Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66822 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yenny Rahmawati Mulyanto
"Latar belakang dan tujuan: Masalah osteoporosis merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Kurangnya jumlah alat DXA menyebabkan minimnya penderita yang terdiagnosis dini osteoporosis dan mendapat terapi, hingga akhirnya mengalami patah tulang. Pengukuran indeks ketebalan korteks tulang radius distal merupakan parameter sederhana, objektif, dan mudah diterapkan, menggunakan radiografi konvensional yang berguna untuk memperkirakan kepadatan massa tulang, namun perlu dibuktikan korelasinya dengan nilai T-score.
Metode: Uji korelatif dengan pendekatan potong lintang pada nilai indeks ketebalan korteks radius distal menggunakan radiografi konvensional dan T-score kolum femur menggunakan DXA berdasarkan database populasi Indonesia, terhadap 38 subjek penelitian, menggunakan data primer, dalam kurun waktu Desember 2016 sampai Mei 2017.
Hasil: Uji korelasi Pearson antara indeks ketebalan korteks radius distal pada lokasi 1 dan 2 dengan nilai T-score kolum femur, didapatkan nilai koefisien korelasi r=0,46 p=0,096 untuk lokasi 1 dan r=0,45 p=0,093 untuk lokasi 2. Pada kelompok jenis kelamin perempuan, didapatkan nilai r=0,53 p

Background and objective: Osteoporosis is a problem in public health, especially in developing countries. DXA lacks of availability causing problem in osteoporosis early diagnosing and treatment until the occurance of bone fracture. Measurement of distal radius cortical thickness index using conventional radiography is a simple, objective and easy to applied methods for estimating bone density, but needs to be proven its correlation with T score.
Methods: A cross sectional correlation study between the cortical thickness index of distal radius by conventional radiography and T score of femoral neck by DXA based on population database in Indonesia, conducted in 38 subjects in the period of December 2016 to May 2017.
Result: Using the Pearson correlation test between the cortical thickness index of distal radius in two location with T score of femur column by DXA, we obtained coefficient correlation value of r 0,46 p 0,096 for location 1 dan r 0,45 p 0,093 for location 2. In the female group we obtained r 0,53 p 0,05 for location 1 and r 0,52 p 0,05 for location 2. Based on age group, r value for location 1 and 2 in 60 years age group is r 0,31 p 0,194 and r 0,32 p 179 for location 1 and 2, respectively.
Conclusion: There is a weak positive correlation between the cortical thickness index of distal radius by conventional radiography and T score of femoral neck by DXA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Mahardhika
"Tujuan: Meningkatkan peranan ultrasonografi sebagai alternatif Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA) dalam menilai persentase lemak tubuh total secara akurat.
Metode: Dari April hingga September 2020, terdapat 28 pasien dewasa (14 laki-laki, 14 perempuan) yang menjalankan pemeriksaan DXA untuk menilai persentase lemak tubuh total (%LT total) dan pemeriksaan ultrasonografi untuk mengukur tebal lemak subkutis (TLS) pada beberapa lokasi tubuh. Dilakukan uji korelasi antara TLS pada beberapa lokasi tubuh menggunakan ultrasonografi serta data antropometri (IMT, lingkar pinggang, lingkar paha tengah) dengan %LT total berdasarkan DXA pada kedua jenis kelamin. Selanjutnya, variabel yang memiliki korelasi kuat dipilih untuk dimasukkan dalam analisis regresi multipel untuk mendapatkan formula regresi untuk memprediksi %LT total pada masing-masing jenis kelamin.
Hasil: Formula prediksi terbaik untuk menentukan %LT total pada laki-laki adalah %LT total = 13,7 + 5,5(TLS triceps) + 10,0(TLS paha depan); R2 0,91, sedangkan pada perempuan adalah %LT total = - 1,73 + 1,07(IMT) + 10,30(TLS paha depan); R2 0,88
Kesimpulan: Pemeriksaan TLS menggunakan ultrasonografi dikombinasikan dengan pengukuran antropometri dapat direkomendasikan untuk memperkirakan %LT total secara akurat dengan formula yang berbeda pada kelompok laki-laki dan kelompok perempuan.

Objective: To improve the use of ultrasonography as an alternative way to Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA) in assesing total body fat percentage (%BF) accurately.
Methods: From April to September 2020, there were 28 adult patients (14 male, 14 female) underwent DXA examination to assess %BF and ultrasonography examination to measure subcutaneous fat thickness (SFT) at multiple sites. Correlation test was conducted between SFT sites using ultrasonography and anthropometric data (BMI, waist circumference, mid-thigh circumference) with %BF based on DXA in both genders. Furthermore, variables that had strong correlation were selected to be included in the multiple regression analysis in order to obtain a regression formula to predict the %BF for each gender.
Results: The best predictive formula to determine %BF for male is %BF = 13,7 + 5,5(SFT triceps) + 10,0(SFT quads); R2 0,91, while for female is %BF = - 1,73 + 1,07(BMI) + 10,30(SFT quads); R2 0,88. Conclusions: SFT examination using ultrasonography that is combined with anthropometric measurements can be recommended to estimate %BF accurately with different formulas in the male and female group.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Masita Hayati
"Latar belakang dan tujuan: Angka kejadian osteoporosis di Indonesia cukup tinggi disertai peningkatan risiko patah tulang terutama pada wanita. Pemeriksaan kepadatan massa tulang dengan DXA merupakan baku emas dalam mendiagnosis osteoporosis dan memperkirakan risiko patah tulang berdasarkan nilai T-score, namun ketersediaan perangkat DXA di Indonesia masih terbatas. Rasio ketebalan korteks merupakan salah satu parameter sederhana, objektif, dan mudah diterapkan dengan menggunakan radiografi konvensional yang berguna untuk memperkirakan kepadatan massa tulang, namun perlu dibuktikan korelasinya dengan nilai T-score.
Metode: Uji korelatif dengan pendekatan potong lintang pada nilai rasio ketebalan korteks radius distal menggunakan radiografi konvensional dan T-scoreradius distal menggunakan DXA berdasarkan database populasi Asia, terhadap 40 subjek penelitian, menggunakan data sekunder dalam kurun waktu November 2016 sampai April 2017.
Hasil: Dengan uji korelasi Pearson, didapatkan nilai p<0,05 dan r=0,39 antara nilai rasio ketebalan korteks radius distal menggunakan radiografi konvensional dan T-score radius distal menggunakan DXA.
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif yang lemah antara nilai rasio ketebalan korteks radius distal menggunakan radiografi konvensional dan T-score radius distal menggunakan DXA.

Background and Objective: The prevalence of osteoporosis in Indonesia is high with increased risk of fractures, especially in women. Examination of bone density by DXA is the gold standard in the diagnosis of osteoporosis and predicts fracture risk based on the T-score, but the availability of DXA devices in Indonesia is very limited. The cortical thickness ratio is a simple, objective parameter, and easily applied to conventional radiography in estimating bone density, but needs to be proven its correlation with the T-score.
Methods: A cross sectional correlation study between the cortical thicknessratio of distal radius by conventional radiography and T-score of distal radius by DXA based on population database in Asia, conducted in 40 subjects in the period of November 2016 toApril 2017.
Results :With the Pearson correlation test, there is a significant correlation (p < 0.05 and r = 0.39) between the cortical thickness ratio of distal radiusby conventional radiography and T-score of distal radius by DXA.
Conclutions: There is a weak positive correlation betweenthe corticalthickness ratio of distal radius by conventional radiography and T-score of distal radius by DXA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Mujono
"Latar belakang dan tujuan: Prevalensi osteoporosis di Indonesia cukup tinggi disertai peningkatan risiko patah tulang terutama pada wanita. Pemeriksaan kepadatan massa tulang dengan DXA merupakan baku emas dalam mendiagnosis osteopenia maupun osteoporosis dan memperkirakan risiko patah tulang berdasarkan nilai T-score, namun ketersediaan perangkat DXA sangat terbatas di wilayah Indonesia. Indeks ketebalan korteks merupakan salah satu parameter sederhana, objektif, dan mudah diterapkan pada radiografi konventional dalam memperkirakan kepadatan massa tulang, namun perlu dibuktikan korelasinya dengan nilai T-score.
Metode: Uji korelatif dengan pendekatan potong lintang pada nilai indeks ketebalan korteks femur proksimal menggunakan radiografi konvensional dan T-score kolum femur menggunakan DXA berdasarkan database populasi Indonesia, terhadap 31 subjek penelitian, menggunakan data sekunder dalam kurun waktu Juli 2012 sampai Juni 2016.
Hasil: Dengan uji korelasi Pearson, didapatkan nilai p<0,000 dan r=0,76 antara nilai indeks ketebalan korteks femur proksimal menggunakan radiografi konvensional dan T-score kolum femur menggunakan DXA.
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif yang kuat antara nilai indeks ketebalan korteks femur proksimal menggunakan radiografi konvensional dan T-score kolum femur menggunakan DXA.

Background and Objective: The prevalence of osteoporosis in Indonesia is high with increased risk of fractures, especially in women. Examination of bone density by DXA is the gold standard in the diagnosis of osteopenia or osteoporosis and predicts fracture risk based on the T-score, but the availability of DXA devices in Indonesia is very limited. The cortical thickness index is a simple, objective parameter, and easily applied to conventional radiography in estimating bone density, but needs to be proven its correlation with the T-score.
Methods: A cross sectional correlation study between the cortical thickness index of proximal femur by conventional radiography and T-score of femoral neck by DXA based on population database in Indonesia, conducted in 31 subjects in the period of July 2012 to June 2016.
Results : With the Pearson correlation test, there is a significant correlation (p < 0.001 and r = 0.76) between the cortical thickness index of proximal femur by conventional radiography and T-score of femoral neck by DXA.
Conclutions: There is a strong positive correlation between the cortical thickness index of proximal femur by conventional radiography and T-score of femoral neck by DXA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faith Aisyah Azzahra
"Dual Energy Subtraction (DES) merupakan teknik pencitraan yang memanfaatkan kalsium untuk melemahkan energi foton yang lebih rendah dalam sinar-X yang menghasilkan dua gambar terpisah yaitu jaringan lunak pada dada dan tulang rusuk. Dalam memperoleh citra dari teknik Dual Energy Subtraction (DES) menggunakan radiografi digital dapat dibagi menjadi dua teknik terpisah yaitu single exposure dan double exposure. Studi ini menggunakan fantom Rando yang merepresentasikan anatomi thoraks dengan proyeksi Posterior-Anterior (PA). Dilakukan studi dengan menggunakan double exposure dengan memberikan variasi kombinasi tegangan kVp. Pada pengolahan data subtraksi citra didapatkan hasil yang signifikan pada variasi kombinasi tegangan sebesar 120 kVp dengan 60 kVp. Parameter Signal Difference to Noise Ratio (SDNR) dikalkulasi sebagai parameter kualitas citra yang akan diuji pada studi ini. Pada pengolahan data citra pada fantom Rando anatomi thoraks, nilai SDNR tertinggi pada variasi kombinasi tegangan 120 kVp dengan 60 kVp. Pada hubungan antara SDNR dengan dosis berpengaruh dalam optimasi dosis. Studi ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut untuk teknik single exposure dan variasi kombinasi faktor eksposi lain untuk menjadi perbandingan kedua teknik dan keperluan optimasi

Dual Energy Subtraction (DES) is an imaging technique that utilizes calcium to attenuate the lower energy photons in X-rays which produce two separate images of soft tissue in the chest and ribs. In obtaining images from the technique Dual Energy Subtraction (DES) using digital radiography it can be divided into two separate techniques, namely single exposure and double exposure. This study uses a Rando phantom which represents the thoracic anatomy with a Posterior-Anterior (PA) projection. Study was double exposure carried out by providing variations in the combination of kVp voltages. In image subtraction data processing, significant results were obtained at the variation of the voltage combination of 120 kVp to 60 kVp. The Signal Difference to Noise Ratio (SDNR) parameter is calculated as the image quality parameter to be tested in this study. In image data processing on the thoracic anatomical Rando phantom, the highest SDNR is at the variation of the voltage combination 120 kVp with 60 kVp. The relationship between SDNR and dose has an effect on dose optimization. This study shows the need for further research on techniques for single exposure and various combinations of other exposure factors to be a comparison of the two techniques and optimization needs"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dedi Priadi
"Telah dilakukan penelitian tentang analisa tegangan sisa baja rol-temps. Pengujian tegangan sisa dilakukan dengan teknik difraksi sinar- dimana proses pengerolan ini merupakan proses rol-temps. Dalam proses desain dan produksi suatu produk sering terjadi kegagalan dari material tersebut baik sebelum dan saat digunakan. Hal ini karena adanya tegangan sisa yang tidak terhitungkan sebelumnya. Namun tegangan sisa ini tidak selalu merugikan, karena tergantung arahnya beban yang dikenakan. Secara umum adanya tegangan sisa ini lebih sering merugikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya tegangan sisa juga dipengaruhi perubahan struktur akibat adanya transformasi fasa, walaupun besarnya tegangan sisa akibat rolling pra-tempa relatif kecil Dengan panas anil 700 °C dan waktu tahan 25 menit terlihat penurunan tegangan sisa Puncak-puncak difraksi yang dilaku rol lebih lebar daripada yang tidak dirol. Hal ini menunjukkan regangannya tidak homogen. Dari analisa penghalusan GSAS dapat menggambarkan ketidak homogenan regangan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Firdy Yuana
"Telah dilakukan pengukuran faktor keluaran (OF) pada berkas sinar-X 6 MV dan 10 MV untuk lapangan terbuka dan dengan menggunakan filter wedge. Lapangan radiasi dibentuk dengan menggunakan MLC. Hasil pengukuran menunjukkan hasil keduanya berbeda. Selain itu dilakukan pula pengukuran pengaruh bentuk lapangan radiasi terhadap intensitas. Dipilih 3 bentuk lapangan yang disesuaikan dengan keperluan klinis dengan luas lapangan dasar 15 x 15 cm2. Pengaruh lapangan pada intensitas yang diakibatkan oleh faktor hamburan dinyatakan sebagai rasio bacaan elektrometer. Untuk lapangan 1 dan 2 berbentuk khusus dengan luas lapangan bervariasi hingga luas 220 cm2. Sedangkan untuk lapangan 3 berbentuk persegi empat panjang yang ditutup blok MLC pada pertengahan lapangan. Luas lapangan juga dibuat bervariasi mulai 75 cm2 hingga 225 cm2. Tidak diperoleh korelasi tertentu antara perubahan lapangan dengan intensitas. Selanjutnya hasil pengukuran dibandingkan dengan kalkulasi hamburan Clarkson dan hasilnya tidak jauh berbeda terutama untuk lapangan kecil. Dilakukan pula pengukuran tambahan untuk mengetahui perbedaan intensitas pada tepi lapangan yang dibentuk dengan MLC dan blok. Hasilnya menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan.

A measurement has been performed to know the output factors of 6 MV and 10 MV X-ray beam in regular field with and without wedge filters. Radiation field were shaped by using MLC. Both measurement shows different result. The relation between intensity and form of radiation field has also been done. 3 irregular shapes which 15x15 cm2 field was used as a base field size for clinical application were chosen. The influence of field size to intensity that caused by the scatter factor were stated as electrometer reading ratio.The first and second field has a special shape with a vary field size up to 220 cm2. While the third field formed rectangular covered by the MLC block in the center field. And the field size also vary from 75 cm2 to 225 cm2. The result shows no certainty corellation between field size and the intensity. Beyond calculation were made between the measurement result and Clarkson’s scatter factors, and it shows no different result especially in small field. An extra measurement has also been done to find out the difference between intensity in the edge of field using the MLC and regular block. No significant difference were shows in result."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T20867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agarwal, B.K.
Berlin: Springer-Verlag, 1991
543.62 AGA x
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jenkins, Ron
New York : John Wiley & Sons, 1988
543.57 JEN x
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>