Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102433 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marcianna Octovinita Karlvicke Sinjal
"Kegiatan perbankan tidak dapat dipisahkan dengan proses pemberian kredit, karena salah satu fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Pemberian kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak selalu berjalan mulus, karena dalam prakteknya sering kali timbul masalah kredit macet.
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai penyelesaian kredit macet menurut peraturan yang berlaku dan penyelesaian kredit macet dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1654 K/Pdt/2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan menggunakan data utama yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 1654 K/Pdt/2014 dan data sekunder.
Hasil penelitian ini adalah penyelesaian kredit macet dapat dilakukan dengan cara restrukturisasi, non litigasi, dan litigasi. Untuk menghemat biaya dan waktu, penyelesaian kredit macet bisa ditempuh dengan cara restrukturisasi atau non litigasi terlebih dahulu sebelum menempuh cara terakhir lainnya yaitu dengan litigasi.

Banking activities can not be separated by the process of crediting, because one of the main functions of the bank is to raise funds from the community and channel it back to the community in the form of credit. Loans given by banks to debtor customers do not always run smoothly, because in practice often arise bad credit.
In this research will be discussed on the settlement of non-performing loans according to the applicable regulations and the settlement of non-performing loans in the case of Supreme Court Decision Number 1654 K / Pdt /2014. The method used in this study is juridical-normative by using main data namely Supreme Court Decision Number 1654 K/Pdt/2014 and secondary data.
The result of this research is the settlement of non-performing loans can be done by restructuring, non litigation, and litigation. To save costs and time, settlement of non-performing loans can be done by way of restructuring pr non litigation first before taking the last other way is by litigation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mundzir
"Kredit merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha untuk memenuhi kekurangan modal. Kebutuhan pelaku usaha akan tambahan modal kemudian bertemu dengan Bank yang menawarkan kredit. Kemudian timbul hubungan hukum dalam bentuk Perjanjian Kredit. Dalam setiap perjanjian, tidak selamanya berjalan dengan baik. Permasalahan dapat senantiasa timbul selama perjanjian masih berjalan. Begitupun dengan Perjanjian Kredit. Salah satu permasalahan yang dapat timbul dalam Perjanjian Kredit adalah tidak dibayarnya utang oleh nasabah debitor atau umumnya disebut Kredit Macet.
Penelitian ini memaparkan pengaturan mengenai perkreditan perbankan di Indonesia serta menyajikan analisis terhadap kesesuaian penyelesaian kredit macet PT Y pada Bank X dalam putusan nomor 47/PDT.G/2013/PN JKT.PST dengan peraturan perkreditan yang berlaku. Masih terdapat ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku meskipun di satu sisi terdapat pula kesesuaian dengan peraturan yang berlaku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan melakukan studi dokumen.

Loan is one of the means available for a business to take in order to cover up its lack of capital. Business?s needs for additional capital can be met with loan offered by Bank. Thus, create a legal relation in the form of loan agreement. There is no guarantee for every agreement to be honored without any problems arises between the parties. Problems may arise anytime as long as the agreement still exist. The same could be said about loan agreement. One of the problem that may arise from loan agreement is non-performing loan.
This research shows how Bank credit is regulated in Indonesia and to present an analysis on the conformity of non-performing loan settlement used in the Central Jakata District Court?s Decision Number 47/PDT.G/2013/PN.JKT.PST. This research conclude that there are still some issues not in accordance with the regulations even though there are also some issues in accordance with the regulations. This research use normative juridical method through documents study.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64842
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Natasia
"ABSTRAK
Merger merupakan suatu hal yang lumrah ditemukan dalam dunia perbankan,
yang dilakukan dalam rangka memperbaiki atau meningkatkan kemampuan
finansial dari suatu lembaga perbankan. Terjadinya merger tentu membawa
dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu
yang berkepentingan. Salah satu dampak terjadinya merger adalah peralihan
tanggung jawab dari Bank yang bergabung kepada Bank hasil merger. Terkait
dengan peralihan tersebut, bagaimanakah tanggung jawab Bank hasil merger
terhadap Nasabah Peminjam dengan terjadinya merger? Bagaimanakah
perlindungan hukum bagi Nasabah Peminjam atas terjadinya merger terkait
dengan penyelesaian fasilitas kredit yang diberikan sebelum terjadinya merger,
khususnya dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2511 K/PDT/2014? Metode
penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis-normatif dengan
pendekatan peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Perbankan,
demikian pula dalam Peraturan Pemerintah tentang Merger, Konsolidasi, dan
Akuisisi Bank, dan aturan-aturan lainnya yang terkait, dengan jelas diatur bahwa
dengan terjadinya merger, tanggung jawab yang ada sebelumnya dari Bank yang
menggabungkan diri akan beralih kepada Bank hasil merger. Dengan demikian,
Bank hasil merger harus memberikan perlindungan hukum bagi Nasabah dari
Bank yang menggabungkan diri tanpa terkecuali, dengan kata lain Nasabah
tersebut telah berpindah menjadi Nasabah dari Bank hasil merger. Dalam duduk
perkata Putusan Mahkamah Agung Nomor 2511 K/PDT/2014, dengan jelas
terlihat bahwa Bank hasil merger tidak memberikan perlindungan hukum kepada
Nasabah Peminjam sebagaimana diharuskan oleh Undang-Undang Perbankan,
terutama dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan
kegiatan usahanya.

ABSTRACT
Merger is a common practice found in the banking world, which is done in order
to fix or improve the financial capabilities of a banking institution. The
occurrence of merger certainly brings impact, both positive impact and negative
impact for certain parties concerned. One of the impacts of the merger is the
transfer of responsibility from the merged Bank to the surviving Bank. In
connection with the transition, how is the responsibility of the surviving Bank to
the Borrowing Customer by the occurrence of merger? What is the legal
protection for the Borrowing Customer for the merger related to the completion of
the credit facility granted prior to the merger, especially in Supreme Court
Decision Number 2511 K / PDT / 2014? The research method used is juridicalnormative
research with the approach of legislation. In the Banking Act, as well
as in the Government Regulation on Mergers, Consolidation, and Acquisitions of
the Bank, and other related rules, it is clearly stipulated that with the merger, the
existing liabilities of the merged Bank shall be transferred to the surviving Bank.
Accordingly, the merged Bank must provide legal protection for the Customer
from the merged Bank without exception, in other words the Customer has
become the Customer of the surviving Bank. In the case of Supreme Court
Decision Number 2511 K / PDT / 2014, it is clear that the surviving Bank does
not provide legal protection to Borrower Customer as required by Banking Act,
especially in order to apply prudential principles in the implementation of its
business activities."
2017
T48678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Monika Selvia Br
"Skripsi ini didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 49/Prp/1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara yang mengatur bahwa kredit bermasalah bank BUMN merupakan piutang negara sehingga harus diselesaikan melalui PUPN.
Penelitian ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, status hukum piutang bank BUMN terkait penyelesaian kredit bermasalah pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 77/PUUIX/ 2011. Kedua, mekanisme penyelesaian kredit bermasalah pada Bank BUMN pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian tersebeut mengacu pada hukum positif atau norma hukum tertulis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa piutang bank BUMN tidak termasuk dalam lingkup piutang negara, sehingga kredit bermasalah dapat diselesaikan oleh manajemen masing-masing bank BUMN. Dengan demikian, Putusan Mahkamah Konstitusi memberikan kewenangan pada bank BUMN untuk menyelesaikan kredit bermasalah dengan mekanisme hapus tagih yang dilakukan melalui Standar Operasional Prosedur (SOP)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryani
"ABSTRACT
Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa hibah adalah perjanjian dengan mana pemberi hibah diwaktu hidupnya dengan cuma- cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu barang guna keperluan penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Secara hukum, hibah dapat dilakukan oleh siapapun yang cakap menurut hukum. Skripsi ini membahas mengenai Putusan Mahkamah Agung Nomor 1745 K/Pdt/2014 yang mengangkat kasus penghibahan suatu harta bersama yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anak-anaknya tanpa adanya persetujuan dari si ibu atau mantan istri setelah terjadi perceraian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif guna menjawab permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini yaitu mengenai sah atau tidaknya penghibahan tersebut dengan memperhatikan pertimbangan Majelis Hakim. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penghibahan terhadap harta bersama harus mendapat persetujuan dari pihak suami dan pihak istri sepanjang tidak ada perjanjian pemisahan harta. Oleh karena itu, apabila terjadi suatu penghibahan terhadap harta bersama yang dilakukan tanpa adanya persetujuan dari salah satu pihak, maka hibah tersebut menjadi batal demi hukum karena telah bertentangan dengan Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan.

ABSTRACT
Article 1666 The Civil Code states that a grant is an agreement which the grantor with his own will in his life time handed over something to the grantee receiving the surrender purposely and irrevocably. By law, grants may be made by anyone who is proficient under the law. This thesis discusses the Supreme Court Decision Number 1745 K PDT 2014 which raises the case of granting by a father on joint property to his children which is done without the approval of the mother or ex wife. This research is conducted by using the normative juridical method to answer the issues raised in this writing that is whether or not the grant is valid by considering the consideration of the Panel of Judges. The result of this research concludes that grant to joint property must get approval from husband and wife side as long as there is no agreement of separation of property. Therefore, in the event of a grant to a joint property made without the consent of either party, the grant becomes null and void because it is contrary to Article 36 Paragraph 1 of the Marriage Law."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Eza Saputra
"Tesis ini membahas tentang pelaksanaan jabatan Notaris dalam pembuatan akta wasiat atas saham dalam kasus putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1600 K/Pdt/2014. Penelitian ini penting dikarenakan dalam membuat akta wasiat atas saham Notaris memiliki tanggung jawab jangka panjang sehingga dapat digugat kemudian hari apabila ditemukan suatu masalah dalam akta wasiat yang dibuatnya tersebut.
Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian pustaka yang digunakan untuk menjawab 2 dua permasalahan sebagai berikut; pertama, kekuatan hukum dari akta wasiat yang dibuat dihadapan Notaris, dalam kaitan akta tersebut sebagai alat bukti otentik. Kedua, tanggung jawab yang dapat dikenakan kepada Notaris sebagai pejabat yang berwenang membuat akta wasiat dalam bentuk otentik. Sehingga penelitian ini tidak hanya berguna dalam tataran pengembangan akademis namun juga dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai pelaksanaan jabatan Notaris dalam membuat akta wasiat atas saham sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

This thesis discusses about the implementation of notary duties in the establishment on testament of share in which case is Supreme Court rsquo s Verdict of the Republic of Indonesia Number 1600 K Pdt 2014. This study is important because in making the testament of share Notary has a long term responsibility that can be sued later in the future if occur a problem in the testament that Notary made.
In this study used library research methods that will be used to answer 2 two problems as follows First, the legal standing of the testament made by the Notary, in relation to the testament as authentic document. Second, the liability which may be imposed on the Notary as the authority to make the testament in authentic document form. So this research is not only useful in the level of academic development but also can provide a clear picture of the implementation of the position of Notary in making the testament of share in accordance with applicable law regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47764
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Ayu Sartika
"Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Namun dalam kenyataanya sekarang tidak jarang terjadi terbitnya dua atau lebih sertipikat diatas sebidang tanah yang sama, lazim dikenal dengan overlapping, seperti kasus dalam Putusan MA No 2651 K/Pdt/2014. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan sifat eksplanatoris dan menggunakan data sekunder. Kesimpulan penelitian ini yaitu Kantor Pertanahan Kota Surabaya yang tidak teliti dan tidak cermat pada waktu dilakukan pengukuran, penelitian di lapangan atau pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen yang terkait dengan objek sengketa sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan juga kerugian kepada pemegang hak. Upaya penyelesaian dalam Putusan MA No 2651 K/Pdt/2014 dilakukan melalui pengadilan.

Certificate is a letter of proof of rightsserves as a strong evidence of the physical data and juridical data in accordance with the measurement letter and land certificate of the concerned. The certificate also proves that land registration has been done. But in reality, it is not uncommon to have 2 (two) or more land certificates issued for the same part of land, commonly known as land overlapping, such as the solved case registered in Supreme Court Decision No. 2651 K / Pdt / 2014. The purpose of this study was to determine the legal certainty of the issuance of dual certificates by the Land Office of Surabaya and to determine whether the basic consideration of the judge in deciding the dispute in the Supreme Court No. 2651 K / Pdt / 2014 was consistent with the regulations. This study is a normative juridical research with explanatory and analytical prescriptive typology nature features, and is using secondary data. The author concluded that Surabaya Land Office was careless and inaccurate in doing the measurement, field research or related documents examination that it caused legal uncertainty and also loss to the rights holder. Also, consideration of the judge in deciding the dispute in Supreme Court Decision No. 2651 K/Pdt / 2014 was not in accordance with the applied regulations."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiah Dzakiyyah Afifah
"Industri Perbankan merupakan lembaga yang berperan besar dalam penyaluran kredit di Indonesia. Dalam proses penyaluran kredit oleh Bank, tidak semua kredit yang disalurkan berjalan dengan lancar dalam pengembaliannya sehingga menimbulkan kredit macet, meskipun dalam pemberian kredit tersebut Bank telah melakukan berdasarkan dengan prinsip-prinsip wajib seperti Batas Maksimum Pemberian Kredit, 5C dan 5P. Timbulnya kredit bermasalah ini dapat diselesaikan dengan mekanisme penyelesaian lelang eksekusi hak tanggungan seperti yang dilakukan dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 204/PDT.G/2015/PN.JKT.PST juncto putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 296/PDT/2018/PT.DKI. Kemudian yang menjadi permasalahannya dalam hal ini yaitu bagaimana pengaturan mengenai penyelesaian kredit macet di Indonesia dan bagaimana kesesuaian antara ketentuan mengenai kredit macet yang ada sehubungan dengan penyelesaian kredit macet dalam Putusan No. 204/PDT.G/2015/PN.JKT.PST juncto Putusan No. 296/PDT/2018/PT.DKI. Metode penelitian yang digunakan disini yaitu berupa penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian kredit macet khususnya melalui mekanisme lelanh eksekusi hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berada Diatasnya dan Pertauran Menteri Keuangan No.27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Oleh karena itu, diharapkan dapat memastikan bahwa jaminan yang dijaminkan dalam pemberian kredit tidak terasangkut oleh permasalahan hukum apapun selama proses pembayaran kredit oleh debitur.

.The banking industry is an institution that plays a major role in lending in Indonesia. In the process of lending by the Bank, not all loans extended went smoothly in return, causing bad loans, even though in the provision of credit the Bank has done based on mandatory principles such as the Maximum Lending Limit, 5C and 5P. The emergence of these non-performing loans can be resolved by a mechanism for completing the auction of execution of mortgage rights as conducted in the decision of the Central Jakarta District Court Number 204 / PDT.G / 2015 / PN.JKT.PST juncto the decision of the DKI Jakarta High Court Number 296 / PDT / 2018 / PT .DKI. Then the problem in this case is how the arrangements regarding the settlement of bad loans in Indonesia and how the suitability of the provisions regarding existing bad loans relating to the settlement of bad loans in Decision No. 204 / PDT.G / 2015 / PN.JKT.PST juncto Decision No. 296 / PDT / 2018 / PT.DKI. The research method used here is normative juridical research conducted with literature studies. Furthermore, it can be concluded that the laws and regulations governing the settlement of bad debts, especially through the overdraft mechanism of execution of mortgage rights, are regulated in Law No. 4 of 1996 concerning Mortgage Rights and Objects Above and Regulation of the Minister of Finance No.27 / PMK.06 / 2016 concerning Bidding Implementation Guidelines. Therefore, it is expected to be able to ensure that guarantees guaranteed in granting loans are not covered by any legal issues during the credit payment process by the debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Disha Ayu Harashta
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan pemegang gadai tanah apabila berhadapan dengan pihak ketiga yang beritikad baik. Adapun yang menjadi latar belakang Penulis membahas hal ini adalah karena jual gadai merupakan konsep gadai dalam hukum adat yang masih banyak dilakukan dalam masyarakat, yang pelaksanaannya dilakukan secara terang dan tunai. Akan tetapi pada kenyataanya masih ditemukan jual gadai yang dilakukan tidak secara terang sehingga menimbulkan sengketa. Penelitian difokuskan pada analisis yang dilakukan terhadap putusan nomor 1948 K/Pdt/2014. Inti dari permasalahan dalam putusan ini adalah adanya pihak ketiga yang mengaku telah membeli sebidang tanah yang sedang dalam kondisi digadaikan. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan pemegang gadai tanah adalah lebih tinggi apabila berhadapan dengan pihak ketiga yang beritikad baik. Kata kunci:Jual gadai, pemegang gadai, pihak ketiga yang beritikad baik.

This thesis discusses about the standing of land pawn holders against the good faith ndash third parties. The background of this writing is because land pawn is a concept of pawn known in custom law, which still often be done by society, and the implementation is done brightly and in cash. However, in fact it is still found that the land pawn is not done brightly and cause a dispute. The focus of this study is to analyze Court Decision Number 1948 K Pdt 2014. The core issues in this court decision is the existence of a third party who claimed to have bought a plot of land that has been pawned before to the pawn holder. This research is normative juridicial with descriptive typology and qualitative approach. The result of this research shows that the standing of land pawn holders is stronger than the good faith ndash third party. Key words Land pawn, land pawn holders, good faith third parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wynda Kenisa Putri
"Konsekuensi dari lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUUXIV/ 2016, yaitu bahwa kata dapat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut dinilai tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945 tentang kepastian hukum yang adil. Sehingga yang semula tindak pidana korupsi dianggap tindak pidana formil, sehingga unsur merugikan keuangan negara bukanlah unsur esensial, menjadi sebaliknya, yaitu unsur merugikan negara menjadi esensial sehingga unsur kerugian negara harus dibuktikan terlebih dahulu oleh lembaga yang berwenang. Namun hal tersebut tidak tercermin di dalam perkara Nomor 46/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr yang menjerat Terdakwa yang merupakan pejabat PT Bank Negara Indonesia (BNI), dimana majelis hakim menghukum terdakwa 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan dan denda Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan subsider kurungan tambahan 2 (dua) bulan penjara sebagai pihak yang dianggap bertanggung jawab atas pemberian kredit yang berujung kredit macet (non performing loan) dan dianggap dapat berpotensi merugikan negara, padahal senyatanya: 1. Kerugian BUMN bukan otomatis menjadi kerugian negara, 2. belum pernah dilakukan appraisal oleh lembaga yang berwenang terhadap potensi kerugian negara atas kredit macet BNI Rengat dengan kata lain kerugian negara belum terbukti, serta berdasarkan keterangan saksi dalam persidangan tidak terdapat kerugian yang ditimbulkan oleh kredit macet yang dimaksud dan 3. Unsur memperkaya diri sendiri atau suatu korporasi tidak terpenuhi karena pimpinan BNI Rengat sama sekali tidak menikmati uang dari hasil kredit macet tersebut. Dalam penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif ini didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Majelis Hakim sebagai pihak yang dianggap mengetahui hukum dalam perkara aquo tidak cermat dalam memutus perkara, karena tidak mempertimbangkan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016. Sehingga dengan diputusnya terdakwa melakukan tindak pidana korupsi, maka upaya recovery kerugian yang semula menjadi tujuan pemulihan kredit macet, menjadi tidak tercapai dengan adanya kurungan badan bagi terdakwa.

The consequence of the issuance of Constitutional Court Number 25/PUUXIV/2016, which the word can in Article 2 and Article 3 of Law Number 31 Year 1999 regarding Eradication of Corruption Crimes is deemed to have no legal binding legal force and contradicts with Article 28D Constitution regarding the fair legal certainty. Therefore, the corruption was considered as formal crime beforehand, so the element of state loss did not become essential element, while now the state loss element becomes essential therefore it should be proven in advance by the authorize body. But this is not reflected in the case number 46/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr which penalize the Defendant as official of one of the state owned enterprise bank (BUMN) of PT Bank Negara Indonesia (BNI), where panel of judges punished Defendant 1 (one) year 4 (four) months and imposed fine in the amount of Rp 50.000.000 (fifty million rupiah) with additional confinement subsidiary of 2(two) months in prison as the party which considered responsible towards the credit provide that leads to non-performing loan and considered potentially detrimental the state, while in fact: 1.The loss of State owned enterprise does not automatically become the state loss 2. It has not been conducted appraisal by the authorize body towards the potential state loss caused by the non performing loan of BNI Rengat, or in the other hand the potential state loss has not been proven, and based on the witness testimonial in the court there is no state loss caused by non performing loan and 3. The element of enriching himself or any corporation was not fulfilled because the Director of BNI Rengat at that time did not enjoy or receive money from the non performing loan. In this research which use juridical-normative method, was obtained the research result which shows that Panel of Judges as parties who know the law in the aquo case, did not take careful action in deciding the case because they did not consider the Decision of Constitutional Court Number 25/PUU-XIV/2016. Therefore, by the decision that the Defendant was considered conducting corruption, then the recovery attempt which basically becomes the recovery of the loss, will not be achieved due to the body confinement for Defendant."
2019
T54917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>