Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186374 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arriz Akbar
"ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi asma dan hubungannya dengan pajanan amonia pada pekerja informal peternak ayam.Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pemeriksaan 69 responden dengan menggunakan kuesioner, pengamatan langsung, pemeriksaan fisik, pemeriksaan spirometri menggunakan alat spirometer, pengukuran Arus Puncak Ekspirasi APE menggunakan peak flowmeter dan pengukuran kadar amonia di udara lingkungan peternakan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS. Terhadap semua variabel dilakukan uji bivariat, kemudian variabel yang mempunyai nilai p

ABSTRACT
Objective To determine the prevalence of asthma and its corelation with ammonia exposure among informal workers of poultry farmers.Method This study design was a cross sectional analytic to 69 respondents using questionnaires, field observation, physical examination, spirometry measurement, and peak flowmeter test to diagnose work related asthma and measurement of ammonia level in air environment of farm. All variable were bivariate tested by using Chi square test or Fischer test. The variables which have p value "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Kusbiantoro
"Latar Belakang. Prevalensi asma terus meningkat dalam 30 tahun terakhir balk di negara maju maupun negara berkembang. Di Indonesia terutama di Jakarta kondisi polusi udara semakin parah. Asumsi yang berkembang di masyarakat mengatakan polusi udara mengganggu kesehatan. Pasien asma sering mengalami serangan pada seat musim dingin dan hujan. Di Jakarta belum ada data mengenai hubungan polusi udara den perubahan cuaca dengan kejadian serangan asma.
Tujuan. Mengetahui hubungan antara kadar polusi udara (03, PMIO, SO2, NO2 dan CO) dan perubahan cuaca (suhu, kelembaban dan curah hujan) dengan kejadian serangan asma di DKI Jakarta.
Metodologi. Dilakukan pencatatan kejadian serangan asma dari status IGD di lima rumah sakit di DKI Jakarta terhadap pasien yang tinggal di Jakarta dengan umur 14-50 tahun. Kemudian dibandingkan dengan parameter kadar polusi udara dan perubahan cuaca selama satu tahun (Nopember 2002-Oktober 2003). Dilihat kecenderungan antara polusi udara dan perubahan cuaca dengan kejadian serangan asma. Penelitian dilakukan sejak Januari-Juni 2005.
Hasil.Terkumpul sebanyak 521 pasien yang mengalami 631 kali serangan terdiri dari Laki-laki 36,5 % dan Perempuan 63,5% dengan usia rerata 32,3 tahun. Sebagian besar mempunyai riwayat asma sebelumnya (87,7%) dengan faktor pencetus yang tercatat sebesar 15,8% , ISPA merupakan pencetus paling sering (70%) diikuti oleh paparan asap 18% dan udara dingin kurang dari 12%. Keeenderungan kunjungan serangan asma naik pada bulan Pebruari dan Juli. Kenaikan pada bulan Pebruari seiring dengan faktor cuaca meskipun secara statistik keseluruhan tidak bermakna hanya suhu udara menunjukkan korelasi negatif derajat sedang (r = -0,49; p> 0,05). Kecenderungan kenaikan serangan asma bulan Juli tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan polusi udara hanya terhadap 03 menunjukkan korelasi negatif derajat sedang (r = -0,50; p> 0,05).
Simpulan. Kejadian serangan asma pada dewasa paling banyak adalah perempuan. Dari faktor pencetus yang tercatat terbanyak adalah ISPA, diikuti paparan asap dan udara dingin. Tingginya kunjungan serangan asma pada musim hujan tidak dipengaruhi polusi udara, tetapi kecenderungan seiring dengan faktor cuaca. Kunjungan serangan asma pads musim kemarau kecenderungannya seiring dengan polusi udara, meskipun dari uji statistik tidak bermakna hanya menunjukkan korelasi negatif seperti yang ditunjukkan oleh 03.

Background. Prevalence asthma increases for the last 30 years either in developed or developing countries. In Indonesia especially in Jakarta the condition of air pollution becomes worst. Peoples think that the air pollution affect to the health. Persons with asthma often having attack in cold air and rainy season. In Jakarta haven't got any data about the relation of air pollution and weather changing with asthma attack happened.
Aims. To know relation between levels of air pollution (03, PMIO, S02, N02 and CO) and weather changes (Temperature, Humidity and Rainfall) with asthma attack in Jakarta.
Methods. We perfomed registration of asthma attack in 5 emergency rooms in Jakarta to the patients who lives in Jakarta in age 14-50 years old. It is compared with the parameter of air pollution and weather change in a year (November 2002- October 2003). We observe the relation between air pollution and weather change with asthma attack.
Results. During the study period, January - June 2005, there were 521 patients who got 631 attack, they were 36,5% men and 63,5% women, with the mean of age is 32,3 years old. Most of them have a history of asthma before (87,7%) with trigger factors only 15,8% recorded, most of them is upper respiratory tract infection ( 70%) followed by smoke exposed (18%) and cold air less than 12%. The trend visit of Asthma attack is increase in the month of February and July. The increases in February consecutive to the weather even though according to statistic is not significant, only air temperature showing negative corelation (r = -0.49; p> 0.05). The trend visit of asthma attack which increase in July doesn't show significant relation with air pollution only to the 03 showing the negative corelation with medium degrees (r = -0.50; p= > 0.05).
Conclusions. Most of asthma attack in adult happened in women. Trigger factors are upper respiratrory tract infection, smoked exposed and cold air. The increasing of asthma attack in rainy season is not related to air pollution but the trend consecutive to the weather. The trend visit asthma attack in dry season consecutive to the air pollution especially to the 03 statistically is not significant, only negative relation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosyana Lieyanty
"TPA Cipayung memiliki sistem pengolahan sampah berupa sistem penimbunan sampah atau dsebut juga dengan Sanitary Landfill. Sampah yang tertimbun akan menghasilkan berbagai gas berbahaya, salah satunya ialah gas Amonia NH3. Tidak tersedianya instalasi gas NH3 di TPA Cipayung dapat menyebabkan polusi udara di TPA dan dapat menyebabkan berbagai dampak kesehatan seperti sesak napas, mual, iritasi mata, iritasi kulit, dsb jika terpapar pada para pekerja pemulung.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui risiko kesehatan lingkungan akibat pajanan gas NH3 kepada pekerja pemulung di TPA Cipayung. Penelitian ini menggunakan desain analisis kesehatan lingkungan dengan populasi sampel adalah seluruh pemulung yang bekerja di TPA Cipayung yang telah bekerja minimal 1 tahun dengan batas usia 18-55 tahun. Total sampel yang didapatkan ialah 87 responden dan 3 sampel udara yang diambil dari 3 titik berbeda dengan jarak masing-masing titik sejauh 50 m.
Hasil konsentrasi tertinggi yaitu 0,122 mg/m3 dan konsentrasi terendah yaitu 0,053 mg/m3 dengan perhitungan konsentrasi rata-rata sebesar 0,082 mg/m3. Berdasarkan perhitungan risiko yang diterima saat ini real time , didapatkan hasil RQ < 1. Demikian pula hasil estimasi risiko yang diterima seumur hidup life span, juga didapatkan RQ < 1. Karena konsentrasi NH3 di TPA Cipayung masih dalam kategori aman, maka tidak diperlukan manajemen risiko.

TPA Cipayung has a waste processing system in the form of garbage dumping system or also called Sanitary Landfill. The accumulated waste will produce various harmful gases, one of which is Ammonia gas NH3 . The unavailability of NH3 gas installations in TPA Cipayung can cause air pollution in the landfill and may cause various health effects such as shortness of breath, nausea, eye irritation, skin irritation, etc. if exposed to scavengers.
The purpose of this research is to know the environmental health risk due to NH3 gas exposure to scavengers in TPA Cipayung. This research uses environmental health analysis design with sample population is all scavengers who work in TPA Cipayung who have worked at least 1 year with age limit 18 55 years. The total samples obtained were 87 respondents and 3 air samples taken from 3 different points with distance of each point as far as 50 m.
The highest concentration result was 0.122 mg m3 and the lowest concentration was 0.053 mg m3 with the calculation of average concentration of 0.082 mg m3. Based on the calculation of the risk received at this time real time , the results obtained RQ.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Marganda D.A.
"Tujuan: Untuk mengetahui prevalens gangguan obstruksi saluran napas dan asma kerja, hubungan gangguan obstruksi saluran napas dan asma kerja dengan pajanan debu biji padi, dan faktor-faktor yang berhubungan seperti usia, jenis kelamin, masa kerja, lama kerja, kebiasaan merokok, indeks massa tubuh, tingkat pendidikan, ISBB, kelembaban udara, kadar debu dan kebiasaan berolah raga pada petani dengan riwayat batuk berdahak.
Metode: Penelitian ini menggunakan disain penelitian cross sectional. Pcngumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, pengamatan langsung, pemeriksaan fisik, pemeriksaan spirometri menggunakan alat spirometer, arus puncak ekspirasi (APE) mcnggunakan peak flowmeter dan pengukuran kadar debu menggunakan stationerer dust sampler di lapangan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS 11.5. Terhadap semua variabel dilakukan nji bivariat, kemudian variabel yang mempunyai nilai p < 0.25 dilakukan uji multivariat.
Hasil: Prevaiens gangguan obstruksi saluran napas adalah 2,6%. Tidak ditemukan prevalens asma kerja. Pada analisis bivariat, tidak ditemukan adanya hubungan yang bemakna antara faktor usia, jenis kelamin, masa kerja, lama kerja, kebiasaan merokok, indeks massa tubuh, tingkat pendidikan, ISBB, kelembaban udara, kadar debu dan kcbiasaan berolah raga, dengan gangguan obstruksi saluran napas dan asma kerja. Hasil pengukuran kadar debu, berkisar < 3mg/m3, sedangkan indeks APE berkisar 3,38 dan l0,5. Analisis multivariat tidak dilakukan karena hanya terdapat satu faktor risiko yang memenuhj syarat yaitu kebiasaan berolah raga.
Kesimpulan: Prevalens gangguan obstruksi saluran napas adalah 2.6%. Tidak ditemukan prevalens asma kerja, serta tidak terdapat hubungan yang bemakna antara pajanan debu biji padi, dan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan obstruksi saluran napas dan asma kerja.

Objectives: The aim of this study, was to know the prevalence of obstructive pulmonary disease and work-related asthma and relation between it with dust exposure from grain and the other related factors likes age, sex, length of employment, work period, smoking habits, body mass index, level of education, wet and buld globe temperature (WBGT), humidity, level of dust from grain and exercise habits among rice farmers with phlegm-cough history in Samarang village.
Method: The study design was a cross-sectional study which data was collected by using questionnaire, field observation, meastutement of workplace environment and physical examination. Interview and their questionnaire were used to collect data about demography, health and smoking habits. Spirometry test was done to diagnose obstructive pulmonary disease and peak-Flowmeter test to diagnose work-related asthma. All variable were bivariate tested by using Chi-square test or Fischer test. The variables which have p value < 0.25 were included into multivariate analysis by using binary logistic regression.
Result: It was found that prevalence of obstructive pulmonary disease was 2.6%. Bivariate analysis shows that no significant relationship between related factors like age, sex, length of employment, work period, smoking habits, body mass index, level of education, wet and buld globe temperature (WBGT), humidity, level of dust from grain and exercise habits with obstructive pulmonary disease and work-related asthma. The range level of dust from grain was < 3 mg/m3 with peak flowmeter index was 3.38 and l0.5. Multivariate analysis was not done because only one factor like exercise habits have p value < 0.25.
Conclusion: There is no significant relationship between obstructive pulmonary disease and work-related asthma with dust exposure from grain and the other related factors. Prevalence of obstructive pulmonary disease was 2.6%
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32310
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deborah Dwipartidrisa
"Pajanan timbal lingkungan masih mengintai masyarakat dari kegiatan daur ulang aki bekas informal. Saat ini, kegiatan tersebut menjadi industri pencemar yang paling buruk dan menyebabkan DALYs sebesar 2.000.000-4.800.000 di negara berpendapatan menengah ke bawah. Mengingat daur ulang aki bekas informal masih banyak dilakukan di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, dan anak-anak adalah kelompok paling rentan, maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan pajanan timbal lingkungan pada anak di sekitar lokasi tersebut. Menggunakan desain systematic review dengan pendekatan kualitatif dan berpedoman pada PRISMA-P (Preferred Reporting Items for Systematic reviews and Meta-Analyse Protocols), sebanyak 10 artikel jurnal dan penelitian akademis ditinjau. Sampel diperoleh dari pangkalan data Google Scholar dan Perpustakaan Universitas Indonesia (UI) yang dipublikasikan dalam 10 tahun terakhir (2011-2021). Pada kelompok usia 1-5 tahun, 47% anak memiliki kadar timbal darah sebesar ≥5 μg/dL dan 9% sebesar ≥10 μg/dL dan anak usia sekolah sebesar 16,65±13,18 μg/dL. Kadar tersebut telah melebihi rekomendasi (<5 μg/dL). Rata-rata konsentrasi timbal lingkungan di udara dan tanah masing-masing sebesar 2,94±10,7 μg/mᶾ dan 2254,5±1925,25 mg/kg. Faktor risiko yang berhubungan diantaranya usia, status ekonomi, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, sumber dan pola asupan nutrisi, kebiasaan dan perilaku anak, lokasi rumah, dan konsentrasi timbal di lingkungan.

Environmental lead exposure still lurking from the informal recycling of used lead-acid batteries (ULAB). Currently, it is the industry's worst polluter and causes DALYs of 2,000,000-4,800,000 in LMIC. Considering that informal ULAB recycling is still widely practiced in the world, including Indonesia, and children are the most vulnerable group, research is needed on risk factors associated with environmental lead exposure in children around these locations. Using a systematic review design with a qualitative approach and guided by PRISMA-P (Preferred Reporting Items for Systematic reviews and Meta-Analyse Protocols), 10 journal articles and academic research were reviewed. The sample was obtained from the Google Scholar and the University of Indonesia (UI) Library published in the last 10 years (2011-2021). In the age group 1-5 years, 47% of children had blood lead levels of ≥5 μg/dL and 9% of ≥10 μg/dL and school-age children have an average of 16.65±13.18 μg/dL. These levels have exceeded the recommendation (<5 g/dL). The average concentrations of environmental lead in the air and soil were 2.94±10.7 g/mᶾ and 2254.5±1925.25 mg/kg. The associated risk factors are age, economic status, parental education and occupation, sources and patterns of nutritional intake, children's habits and behavior, home location, and environmental lead concentrations."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Respati Priyambodo
"Potensi ekonomi yang besar dari industri perikanan budidaya Indonesia, khususnya di Spesies L. vannamei melakukan pemilihan metode budidaya yang sesuai memaksimalkan tingkat produktivitas sangat penting. Desa Bumi Pratama Mandira di Kabupaten Sungai Menang, Sumatera Selatan merupakan daerah dengan aktivitas utama Ekonominya berasal dari budidaya udang L. vannamei. Berdasarkan lokasi daerah terpencil dan dengan akses terbatas yang tersedia, menyebabkan petani menghadapi kondisi unik dan menambah urgensi pentingnya memilih metode budidaya yang tepat untuk memaksimalkan pendapatan. Penelitian ini akan mengevaluasi tiga metode budidaya (Ekstensif, Ekstensif Plus, Semi Intensif) yang biasa digunakan oleh petambak udang di daerah tersebut. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan variabel produksi / m2, pendapatan / m2 dan juga keuntungan / m2 dari ketiga metode budidaya menggunakan uji beda rata-rata. Selanjutnya, Pada penelitian ini juga akan melihat proses budidaya L. vannamei dengan memperhatikan faktor produksi yang ada dan bagaimana faktor produksinya hal ini mempengaruhi tingkat produktivitas petani. Penelitian menggunakan tes regresi dengan variabel produksi / m2 sebagai variabel dependen dan variabel penggunaan pakan, penggunaan obat, tingkat kepadatan benih dan frekuensi penggunaan kincir angin sebagai variabel bebas. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa walaupun ada perbedaannya signifikan untuk variabel produksi / m2 dan pendapatan / m2, tetapi tidak ada perbedaan untuk variabel keuntungan / m2. Sedangkan hasil uji regresi menunjukkan hubungan linier positif yang signifikan antara variabel penggunaan pakan, penggunaan obat-obatan dan frekuensi penggunaan pinwheels ke tingkat produktivitas, dan hubungannya kuadrat antara tingkat kepadatan benih dan tingkat produktivitas dengan titik optimum Kepadatan benih berada pada 25PL / m2. Setelah melakukan simulasi estimasi pendapatan dari metode budidaya ketiga, metode budidaya yang paling menguntungkan bagi petani adalah Ekstensif Plus.

Large economic potential of Indonesian aquaculture industry, especially in L.vannamei species, shows how vital it is to decide the correct aquaculture methods to maximize productivity. Bumi Pratama Mandira Village in Sungai Menang Region, South Sumatra is an area whose main economic activity comes from shrimp farming activity and mostly cultivating L.vannamei. The village located in one of the most remote region in South Sumatra, limiting farmer access and present them with unique conditions for shrimp farming. This uniqueness raising the urgency to select the correct methods to sustain the entire village economic conditions. This study will evaluate three cultivation methods (Extensive, Extensive Plus and Semi Intensive) which are commonly used by shrimp farmers in the area. Evaluation is done by comparing variables which is consisted of production/m2, income m2 and profit/m2 from each of the cultivation methods using the student’s or welch t-test. The results of the ­t-test indicate that although there are significant differences for production/m2 and income/m2, there is no difference for the profit/m2. Meanwhile, the regression test showed a significant positive and linear relationship between the variables of feed usage, drug usage and the frequency of water mill use to the level of productivity, and the quadratic relationship between the level of stocking density with the level of productivity with the optimum point of stocking density at 25PL / m2.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lelitasari
"Latar belakang : Terpajan pelarut organik merupakan kejadian sehari-hari yang dialami oleh banyak pekerja. Pelarut organik banyak digunakan dalam proses pembuatan alas kaki disektor formal maupun informal. Menurut beberapa penelitian beberapa jenis pelarut organik mempunyai sifat neurotoksik sehingga perlu deteksi gejala-gejala tersebut yang mungkin timbul pada para pekerja. Kuesioner Swedish Q16 adalah kuesioner deteksi dini yang paling sering digunakan untuk penupisan pekerja yang terpajan pelarut organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gejala neurotoksik akibat pajanan pelarut organik menggunakan Kuesioner Swedish Q16, serta mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi seperti : umur, pendidikan, masa kerja, status gizi, pemakaian APD, kebiasaan minum alkohol, merokok, cuci tangan, makan minum di tempat kerja dan hasil pemantauan kadar pelarut organik di lingkungan,kerja.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan subyek penelitian 138 orang pekerja alas kaki di sektor informal Ciomas Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung, sedangkan lingkungan kerja dilakukan dengan pengukuranpersonal sampling dan hasilnya diperiksa menggunakan teknik Gas Chromatography. Gejala neurotoksik dideteksi menggunakan kuesioner Swedish Q16. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September-Oktaber 2006. Hasilnya diolah menggunakan program statistik SPSS 11,5.
Hasil : Hasil identifikasi lem didapatkan lem kuning mengandung : toluen (45,3%), benzen (5,18%) dan metil etil keton (18,68%), lem putih mengandung : toluen (41,31%), benzen (3,52%) dan aseton (19,24%). Kadar toluen di lingkungan kerja rata-rata 1,12 ppm, tertinggi 2,48 ppm dan terendah 0,33 ppm. Keluhan terbanyak kesemutan (62,3%), sakit kepala (62,3%), mudah Ietih (56,5%). Prevalensi gejala neurotoksik pads subyek penelitian sebesar 55,8%. Pada analisis bivariat faktor umur, masa kerja dan IMT memiliki hubungan bermakna terhadap terjadinya gejala neurotoksik. Setelah dilakukan analisis multivariat didapatkan umur < 28 tahun memiliki risiko 6 kali lipat untuk mengalami gejala neurotoksik. (p = 0,000; OR = 6,235). Penieriksaan finger tapping test dilakukan secara sub sampling pada 53 subyek dan dipemleh basil tidak normal pada tangan kanan 47,2% dan tangan kiri 43,3%.
Kesimpulan : Prevalensi gejala neurotoksik pada pekerja industri alas kaki sektor informal , Ciomas , Bogor yang terpajan pelarut organik sebesar 55,8%. Faktor umur berhubungan dengan terjadinya gejala neurotoksik (OR = 6,235 ; p = 0,000).

Background : Exposured by organic solvent is form of occurrence day by day for many workers. Organic solvent is used in many process on footwear manufacture both formal and informal sector. According to several studies , many organic solvent has neurotoxic char tcterisl it:, so need to early detection for symptoms that influences to workers. The Swedish Q16 is a questionnaire that often use for workers screening from exposured by organic solvent. The goal of this study is to identification of glue, prevalence neurotoxic symptoms cause by organic solvent exposure, with Swedish Q16 Questionnaire, and to know factors of influences as : age, education, working periode, body mass index, using of PPE, drink of alcohol, washing hand, smoking, eat and drink at workplace and organic solvent level in workplace.
Method : The design of this study was cross sectionai,and the total number of sample were 138 footwear workers. Data collecting was conducted to interview, direct monitoring and measuring personal sampling at workplace which checking by Gas Chromatography technique. Neurotoxic symptoms detected by Swedish Q16 Quetionnaire. Data collecting was done on September-October 2006. All data research result processing by Statistic Program SPSS version 11.5.
Result : Identification of glue has result that content of yellow glue are toluene (45,3%), benzene (5,18%) dan metyl etyl ketone (18,68%), white glue content are : toluene (41,31%), benzene (3,52%) dan acetone (19,24%). Degree of toluene at workplace was average 1,12 ppm, and range 2,48 ppm to 0,33 ppm. Highest complaint from subject are : tingling ((62,3%), headache (62,3%), fatigue (56,5%). Study's subject neurotoxic symptoms prevalence was 55,8%. On bivariate analysis, age factor, work periode, body mass index, have related to neurotoxic symptoms outcome. On multivariate analysis be found that age < 28 years have risk six time to experience with neurotoxie symptoms, (p0,000; OR = 6,235). Examination on finger tapping test to be done as sub sampling on 53 subject and the result is unnormally on right hand 47,2% and left hand 43,3%.
Conclutions : Prevalence of neurotoxicity symptoms in informal sector footwear workers at Ciomas Bogor was 55,8%. Age factor was related to the neurotoxic symptoms (OR = 6,235 ; p = 0,000).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nandika Putri
"Makanan prelakteal adalah makanan atau minuman selain ASI yang diberikan kepada bayi sebelum menyusui dalam 3 hari pertama kehidupan yang dapat menyebabkan gagalnya pemberian ASI Eksklusif dan mendorong risiko infeksi dan malnutrisi yang kemudian berdampak pada stunting. Satu dari dua bayi yang pernah diberikan ASI di Indonesia pernah diberikan makanan prelakteal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan perilaku pemberian makanan prelakteal pada bayi di pulau Sumatera. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari SDKI tahun 2017 dengan rancangan studi cross sectional. Sampel penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi usia 0 – 23 bulan yang memenuhi kriteria inklusi dengan jumlah 1.224 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 54,4% ibu yang memberikan makanan prelakteal. Pada analisis hubungan didapatkan hasil bahwa usia ibu, paritas, IMD, dan jenis persalinan memiliki hubungan yang signifikan dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi (p-value < 0,05). Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan IMD sebagai faktor dominan yang menyebabkan pemberian makanan prelakteal pada bayi di pulau Sumatera (OR 6,06) yakni ibu yang terlambat memberikan IMD berpeluang 6 kali lebih berisiko untuk memberikan makanan prelakteal pada bayi di pulau Sumatera setelah dikontrol oleh variabel berat lahir, ANC, jenis persalinan, usia ibu, paritas, dan tenaga penolong persalinan.

Prelacteal is anything other breastmilk that given to infants before breastfeeding in the first 3 days of life which can cause failure of exclusive breastfeeding and may increased risk of infection and malnutrition which then will impact on stunting. One in two babies who have been breastfed in Indonesia have been given prelacteal. This study aims to determine the determinants of prelacteal feeding behavior in infants on the island of Sumatra. This study uses data from the 2017 IDHS with a cross sectional study design. The sample of this study was mothers who had babies aged 0-23 months with the inclusion criteria with a sum of 1,224 respondents. The results showed that there were 54.4% of mothers who gave prelacteal. From correlations analysis it was found that maternal age, parity, IMD, and type of delivery were associated with prelacteal feeding to infants (p-value < 0.05). The results of the logistic regression analysis showed that IMD as the dominant factor that causes prelacteal feeding (OR: 6.06) where mothers who are late in giving IMD are 6 times more likely to giving prelacteal to infants after being controlled by weight. birth, ANC, type of delivery, maternal age, parity, and birth attendants."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Dian Mardiaty
"Pengemudi bis antar kota adalah profesi yang bertanggung jawab terhadap keselamatan banyak jiwa, tidak hanya para penumpang yang dibawanya namun juga para pengguna jalan yang lain. Untuk itu dibutuhkan stamina dan kondisi fisik yang prima agar mereka dapat bekerja dengan baik. Sementara cara kerja yang cukup melelahkan serta beberapa perilaku kurang baik yang banyak dilakukan oleh para pengemudi bis antar kota ini membuat mereka rentan terkena gangguan kesehatan antara lain hipertensi. Hasil skrining kesehatan pada pengemudi bis antar kota yang dilakukan pada bulan Juli 2015 di terminal Poris Plawad Tangerang didapatkan kejadian hipertensi sebesar 25 %. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya masalah hipertensi dan hubungannya dengan faktor pekerjaan serta faktor lain pada pengemudi bis antar kota di terminal Poris Plawad Tangerang. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, dimana dilakukan pengukuran tekanan darah serta wawancara terhadap responden. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 84 responden, didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 57,1 %, dan terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Masa Tubuh berlebih dengan kejadian hipertensi pada pengemudi bis antar kota di terminal Poris Plawad Tangerang ini. Dimana pengemudi dengan indeks masa tubuh berlebih memiliki risiko sebesar 16 kali untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan pengemudi dengan indeks masa tubuh normal.

Inter city bus driver is a profession that is responsible for the safety of many people, not only his passengers but also other road users. It requires good performance so that they can work well and safely. Exhausting way of working as well as some bad behavior which is mostly done by this inter city bus drivers have made them susceptible to health problems such as hypertension or other cardiovascular diseases. The results of inter city bus drivers’s health screening in Poris Plawad bus station Tangerang held on July 2015 found the prevalence of hypertension is 25 %. The purpose of this study is to determine hypertension problems and it relations with work related and other factors among the inter city bus drivers in Poris Plawad Bus Station Tangerang. This study using cross sectional method, with examination of respondent’s blood pressure and also some interviews for collecting other data. From 84 respondents it was found that the prevalence of hypertension was 57,1% and there was a significant relationship between body mass index and hypertension, which is the drivers with overweight had 16 times risk to have hypertension compare with them with normal weight."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyna Rachmanniar
"Pestisida golongan organo fosfat dan karbamat adalah pestisida yang paling banyak digunakan petani dalam membasmi serangga dan merupakan golongan pestisida yang dapat menurunkan aktifitas enzim kolinesterase dalam darah manusia yang terpapar pestisida. Tinggi rendahnya aktivitas enzim kolinesterase menjadi indikator tinggi rendahnya tingkat keracunan dan dapat dijadikan indikasi keberadaan pestisida dalam darah. Populasi studi penelitian ini adalah seluruh petani holtikultura yang rentan terpajan pestisida di wilayah Desa Cibodas, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Penelitian menggunakan studi analitik observasional dengan desain cross-sectional, danjumlah sampel sebanyak 57 petani penyemprot. Pengumpulan data dengan cara wawancara dan pemeriksaan enzim kolinesterase pada darah petani di Balai Besar Laboratorium Kesehatan BBLK Jakarta dengan metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukan 25,5 sampel darah tidak normal atau 14 orang dengankadar enzim kolinesterase dibawah 5,4 kU/L. Usia Petani penyemprot 50,9 masih berusia produktif yaitu antara 18 sampai 49 tahun. Berdasarkan statistik, faktor umur, status gizi, frekuensi pajanan, durasi kerja, penggunaan alatpelindung diri APD dan tingkat pengetahuan petani tentang pestisida tidak berhubungan dengan kadar enzim cholinesterase dalam darah petani sayuran.

Organophosphate and carbamate pesticides are the most widely used pesticides of farmers in eradicating insects and are a class of pesticides that can decrease Cholinesterase enzyme activity in human blood exposed to pesticides. The lowlevel of cholinesterase enzyme activity is an indicator of the high level ofpoisoning and can be an indication of the presence of pesticides in the blood. Thestudy population of this study is all horticultural farmers who are vulnerable toexposure to pesticides in the area of Desa Cibodas Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. The study used an observational analytical study with cross sectional design, and a sample size of 57 farmers. Data collectionby interviewing and examination of cholinesterase enzyme on farmer 39's blood at Balai Besar Laboratorium Kesehatan BBLK Jakarta by spectrophotometric method. The results showed 25.5 abnormal blood sample or 14 people with cholinesterase enzyme levels below 5.4 kU L. Age of sprayer Farmers 50.9 are still productive age between 18 to 49 years. Based on statistics, age factor, nutritional status, exposure frequency, duration of work, use of personal protective equipment PPE and the level of knowledge of farmers about pesticides are not related to cholinesterase enzyme levels in the blood of vegetable farmers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>