Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166463 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadira Arum Seruni
"Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa hak milik atas tanah mempunyai fungsi sosial dan dibatasi luasannya agar fungsi sosial hak milik atas tanah itu hidup. Untuk mengamankan prinsip fungsi sosial dan pembatasan secara wajar maka negara mempunyai hak ldquo;menguasai rdquo; yang berintikan hak untuk mengatur peruntukan yang mencakup pemberian hak maupun pencabutannya serta larangan-larangan tertentu dalam pemanfaatan tanah. Salah satu izin yang diberikan oleh negara untuk dapat menguasai tanah adalah izin mempergunakan tanah dengan tanda bukti berupa Surat Izin Mempergunakan Tanah Occupatie Vergunning/OV . Yang akan dibicarakan dalam tesis ini adalah mengenai kekuatan hukum terhadap penguasaan dan peralihan hibah hak atas tanah yang didasarkan atas OV dan pertimbangan hakim mengenai OV yang digunakan sebagai alas hak yang menjadi dasar pembuatan akta hibah. Metode yang digunakan adalah metode normatif. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa OV yang dikeluarkan oleh Yayasan Gelora Bung Karno sebenarnya memiliki dasar hukum yang kuat bagi pemegangnya. Namun surat izin tersebut bukan merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas tanah mengingat surat izin tersebut dikeluarkan oleh Yayasan Gelora Bung Karno dan bukan Menteri Agraria dan/atau Kepala Kantor Pertanahan, dan Keputusan hakim pada putusan pengadilan tingkat Peninjauan Kembali Nomor 629 PK/Pdt/2015 mengakui keberadaan akta hibah yang didasarkan pada alas hak berupa OV tersebut.Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa hak milik atas tanah mempunyai fungsi sosial dan dibatasi luasannya agar fungsi sosial hak milik atas tanah itu hidup. Untuk mengamankan prinsip fungsi sosial dan pembatasan secara wajar maka negara mempunyai hak ldquo;menguasai rdquo; yang berintikan hak untuk mengatur peruntukan yang mencakup pemberian hak maupun pencabutannya serta larangan-larangan tertentu dalam pemanfaatan tanah. Salah satu izin yang diberikan oleh negara untuk dapat menguasai tanah adalah izin mempergunakan tanah dengan tanda bukti berupa Surat Izin Mempergunakan Tanah Occupatie Vergunning/OV . Yang akan dibicarakan dalam tesis ini adalah mengenai kekuatan hukum terhadap penguasaan dan peralihan hibah hak atas tanah yang didasarkan atas OV dan pertimbangan hakim mengenai OV yang digunakan sebagai alas hak yang menjadi dasar pembuatan akta hibah. Metode yang digunakan adalah metode normatif. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa OV yang dikeluarkan oleh Yayasan Gelora Bung Karno sebenarnya memiliki dasar hukum yang kuat bagi pemegangnya. Namun surat izin tersebut bukan merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas tanah mengingat surat izin tersebut dikeluarkan oleh Yayasan Gelora Bung Karno dan bukan Menteri Agraria dan/atau Kepala Kantor Pertanahan, dan Keputusan hakim pada putusan pengadilan tingkat Peninjauan Kembali Nomor 629 PK/Pdt/2015 mengakui keberadaan akta hibah yang didasarkan pada alas hak berupa OV tersebut.
The Basic Agrarian Law Act states that every The right over land has social function and a personal right over land is resctricted for its size so that the social function of the land is still running. To ensure the social function principle and proper resctriction, the government has a right to ldquo control rdquo which is mainly a right given to the government to manage the usage including not only dispensing the rights, but also their cancellation, as well as certain prohibitions of land use. One of the license given by the state to occupy land is the license to use land with the proof of Surat Izin Mempergunakan Tanah Occupatie Vergunning Land Occupation License . This thesis discusses not only the legal force on the land occupation and transfer grant of land right based on Land Occupation License, but also the judge deliberation on Land Occupation License as a basis to provide the grant deed to transfer the land right from the perspective of Indonesian land law. The research method is normative. The result is Land Occupation License Occupatie Vergunning issued by Gelora Bung Karno Foundation has strong legal force for its holder. However, that license is not a proof for the land ownership due because it was issued by Gelora Bung Karno Foundation, not by the Ministry of Land or the head of Land Office, and judge decision in Review of Court No. 629 PK Pdt 2015 which admit the existence of grant deed based on Lanc Occupation License Occupatie Vergunning ."
2017
T48758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husnul Muasyara
"Permasalahan dari penelitian ini bermula adanya sengketa kepemilikan hak atas tanah antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat dengan Masyarakat berstatus Warga Negara Indonesia (Dan dim 0810) mengenai sebidang tanah diatasnya berdiri 2 (dua) bangunan rumah yaitu 1 (satu) bangunan rumah induk dan 1 (satu) bangunan rumah pavilion terletak jalan RA. Kartini No. 36 RT. 004 RW. 001 Kabupaten Nganjuk terjadi tumpang tindih status kepemilikan tanah antara pemegang hak atas tanah yang bersertifikat dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat dengan kepemilikan bukti nomor registrasi okupasi. Adapun penelitian ini terdiri 2 (dua) pokok pembahasan yakni bagaimana peralihan tanah eks Eigendom Verponding dan Pendaftaran konversi, Analisis hukum bahwa tanah-tanah okupasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat menjadi tanah hak milik atas nama perorangan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Untuk menganalisa permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis kualitatif. Simpulan dari penelitian ini adalah Masyarakat berstatus Warga Negara Indonesia (Dan dim 0810) diberikan izin oleh Pemerintah untuk membeli rumah dan tanah milik Warga Negara Belanda dengan keperluan khusus sebagai Pejabat Militer penghuni rumah yang belum memiliki rumah serta berhenti sebagai pegawai dengan hak pensiun. Sertifikat Hak Milik hasil konversi Eigendom Verponding adalah sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan merupakan tanda bukti hak yang bersifat kuat, sehingga status tanah okupasi tidak dapat dijadikan bukti kepemilikan atas suatu tanah karena status hak atas tanah okupasi hanya dikuasai tidak dimiliki secara sah.

The problem of this research stems from the existence of a dispute over land rights between the Indonesian National Army (TNI) in the Army and the Indonesian Citizen (Dan 0810) regarding a plot of land on which stands 2 (two) houses, namely 1 (one) main house building. and 1 (one) pavilion building located on Jalan RA. Kartini No. 36 RT. 004 RW. 001 Nganjuk Regency, there is an overlap in the status of land ownership between certified land rights holders and the Indonesian Army (TNI) Army with proof of occupation registration number. The research consists of 2 (two) main discussions, namely how to transfer the land of the former Eigendom Verponding and conversion registration, legal analysis that the land occupied by the Indonesian Armed Forces (TNI) of the Army becomes freehold land in the name of individuals according to Law Number 5 Year 1960 concerning Basic Agrarian Regulations. To analyze these problems, this study uses a normative juridical research method with qualitative analysis. The conclusion of this research is that people with the status of Indonesian citizens (Dan 0810) are given permission by the Government to buy houses and land belonging to Dutch citizens with special needs as Military Officials who live in houses who do not have a home and stop as employees with pension rights. Ownership Certificate resulting from the conversion of Eigendom Verponding is a land title certificate issued by the Regency / City Land Office and is a proof of strong rights, so that the status of occupied land cannot be used as proof of ownership of a land because the status of rights to occupied land is only controlled not legally owned."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikari Kepartono
"Penelitian ini membahas mengenai kedudukan pemilik tanah yang tidak lagi menguasai tanahnya secara fisik dan juga terkait perlindungan hukum bagi pembeli yang tidak melakukan pengecekan secara fisik atas objek yang dibelinya dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1131 K/Pdt/2020. Adapun penelitian ini menggunakan bentuk penelitian dengan pendekatan doktinal terhadap hukum. Dalam hal ini, pemegang hak milik atas tanah yang secara sengaja tidak menguasai secara fisik, tidak mengusahakan, tidak mempergunakan, tidak memanfaatkan, dan/atau tidak memelihara tanah yang ia miliki dapat menyebabkan tanah miliknya tersebut dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar dan mengakibatkan pemutusan hubungan hukum antara subjek pemilik hak atas tanah dengan objek tanah sehingga pihak pemilik di sini tidak lagi memiliki hak milik atas tanah yang berkaitan. Dengan demikian, maka pihak pemilik di dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1131 K/Pdt/2020 tidaklah berhak untuk melakukan jual beli atas tanah tersebut karena ia bukanlah pemilik yang sah atas tanah tersebut dan mengakibatkan jual beli tersebut menjadi batal demi hukum. Berkaitan dengan batal demi hukumnya jual beli tersebut, pihak pembeli yang berhak mendapatkan perlindungan hukum atas kerugian yang diderita akibat batalnya jual beli tersebut pembeli yang beritikad baik. Adapun pihak JJ selaku pembeli dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1131 K/Pdt/2020 tidak melakukan pengecekan fisik secara aktif dan cermat mengenai ada atau tidaknya pihak yang menguasai secara fisik obyek tanah yang akan dibelinya dan juga tidak menguasai objek tanah tersebut secara fisik. Dengan demikian, maka pihak JJ di sini tidak dapat dikategorikan sebagai Pembeli Beritikad Baik dan tidaklah berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas batal demi hukumnya perjanjian jual beli.

This research discuss the position of land owners who no longer physically control their land and also regarding legal protection for buyers who do not physically inspect the objects they buy in the case of Supreme Court Decision Number 1131 K/Pdt/2020. This research uses a form of research with a doctinal approach to law. In this case, the holder of property rights to land who deliberately does not physically control, does not cultivate, does not use, does not exploit, and/or does not maintain the land he owns can cause his land to be categorized as abandoned land and result in the termination of the legal relationship between the subject who owns the land rights and the land object so that the owner here no longer has ownership rights to the land in question. Thus, the owner in the case of Supreme Court Decision Number 1131 K/Pdt/2020 does not have the right to sell the land because she is not the legal owner of the land and this results in the sale and purchase being null and void. In connection with the nullity of the sale and purchase, the buyer is entitled to legal protection for losses suffered as a result of the cancellation of the sale and purchase, is the buyer who acted with good faith. Meanwhile, JJ as the buyer in the case of Supreme Court Decision Number 1131 K/Pdt/2020 did not carry out an active and careful physical check regarding whether or not there was a party who physically controlled the land object he was going to buy and also did not physically control the land object. Thus, JJ here cannot be categorized as a Buyer in Good Faith and is not entitled to legal protection against the nullity of the sale and purchase agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Ayudiatri
"Penguasaan fisik bidang tanah yang dilakukan berdasarkan surat penitipan dibawah tangan dan surat keterangan penguasaan tanah dapat menimbulkan benturan kepentingan dalam penguasaan tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan hukum penguasaan fisik suatu bidang tanah tanpa alas hak berdasarkan surat penguasaan tanah ditinjau dari hukum positif di Indonesia; dan keabsahan penerbitan surat keterangan penguasaan fisik bidang tanah atas tanah objek sengketa berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atas permohonan fiktif-positif keputusan Tata Usaha Negara guna kepentingan permohonan pendaftaran tanah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 636 K/Ag/2020. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif secara problem identification kemudian ditelusuri dengan jalan preksriptif-eksplanatoris. Hasil dari penelitian adalah kenyataan penguasaan fisik atas tanah tidak bersertipikat yang dilakukan lebih dari 20 (dua puluh) tahun sebagai salah satu bukti yang digunakan dalam pendaftaran tanah dalam hal tidak tersedianya alat bukti adalah tidak serta merta tepat dijadikan dasar pembuktian. Penelitian ini juga menemukan bahwa permohonan gugatan fiktif-positif atas sikap diam pejabat pemerintahan yang berwenang terkait penerbitan surat keterangan penguasaan fisik atas tanah guna kepentingan pembuktian pendaftaran tanah adalah sah akan tetapi dapat menjadi celah adanya penyelundupan hukum bagi para pihak lain yang tidak berhak untuk menuntut dikeluarkannya surat keterangan penguasaan fisik atas tanah. Saran dari penelitian ini adalah bagi para pihak yang ingin mendaftarkan tanah tanpa adanya alas hak yang dirasa telah dikuasai dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung sah lainnya dapat mengajukan permohonan hak atas tanah ke Negara. Selain itu, perlu diatur bahwa pemberian persetujuan atas dikabulkannya permohonan fiktif-positif Keputusan TUN yang mengubah keadaan sifatnya terbatas, yaitu tanpa adanya pihak yang dirugikan.

Physical possessions of land carried out based on a letter of land tenure and letter of statement of claim for de facto physical possession of land can lead to a conflict of interest in land control. The problems raised in this study are regarding the legal position of physical control of a plot of land without any rights based on a land tenure letter in terms of positive law in Indonesia; and the validity of the issuance of a certificate of physical possession over the object of dispute based on the Decision of the State Administrative Court on the fictitious-positive application of the State Administration decision for the purpose of the application for land registration in the Supreme Court Decision Number 636 K/Ag/2020. To answer these problems, a normative legal research method with problem identification is used followed by a prescriptive-explanatory method of investigation. The result of the research is the fact that physical control over uncertified land which is carried out for more than 20 (twenty) years as one of the evidence used in first land registration in the event that evidence is not available is not an obligatory norm. This study also determined that the petition for a fictitious-positive lawsuit for the silence of the competent government officials related to the issuance of a certificate of physical control over land for the purpose of proving land registration is legal but can be a loophole for for other parties who are not entitled to the land to demand the issuance of such certificate of physical possession over the land. This research suggests that parties who want to register land without any rights that are felt to have been controlled accompanied by other legal supporting evidence can apply for land rights to the State. In addition, it is necessary to stipulate that the granting of approval for the granting of a fictitious-positive application for a State Administration Decree that modifies the situation is limited in nature, ie without any injured party."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Rahayu
"Penulisan tesis ini dilatarbelakangi adanya permasalahkan perlindungan hukum bagi penerima fidusia baik dalam perundang-undangan maupun dalam praktek peradilan. Dalam perundang-undangan memberi perlindungan namun dalam praktek peradilan sesuai hukum acara perdata pihak ketiga dapat mengajukan gugatan perlawanan terhadap penetapan sita eksekusi atas objek jaminan fidusia dan hal ini menjadi problematika bagi perlindungan penerima fidusiaPenelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat diskriptif kemudian dianalisa secara kualitatif. Penelitian ini juga didukung dengan studi kasus dalam praktek peradilan dengan menganalisis perkara gugatan perlawanan pihak ketiga atas penetapan sita eksekusi jaminan fidusia dalam perkara PT Bank Mandiri Persero Tbk.
Hasil Penelitian yang diperoleh bahwa: Pertama, ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 secara tegas memberikan perlindungan terhadap penerima jaminan fidusia dengan tidak mempertimbangkan bagaimana barang jaminan tersebut diperoleh pemberi fidusia. Kedua, akibat hukum dari gugatan perlawanan pihak ketiga apabila dikabulkan maka sita eksekusi atas jaminan fidusia menjadi batal sehingga penerima fidusia tidak mendapat perlindungan. Ketiga, pertimbangan putusan pengadilan yang dianalisi tidak mempertimbangkan ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia melainkan mendasar pada bunyi perjanjian Jual Beli barang jaminan fidusia menurut hukum Inggris yang pada pokoknya jual beli terjadi apabila telah dilakukan pembayaran secara lunas sehingga pengadilan memutus membatalkan sita eksekusi jaminan fidusia.

The background of this thesis is based upon legal protection issues for fiduciary recipients from both legislation and judicial practices point views. In the former case, it definitely provides a protection to the fiduciary recipients. In contrast, the later case as per the law of civil proceedings, it gives an opportunity to a third party to file a lawsuit against the determination of the execution seizure of the fiduciary object which may rise a protection issue for the fiduciary recipients.This research uses a descriptive metodology approach of normative juridical and a qualitative analysis. To support the research a case study on judicial practice of third party resistance of the determination of confidential fiduciary execution, a case from PT Bank Mandiri Persero Tbk is presented.
The research has resulted into there conclusions. Firstly, the provision of article 24 on Act Number 42 Year 1999 expressivelly provides protection to fiduciary guarantee beneficiaries by not considering how the collateral is obtained by fiduciary guarantor. Secondly, it was found that in the case of the law suit by the third party is granted by the court, the confiscation fiduciary guarantee will void and consequenly the fiduciary receiver legal protection right is also lost. Thirdly, it was recpgnized that the consideration of the court ruling applied onto the case did not take into account the provisions of article 24 on Act Number 42 Year 1999 regarding fiduciary. The rulling by the court is based solely upon the sale and purchase agreement of fiduciary merchandise according to the English law which purports that the sale is only took place when a full payment has been made. In this case, hence the court had decided to cancel the fiduciary guarante execution."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Novita
"Peranan dan pentingnya larangan penggunaan surat kuasa mutlak sebagai sarana untuk membatasi penyelundupan hukum yang sering dilakukan para pihak dalam rangka peralihan hak atas tanah tidak terbantahkan Iagi. Hal ini telah dicantumkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Pqnggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Dasar Peralihan Hak Atas Tanah. Dari Instruksi Menteri tersebut juga dapat disimpulkan bahwa setelah berlakunya peraturan tersebut, surat kuasa mutlak yang dibuat pasca berlakunya Instruksi Menteri ini tidak diakui lagi sebagai dasar peralihan hak atas tanah dan tidak dilindungi oleh hukum keberadaannya, kecuali untuk beberapa tindakan hukum tertentu saja.

Roles and the importances of prohibition using absolute power of attorney as means for limiting smuggling law frequently done by parties in frame of transition land rights are undeniable anymore. This is clearly mentioned in Home Affairs Ministry Instruction Number 14 Year 1982 On Prohibition Of Use Absolute Power Of Attorney As Bases Of Transition Of Land Rights. From the regulation, it's also concluded that after the implementation the rule, transition of land right beyond the rule is not recognized legally anymore, except some transactions limitedly mentioned in the rule."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27908
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wenardi Wirawan
"Pokok permasalahan  yang timbul di dalam penelitian ini dilatarbelakangi karena adanya sengketa akibat Pemerintah Kota Surabaya belum melakukan pendaftaran hak atas aset tanah yang dimilikinya sebelum memberikan hak persewaan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mendirikan bangunan yang selanjutnya mengalihkan pengelolaan bangunannya  kepada Yayasan GP. Yayasan GP mengalihkan kembali mengenai pengelolaan dan kepemilikan atas tanah kepada PT SKA. Masalah yang diangkat dalam penelitan ini adalah mengenai kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Surabaya untuk memberikan hak persewaan di atas tanah aset miliknya dan mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya selaku pemegang konversi hak atas tanah. Selain itu, Akta yang dibuat oleh Notaris untuk menyerahkan hak atas tanah aset pemerintah daerah tersebut dipertanyakan keabsahannya dan bagaimana Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban atas Akta yang dibuatnya tersebut. Penelitian kepustakaan di dalam penelitian memiliki karakteristik yuridis normatif, yang mana menggunakan fact finding dan problem finding sebagai tipe penelitiannya, sehingga dapat diperoleh jawaban permasalahan berupa simpulan bahwa Pemerintah Kota Surabaya tidak berwenang untuk memberikan hak persewaan kepada pihak lain dikarenakan tanah miliknya belum dilakukan pendaftaran hak di Kantor Pertanahan sehingga hanya dianggap sebagai pemilik secara yuridis ekonomis dan belum secara yuridis materil menjadi miliknya. Akibatnya, Pemerintah Kota Surabaya telah lalai di dalam menjalankan kewajibannya untuk menyukuri, mengusahakan, menjaga dan memelihara tanah yang dimilikinya. Selain itu, Notaris yang membuat Akta di dalam proses peralihan aset tanah objek sengketa ini tidak cermat, teliti dan tidak bertanggung jawab terhadap Akta yang dibuatnya sehingga menimbulkan sengketa di antara para pihak yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris sehingga dapat dijatuhkan sanksi.

The background of the problem arising in this reaseach is due to a dispute because the Government of Surabaya City has not registered the right of its asset before giving rent rights to the Provincial Govenment of East Java to build a building, which its building management be transfered to GP Foundation. Furthermore, GP Foundation transfers again its management and ownership of that land and building to SKA Limited Liability Company. The reseach problem in this research is concerning the authority of the Government of Surabaya City to give rent rights on its land and concerning the obligations that must be conducted by the Government of Surabaya City as the holder of land conversion. Other than that, the Deed made by the Notary to transfers the land is being questioned concerning its validity dan how the Notary could be liable for the deed made by him/her. This research is conducted based on literature research with normative juridical research method, which uses fact finding and problem finding as the type of the research in order to find the solution of the problem, which is concluded that the Government of Surabaya City does not have the authority to give rent rights to the other parties the its land right has not yet been registered yet at the Land Office. Therefore, the Government of Surabaya City is only regarded as the owner based on economic juridical and not yet on material juridical. The consequence of not doing this is that the Government of Surabaya City has neglected its obligation to give thanks, cultivate, guard and maintain its land. Afterward, the Notary who made the deed concerning the transfer of land in this case is not being cautious, thorough and responsible. As a result, a dispute between the parties emerges and the notary could be sanctioned due to infringing the Notary Office Law and Notarys Code of Ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi
"Pengalihan terhadap tanah yang belum bersertipikat dengan bukti tertulis salah satunya yaitu Surat Keterangan Tanah (SKT) seharusnya dilakukan setelah melalui proses pendaftaran tanah pertama kali, untuk memberikan kepastian hukum mengenai kepemilikan seseorang atas tanah dan mencegah terjadinya sengketa tanah. Penulisan ini membahas mengenai kekuatan hukum SKT dalam proses pengalihan tanah dan kesesuaian pertimbangan dan putusan Majelis Hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2137 K/PDT/2021. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian hukum doktrinal dengan tipe penelitian deskriptif dan preskriptif. Metode penelitian yaitu kualitatif dengan bentuk hasil penelitian preskriptif. Hasil penelitian yaitu pembuatan Akta Jual Beli (AJB) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap tanah yang belum bersertipikat dengan menyerahkan salah satunya yaitu bukti tertulis berupa SKT diatur dan diperbolehkan dalam Pasal 25 ayat (1) PP No 10 Tahun 1961 dan Pasal 39 ayat (1) huruf b PP No. 24 Tahun 1997, dengan syarat wajib segera didaftarkan ke Kantor Pertanahan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 40 PP No. 24 Tahun 1997 dan didukung dengan bukti lainnya seperti bukti pembayaran PBB, surat keterangan tidak sengketa, surat penguasaan fisik tanah dan surat keterangan riwayat tanah. Pertimbangan dan putusan Majelis Hakim dalam menetapkan RR sebagai pemilik yang berhak atas tanah sudah tepat. RR dikategorikan sebagai pembeli yang beritikad baik karena telah menguasai fisik tanah dan melakukan pengecekan legalitas tanah sebelum membeli tanah, walaupun jika dilihat dari sejarah tanahnya berasal dari perjanjian pengikatan hibah yang batal demi hukum karena menggunakan bukti tertulis salah satunya yaitu SKT yang telah dijual sebelumnya oleh IT kepada ES. Jika dibandingkan dengan ES, sebenarnya ia merupakan pihak yang paling berhak atas tanah karena memperoleh tanah berdasarkan AJB No. 58/II/1988 yang dibuat di hadapan Notaris/PPAT TYD, akan tetapi ia tidak menguasai fisik tanah dari tahun 1988 dan pada 2015 baru mengetahui bahwa di atas tanahnya terdapat kepemilikan pihak lain yaitu RR.

The transfer of land that has not been certified with written evidence, one of which is a information land letter issued by the Village Head should be carried out after going through the land registration process for the first time, to provide certainty and legal protection regarding ownership of land. At this writing, will discuss the legal force of a information land letter issued by the Village Head  in the land transfer process and the appropriateness of the considerations and decisions of the Panel of Judges in the Supreme Court Decision Number 2137 K/PDT/2021. This study uses a form of doctrinal research with descriptive and prescriptive research types. The research method is qualitative in the form of prescriptive research results. The results of the study are the making of a Deed of Sale and Purchase Land by the Land Deed Official for land that has not been certified with written evidence, one of which is information land letter issued by the Village Head regulated and permitted in Article 25 paragraph (1) government regulation number 10 of 1961 and Article 39 paragraph (1) letter b government regulation number 24 of 1997 with the condition that it must be immediately registered with the Office land, based on Article 40 government regulation number 24 of 1997. The considerations and decisions of the Panel of Judges in determining RR as the rightful owner of the land is correct. RR is categorized as a buyer in good faith because he physically controls the land and checked the legality of the land before buying the land. ES is actually the person with the most rights over the land because she acquired the land based on the Land Sale and Purchase Deed number 58/II/1988. However, he did not physically control the land from 1988 and she only found out that in 2015, her land was owned by another person, namely RR."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maena Vianny
"Perbuatan hukum dengan tujuan peralihan hak atas tanah salah satunya dapat dilakukan melalui jual beli yang kemudian dibuatkan akta autentik oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang untuk dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun dalam kenyataannya, terdapat Akta Jual Beli (AJB) dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh pihak yang tidak berwenang sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1869K/PDT/2022. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan AJB dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang kemudian dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru. Untuk dapat memberikan penjelasan ekstensif terkait permasalahan utama tersebut maka dilakukan analisis tentang akibat hukum terhadap AJB peralihan hak atas tanah yang dibuat secara melawan hukum. Selain itu juga mengenai tanggung jawab PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur dalam pembuatan AJB peralihan hak atas tanah. Data sekunder yang didapatkan melalui studi dokumen pada penelitian doktrinal ini adalah berupa bahan-bahan hukum yang diperkuat dengan wawancara kepada narasumber dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan akibat hukum dari AJB yang diteliti seharusnya kedua AJB tersebut tidak dapat dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru karena tidak memenuhi persyaratan formil pembuatan AJB yakni dilakukan di hadapan PPAT yang berwenang dan PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur pembuatan AJB hak atas tanah diberikan sanksi baik secara administratif dengan pemberhentian secara tidak hormat, perdata dengan gugatan ganti rugi dan bahkan berpotensi diberikan sanksi pidana apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

One of the legal actions to transfer land rights can be carried out through sale and purchase, which is then made an authentic deed by a Land Deed Official (PPAT) authorized to transfer to the new right holder by the Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration. However, in reality, there are Land Title Deeds made by unauthorized parties as found in the case of Supreme Court Decision Number 1869K/PDT/2022. The main problem discussed in this thesis is related to the tort of law in the process of making AJB in order to transfer land rights to new rights holders. To be able to provide an extensive explanation related to the main problem, an analysis is carried out on the legal consequencesof the Land Title Deed for the transfer of land rights made against the law In addition, it is also about the responsibility of the PPAT who violates the procedure in making AJB for the transfer of land rights. Secondary data obtained through document studies in this doctrinal research is in the form of legal materials reinforced by interviews with sources and then analyzed qualitatively. From the results of the research, it can be explained that although there are differences in the legal consequences of the AJBs studied, the two AJBs should not be transferred to the new right holder because they do not fulfill the formal requirements for making AJBs, which are carried out in the presence of an authorized PPAT and PPATs who violate the procedures for making AJBs of land rights are given sanctions both administratively with dishonorable dismissal, civil with compensation claims and even potentially criminal sanctions if they meet the elements in Articles 264 and 266 of the Criminal Code.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agripina Tanto
"Penelitian ini menitikberatkan pada pembahasan sengketa tumpang tindih penguasaan bidang tanah berdasarkan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (SPPFBT) dengan sertifikat hak pengelolaan di Desa Kuta, Kabupaten Lombok Tengah. Banyak ditemukan masyarakat Desa Kuta yang menguasai tanah dengan berlandaskan SPPFBT karena belum melaksanakan pendaftaran tanah pertamakali. Dengan demikian, BPN Kab. Lombok Tengah wajib berhati-hati dalam mengumpulkan data fisik dan yuridis tanah dalam hal pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertamakali agar kelak terhindar dari adanya konflik pertanahan. Adapun masalah yang timbul dimana BPN Kab. Lombok Tengah lengah dalam menerbitkan Sertifikat HPL No. 73/Kuta, terdapat beberapa prosedur yang terlewati sehingga sebagian bidang tanah dalam Sertifikat HPL No. 73/Kuta dengan tanah SPPFBT No. 05/SKT/I/2000 seluas 20.845 M2 tumpang tindih secara keseluruhan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah analisis amar putusan dan pertimbangan hukum Hakim dalam memutus Putusan PTUN Mataram No: 55/G/2016/PTUN.MTR, juncto Putusan PTTUN Surabaya No: 112/B/2017/PT.TUN.SBY, juncto Putusan MA No: 37/K/TUN/2018, serta kedudukan dan perlindungan hukum bagi pemegang SPPFBT Nomor: 05/SKT/I/2000. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif serta analisis data secara eksplanatoris, sehingga terjawab bahwa, dalam mempertimbangkan suatu perkara, Majelis Hakim seyogianya menimbang dalam aspek kewenangan, prosedur serta kebenaran substansi dari suatu Sertifikat. Dibatalkannya Putusan PTUN Mataram No: 55/G/2016/PTUN.MTR oleh PTTUN Surabaya No: 112/B/2017/PT.TUN.SBY, maka pemegang SPPFBT No. 05/SKT/I/2000 kehilangan tanah yang telah dikuasainya selama lebih dari 16 tahun tanpa diberikan ganti kerugian. Di lain sisi, PP No. 24/1997 memandang SPPFBT sebagai alat pembuktian kepemilikan hak-hak lama dalam rangka pendaftaran tanah, sehingga pemegang SPPFBT wajiblah diberi perlindungan hukum terkait haknya.

This research focuses on discussions related to the overlapping land tenure rights based on the letter of land physical ownership (SPPFBT) with right to use certificate in Kuta Village, Central Lombok District. Kuta Village Citizens are commonly found having SPPFBT as their land tenure evidence. This happens because they have never registered their land to BPN. BPN Central Lombok District needs to be more careful in collecting physical and juridical data on land in terms of carrying out land registration activities for the first time so that in the future there will be less land conflicts. The problems that arise are where BPN Central Lombok District was negligent in issuing HPL Certificate No. 73/Kuta in which several procedures were missed so that some of the land parcels in the HPL Certificate No. 73/Kuta with SPPFBT No. 05/SKT/I/2000 land, which covers an area of ​​20,845 M2, are completely overlapping. The problems raised in this research are related to the analysis of the decisions and legal considerations of the judges in deciding the Mataram Administrative Court Decision Number: 55/G/2016/PTUN.MTR, in conjunction with the Surabaya Administrative High Court Decision Number: 112/B/2017/PT.TUN.SBY and legal status and protection for the holder of SPPFBT Number: 05/SKT/I/2000, in conjunction with the Supreme Court Verdict Number: 37/K/TUN/2018. In answering these problems, normative legal research methods are used. In addition, data analysis carried out in an explanatory approach. This research resulted in an answer which the Judges should consider all the aspects of competency, procedural and substance of a certificate. The cancellation of the Mataram Administrative Court Decision No: 55/G/2016/PTUN.MTR by PTTUN Surabaya No: 112/B/2017/PT.TUN.SBY, the holder of SPPFBT No. 05/SKT/I/2000 lost his land which he had utilized for more than 16 years without being given any compensation. On the other hand, PP No. 24/1997 views SPPFBT as an evidence of old rights land ownership in the context of land registration, so that SPPFBT holders must be given legal protection regarding their rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>