihi kapasitas dari switchgear terpasang.

Mining companies are highly dependent on fossil fuels to meet their electricity needs and mining activities such as the use of heavy equipment. Therefore, greenhouse gas emissions due to burning of fossil fuels have become a major issue related to the impact on the environment due to mining activities. Renewable energy such as Solar Power Plants (Photovoltaic) can be an alternative solution to overcome this problem. This study aims to examine the optimal photovoltaic penetration at mineral processing plant at Newmont Suriname gold mine. HOMER software is used to design the most optimal photovoltaic penetration. ETAP software is used to technically validate the design through power flow analysis and short-circuit analysis. The results showed that the most optimal photovoltaic penetration capacity is 30 MW, which reduced the Cost of Electricity (COE) from cent $17.1/kWh to cent $16.3/kWh and CO2 emissions from 142,682 tons/year to 123,852 tons/year. This photovoltaic penetration is ??technically feasible where the voltage level at all buses is within the permissible limits according to the IEEE-1547-2018 standard and the maximum short-circuit current does not exceed the capacity of the installed switchgear."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feronica Fatimah
"Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038 memiliki target bauran energi pembangkit tenaga listrik di tahun 2038 terdiri dari batubara yang masih mendominasi sebesar 47%, gas 25%, EBT 28% dan BBM sekitar 0,1%. Penambahan kapasitas pembangkit memiliki kontribusi besar dalam kenaikan emisi gas rumah kaca (GRK) khususnya karbon dioksida (CO2). Pada penelitian ini dilakukan studi penambahan biaya karbon pada biaya pokok produksi pembangkitan listrik. Simulasi dengan beberapa skenario biaya karbon dihitung untuk mengetahui pengaruh merit order dan penurunan pendapatan industri pembangkitan listrik. Pada skenario biaya karbon sebesar Rp 75.000/tCO2e dinilai paling optimal kerena sudah terjadi perubahan merit order pada PLTU Batubara Supercritical menjadi paling ekonomis daripada PLTU Batubara konvensional. Sedangkan pembangkit tenaga gas tidak terjadi perubahan merit order. Penurunan pendapatan pembangkit dengan biaya karbon Rp 75.000/tCO2e pada PLTU Batubara konvensional sebesar 25%, pada PLTU Batubara Supercritical sebesar 22%, dan untuk PLTU-Gas, PLTG, PLTGU mengalami penurunan pendapatan sebesar 4%. Jika dilakukan penerapan biaya karbon di Sistem Jawa Bali, biaya pokok produksi listrik akan mengalami kenaikan sebesar 13% dari semula. Total pendapatan pajak yang diterima per tahun berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai biaya pembangunan PLTS dengan kapasitas 890 MW.

The National Electricity General Plan (RUKN) 2019-2038 has a target for the energy mix of power plants in 2038 dominated by coal around 47%, gas 25%, EBT 28% and fuel around 0.1%. The addition of generating capacity has a major contribution in increasing greenhouse gas (GHG) emissions, especially carbon dioxide (CO2). This research study about adds carbon price to the cost of electricity production. Several carbon cost scenarios are conducted to determine the effect of merit orders and a decrease in the electricity generation industry revenue. In the carbon cost scenario of Rp. 75,000 / tCO2e, it is considered the most optimal because there has been a change in merit orders at the Supercritical Coal Power Plant to be the most economical than conventional Coal Power Plants. While gas power generation did not change merit orders. Decrease in electricity generation industry revenue with carbon costs of Rp. 75,000 / tCO2e at conventional Coal Power Plants by 25%, at Supercritical Coal Power Plants by 22%, and for Gas-Power Plants, Power Plants, Power Plants and Power Plants decreased by 4%. If carbon costs are implemented in the Java-Bali System, the cost of electricity production will increase by 13% from the original. The total tax revenue received per year has the potential to be utilized as the cost of building a solar power plant with a capacity of 890 MW."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan
"Tiga emisi gas rumah kaca (GRK) utama, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen oksida (N2O) telah meningkat ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak era pra-industrialisasi. Perdagangan internasional telah menjadi katalis yang signifikan terhadap emisi GRK karena pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan intensitas kegiatan ekonomi, yang dapat disebut sebagai efek skala, efek komposisi, dan efek teknik. Sebagai daerah yang belum banyak dipelajari terkait topiknya, penelitian ini berupaya untuk memahami pengaruh keterbukaan perdagangan, diukur dengan nilai penjumlahan X+M/GDP, dan pertumbuhan ekonomi, terhadap emisi CO2, CH4, dan N2O di antara sepuluh Negara-negara ASEAN dengan analisis data panel menggunakan Fixed Effect Model (FEM). Hasil analisis menemukan bahwa peningkatan keterbukaan perdagangan mengurangi emisi CH4 dan N2O per kapita tetapi meningkatkan emisi CO2 per kapita di negara-negara ASEAN, sedangkan peningkatan PDB per kapita mengakibatkan peningkatan semua emisi GRK per kapita. Namun, efeknya berbeda di seluruh kelompok pendapatan. Untuk negara-negara berpenghasilan rendah, peningkatan keterbukaan perdagangan umumnya meningkatkan emisi GRK per kapita dengan efek sebaliknya untuk negara-negara berpenghasilan tinggi. Teori Kurva Kuznets Lingkungan (EKC) ditemukan ketika memahami hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan emisi gas rumah kaca. Informasi ini dapat membantu pembuat kebijakan dalam mengatasi masalah polusi yang berkaitan dengan perdagangan internasional dan saran studi lebih lanjut disajikan.

The three major greenhouse gas (GHG) emissions, namely carbon dioxide (CO2), methane (CH4), and nitrous oxide (N2O) have risen to an unprecedented level since pre-industrialization era. International trade has become a significant catalyst to GHG emissions for its effect on economic growth and the intensity of economic activity, which can be termed as either scale effect, composition effect, and technique effect. As an understudied region with regards tot his topic, this study looks to understand the effect of trade openness, measured by the sum value of X+M/GDP, and economic growth, to the emissions of CO2, CH4, and N2O among the ten ASEAN countries with a panel data analysis using Fixed Effect Model (FEM). The result of analysis found that increase in trade openness reduces CH4 and N2O emissions per capita but increases CO2 emission per capita in ASEAN countries, while increases in GDP per capita results in increases in all GHG emissions per capita. However, the effect differs across income groups. For lower-income countries, increase in trade openness generally increases GHG emissions per capita with the converse effect for higher-income countries. Environmental Kuznets Curve (EKC) theory is found when understanding the relation between economic growth and greenhouse gas emission. This information can help policymakers in addressing pollution concerns with regards to international trade and further study suggestions are presented"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohana Carolyne Putri
"Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan permasalahan global yang menyebabkan perubahan iklim. Salah satu sumber emisi GRK adalah praktik pengolahan sampah organik yang merupakan sumber emisi GRK non-CO2 terbesar ketiga secara global. Di Indonesia, permasalahan sampah terutama sampah organik yang terakumulasi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) masih belum teratasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya mitigasi untuk mencegah dampak yang semakin buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan konsep mitigasi emisi GRK dari pengolahan sampah organik tingkat kawasan. Metode yang digunakan meliputi analisis skenario dengan dukungan Analytical Hierarchy Process (AHP), analisis investasi-operasi-pemeliharaan, analisis matematis berdasarkan faktor emisi, dan analisis Theory Planned Behavior (TPB). Temuan penelitian mencakup data emisi GRK dan biaya dari teknologi pengolahan sampah organik, intensi perilaku pemilahan, serta skenario alternatif untuk konsep mitigasi. Analisis skenario dengan membandingkan teknologi budidaya Black Soldier Fly (BSF), pengomposan windrow, dan Anaerobic Digestion (AD) menunjukkan bahwa konsep mitigasi emisi GRK yang dipilih adalah skenario dengan 84% sampah organik diolah menggunakan teknologi budidaya BSF dan pengomposan windrow, serta fokus pada intensi perilaku pemilahan sampah.
Greenhouse Gas (GHG) emissions are a global problem that causes climate change. One source of GHG emissions is the practice of processing organic waste, which is the third largest source of non-CO2 GHG emissions globally. In Indonesia, the problem of waste, especially organic waste, which accumulates at final processing sites (TPA), is still not resolved. Therefore, mitigation efforts are needed to prevent the impact from getting worse. This research aims to develop a concept for mitigating GHG emissions from processing organic waste at the regional level. The methods used include scenario analysis with the support of the Analytical Hierarchy Process (AHP), investment-operation-maintenance analysis, mathematical analysis based on emission factors, and Theory Planned Behavior (TPB) analysis. Research findings include data on GHG emissions and costs of organic waste processing technology, sorting behavior intentions, as well as alternative scenarios for mitigation concepts. Scenario analysis by comparing Black Soldier Fly (BSF) cultivation technology, windrow composting, and Anaerobic Digestion (AD) shows that the GHG emission mitigation concept chosen is a scenario with 84% of organic waste processed using BSF cultivation technology and windrow composting and focuses on intention. waste sorting behavior."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septania Putri Widyawardhani
"Potensi emisi GRK yang dihasilkan dari pengolahan air limbah domestik meliputi gas metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), dan karbon dioksida (CO2). Potensi pemanasan global gas CH4 dan N2O bernilai 28 dan 265 kali lebih besar dibandingkan satu ton CO2 dengan waktu tinggal rata-rata 100 tahun. Penelitian ini berfokus pada pengukuran emisi GRK langsung (scope 1) dari unit IPAL X di Jakarta. Pengukuran gas CH4 dan CO2 yang dilakukan melalui metode headspace dan uji gas chromatography thermal conductivity detector (GC-TCD) pada 7 titik, meliputi unit inlet, unit ekualisasi, 4 tangki MBBR, dan unit outlet mendapatkan laju emisi CO2 sebesar 2,1 x 105 TgCO2e/tahun. Namun, penelitian ini tidak mendapatkan gas CH4 yang dihasilkan dari metode headspace dan uji GC-TCD. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya kadar DO pada air limbah yang menghambat pembentukan CH4. Pengukuran emisi N2O yang dilakukan dengan sensor gas Unisense pada tangki MBBR 1 selama 6 hari berturut-turut mendapatkan laju emisi N2O sebesar 4,16 x 102 TgCO2e/tahun. Peningkatan suhu air limbah dari 30,55—30,98°C pada tangki MBBR dapat menurunkan konsentrasi N2O pada rentang 0,076—0,006 mg N2O-N/L. Faktor emisi CO2 dan N2O dari unit pengolahan biologis MBBR sebesar 2,61% ± 1,47 dan 0,04% ± 0,27 (rata-rata ± SD) secara berturut-turut. Unit MBBR tersebut beroperasi dengan kadar sCOD dan TN sebesar ± 152 mg/L dan 145 mg/L. Penurunan kadar DO dan sistem aerasi secara intermittent pada tangki aerasi merupakan aksi mitigasi utama yang potensial untuk diimplementasikan pada IPAL X di Jakarta dalam menurunkan emisi GRK langsung dari IPAL Domestik.

Potential GHG emissions resulting from domestic wastewater treatment include methane gas (CH4), nitrous oxide (N2O), and carbon dioxide (CO2). The global warming potential of CH4 and N2O gases is 28 and 265 times greater than one ton of CO2 with an average residence time of 100 years. This study focuses on measuring direct GHG emissions (scope 1) from WWTP units X in Jakarta. CH4 and CO2 gas measurements were carried out through the headspace method and gas chromatography thermal conductivity detector (GC-TCD) tests at 7 points, including inlet unit, equalization unit, 4 MBBR tanks, and outlet unit obtained a CO2 emission rate of 2,1 x 105 TgCO2e/year. However, this study did not obtain CH4 gas produced from the headspace method and GC-TCD test. This is influenced by the high level of DO in wastewater which inhibits the formation of CH4. N2O emission measurements carried out with Unisense gas sensors in MBBR 1 tanks for 6 consecutive days obtained an N2O emission rate of 4,16 x 102 TgCO2e/year. An increase in wastewater temperature from 30,55—30,98°C in MBBR tanks can reduce N2O concentrations in the range of 0,076—0,006 mg N2O-N/L. CO2 and N2O emission factors from MBBR biological treatment units are 2,61% ± 1,47 and 0,04% ± 0,27 (average ± SD) respectively. The MBBR unit operated with sCOD and TN levels of ± 152 mg/L and 145 mg/L. Reducing DO levels and intermittent aeration systems in aeration tanks is a potential main mitigation action to be implemented at WWTP X in Jakarta in reducing GHG emissions directly from domestic WWTP."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricki Muliadi
"Peningkatan emisi gas rumah kaca di DKI Jakarta dapat berdampak negatif pada pembangunan kota yang berkelanjutan. Peningkatan emisi gas rumah kaca dapat menurunkan tingkat kesehatan masyarakat yang berujung pada perlambatan perekonomian. Pemerintah daerah DKI Jakarta mengeluarkan Rencana Aksi Daerah - Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) untuk mengatasi tingginya emisi gas rumah kaca.
Penelitian ini membahas analisis penerapan kebijakan RAD-GRK terhadap aspek keberlanjutan DKI Jakarta menggunakan pendekatan sistem dinamis. Model kebijakan RAD-GRK akan diintegrasikan dengan Jakarta Sustainable Urban Model dan kemudian disimulasikan berdasarkan dua skenario yaitu Kewenangan Rendah dan Kewenangan Tinggi. Kebijakan RAD-GRK mampu menurunkan emisi gas rumah kaca di Jakarta namun perlu upaya lebih lanjut oleh pemerintah DKI Jakarta untuk menciptakan pembangunan kota Jakarta yang berkelanjutan.

The increasing of Green House Gases (GHGs) in DKI Jakarta could harm the sustainable urban development. The escalation of GHGs could decrease public health level that lead to economics slow down. Local government of DKI Jakarta releases Regional Action Plan-Green House Gases (RAP-GHGs) to overcome the increasing of GHGs.
This research discusses about policy analysis of Regional Action Plan-Green House Gases Emission toward sustainable aspects of DKI Jakarta using system dynamics approach. The policy model of RAP-GHGs would be integrated with Jakarta Sustainable Urban Model and be simulated based on two scenarios which are Low Authority and High Authority. RAP-GHGs policy could reduces GHGs emission in Jakarta but it needs further efforts from DKI Jakarta local government to create sustainable Jakarta development.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wachidyah Anggraini
"Penyebab utama dari perubahan iklim berasal dari emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan UI Depok dari pemakaian listrik. Penelitian ini menggunakan desain studi carbon footprint. Terdapat hubungan antara jumlah mahasiswa, dan suhu dengan jumlah gas rumah kaca.
Hasil dari perhitungan akan di normalisasi dengan variabel jumlah mahasiswa, karyawan, dan luas wilayah. Hasil normalisasi digunakan untuk membandingkan gas rumah kaca yang dihasilkan antar fakultas dan administratif. Hasil normalisasi menunjukan perbedaan variasi gas rumah kaca yang besar antar fakultas yang mempelajari ilmu alam dan ilmu sosial.

The main cause of climate change from greenhouse gas emissions that produced from human activity. The research aim to find amount greenhouse gases from purchase electricity at UI Depok. The research using carbon footprint methode to calculate the amount of greenhouse gas.
The result showed relationship between the number of students, and temperature with amount of greenhouse gas that produced. The results of the calculation will be normalized with the number of students, employees, and the total area. Result show large variations greenhouse gas emissions from faculty that learn natural science and sosial science.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hanafi Anis
"Dibeberapa tahun terakhir, perhatian akan emisi CO2 atau emisi gas rumah kaca sudah semakin meningkat. Kebutuhan untuk menguranginya pun semakin meningkat diberbagai negara. Salah satunya dengan cara mengurangi buangan gas yang berasal dari kendaraan. Karena kemajuan teknologi yang semakin canggih, maka banyak produsen kendaraan di dunia sudah beralih ke kendaraan listrik. Di dunia sudah banyak dikembangkan berbagai macam model kendaraan listrik, salah satunya adalah kendaraan Plug-in Hybrid Electric Vehicle atau PHEV. Di Indonesia sendiri, kendaraan ini sangat cocok dengan kondisi energi yang dimiliki, karena bahan bakar minyak yang masih sangat melimpah dan banyaknya cara untuk membangun pembangkit listrik.
Potensi kendaraan PHEV untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sangat tergantung pada penggunaan kendaraan dan sumber energinya yaitu bensin dan listrik. Namun, manfaat atau dampak khusus dari PHEV pada akhirnya bergantung pada pola pembelian dan penggunaan kendaraan. Beberapa parameternya seperti nilai faktor utilisasi atau Utility Factor (UF) dan juga nilai nilai pengeluaran kepemilikan saat memiliki kendaraan atau Total Cost Ownership (TCO). Hasil komprehensif dengan menghitung nilai UF dapat membantu pengguna untuk memahami konsumsi energi aktual dengan lebih jelas dan TCO untuk mengetahui beban pengeluaran yang ditanggung pengguna PHEV. Penelitian ini akan menunjukan nilai UF dan TCO dari salah satu kendearaan PHEV yang ada di Indonesia, yaitu Mitsubishi Outlander PHEV.

In recent years, attention to CO2 emissions or greenhouse gas emissions has increased. The need to reduce it is also increasing in various countries. One of them is by reducing gas emissions from vehicles. Due to increasingly sophisticated technological advances, many vehicle manufacturers in the world have switched to electric vehicles. In the world, various types of electric vehicle models have been developed, one of which is the Plug-in Hybrid Electric Vehicle or PHEV. In Indonesia itself, this vehicle is very suitable for the energy conditions you have, because fuel oil is still very abundant and there are many ways to build power plants.
The potential of PHEV vehicles to reduce greenhouse gas emissions is highly dependent on the use of the vehicle and its energy sources, namely gasoline and electricity. However, the specific benefits or impacts of PHEVs ultimately depend on the vehicle buying and usage patterns. Some of the parameters are the value of the utility factor (UF) and also the value of expenditure efficiency when owning a vehicle or Total Cost Ownership (TCO). Comprehensive results by calculating the UF value can help users to understand the actual energy consumption more clearly and TCO to find out the expenses incurred by PHEV users. This study will show the UF and TCO values ​​of one of the PHEV vehicles in Indonesia, namely the Mitsubishi Outlander PHEV.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>