Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48777 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Her Bayu Widyasmara
"Objektif: Mengusulkan teknik bedah alternatif sederhana untuk mengkoreksi mega prepusium kongenital yang berfokus pada eksisi dartos sebagai bagian penting dari prinsip dasar prosedur operasi tersebut.Metode: Tiga pasien yang didiagnosis dengan mega prepusium kongenital menjalani rekonstruksi dengan teknik ini antara Januari dan Mei 2016. Awalnya dilakukan insisi longitudinal pada sisi ventral penis untuk memotong cincin stenotik dan mengekspos glans dan prepusium bagian dalam yang berlebihan. Prepusium bagian dalam yang berlebihan dieksisi, tunika dartos di bawah kulit dan prepusium dalam juga dieksisi, Kemudian sisa prepusium bagian dalam dibentangkan dan disambungkan dengan kulit penis pada dasar batang penis untuk menutupi batang penis. Kepuasan orang tua diukur menggunakan modified-Pediatric Penile Perception Score-Questionnaire Parent. Tinjauan pustaka dan teknik bedah lainnya yang telah ada sebelumnya dijelaskan juga.Hasil Penelitian: Sebelum operasi, semua pasien mengalami gangguan berkemih dan penampilan penis yang abnormal. Hasil akhir secara kosmetik dan fungsional semua pasien memuaskan baik untuk ahli bedah maupun orang tua. Kulit penis dalam proporsi baik dan tidak terlalu besar. Tidak ada komplikasi yang diamati pada follow up 3 bulan.Kesimpulan: Deteksi dini dan pembedahan wajib pada anak-anak dengan mega prepusium kongenital. Teknik yang dijelaskan di sini memberikan pendekatan yang mudah dan aman dengan hasil akhir kosmetik yang baik.

Objective To propose a simple and reproducible alternative surgical technique for correction of congenital megaprepuce that focus on dartos excision as a part of basic surgical procedure principlesMethods Three consecutive patients were diagnosed with congenital megaprepuce and underwent this reconstruction between January and May 2016. Initial longitudinal incision on the ventral side was performed to cut the stenotic ring and expose both glans and excessive inner prepuce. The excessive inner prepuce was excised, dartos beneath skin and inner prepuce was excised also, and then anchored the penile skin base and unfurled the inner prepuce to cover the shaft. Parents satisfaction was measured using modified Pediatric Penile Perception Score Questionnaire Parent. A review of existing literature and previously reported techniques are explained.Results All patients presented with micturition trouble and abnormal penile appearance before surgery. The final cosmetic and functional result was satisfying in all patients for both surgeons and parents. The penile skin was in good proportion and not over bulky. No complications were observed at 3 months follow up.Conclusions Early recognition and surgery are mandatory in children with congenital megaprepuce. This technique described here provides an easy and safe approach applicable to this condition with good cosmetic result. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Takdir Alisjahbana
Jakarta : Dian Rakyat , 19960
808.81 SUT t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Sanusi
Jakarta: Pustaka Jaya, 1971
808.81 SAN p
Koleksi Publik  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Sanusi
[Djakarta]: [Musenno H.B. Jassin], [1954]
808.81 PAN p
Koleksi Publik  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Takdir Alisjahbana
Jakarta: Dian Rakyat, 1984
808.81 SUT t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Sanusi
Jakarta: Pustaka Jaya, 1971
808.81 SAN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Sanusi
[Djakarta]: [Musenno H.B. Jassin], [1954]
808.81 PAN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Atmoko
"Latar belakangMekanisme patofisiologi yang menyebabkan terjadinya chordee pada pasien dengan hipospadia dan fase tersembunyi dari penis buried penis pada lemak prepubis masih belum sepenuhnya dimengerti. Reseksi dari jaringan dartos pada umumnya bisa membuat penis kembali menjadi lurus pada pasien dengan hipospadia dan mengkoreksi kasus ini sama pada buried penis, yang menunjukkan adanya patofisiologi yang mirip pada kedua kondisi tersebut yang terkait dengan jaringan dartos. TujuanStudi ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik jaringan ikat beserta vaskularisasi dari fascia dartos antara penis normal, buried penis, dan hipospadia. Desain studiKami melakukan studi ini dari Mei 2013 hingga November 2016. Dartos fascia dikumpulkan dari 3 kelompok, yaitu: normal penis, buried penis, dan hipospadia. Kami membandingkan jaringan dari 3 kelompok ini menggunakan pewarnaan Mason Trichrome, Gomori rsquo;s silver impregnasi, Weigert resorcin-fuchsin, dan CD 31 imunohistokimia untuk mengevaluasi serat kolagen, retikulin, elastin, dan sel endothelial dari pembuluh darah. Semua data yang didapatkan kemudian dikuantifikasi menggunakan image J dan dilakukan analisis statistic one way ANOVA. Penilaian dilakukan oleh dua orang ahli patologi secara tersamar tanpa mengetahui diagnosis klinis dari pasien. HasilTotal didapatkan 60 pasien dengan 20 pasien tiap grup. Sebagian besar serat kolagen pada buried penis dan hipospadia menunjukkan serat yang lebih tebal dan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan penis normal. Terdapatkan penurunan jumlah total kolagen dan elastin pada dartos fascia hipospadia dan buried penis. Di sisi lain, rasio dari retikulin yang merepresentasikan kolagen tipe III terhadap total kolagen mengalami peningkatan dibandingkan penis normal. DiskusiIni adalah studi pertama yang membandingkan karakteristik histopatologi, histokimia, dan imunohistokimia dari jaringan ikat pada pasien buried penis dan hipospadia. Walaupun dartos fascia pada buried penis dan hipospadia tebal dan inelastis saat dipalpasi atau saat traksi/counter traksi, jaringan ini memiliki vaskularisasi yang baik. Dartos fascia ini inelastis dan bukan merupakan jaringan normal, dan karakteristiknya berbeda dengan jaringan fibrosis. Akan tetapi, studi lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar diperlukan dan harus mendiferensiasikan derajat dari chordee pada pasien dengan hipospadia dan buried penis. KesimpulanTerdapat perbedaan antara jaringan dartos fascia pada hipospadia dan buried penis dengan jaringan penis normal. Jaringan ini merupakan jaringan abnormal padsa pasien hipospadia dan buried penis. Sehingga, kami merekomendasikan untuk dilakukan eksisi jaringan ini saat operasi rekonstruksi. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui patofisiologi dari kondisi ini.

IntroductionPathophysiological mechanisms leading to chordee in patients with hypospadias and to the hidden state of buried penis in the prepubic fat remain unclear. Resection of dartos tissue usually makes the penis straight in patients with hypospadias and corrects it in those with buried penis, suggesting a common pathophysiology related to dartos tissue. ObjectiveThis study aimed to compare connective tissue and vascularization of dartos fascia between normal penis, buried penis and hypospadias. Study designWe conducted this study from May 2013 to November 2016. We collected Dartos fascia specimens from 3 groups buried penis, hypospadias, and normal penis as control. We compared the fibers between these groups by Masson Trichrome histochemical staining, Gomori 39 s silver impregnation staining, Weigert resorcin fuchsin staining and CD31 immunohistochemical staining for evaluation of collagen fibers, reticulin fibers, elastin fibers, and endothelial cells of blood vessels, respectively. The collagen fibers, reticular fibers, elastic fibers and vascular vessels were counted with ImageJ, and were analyzed using one way ANOVA test. The assessment conducted by two pathologists was blinded, without knowing the clinical diagnosis of patients. ResultsA total of 60 patients with 20 patients for each group. Collagen fibers for most cases of buried penis and hypospadias showed thicker but lesser number of collagen fibers than normal penis. There was a reduction of total collagen and elastin of dartos fascia in hypospadias and buried penis cases. On the other hand, ratio of reticulin fibers which represent collagen type III to total collagen was increased in comparison to normal penis. DiscussionThis is the first study which compare the histopathological, histochemical, and immunohistochemical features of dartos fascia connective tissue in patients with buried penis and hypospadias.Although dartos fascia in buried penis and hypospadias is thick and inelastic in palpation or during traction counter traction, it is well vascularized tissue. This inelastic dartos fascia tissue is an abnormal tissue, but its characteristic is not similar to fibrotic tissue. However, further study with larger sample is warrant and should differentiate degree of chordee in patients with hypospadias and buried penis. ConclusionsThere was a difference between connective tissue of dartos fascia in buried penis and hypospadias patients compared to normal penis. Inelastic dartos fascia tissue in patients diagnosed with buried penis and hypospadias is an abnormal tissue. Therefore, it is suggested to excise this tissue during reconstructive surgery. Further research is needed to unveil the pathophysiology of the condition.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Atmoko
"Latar belakangMekanisme patofisiologi yang menyebabkan terjadinya chordee pada pasien dengan hipospadia dan fase tersembunyi dari penis buried penis pada lemak prepubis masih belum sepenuhnya dimengerti. Reseksi dari jaringan dartos pada umumnya bisa membuat penis kembali menjadi lurus pada pasien dengan hipospadia dan mengkoreksi kasus ini sama pada buried penis, yang menunjukkan adanya patofisiologi yang mirip pada kedua kondisi tersebut yang terkait dengan jaringan dartos. Tujuan: Studi ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik jaringan ikat beserta vaskularisasi dari fascia dartos antara penis normal, buried penis, dan hipospadia. Desain studi: Kami melakukan studi ini dari Mei 2013 hingga November 2016. Dartos fascia dikumpulkan dari 3 kelompok, yaitu: normal penis, buried penis, dan hipospadia. Kami membandingkan jaringan dari 3 kelompok ini menggunakan pewarnaan Mason Trichrome, Gomori's silver impregnasi, Weigert resorcin-fuchsin, dan CD 31 imunohistokimia untuk mengevaluasi serat kolagen, retikulin, elastin, dan sel endothelial dari pembuluh darah. Semua data yang didapatkan kemudian dikuantifikasi menggunakan image J dan dilakukan analisis statistic one way ANOVA. Penilaian dilakukan oleh dua orang ahli patologi secara tersamar tanpa mengetahui diagnosis klinis dari pasien. Hasil: Total didapatkan 60 pasien dengan 20 pasien tiap grup. Sebagian besar serat kolagen pada buried penis dan hipospadia menunjukkan serat yang lebih tebal dan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan penis normal. Terdapatkan penurunan jumlah total kolagen dan elastin pada dartos fascia hipospadia dan buried penis. Di sisi lain, rasio dari retikulin yang merepresentasikan kolagen tipe III terhadap total kolagen mengalami peningkatan dibandingkan penis normal. Diskusi: Ini adalah studi pertama yang membandingkan karakteristik histopatologi, histokimia, dan imunohistokimia dari jaringan ikat pada pasien buried penis dan hipospadia. Walaupun dartos fascia pada buried penis dan hipospadia tebal dan inelastis saat dipalpasi atau saat traksi/counter traksi, jaringan ini memiliki vaskularisasi yang baik. Dartos fascia ini inelastis dan bukan merupakan jaringan normal, dan karakteristiknya berbeda dengan jaringan fibrosis. Akan tetapi, studi lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar diperlukan dan harus mendiferensiasikan derajat dari chordee pada pasien dengan hipospadia dan buried penis. Kesimpulan: Terdapat perbedaan antara jaringan dartos fascia pada hipospadia dan buried penis dengan jaringan penis normal. Jaringan ini merupakan jaringan abnormal padsa pasien hipospadia dan buried penis. Sehingga, kami merekomendasikan untuk dilakukan eksisi jaringan ini saat operasi rekonstruksi. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui patofisiologi dari kondisi ini.
Introduction Pathophysiological mechanisms leading to chordee in patients with hypospadias and to the hidden state of buried penis in the prepubic fat remain unclear. Resection of dartos tissue usually makes the penis straight in patients with hypospadias and corrects it in those with buried penis, suggesting a common pathophysiology related to dartos tissue. Objective: This study aimed to compare connective tissue and vascularization of dartos fascia between normal penis, buried penis and hypospadias. Study design: We conducted this study from May 2013 to November 2016. We collected Dartos fascia specimens from 3 groups buried penis, hypospadias, and normal penis as control. We compared the fibers between these groups by Masson Trichrome histochemical staining, Gomori's silver impregnation staining, Weigert resorcin fuchsin staining and CD31 immunohistochemical staining for evaluation of collagen fibers, reticulin fibers, elastin fibers, and endothelial cells of blood vessels, respectively. The collagen fibers, reticular fibers, elastic fibers and vascular vessels were counted with ImageJ, and were analyzed using one way ANOVA test. The assessment conducted by two pathologists was blinded, without knowing the clinical diagnosis of patients. Results: A total of 60 patients with 20 patients for each group. Collagen fibers for most cases of buried penis and hypospadias showed thicker but lesser number of collagen fibers than normal penis. There was a reduction of total collagen and elastin of dartos fascia in hypospadias and buried penis cases. On the other hand, ratio of reticulin fibers which represent collagen type III to total collagen was increased in comparison to normal penis. Discussion: This is the first study which compare the histopathological, histochemical, and immunohistochemical features of dartos fascia connective tissue in patients with buried penis and hypospadias. Although dartos fascia in buried penis and hypospadias is thick and inelastic in palpation or during traction counter traction, it is well vascularized tissue. This inelastic dartos fascia tissue is an abnormal tissue, but its characteristic is not similar to fibrotic tissue. However, further study with larger sample is warrant and should differentiate degree of chordee in patients with hypospadias and buried penis. Conclusions: There was a difference between connective tissue of dartos fascia in buried penis and hypospadias patients compared to normal penis. Inelastic dartos fascia tissue in patients diagnosed with buried penis and hypospadias is an abnormal tissue. Therefore, it is suggested to excise this tissue during reconstructive surgery. Further research is needed to unveil the pathophysiology of the condition."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Afira
"Latar Belakang: Luka bakar merupakan suatu cedera berat yang memerlukan tata laksana khusus multidisiplin. Untuk mengukur kinerja dari pelayanan luka bakar dibutuhkan luaran yang terstandardisasi untuk memungkinkan perbandingan dan penentuan efek dari tata laksana tersebut. Penulis ingin mengevaluasi efek dari eksisi dini sebagai tata laksana awal pada kondisi sumber daya yang terbatas menggunakan LA50 sebagai luaran.
Metode: Sebuah studi kohort retrospektif terhadap pasien luka bakar akut dilakukan dari bulan Januari 2013 hingga Desember 2018 untuk menentukan luaran dari pelayanan luka bakar yang mencakup mortalitas dan LA50 serta untuk membandingkan luaran dari eksisi dini (EEWG) sebagai tata laksana awal dibandingkan dengan eksisi dini dan tandur kulit (EESG) atau eksisi tertunda dan tandur kulit (DESG).
Hasil: Terdapat 256 pasien yang memenuhi kriteria penelitian, mayoritas berada dalam kelompok usia 15-44 tahun dengan lebih dari setengah pasien memiliki luas luka bakar 20-50% TBSA dan median TBSA 26%. Angka mortalitas keseluruhan adalah 17.9% dengan peningkatan seiring usia dan TBSA. Peningkatan mortalitas yang signifikan didapatkan pada kelompok TBSA 40.5-50.0%, yang terus meningkat dan mencapai puncaknya pada TBSA 70% ke atas. Akibat keterbatasan sampel dan jumlah kematian, hanya kelompok usia 15-44 tahun dan 45-64 tahun yang dapat memberikan LA50, masing-masing sebesar 43% dan 45%. Angka LA50 keseluruhan adalah 49% terlepas dari adanya penurunan angka mortalitas. Data awal menunjukkan bahwa persentase tertinggi kematian didapatkan pada kelompok tanpa perlakuan, dengan tidak adanya pasien yang meninggal pada kelompok EESG dan DESG. Rasio odds pada kelompok EEWG adalah 2.11 (p-value 0.201, CI95% = 0.65-6.80) dibanding kelompok DEWG.
Simpulan: Penggunaan luaran yang terstandardisasi berupa LA50 memberikan masukan yang lebih objektif dibanding angka mortalitas dan memungkinkan perbandingan internal dan eksternal di masa mendatang. Pembedahan pada pasien dengan TBSA 40- 50% perlu diprioritaskan untuk meningkatkan kesintasan. Pengembangan dari sumber daya untuk menutup defek perlu ditingkatkan untuk memungkinkan eksisi dini secara total. Sedikitnya jumlah pasien tindakan eksisi dini dan tandur kulit menunjukkan perlunya skrining dan triase yang lebih cermat untuk pasien yang membutuhkan tindakan tersebut. Diperlukan studi lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk menentukan efek dari eksisi dini tanpa tandur kulit sebagai tata laksana awal pada pusat pelayanan dengan sumber daya terbatas.

Background: Burn is a highly debilitating injury requiring a specialized and multidisciplinary care. Measuring the outcome of burn care demands a standardized outcome to enable comparison and determine impact of treatment. In a limited resource setting, the author sought to evaluate the effect of early excision as a preliminary treatment using LA50 as an outcome measurement.
Methods: A retrospective cohort study of acute burn patients was conducted from January 2013 to December 2018 to establish outcomes of burn care including mortality and LA50 and to compare the outcomes between treatment groups undergoing early excision without skin graft (EEWG), early excision and skin graft (EESG), and delayed excision and skin graft (DESG).
Results: Out of 390 patients available for screening, 256 were eligible for further study. Most patients were within age group 15-44 years and almost half were within 20-50% TBSA with median TBSA percentage of 26%. The overall mortality was 17.9% with an increase linear with age and TBSA. A significant mortality increase was observed from 40.5-50.0% TBSA group, which reached a plateau from TBSA 70% and up. Due to limited sample size and patient deaths, only age groups 15-44 years and 45-64 years could provide individual LA50 at 43% and 45%, respectively. The overall LA50 was identified at 49% despite lower mortality compared to a previously published number. Preliminary data showed that the highest percentage of deaths was seen in no treatment group, with no deaths seen in treatment groups EESG and DESG. The odds ratio for mortality in EEWG group was 2.11 (p-value 0.201, CI95% = 0.65-6.80) compared to DEWG group.
Conclusion: The use of a standardized outcome in the form of LA50 provides a more objective insight compared to crude mortality and enables future internal and external comparison. Surgery for patient with 40-50% TBSA should be prioritized to increase survival, and development of resources for defect closure should be encouraged to enable total early excision. The small number of patients undergoing early excision and skin grafting calls for a more attentive screening to triage and select candidates who may benefit from this procedure. Further study with bigger sample size is required to examine the effect of early excision without skin grafting as a preliminary procedure in a limited resource setting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>