Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161059 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutagalung, Christina
"ABSTRAK
WTO berhasil untuk membentuk Committee on Regional Trade Agreement CRTA pada Februari 1996. Fungsi dari CRTA adalah untuk meninjau semua perjanjian perdagangan regional yang didaftarkan ke WTO dan mempertimbangkan implikasi dari perjanjian perdagangan regional terhadap sistem perdagangan multilateral dan antara perjanjian itu satu sama lain. Namun CRTA tidak memiliki kewenangan yang kuat. Komite ini hanya memiliki fungsi administratif dan studi kelayakan tanpa bisa memberi keputusan yang mengikat. Usulan untuk memperkuat fungsi dari CRTA coba di bawa dalam perundingan Putaran Doha tahun 2001 yang kemudian gagal untuk mencapai kesepakatan. Penelitian ini mengkaji secara mendalam mengenai peranan dari Committee on Regional Trade Agreement WTO dalam kaitannya dengan pengawasan RTA dan juga bagaimana sejauh ini kepatuhan anggota-anggota WTO dalam melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan mengenai persyaratan pembentukan RTA tersebut.

ABSTRACT
The WTO succeeded in establishing a Committee on Regional Trade Agreement CRTA in February 1996. The function of CRTA is to review all regional trade agreements registered with the WTO and to consider the implications of regional trade agreements on the multilateral trading system and between agreements to each other. However CRTA has no strong authority. This committee only has administrative functions and feasibility studies without being able to make binding decisions. The proposal to strengthen the function of the CRTA was brought to the Doha Round of 2001 negotiations which then failed to reach agreement. This study examines in depth the role of the Committee on Regional Trade Agreement of the WTO in relation to RTA surveillance as well as how so far the compliance of WTO members in implementing the established provisions on the requirements for the establishment of the RTA."
2017
T47554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kemal Adrianto
"Perdagangan internasional adalah salah satu aspek dari kehidupan dimana masyarakat dapat memiliki akses terhadap barang-barang yang pada umumnya susah untuk dijangkau. Untuk mengatur aspek perdagangan internasional, sebuah organisasi diperlukan untuk kepentingan tersebut. World Trade Organization merupakan organisasi yang memiliki fungsi umum sebagai pengatur perdagangan internasional dalam segala aspeknya seperti Langkah-langkah perdagangan, tarif, dan penyelesaian sengketa. Diantara instrumen-instrumen yang dapat dipakai untuk memfasilitasi perdagangan adalah safeguard measure. Safeguard measures memberikan perlindungan terhadap produk yang diimpor dengan jumlah banyak dan dapat menyebabkan atau akan menyebabkan kerugian serius bagi industri domestik negara pengimpor. Regional trade agreements merupakan perjanjian yang dibuat oleh dua atau lebih negara untuk tujuan perdagangan yang dapat memberi keuntungan bagi mereka seperti pengurangan tarif impor untuk negara-negara yang masuk dalam perjanjiannya. Skripsi ini bertujuan untuk meneliti pengaturan safeguard measure seperti yang tertuang dalam aturan World Trade Organization dan aturan dalam regional trade agreements dengan metode yuridis normatif. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa perbedaan yang muncul dalam perbandingan aturan-aturannya, seperti jangka waktu, proses notifikasi, kenaikan tarif terhadap produk impor dan proses investigasi. Namun, hal ini tidak berarti bahwa peraturan dalam regional trade agreements berbeda dengan aturan dari World Trade Organization karena mereka saling melengkapi dan anggota regional trade agreements merupakan anggota World Trade Organization juga.

International trade takes part of everyday life to receive products that are normally unavailable. To govern the aspect of international trade, an organization was created for the purpose of it. The World Trade Organization acts as the premier organization in regulating international trade in all its aspects such as trade measures, tariffs, and dispute settlement. Instruments used to facilitate trade are trade remedies with one of them being safeguard measures. Safeguard measures provide protection from imported products that are brought in increased amounts and can or will cause serious injury to a country’s domestic industry. Regional trade agreements are an agreement between two or more countries to partake in a trade agreement that liberalizes tariff for the Parties in the agreement. This thesis will delve to the regulation of safeguard measures in accordance with the World Trade Organization rules as well as the regional trade agreements’ provisions via a judicial normative research method. From the research, there are differences that appear when comparing the provisions, such as difference in duration, notification process, tariff increase to products, and investigation procedures. However, this does not necessarily mean that the regulations under regional trade agreements are different than the World Trade Organization rules as they complement each other, and members of the regional trade agreements are members of the World Trade Organization as well.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwana Firdaous
"Perdagangan regional (RTA) menjadi fenomena umum yang menyebar luas ke seluruh dunia. Gelombang besar inisiatif perdagangan regional terus berlajut sejak awal tahun 1990-an. Banyak negara memilih membuat komitmen di tingkat regional karena lebih mudah dilakukan daripada komitmen bidang yang sama di tingkat multilateral. RTA merupakan bagian dari sistem perdagangan global (multilateral trading sistem), namun dalam kenyataanya persyaratan Pasal XXIV GATT 1994 sering kali diabaikan. Beberapa kelompok regional memiliki persetujuan perdagangan barang, persetujuan perdagangan jasa, persetujuan investasi, dan kerjasama ekonomi, diantaranya adalah ACFTA. Liberalisasi ACFTA akan meningkatkan kinerja perdagangan antara negara anggota, namun karena China jauh lebih siap dengan daya saing lebih tinggi, menyebabkan pertumbuhan kinerja ekspor China akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN. Kementerian Perindustrian pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa liberalisasi ACFTA berdampak buruk terhadap kinerja beberapa industri nasional. Sektor elektronik merupakan salah satu sektor yang mengalami defisit neraca perdagangan paling buruk semenjak liberalisasi ACFTA. Penelitian ini mempergunakan kajian hukum normatif untuk memahami penerapan norma-norma hukum pengaturan RTA dalam kerangka WTO, sedangkan dalam kegiatan menggali dan mengkualifikasi fakta-fakta sebagai dipergunakan kajian empiris. Hasil penelitian ini adalah bahwa Pasal XXIV GATT 1994 memperbolehkan anggota WTO untuk perdagangan bebas dengan lebih cepat diantara anggota-anggota tertentu yang membentuk suatu kelompok. ACFTA bukan merupakan sistem terpisah, namun merupakan bagian dari sistem perdagangan global WTO, keduanya mengejar tujuan yang sama yaitu liberalisasi perdagangan secara substansial yang tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian-perjanjian WTO. Ketidakberhasilan Indonesia memanfaatkan liberalisasi ACFTA untuk meningkatkan kinerja perdagangan, khususnya sektor elektronik, mengakibatkan China akan memperoleh manfaat lebih besar dari liberalisasi ACFTA sebagai akibat daya saing industri mereka yang lebih tinggi. Dengan demikian, industri elektonik di Indonesia harus melakukan serangkaian perbaikan berupa investasi tenaga kerja, fisik dan teknologi untuk meningkatkan daya saing mereka dalam menghadapi produk dari China.

Regional Trade Agreement (RTA) to be a common phenomenon that widespread throughout the world. A surge of regional trade initiatives has continued since the early 1990s. Many countries have chosen to make a commitment at the regional level because it is easier to do than the same field commitments at the multilateral level. RTA is part of the multilateral trading system, but in fact the requirements of Article XXIV of GATT 1994 is often times overlooked. Some regional groups have consent of trade in goods, trade in services agreements, investment agreements, and economic cooperation, including the ACFTA. ACFTA liberalization will improve the performance of trade between member states, but because China is much better prepared with higher competitiveness, led to the growth of China's export performance will be much higher than the ASEAN countries. Ministry of Industry in 2010 revealed that the liberalization ACFTA adversely affect the performance of some of the national industry. The electronics sector is one sector that suffered the worst trade deficit since the liberalization of the ACFTA. The study used a normative legal studies to understand the application of legal norms within the framework of the WTO RTA arrangements, whereas in digging activities and qualify the facts as used empirical study. The result of this is that Article XXIV of GATT 1994 allows WTO members to trade freely with faster among certain members that form a group. ACFTA is not a separate system, but is part of the multilateral trading system the WTO, both pursuing the same goal of trade liberalization substantially subject to the provisions of the WTO agreements. The failure to take advantage of the liberalization of Indonesia in ACFTA to improve trading performance, particularly the electronics sector, China will result in a greater benefit from the liberalization of the ACFTA as a result of their industrial competitiveness higher. Thus, the electronic industry in Indonesia must make a series of improvements in the form of investment of manpower, physical and technology to improve their competitiveness in the face of the product from China.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayyub Rachmayadi
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S23985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Fachrudin
"World Trade Organization (WTO) adalah organisasi perdagangan yang hampir mencakup seluruh peraturan perdagangan. Namun, bagian penting dari setiap aspek perdagangan diatur dalam Regional Trade Agreement (RTA). RTA antara EFTA-Indonesia menimbulkan pertanyaan apakah perjanjian tersebut akan membuat perdagangan menjadi lebih liberal dan juga pertimbangan apa saja yang mendasarinya. Metode penelitian secara normatif dilakukan untuk mengulas hal tersebut. Serta didukung dengan sifat penelitian yang preskriptif dan juga analisis data secara deduktif. Hasil dari penelitian mengemukakan fakta bahwa perjanjian perdagangan tersebut akan membuat perdagangan menjadi lebih liberal bila merujuk pada konsesi bea masuk. Namun, cenderung akan membuat perdagangan menjadi lebih sulit dari sebelumnya. Berdasarkan fakta demikian, dapat diketahui bahwa dalam merundingkan perjanjian tersebut, Indonesia kurang mempertimbangan aspek ekonomi dari perjanjian bila diuji menurut neraca perdagangan menurut kode HS tertentu. Sehingga, pertimbangan politik merupakan alasan kuat yang utama mengapa Indonesia menegosiasikan RTA dengan EFTA. Preskripsi yang dapat diberikan terkait perjanjian tersebut adalah pertimbangan ekonomi yang lebih diutamakan merujuk kepada neraca perdagangan di mana Indonesia memiliki keunggulan secara komparatif terhadap negara calon mitra dalam RTA berikutnya.

The World Trade Organization (WTO) is an organization that almost covers all regulations.however, the important part of the trade is regulated in the Regional Trade Agremeent (RTA). The RTA between EFTA-Indonesia raises question of whether will the agreement establish trade more liberal and consider what are underlying it. The reseach method is normatively fulfilled to review the subject. The research is supported by prescriptive feature and also the data is deductively analyzed. The result of the research reveal the fact that the agreement would establish trade more liberal if it refers to tariff concessions. But, it tends to create trading more difficult than before. Based on the fact, it can be seen while negotiating the agreement, Indonesia didnot consider the economic aspects if examined according to the balance of payment to specific HS code. Thus, political considerations are the main reason why Indonesia negotiates RTAs to EFTA. The prescriptions that can be given in relations to the agreement is economic considerations should be priory preferred. Refers to the trade balance in which Indonesia has a comparative advantage over to potential partners in the next RTA."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace, Katharine
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S25636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Ardiastuti
"World Trade Organization (WTO) merupakan organisasi internasional yang berperan penting dalam memastikan arus perdagangan global dapat berjalan dengan sesedikit mungkin hambatan. Akan tetapi, berdasarkan Pasal XX (b) GATT, anggota WTO dapat melakukan suatu tindakan perdagangan yang perlu dilakukan untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan atau tumbuh-tumbuhan. Persetujuan Penerapan Tindakan-Tindakan Sanitari dan Fitosanitari (Persetujuan SPS) merupakan penjabaran dari ketentuan Pasal XX (b) GATT tersebut. Berdasarkan Persetujuan SPS, anggota WTO berhak menerapkan ketentuan-ketentuan yang diperlukan untuk melindungi kesehatan atau kehidupan manusia, hewan atau tumbuhan, dengan didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah dan bukti ilmiah yang cukup, serta tidak menciptakan diskriminasi sewenang-wenang atau pembatasan terselubung bagi perdagangan internasional. Untuk memenuhi kebutuhan ilmiah dan teknis dalam penerapan Persetujuan SPS, Persetujuan SPS merujuk International Plant Protection Convention (IPPC) sebagai organisasi internasional relevan untuk mendorong harmonisasi tindakan fitosanitari dengan didasarkan pada standar internasional yang diadopsi oleh IPPC. Penelitian ini menganalisa penerapan Persetujuan SPS dan IPPC pada tiga kasus di WTO, yakni Japan - Agricultural Products II (2001), Japan - Apples (2005) dan Australia – Apples (2011).

World Trade Organization (WTO) is an international organization who plays an important role in ensuring that the global trade can works with a little barriers. However, pursuant to Article XX (b) GATT, WTO Members can perform an action trade necessary to protect human, animals or plants health or life. Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement) is derived from the provision of Article XX (b) GATT. Based on the SPS Agreement, WTO Member have a right to take sanitary and phytosanitary measures necessary for the protection of human, animal, health or plant life or health, which is based on scientific principle and is not maintained without sufficient scientific evidence; and not unjustifiably discriminate or be applied in a manner which would constitute a disguised restriction on international trade. For the fulfilment of scientific and technical need within the application of SPS Agreement, SPS Agreement refers International Plant Protection Convention (IPPC) as an international organization relevant, to encourage harmonisation of phytosanitary measures, based on international standards which adopted by IPPC. This thesis analyzes the application of the SPS Agreement and the IPPC in three cases at WTO: Japan- Agricultural Products II (2001), Japan - Apples (2005) and Australia - Apples (2011)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63493
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Natanael
"Negara-negara anggota World Trade Organization (WTO) memiliki hak untuk turut serta membentuk perjanjian perdagangan regional (Regional Trade Agreements atau RTA). Masing-masing dari mereka seringkali memiliki forum dengan caranya sendiri dalam menyelesaikan sengketa. Hal tersebut menimbulkan potensi konflik kewenangan, yaitu keadaan saat terdapat dua atau lebih forum yang berwenang atas suatu sengketa yang sama. Akibatnya, penyelesaian sengketa berpotensi menjadi berlarut-larut, dan menimbulkan konflik norma karena putusan yang berbeda atau bertentangan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif untuk mengeksplorasi cara-cara negara anggota WTO dan RTA untuk menghindari konflik kewenangan dan litigasi paralel di forum WTO. Penulis menemukan bahwa negara anggota dapat mencegah konflik kewenangan tersebut dengan memasukkan klausul pilihan forum dalam RTA yang mereka bentuk. Ketentuan-ketentuan tersebut kemudian dapat menjadi tanda atas kehendak para pihak untuk melepaskan haknya atas penyelesaian sengketa menurut suatu forum (misalnya WTO), dengan ditunjang pula dengan doktrin-doktrin hukum sebagai dasar diterapkannya dalam ranah WTO

Member states of the World Trade Organization (WTO) have the right to participate in Regional Trade Agreements (RTAs). Each of them often has a forum with its own way of resolving disputes. This creates a potential conflict of jurisdiction, namely a situation when there are two or more forums that has jurisdiction over the same dispute. As a result, the conflict may take longer to solve, and the norms may conflict due to different or conflicting decisions. This study uses a normative juridical method to explore ways for WTO and RTA member states to avoid conflicts of jurisdiction and parallel litigation in the WTO forum. The Author found that member states can prevent this jurisdictional conflict by including a forum choice clause in their RTAs. These provisions can then be a sign of the parties' will to relinquish their rights to dispute resolution in a forum (i.e., WTO), supported also by legal doctrines as its basis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Griselda Megantami
"Perjanjian Fasilitasi Perdagangan adalah perjanjian WTO yang berisi ketentuan tentang penyederhanaan prosedur bea cukai, yang dibuat untuk meningkatkan aliran perdagangan internasional. Indonesia adalah salah satu dari banyak anggota WTO yang meratifikasi Perjanjian Fasilitasi Perdagangan. Tesis ini membahas implikasi hukum ratifikasi Perjanjian Fasilitasi Perdagangan WTO dengan Indonesia. Secara khusus, tesis ini membahas alasan ratifikasi Indonesia dari Perjanjian Fasilitasi Perdagangan bersama dengan implikasi hukum ratifikasi. Tesis ini disusun dengan menggunakan Metode yuridis normatif, yang dilakukan dengan menggambarkan ketentuan tercantum dalam Perjanjian Fasilitasi Perdagangan dan membandingkannya dengan ketentuan yang berkaitan dengan fasilitasi perdagangan dalam beberapa undang-undang dan peraturan di Indonesia. Tesis ini menyimpulkan bahwa sebagian besar ketentuan fasilitasi perdagangan dalam undang-undang tersebut dan peraturan di Indonesia sesuai dengan Perjanjian Fasilitasi Perdagangan, tetapi pada ketentuan fasilitasi perdagangan yang belum mengikuti Fasilitasi Perdagangan Kesepakatan, beberapa penyesuaian harus dilakukan. Tesis ini menyarankan Indonesia untuk melakukannya penyesuaian sehubungan dengan ketentuan fasilitasi perdagangan yang belum mengikuti Perjanjian Fasilitasi Perdagangan, karena dengan meratifikasi Fasilitasi Perdagangan

Trade Facilitation Agreement is a WTO agreement that contains provisions on simplifying customs procedures, which are made to increase the flow of international trade. Indonesia is one of the many WTO members to ratify the Trade Facilitation Agreement. This thesis discusses the legal implications of ratification WTO Trade Facilitation Agreement with Indonesia. Specifically, this thesis discusses the reasons for Indonesias ratification of the Trade Facilitation Agreement along with the legal implications of ratification. This thesis was prepared using a normative juridical method, which is done by describing the provisions contained in the Trade Facilitation Agreement and comparing it with
Provisions relating to trade facilitation in several laws and regulations in Indonesia. This thesis concludes that most of the trade facilitation provisions in the law and regulations in Indonesia are in accordance with the Trade Facilitation Agreement, but on trade facilitation provisions that have not yet followed the Trade Facilitation Agreement, some adjustments must be made. This thesis recommends that Indonesia make adjustments with respect to trade facilitation provisions that have not yet followed the Trade Facilitation Agreement, because by ratifying Trade Facilitation
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nori Ayufi
"Perjanjian Fasilitasi Perdagangan (TFA) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bertujuan untuk mengurangi waktu dan biaya dalam proses perdagangan internasional dengan cara mendorong upaya-upaya yang paling efektif dalam proses ekspor-impor. Kendati demikian, belum ada penelitian sebelumnya yang dilakukan mengenai bagaimana TFA mempengaruhi perdagangan environmental goods. Dengan menggunakan data dari tahun 2017 hingga 2021, penelitian ini menggunakan model random effect panel data untuk mengetahui pengaruh TFA terhadap perdagangan environmental goods di negara-negara berkembang dan terbelakang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada bukti bahwa TFA berdampak pada perdagangan environmental goods. Hasil tersebut juga terbukti dengan menggunakan metode instrumental variable, analisis subsampel, dan penggunaan standar error yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena upaya negara-negara tersebut untuk menerapkan TFA tidak berhasil memfasilitasi perdagangan environmental goods, atau tingkat komitmen TFA tidak secara akurat mencerminkan implementasi TFA yang sebenarnya di negara tersebut. Namun demikian, variabel kontrol seperti PDB, populasi, dan tingkat industrialisasi berdampak positif dan signifikan terhadap perdagangan environmental goods

The Trade Facilitation Agreement (TFA) of the World Trade Organisation (WTO) aims to reduce the time and cost of international trade by endorsing the most effective approaches for managing goods during cross-border shipments. Despite this goal, no previous study has been done on how TFA affects the trade of environmental goods. Using data from 2017 to 2021, this study uses a random effect panel data model to examine how the TFA affects trade in environmental goods in developing and least-developed countries (LDCs). The outcome demonstrates that there is no evidence that the TFA impacts trade in environmental goods. The result is robust to alternative estimation methods, subsample analysis, and using different standard errors. This might be because the countries' efforts to implement the TFA may not successfully facilitate trade in environmental goods, or the TFA commitment rate may not accurately reflect the countries' actual TFA implementation. However, control variables like GDP, population, and industrialisation level positively and significantly impact trade in environmental goods."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>