Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67726 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karissa Eliza Putri
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai penerapan bail-in sebagai salah satu resolusi bank sistemik. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah terkait pengaturan mengenai opsi resolusi bagi bank sistemik yang mengalami permasalahan solvabilitas. Metode penelitian yang dugunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Berdasarkan permasalahan terkait pengaturan mengenai tingkat kesehatan bank, yang berpengaruh kepada permasalahan solvabilitas suatu bank sistemik, sehingga harus diselesaikan dengan opsi resolusi. Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, terdapat satu tambahan resolusi yang dapat digunakan yaitu bail-in. Bail-in merupakan upaya untuk menyerap kerugian bank dan melakukan rekapitalisasi bank dengan cara menghapuskan sebagian/seluruh kewajiban dan/atau mengubah sebagian/seluruh kewajiban menjadi modal. Bail-in merupakan kebalikan dari bail-out. Bail-out menggunakan dana APBN untuk menyelamatkan bank sistemik. Namun, dalam prakteknya menimbulkan moral hazard dan dinilai tidak efektif. Hal tersebut yang melandasi dibentuk resolusi bail-in. Diharapkan, dengan resolusi bail-in ini, bank sistemik lebih mandiri dan berhati-hati terhadap kinerja perusahaannya. Regulasi terkait dengan pelaksanaan bail-in harus segera dibentuk, agar terdapat kejelasan hukum.

ABSTRACT
The focus of this study is about the implementation of bail in as one of systemic bank rsquo s resolution. Discussion issues in this study is about the resolution option for systematically important bank which suffering from solvability problem. The method used in this study is juridical normative study by using secondary data as the main data source. Based upon the issue on regulation concerning about the bank rsquo s health, which affect to bank solvability problem. The problem must be solved with resolution option. Based on Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan law No. 9 of 2016, added one of resolution option. The resolution option is known as bail in. The essence of bail in is the idea that some senior creditors of a bank should, in certain circumstances, have part of their claim against the bank written down in wholly or in part, after the write down of lower ranking subordinated claims and equity. Bail in is in reverse of bail out. Bail out use APBN public funds to solved systematically important bank rsquo s problem. But, in practice bail out inflict moral hazard and ineffective. There is the fundamental reason for the government to create the bail in resolution. Bail in expected to make systematically important bank more settle and concern with their company performance. The regulation related to the implementation of bail in should be formed, for the clarity of the law."
2017
S67311
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maghfira Humaira
"Indonesia merupakan negara yang sistem finansialnya sangat bergantung kepada sektor perbankan. Sebelum adanya konsep  , konsep  digunakan sebagai upaya penanganan permasalahan Bank Sistemik. merupakan suatu konsep baru setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Penelitian ini akan membahas mengenai pengaturandan implementasi sebagai upaya penanganan permasalahan Bank Sistemik di Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian dalam bentuk yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif, dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang didukung dengan wawancara. telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.03/2017 tentang Rencana Aksi Recovery Plan) Bagi Bank Sistemik dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/SEOJK.03/2016 tentang Fitur Konversi Menjadi Saham Biasa atau  Write Down Terhadap Instrumen Modal Inti Tambahan dan Modal Pelengkap. Implementasi bail-in  dilakukan oleh Bank Sistemik dimulai saat Bank telah mencapai  trigger level  yang telah ditentukan.  Trigger level  merupakan tingkatan dimana opsi pemulihan ( recovery options mulai dilaksanakan. Implementasi  melihat indikator apakah yang bermasalah dan menggunakan segala upaya yang dilakukan oleh Bank sendiri. Indonesia memerlukan penyusunan pengaturan rencana resolusi resolution plan oleh Lembaga Penjamin Simpanan dan pengedukasian kepada masyarakat mengenai Bank Sistemik. 
Indonesia is a country where its financial system is depending on the banking sector. Before the bail-in concept, the bail-out concept was used as an effort to handle the problem of Systemic Banks. Bail-in is a concept that existed after the enactment of the Law Number 9 of 2016 concerning Financial System Crisis Prevention and Management. This research will discuss about bail-in regulations and the implementation of bail-in as an effort to handle the problem of Systemic Banks. In this research, the author uses the normative juridical approach in the form of descriptive research typology, and the type of data used is secondary data supported by interviews. Bail-in has been regulated by the Law Number 9 of 2016 concerning Financial System Crisis Prevention and Management, Financial Services Authority Regulation Number 14/POJK.03/2017 concerning Recovery Plan for Systemic Banks and Financial Services Authority Circular Letter Number 20/SEOJK.03/2016 concerning Feature of Conversion into Ordinary Shares or Write Down of Additional Tier 1 and Tier 2 Capital Instruments. The bail-in implementation is carried out by the Systemic Bank starting when the Bank has reached the specified trigger level. Trigger level is the level at which recovery options begin to be implemented. The bail-in implementation looks at what indicators are problematic and uses all the efforts made by the Bank itself. Indonesia requires the preparation of a resolution plan arrangement by the Indonesian Deposit Insurance Corporation and the provision to the public regarding Systemic Banks."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gigih Prastowo
"ABSTRAK
Perdebatan tentang bail out untuk menyelamatkan bank kembali muncul sejak krisis keuangan global 2007-2008. Amerika mengeluarkan dana talangan lebih dari 475 miliar dolar, terbesar dalam sejarah. Beberapa pihak menganggap talangan itu berhasil dan beberapa dianggap gagal dan tidak konstitusional karena mereka menyediakan dana perpajakan ke sektor swasta. Di Indonesia hal serupa muncul setelah keluarnya bail out untuk bank Century sampai akhirnya protokol krisis Indonesia tidak lagi menggunakan jaminan sehingga pembaharuan rezim harus diperiksa kembali apakah layak atau tidak. Peneliti menggunakan pengujian sensitivitas dinamis dan metode CoVaR untuk melihat dampak sistemik dan persyaratan modal jika terjadi skenario buruk dalam perekonomian. Peneliti hanya menghitung aset LPS sebagai penjamin karena mayoritas pemegang saham modal dan kontribusi industri perbankan yang menjadi sumber daya dalam mekanisme bail in sulit diukur dengan andal. Dengan demikian peneliti menemukan bahwa dengan skenario optimis, LPS sendiri masih dapat menangani skenario base case dan skenario adverse. Namun tidak lagi bisa menangani saat skenario bergeser menjadi severely adverse atau skenario dengan kondisi krisis 1998.

ABSTRAK
Indonesia has been implementing the no bail out mechanism as part of its protocol to rescue bank problem mainly for systemically important bank. It is utterly important to perform a simulation test to check the feasibility of this newly implemented policy. This research uses dynamic stress testing and CoVaR methods to see the systemic impact and capital requirements in the event of an economic downturn and normal condition. The guarantee proxy is limited to Indonesian Deposit Insurance Corporation LPS asset only due to lack of majority shareholder capital and bank contribution in bail in mechanism data availability . The result shows that with under the optimistic scenario, LPS asset is sufficient to cover the cost of bank rescue. However, under the pessimistic scenario, the cost is beyond LPS capability. Hence no bail out mechanism can only be working properly under normal condition but not in severely adverse condition. "
2017
S69582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naurah Humam Alkatiri
"Indonesia telah mengalami krisis keuangan terburuk pada tahun 1997/1999. Pemerintah terpaksa melakukan bail-out melalui penerbitan lebih dari Rp550 triliun obligasi untuk merestrukturisasi sistem perbankan nasional. Sejak itu, pemerintah menyadari bahwa resolusi bail-out bukanlah cara yang terbaik untuk menyelamatkan bank-bank yang gagal, terutama yang berdampak sistemik. Pada tahun 2016, pemerintah telah mengeluarkan metode resolusi baru yang menggunakan mekanisme bail-in yang diatur dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Kehadiran UU PPKSK menandai era baru dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan di Indonesia. Menurut UU PPKSK, mekanisme bail-in akan menjadi prioritas utama dalam penanganan bank sistemik yang gagal, dimana rencana pemulihan untuk mengatasi permasalahan bank gagal akan mengutamakan menggunakan sumber daya dari bank itu sendiri, tanpa melibatkan Anggaran dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, permasalahan di atas menimbulkan rumusan masalah yaitu mengapa pemerintah mengganti skema bail-out dengan bail-in dalam menangani bank gagal dan apa implikasi dari substitusi tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif, tipologi penelitiannya digolongkan sebagai deskriptif, eksplanatori, dan komparatif. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang meliputi sumber primer, sumber sekunder, dan sumber tersier. Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian akan dianalisis melalui pendekatan kualitatif. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa konsep bail-out memiliki efek yang lebih merugikan daripada menyelesaikan permasalahan bank. Salah satu alasan utama mengapa penggunaan resolusi bail-out harus diminimalkan dan diganti dengan resolusi bail-in adalah Moral Hazard. Metode resolusi bail-out juga membebani anggaran negara. Di sisi lain, mekanisme bail-in yang dapat mengalokasikan kerugian yang disebabkan oleh bank kepada kreditur senior atau pemegang saham dan menghindari penggunaan anggaran negara, sehingga meminimalkan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan. Namun, Indonesia tetap menerapkan mekanisme bail-out melalui Penyertaan Modal Sementara tanpa mengikutsertakan pemegang saham atau dikenal juga sebagai Open Bank Assistance (OBA). UU PPKSK hanya menambah mekanisme baru yaitu bail-in, sehingga menambah kewenangan LPS dalam menyelesaikan bank gagal. Oleh karena itu, terdapat tambahan opsi resolusi namun tidak menggantikannya. Penulis mempunyai saran kepada Pemerintah Indonesia untuk menghapuskan mekanisme bail-out dari peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu Open Bank Assistance. Bahkan Amerika Serikat telah menghapus opsi Open Bank Assistance sejak diberlakukannya Dodd-Frank Act pada tahun 2010.

Indonesia has experienced the worst financial crisis in 1997/1998. The government was forced to bail-out through the issuance of more that Rp550 trillion in bonds to restructure the national banking system. Since then, the government has come to realization that that bail-out resolution is not the best way to save failing banks, especially banks with systemic impacts. On 2016, the government had introduce a new resolution methods using the bail-in mechanism which is regulated under the Financial System Crisis Prevention and Management Act (UU PPKSK). The presence of the UU PPKSK also marks a new era in the prevention and handling of financial system crises in Indonesia. According to UU PPKSK, the bail-in mechanism is a top priority in dealing with failed systemic banks. That means, the recovery plan to overcome the problem of failed banks with financial difficulties will be carried out by involving the bank's own resources, without involving the State Budget and Expenditure (APBN). Hence, the aforementioned issues gives rise to the following research questions that will be discussed within this thesis, namely why did the government substitute the bail-out with bail-in mechanism in managing bank failure and what are the implications from the substitution. The research type used in this thesis is juridical-normative research, the research typology can be classified as descriptive, explanatory, and comparative. This research utilizes secondary data which encompasses primary sources, secondary sources, and tertiary sources. The data obtained in this research will then be analysed through qualitative approach. All in all, it can be concluded that the bail-out concept has more of an adverse effect rather than resolving the troubled bank. One of the primary reason why the use of bail-out resolution should be minimized and replaced with the bail-in resolution is Moral Hazard. Bail-out also burden the state’s budget. On the other hand, the new bail-in mechanism can allocate losses caused by the banks to senior creditors or shareholders and avoid the use of the state’s budget, hence minimizing its impact on the financial system stability. However, Indonesia still implement bail-out mechanism through Temporary Equity Participation (PMS) without involving the shareholders or also known as Open Bank Assistance (OBA). UU PPKSK only add new mechanism which is bail-in, thus this adds the authority of LPS in resolving failing banks. So there are additional resolution option but it does not replace it. The author would like to recommend to the Indonesian Government to abolish the bail-out mechanism from the laws and regulations in Indonesia, which is Open Bank Assistance (OBA). Even the United States of America has eradicate the Open Bank Assistance option since the enactment of the Dodd- Frank Act in 2010."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Setiadi
"ABSTRAK
Perkembangan hukum di dalam masyarakat menjadikan hukum memerlukan kajian
ilmu lain terutama ilmu sosial untuk mencari penyelesaian masalah hukum. Hukum
dan Ekonomi yang merupakan kajian sosio-legal memberikan suatu pandangan baru
tentang masalah hukum terkait kebijakan publik dan upaya mengkriminalisasinya.
Penulisan ini bertujuan untuk menggambarkan metode pendekatan analisis ekonomi
hukum terhadap kebijakan publik dan dengan metode itu dicoba untuk memberikan
jawaban mengenai bisa tidaknya kebijakan untuk dikriminalisasi. Tesis ini membahas
mengenai kebijakan yang dikriminalisasi yakni kasus kebijakan bailout Bank
Century. Kebijakan bail-out Bank Century yang beberapa kalangan menilai bahwa
kebijakan tersebut tidak tepat dan kemudian muncul sebuah tren untuk menarik
kebijakan bail-out tersebut kedalam ranah hukum pidana. Penulisan ini menggunakan
metode penelitian normatif hukum dan di dalam pengolahan dan analisis data
menggunakan bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik
pengumpulan data yakni menggunakan studi kepustakaan dengan mempelajari bukubuku,
dokumen-dokumen, literatur dan lainnya yang sesuai dengan permasalahan
yang diteliti. Hasil penelitian dalam penulisan ini menunjukan bahwa kajian lintas
disiplin, Hukum dan Ekonomi (analisis ekonomi mikro atas hukum) dapat
menjelaskan permasalahan-permasalahan hukum terutama yang memiliki dimensi
ekonomi. Prinsip-prinsip dalam ekonomi mikro digunakan dalam ranah hukum guna
terutama untuk membuat kebijakan yang efisien. Analisis ekonomi atas hukum yang
berfokus pada efisiensi menjadi langkah solusif untuk menghindarkan kriminalisasi
kebijakan. Penelitian pendekatan analisis ekonomi atas hukum ini dilakukan terhadap
kasus bail-out Bank Century. Penulis menyimpulkan bahwa analisis ekonomi atas
hukum mengevaluasi kebijakan bail-out dengan memperhitungkan cost-benefit-nya
dan menunjukan bahwa kebijakan bail-out adalah efisien serta bertujuan untuk
menghindari kerugian lebih besar apabila bail-out tidak diberikan

ABSTRACT
Legal developments in the societies make the law requires studies of other sciences,
especially social sciences to seek the settlement of legal issues. Law and Economics,
which is a socio-legal study, provides a new perspective on legal issues related to
public policy and criminalization efforts. This research aims to describe the method
of approach to the economic analysis of law against public policy and it attempted to
provide an answer regarding whether or not a policy to be criminalized.
In instance,
The case in policy that criminalized in this paper is the Bank Century case. Bail-out
Policy of Bank Century that some people judge that policy is not right and then
emerged a trend to withdraw the bail-out policy into the realm of criminal law. This
writing method is normative legal research and in the processing and analysis of data
using primary, secondary and tertiary legal materials. The data collection technique
uses literature studies by studying books, documents literature and more in
accordance with the problems is studied. The results of this research show that
interdisciplinary studies, Law and Economics (micro-economic analysis of law) can
explain legal issues especially those that have an economic dimension. Principles in
the microeconomics used in the realm of law and order primarily to create efficient
policies. Economic analysis of law that focuses on efficiency becomes solutional
measures to prevent the criminalization on policy. Research economic analysis of law
is done in the case of Bank Century Bail-out policy. The author concludes that the
economic analysis of law is able to evaluate the bail-out policy taking into account its
cost and benefit and showed that the bail-out policy is efficient and aims to avoid
bigger losses if the bail-out was not proposed."
2016
T45826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Setiadi
"ABSTRAK
Perkembangan hukum di dalam masyarakat menjadikan hukum memerlukan kajian
ilmu lain terutama ilmu sosial untuk mencari penyelesaian masalah hukum. Hukum
dan Ekonomi yang merupakan kajian sosio-legal memberikan suatu pandangan baru
tentang masalah hukum terkait kebijakan publik dan upaya mengkriminalisasinya.
Penulisan ini bertujuan untuk menggambarkan metode pendekatan analisis ekonomi
hukum terhadap kebijakan publik dan dengan metode itu dicoba untuk memberikan
jawaban mengenai bisa tidaknya kebijakan untuk dikriminalisasi. Tesis ini membahas
mengenai kebijakan yang dikriminalisasi yakni kasus kebijakan bailout Bank
Century. Kebijakan bail-out Bank Century yang beberapa kalangan menilai bahwa
kebijakan tersebut tidak tepat dan kemudian muncul sebuah tren untuk menarik
kebijakan bail-out tersebut kedalam ranah hukum pidana. Penulisan ini menggunakan
metode penelitian normatif hukum dan di dalam pengolahan dan analisis data
menggunakan bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik
pengumpulan data yakni menggunakan studi kepustakaan dengan mempelajari bukubuku,
dokumen-dokumen, literatur dan lainnya yang sesuai dengan permasalahan
yang diteliti. Hasil penelitian dalam penulisan ini menunjukan bahwa kajian lintas
disiplin, Hukum dan Ekonomi (analisis ekonomi mikro atas hukum) dapat
menjelaskan permasalahan-permasalahan hukum terutama yang memiliki dimensi
ekonomi. Prinsip-prinsip dalam ekonomi mikro digunakan dalam ranah hukum guna
terutama untuk membuat kebijakan yang efisien. Analisis ekonomi atas hukum yang
berfokus pada efisiensi menjadi langkah solusif untuk menghindarkan kriminalisasi
kebijakan. Penelitian pendekatan analisis ekonomi atas hukum ini dilakukan terhadap
kasus bail-out Bank Century. Penulis menyimpulkan bahwa analisis ekonomi atas
hukum mengevaluasi kebijakan bail-out dengan memperhitungkan cost-benefit-nya
dan menunjukan bahwa kebijakan bail-out adalah efisien serta bertujuan untuk
menghindari kerugian lebih besar apabila bail-out tidak diberikan

ABSTRACT
Legal developments in the societies make the law requires studies of other sciences,
especially social sciences to seek the settlement of legal issues. Law and Economics,
which is a socio-legal study, provides a new perspective on legal issues related to
public policy and criminalization efforts. This research aims to describe the method
of approach to the economic analysis of law against public policy and it attempted to
provide an answer regarding whether or not a policy to be criminalized.
In instance,
The case in policy that criminalized in this paper is the Bank Century case. Bail-out
Policy of Bank Century that some people judge that policy is not right and then
emerged a trend to withdraw the bail-out policy into the realm of criminal law. This
writing method is normative legal research and in the processing and analysis of data
using primary, secondary and tertiary legal materials. The data collection technique
uses literature studies by studying books, documents literature and more in
accordance with the problems is studied. The results of this research show that
interdisciplinary studies, Law and Economics (micro-economic analysis of law) can
explain legal issues especially those that have an economic dimension. Principles in
the microeconomics used in the realm of law and order primarily to create efficient
policies. Economic analysis of law that focuses on efficiency becomes solutional
measures to prevent the criminalization on policy. Research economic analysis of law
is done in the case of Bank Century Bail-out policy. The author concludes that the
economic analysis of law is able to evaluate the bail-out policy taking into account its
cost and benefit and showed that the bail-out policy is efficient and aims to avoid
bigger losses if the bail-out was not propo;"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Wulandari
"ABSTRAK
Permasalahan keuangan suatu bank berupa penekanan likuiditas harus ditangani dengan cara meminimalkan dampak kerusakan yang dapat ditimbulkan terhadap stabilitas sistem keuangan sehingga tetap memperoleh kepercayaan masyarakat penyimpan dana pada sistem perbankan dan menjaga perekonomian secara keseluruhan. Penerapan kebijakan bail-in sebagai private sector resolution untuk alternatif penanganan bank bermasalah selain bail-out, melalui konversi sumber dana bank menjadi modal dengan tujuan meminimalisir biaya fiskal yang harus ditanggung oleh otoritas yang berwenang memerlukan penelitian terkait sumber dana bank yang dapat dikonversi dan implikasi hukumnya apabila diterapkan saat ini. Dalam rangka perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, usulan penerapan kebijakan bail-in harus selaras dengan asas kebebasan berkontrak dan tetap dapat memberikan perlindungan hukum khususnya kepada nasabah sebagai konsumen bank.
Simpanan atau dana pihak ketiga sebagai sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank pada dasarnya dapat dikonversi menjadi modal sepanjang terdapat persetujuan dari nasabah selaku pemilik simpanan atau dana pihak ketiga tersebut. Simpanan atau dana pihak ketiga yang dapat dikonversi adalah yang digolongkan sebagai simpanan yang tidak dijamin pembayarannya (unsecured debt) oleh Lembaga Penjamin Simpanan karena secara hukum belum memperoleh jaminan atau pertanggungan. Selain itu, pinjaman subordinasi dari pihak terafiliasi yang dianggap turut bertanggung jawab atas pengelolaan bank dapat dikonversi menjadi modal sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan bank yang bersangkutan. Namun demikian, penerapan kebijakan bail-in berupa konversi saat ini belum dapat dilakukan karena belum terdapat peraturan yang mengatur serta perjanjian atau kontrak penyimpanan dana antara bank dan nasabah tidak secara jelas menyebutkan adanya ?klausula konversi?.

ABSTRACT
The financial problems of a bank in the form of liquidity suppression should be addressed by minimizing the impact of the damage that can be inflicted against the financial system stability, allowing the system to maintain its depositors trust in the banking system and to maintain the economy in its entirety. In addition to the bail-out policy, the implementation of the bail-in policy being a private sector resolution, as an alternative for the handling of troubled banks, through the conversion of bank?s funds into capital for the purpose of minimizing fiscal costs borne by the authority, requires research on the source of funds of banks that are convertable and its legal implications of its application. In order to amend Law Number 7 of 1992 concerning Banking as amended by Law Number 10 of 1998, the proposed implementation of the bail-in policy shall be concordant with the principle of freedom of contract and able to provide legal protection, in particular to customers as banking consumers.
In principal, deposits or third party?s funds, as the bank?s largest, most reliable source of fund are convertable into capital as long as the bank obtained customer?s consent as the owner of such deposits or third party funds. Deposits or third party?s funds that can be converted are ones which are classified as unsecured debt by the Indonesia Deposit Insurance Agency, because by law, such funds are not guaranteed or insured. In addition, subordinated loans from affiliated parties that are considered to be partly liable for the bank?s management can be converted into capital as a form of accountability for the management of such bank. However, the implementation of the bail-in policy in the form of conversion is presently inapplicable because there are no regulations governing such matter. In addition, existing agreements or contracts between the bank and the customer on fund savings does not clearly state the existence of "conversion clause".
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfi Ardian
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis interconnectedness pasar uang antar bank PUAB pada perbankan sebagai salah satu indikator kerentanan sistem keuangan dalam rangka mitigasi risiko sistemik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis regresi linear berganda. Data yang digunakan adalah time series transaksi pasar uang antar bank yang telah diolah menggunakan aplikasi GEPHI sehingga menghasilkan dua variabel dependen yaitu Graph Density dan Average Path Length yang menunjukkan kerapatan dan rata-rata jumlah koneksitas transaksi di pasar uang antar bank yang berpotensi menimbulkan efek contagion. Penelitian membuktikan bahwa rasio likuiditas AL/NCD dan LDR berpengaruh signifikan terhadap density kerapatan transaksi pasar uang antar bank, sementara variabel GWM Primer growth tidak secara signifikan mempengaruhi tingkat density transaksi pasar uang antar bank. Kesimpulan selanjutnya adalah variabel LDR dan GWM Primer berpengaruh signifikan terhadap rata-rata koneksi yang dibutuhkan oleh setiap bank dalam pasar uang antar bank, sementara rasio AL/NCD tidak secara signifikan mempengaruhi average path length. Likuiditas perbankan menjadi salah satu faktor penentu koneksitas antar bank. Hasil analisis tersebut telah dikonfirmasi positif dengan rasio transaksi dalam sistem pembayaran.

ABSTRACT
This research analyzes interconnectedness of interbank money market in banking as one indicator of financial system vulnerability in order to mitigate systemic risk. This research uses quantitative approach with multiple regression analysis method. The data used are time series of interbank money market transactions that have been processed using GEPHI application to produce two dependent variables namely Graph Density GD and Average Path Length APL indicating the density and number of transaction interbank money market which has potential to cause contagion effect. Research can be concluded that the liquidity ratio AL NCD and LDR has a significant effect on the density of interbank money market, while the Primary GWM variable does not significantly affect the density level of interbank money market transactions. The next conclusion is that the LDR and Primary GWM variables significantly affect the APL in the interbank money market, while the AL NCD ratio does not significantly affect the APL. Bank liquidity becomes one of the determinants of inter bank connectivity. The results of these analyzes have been confirmed positively by the ratio of transactions in the payment system."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T50428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Antonia Vany Widianti
"Skripsi ini membahas mengenai kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam melaksanakan resolusi bank gagal (bank resolution) terhadap Bank Selain Bank Sistemik yang mengalami permasalahan solvabilitas. Dalam hal ini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, LPS memiliki tugas yang salah satunya adalah melaksanakan penyelesaian bank gagal bank selain bank sistemik. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 menyebabkan kewenangan LPS dalam melaksanakan resolusi bank gagal Bank Selain Bank Sistemik mengalami perbedaan dengan sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004.
Oleh karena terdapat perbedaan tersebut, maka skripsi ini akan membahas mengenai pengaturan yang akan berlaku bagi LPS untuk sebagai pedoman penyelesaian Bank Selain Bank Sistemik dan perbedaan mengenai kewenangan LPS dalam melaksanakan penyelesaian permasalahan solvabilitas Bank Gagal Yang Tidak Berdampak Sistemik baik sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016.
Bentuk penelitian skripsi ini adalah yuridis-normatif yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian ini menemukan beberapa perbedaan mengenai kewenangan LPS dalam menyelesaikan masalah solvabilitas Bank Selain bank Sistemik antara pengaturan yang berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, Undang-Undang 9 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

The focus of this research is about the authority of Indonesia Deposit Insurance Corporation (IDIC) in carrying out the resolution of the failing bank (bank resolution) that does not pose systemic risk that has solvency problems. Based on Law Number 24 Year 2004 on Deposit Insurance Corporation, IDIC has duties, that which one of that duties is to formulate, determine and implement the resolution policy for failing banks that do not pose as a systemic risk. After the enactment of the Law Number 9 Year 2016 and the Law Number 2 Year 2020, Duties of IDIC have changed with as regulated in the Law Number 24 Year 2004.
Because there are have differences, this study will also to examine the differences regarding the authority of IDIC in carrying out the resolution of the failing bank (bank resolution) of the bank that does not pose as a systemic risk that has solvency problems, both before and after enactment of Law Number 9 Year 2016.
The research uses the normative-juridical approach with a descriptive typology. This research discover that the Law Number 9 Year 2016 and the Law Number 2 Year 2020 has some different with the Law Number 24 Year 2004
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>