Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156237 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heri Mulyanto
"ABSTRAK
Saat ini terdapat berbagai badan, lembaga atau otoritas tertentu yang menjalankan fungsi dan peran Pemerintah, diberikan kewenangan untuk mengatur kebijakan ketenagakerjaannya sendiri. Salah satunya adalah Lembaga Penjamin Simpanan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Sesuai dengan Pasal 78 undang-undang dimaksud, Pimpinan LPS yakni Dewan Komisioner LPS berwenang menetapkan sistem kepegawaian LPS. Secara garis besar jenis status pegawai di Indonesia adalah pegawai negeri sipil yang tunduk pada undang-undang aparatur sipil negara dan pegawai swasta yang tunduk pada undang-undang ketenagakerjaan. Pegawai LPS bukan merupakan pegawai negeri sipil karena tidak memenuhi kriteria, namun tidak pula harus tunduk kepada undang-undang ketenagakerjaan. Tesis ini menggunakan metode penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan maksud untuk menguji hipotesa bahwa apakah sistem kepegawaian LPS sudah memenuhi aspek hukum ketenagakerjaan, Tesis ini menggunakan data yang bersifat sekunder dari bahan hukum yang sifatnya primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan hasil kajian ditemukan bahwa sistem kepegawaian LPS secara mayoritas telah sesuai dengan kaidah hukum ketenagakerjaan, namun ada beberapa hal yang masih kurang selaras. Adapun penyebab ketidaksesuaian antara lain, yaitu: perbedaan persepsi atas kewenangan yang dimiliki, rendahnya peran pengawas, dan pemahaman hukum ketenagakerjaan.
ABSTRACT
Currently there are certain bodies, institutions or authorities that perform the functions and roles of the Government, are authorized to regulate their own employment policies. One of them is the Deposit Insurance Agency established under Act Number 24 of 2004 on the Indonesia Deposit Insurance Corporation. In accordance with Article 78 of the Act, LPS Leadership Board of Commissioners of LPS is authorized to establish LPS staffing system. Broadly speaking the type of employee status in Indonesia is a civil servant who is subject to the State Civilian Apparatus Act and private employees subject to the Employment Act. LPS employees are not civil servants because they do not meet the criteria, but they are not subject to the labor law. This thesis uses descriptive normative research method with the intention to test the hypothesis that whether LPS staffing system has fulfilled labor law aspect, this thesis uses secondary data from legal material which is primary, secondary and tertiary. Based on the results of the study it was found that the LPS staffing system by majority has been in accordance with labor law, but there are some things that are still less aligned. The causes of nonconformities are differences in perceptions of authority possessed, low role of supervisor and understanding of labor law"
2017
T47846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudijaya Kurniadi
"Berawal dari dikeluarkannya Undang-undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyebutkan bahwa ASN dibagi menjadi 2 yaitu PNS dan PPPK. Amanat Undang-undang Aparatur Sipil Negara tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, pengaturan terkait manajeman PPPK baru dibentuk di akhir tahun 2018. Namun dalam rentan waktu tahun 2014 sampai dengan 2018, berbagai instansi pemerintahan baik kementerian, lembaga negara dan pemerintah daerah melakukan rekrutmen pegawai honorer melalui vendor ataupun hubungan personal pejabat ybs dengan calon pelamar/pegawai. Di lingkungan kementerian perhubungan hal ini tetap diterapkan, padahal jauh sebelum Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2018 ditetapkan, kementerian perhubungan sendiri sudah mempunya aturan internal terkait PPPK. Dimana dalam Peraturan Menteri No. 80 Tahun 2018 mengatur bahwa PPPK hanya untuk jabatan pelaksana. Tentu tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran administratif dalam Undang-undang. Karena tidak dijalankan sesuai dengan amanat padahal telah ada regulasi yang sah dari instansi. Kedudukan PPPK dalam sistem kepegawaian di Indonesia menjadi permasalahan, dikarenakan tidak adanya jaminan mereka yang mengabdi akan diangkat menjadi PNS. Sehingga dalam hal ini asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan dalam AAUPB dan prinsip Good Governance digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ada. Perlu ada penyesuaian peraturan yang jelas terkait kedudukan PPPK sendiri dimana mengutamakan sistem merit dalam birokrasi pemerintahan namun tidak menghilangkan nilai-nilai keadilan, perlindungan hukum dan kemanfaatan bagi PPPK. Karena PPPK sendiri memiliki nilai positif dan negatif dalam birokrasi pemerintahan.

Starting from the issuance of Law No.5 of 2014 concerning the State Civil Apparatus which states that ASN is divided into 2 namely PNS and PPPK. The mandate of the State Civil Apparatus Act was not carried out properly, arrangements relating to first-aid management were only established at the end of 2018. However in the vulnerable period of 2014 to 2018, various government agencies, including ministries, state agencies and regional governments recruited temporary employees through vendor or personal relations of the official with prospective applicants / employees. In the ministry of transportation this matter is still applied, even though it was long before Government Regulation No. 49 of 2018 is stipulated, the ministry of transportation itself has internal rules regarding first aid. Where in Ministerial Regulation No. 80 of 2018 stipulates that first aid is only for executive positions. Of course this action is a form of administrative violation in the Law. Because it is not carried out in accordance with the mandate even though there are legal regulations from the agency. The position of PPPK in the personnel system in Indonesia is a problem, because there is no guarantee that those who serve will be appointed as civil servants. So in this case the principle of legal certainty and the principle of benefit in the AAUPB and the principle of Good Governance are used to analyze existing problems. There needs to be a clear adjustment of regulations regarding the position of the PPPK itself where prioritizing the merit system in the government bureaucracy does not eliminate the values of justice, legal protection and benefits for first aid. Because PPPK itself has positive and negative values in the government bureaucracy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Topo Ashari
"Banyaknya keluhan dan dalam beberapa hal penilaian miring yang dialamatkan kepada birokrasi pemerintah, pada dasarnya merupakan salah satu indikasi yang memperkuat dugaan bahwa PNS yang profesional umumnya masih di bawah standar yang diharapkan. Makna profesional menuntut konsekuensi aplikatif yang tercermin dari sikap dan perilaku orang yang profesional, antara lain, memiliki komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaannya, mempunyai disiplin kerja yang tinggi, dan memiliki integritas yang tinggi dan mendalam, serta seseorang yang profesional harus memperoleh dan diberi imbalan yang memadai atas pekerjaan yang dilakukan yang memungkinkan untuk hidup secara layak sebagai manusia. Ia adalah orang yang tahu menjaga nama baiknya, komitmen moralnya, tuntutan profesi, serta nilai dan cita-cita yang diperjuangkan oleh profesinya."
Jakarta: Badan Kepegawaian Negara (BKN), 2010
350 CSJKM 4:2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Fitria
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penempatan Calon TKI nurse dan
careworker di Jepang yang merupakan salah satu kebijakan pemerintah Indonesia
dan Jepang dalam program Government to Government/antarpemerintah dalam
kerangka IJEPA. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode studi
pustaka, kualitatif dan wawancara kepada narasumber yang bertujuan untuk
mengetahui masalah-masalah dan dampak yang terjadi dalam kebijakan program
penempatan ini.
Hasil penelitian menyarankan bahwa pemerintah Indonesia dan Jepang perlu
menjalankan komitmen masing-masing agar pelaksanaan penempatan calon TKI
di Jepang dapat berjalan sesuai dengan harapan kedua negara dan calon TKI itu
sendiri. Kualitas calon TKI harus ditingkatkan khususnya keterampilan berbahasa
Jepang guna menjadi registered nurse dan certified careworker di Jepang.
Pemerintahan kedua negara juga harus memberikan penjelasan yang sebenarbenarnya
terkait pra, masa dan purna penempatan yang antara lain meliputi
penjelasan upah kerja, tugas calon TKI dan jenjang karir.

ABSTRACT
The focus of this study is the placement of Indonesian nurse and careworker
candidate in Japan which is one of Indonesia and Japan?s policy in the program of
Government to Government on the frame of Indonesia Japan Economic
Partnership Agreement (IJEPA). This research is descriptive research using
literature and interview to the informant that aims to identify the issues and
impacts that occur in this placement program policies.
The researcher suggests that the government of Indonesia and Japan need to
perform their commitment for the implementation of the placement so it can work
in accordance with the expectation of both countries and the Indonesian candidate
themselves. The quality of the candidate should be improved, especially for
Japanese language so they can be able to be a registered nurse and certified
careworker in Japan. Governments of both countries should also provide
explanations related pre, period and after placement which includes explanations
wages, their duties and career.;The focus of this study is the placement of Indonesian nurse and careworker
candidate in Japan which is one of Indonesia and Japan?s policy in the program of
Government to Government on the frame of Indonesia Japan Economic
Partnership Agreement (IJEPA). This research is descriptive research using
literature and interview to the informant that aims to identify the issues and
impacts that occur in this placement program policies.
The researcher suggests that the government of Indonesia and Japan need to
perform their commitment for the implementation of the placement so it can work
in accordance with the expectation of both countries and the Indonesian candidate
themselves. The quality of the candidate should be improved, especially for
Japanese language so they can be able to be a registered nurse and certified
careworker in Japan. Governments of both countries should also provide
explanations related pre, period and after placement which includes explanations
wages, their duties and career., The focus of this study is the placement of Indonesian nurse and careworker
candidate in Japan which is one of Indonesia and Japan’s policy in the program of
Government to Government on the frame of Indonesia Japan Economic
Partnership Agreement (IJEPA). This research is descriptive research using
literature and interview to the informant that aims to identify the issues and
impacts that occur in this placement program policies.
The researcher suggests that the government of Indonesia and Japan need to
perform their commitment for the implementation of the placement so it can work
in accordance with the expectation of both countries and the Indonesian candidate
themselves. The quality of the candidate should be improved, especially for
Japanese language so they can be able to be a registered nurse and certified
careworker in Japan. Governments of both countries should also provide
explanations related pre, period and after placement which includes explanations
wages, their duties and career.]"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Maruli T.
"Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan yang berlaku saat ini merupakan dasar hukum bagi kegiatan penjaminan simpanan nasabah bank yang menyimpan uangnya di Bank yang berlaku diseluruh Indonesia termasuk peraturan pelaksanaannya. Penjaminan Simpanan sebagaimana yang diamanatkan Undangundang Lembaga Penjamin Simpanan menggantikan program penjaminan secara menyeluruh (blanket guarantee) yang sebelumnya diberlakukan di Indonesia untuk melindungi dan menjamin dana nasabah bank yang mengalami kesulitan keuanagan. Program penjaminan simpanan secara menyeluruh telah meninimbulkan moral hazard bagi masyarakat dimana masyarakat tidak memperhatikan kondisi kesehatan bank serta tidak mensyaratkan pengelola Bank untuk berhati-hati. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya beban keuangan negara, karena sumber dana untuk menalangi kewajiban bank yang mengalami kesulitan likuiditas bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Badan Penyehatan Perbankan. Melalui Pasal 8 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan mewajibkan setiap Bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia untuk menjadi peserta Penjaminan kecuali Bank Kredit Desa. Dengan berdasarkan pada kewajiban Bank tersebut menjadi peserta Penjaminan timbul permasalahan, "Bagaimana pelaksanaan program penjaminan simpanan nasabah bank berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan?", "Bagaimanakah pengaruh dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan terhadap Stabilitas Perbankan di Indonesia?" Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan metode studi hukum normatif atau studi kepustakaan yang didukung dengan alat pengumpulan data berupa wawancara. Berdasarkan penelitian ditemukan jawaban, yaitu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan terhadap bank gagal dengan pola penjaminan secara terbatas. Program penjaminan yang dilakukan LPS terhadap nasabah bank sebagai bagian dari peransertanya dalam memelihara stabilitas perbankan telah memberi dampak positif bagi usaha perbankan untuk menjaga dan menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S24065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Farida Gurmiyati
"ABSTRAK
Masalah fundamental krisis ekonomi adalah beratnya pembenahan krisis perbankan nasional. Salah satu dampak yang paling berat dari krisis yang lalu adalah runtuhnya kepercayaan masyarakat pada perbankan nasional yang ditandai dengan penarikan dana masyarakat dalam jumlah yang signifikan. Pada tahun 1998 pemerintah mengeluarkan kebijakan blanket guarantee untuk memberikan rasa aman dan memulihkan kembali kepercayaan masyarakat. Dari blanket guarantee menuju penjaminan terbatas (limited guarantee) dan terbatas sampai jumlah tertentu, Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) adalah alasan perlunya Undang-undang Penjaminan Simpanan.
Sistem penjaminan simpanan merupakan salah satu kebijakan penting untuk mengamankan stabilitas sistem keuangan suatu negara. Diundangkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan merupakan kebijakan penting untuk memberikan rasa aman bagi nasabah bank, dan dalam upaya menciptakan stabilitas sistem keuangan nasional yang secara Iangsung menghendaki disiplin sektor perbankan, dan mengurangi beban keuangan negara (APBN) akibat pembiayaan penjaminan dimasa lalu. Salah satu fungsi Lembaga Penjamin Simpanan adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan berperan aktif dalam menciptakan dan memelihara stabilitas keuangan.
Berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan akan lebih dapat memberikan rasa aman, tidak saja bagi nasabah, melainkan juga bagi Para bankir dan regulator negara. Jika terjadi krisis perbankan lagi seluruh uang nasabah bank tidak lagi dibebankan kepada negara melalui APBN, melainkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan melalui premi yang dibayar oleh pengelola bank.
Dari sisi organisasi dan keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang sehat, karena dari sisi jumlah kepesertaan dan premi penjaminan mempunyai kecenderungan yang meningkat. Sampai dengan tahun 2006, keuangan Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai surplus setelah pajak sebanyak Rp. 1,29 triliun yang dialokasikan untuk cadangan tujuan sebanyak Rp. 258,34 milyar (20%), dan untuk cadangan penjaminan sebanyak Rp. 1,03 triliun (80%). Lembaga ini juga telah mampu melaksanakan kewajibannya untuk membayar biaya klaim penjamin dan biaya yang terkait dengan resolusi bank atas bank BPR yang mengalami likuidasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Yuristyowati Pandaningrum
"Budaya GCG pada perkembangannya masih harus menghadapi tantangan yang besar karena masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk mengubah kultur perusahaan di kalangan dunia bisnis. Yang perlu diperhatikan adalah pokok GCG principles dan bagaimana relevansinya untuk kasus GCG di Indonesia, sehingga paling tidak dapat menjadi acuan dasar untuk suatu negara yang bercita-cita agar perusahaan-perusahaan dinegaranya tidak salah urus dan salah kelola. Terkait dengan GCG, maka bentuk dewan dalam sebuah perusahaan merupakan dasar dan arahan dari terlaksananya GCG, yakni board system meliputi two board system dan one board system yang merupakan faktor penting dalam GCG. Two board system tercermin dalam beberapa ketentuan undang-undang yang mengatur berbagai bentuk badan usaha dan atau perusahaan, termasuk mengatur mengenai pola tata kelola perusahaannya yang biasanya dapat dilihat secara eksplisit dalam ketentuan atau pasal yang mengatur kepengurusan atau organ suatu badan usaha atau perusahaan. Two board system bila dikaitkan dengan tata kelola perusahaan yang baik maka dalam ketentuan perundang-undangan yang mengatur berbagai bentuk perusahaan di Indonesia terdapat berbagai inkonsistensi yang susbtansi dalam menerapkan two board system sehingga mengakibatkan perusahaan tidak dapat mewujudkan maksud dan tujuan perusahaan secara maksimal dan optimal. Dalam perkembangannya, terdapat pencerminan unsur-unsur atau pola-pola tata kelola perusahaan dalam one board system dalam beberapa badan di Indonesia ini tercermin dalam ketentuan atau pasal yang mengatur mengenai organ, seperti pada Undang-Undang tentang Bank Indonesia di mana Bank Indonesia mempunyai dewan gubernur dalam melaksanakan tugas Bank Indonesia, merupakan satu-satunya board dalam Bank Indonesia yang bertugas melakukan pengurusan dan pengawasan sekaligus. UU LPS mengatur bahwa struktur organ LPS menganut one board system, di mana seluruh tindakan pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisioner dan tindakan kepengurusan yang dilakukan oleh kepala eksekutif berujung pada keputusan dewan komisioner melalui Rapat Dewan Komisoner (RDK) (dalam hal RDK, kepala eksekutif tidak mempunyai hak suara). Penggunaan istilah dewan komisioner kurang tepat untuk diterapkan dalam LPS (tetapi bukan merupakan kesalahan dimana dalam hal ini LPS sebagai lembaga sui generis) dengan pertimbangan istilah dewan komisioner adalah tetap sebagai padanan dari BoD dalarn one board system, bukan BoC menurut bagian Direktorat Hukum dan Peraturan di LPS, demi mendukung kelangsungan penerapan GCG di Indonesia pada umumnya dan penerapan one board system di Indonesia pada khususnya dalam tata kelola perusahaan di Indonesia yang menganut two board system."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suherman
"ABSTRAK
Nama : Suherman
Program Studi : Pascasarjana Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia
Judul : Pengaruh Kompensasi, Motivasi, dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi Aparatur Sipil Negara di Sekretariat Wakil Presiden
Tesis ini membahas tentang pengaruh kompensasi, motivasi, dan budaya organisasi terhadap komitmen organisasi. Penelitian in dilakukan di Sekretariat Wakil Presiden dengan melibatkan 169 responden yang merupakan aparatur sipil negara organik Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif eksplanasi dengan pengolahan data menggunakan SPSS 21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi secara parsial dan simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Motivasi secara parsial dan simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Budaya organisasi secara parsial dan simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Penelitian diharapkan bisa memperkaya hasil-hasil penelitian tentang komitmen organisasi di kementerian/lembaga pemerintah khususnya Lembaga Kepresidenan. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode eksploratif guna mengetahui lebih mendalam faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi komitmen organisasi aparatur sipil negara di kementerian/lembaga pemerintah.
Kata kunci: Kompensasi, motivasi, budaya organisasi, komitmen organisasi

ABSTRACT

Name : Suherman
Study Program : Postgraduate in Human Capital Management Science
Title : The Influence of Compensation, Motivation, and Organizational Culture on Organizational Commitment of Secretariat of Vice President State Apparatus
The focus of this study is determining the influence of compensation, motivation, and organizational culture on organizational commitment. The research was conducted at the Secretariat of Vice President involving 169 respondents who are the Secretariat Ministry of the Republic of Indonesia organic state apparatus. The method used in this study was a quantitative explanation with the processing of data using SPSS 21. The results showed that compensation partially and simultaneously had a positive and significant impact on organizational commitment. Motivation partially and simultaneously had a positive and significant impact on organizational commitment. Organizational culture partially and simultaneously had a positive and significant impact on organizational commitment. The study was expected to enrich the results of research on organizational commitment in ministries or government agencies, especially the Presidential Institution. Further research was recommended to use exploratory methods to know in depth what factors are affecting the organizational commitment of state apparatus in the ministries or government agencies.
Key words: Compensation, motivation, organizational culture, organizational commitment
"
2019
T54187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Grace Vera Apriyanti
"Likuidasi bank adalah proses pembubaran yang diikuti pemberesan terhadap harta dan kewajiban bank yang izin usahanya telah dicabut. Ketika Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 berlaku likuidasi bank dilakukan oleh Menteri Keuangan, setelah berlakunya Undang-Undang Perbankan yang baru Nomor 10 Tahun 1998 kewenangan dipegang oleh Bank Indonesia. Kemudian terbentuklah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Undang-Undang LPS).
Skripsi ini membahas mengenai perbedaan likuidasi bank yang diatur sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang LPS. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang. Penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Setelah Undang-Undang LPS berlaku, kewenangan untuk melakukan likuidasi terhadap bank yang dicabut izin usahanya dipegang oleh LPS.
Perbandingan likuidasi bank sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang LPS dapat dilihat dari persamaan dan perbedaan likuidasi bank menurut Bank Indonesia dan LPS, yaitu peranan Tim Likuidasi, mekanisme likuidasi, pengawasan, perubahan kewenangan, campur tangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Pengadilan, jangka waktu, dan program penjaminan.

Bank liquidation is a dissolution process followed by the resolution of asset and obligation from banks which business license have been revoked. When the Banking Act No.7 of 1992 was applied, the liquidation of banks was conducted by the Minister of Finance, after the legalization of the new Banking Act No. 10 of 1998, this authority now held by Bank Indonesia. Then Indonesian Deposits Insurance Corporation (IDIC) was form by the Act No. 24 of 2004 about IDIC (IDIC Act).
This thesis discusses the differences of bank liquidation that was arranged before and after the legalization of IDIC Act. This research used normative legal research method with legislation approach. The author uses primary, secondary, and tertiary legal materials using a qualitative approach. After IDIC Act was applied, the authority to conduct the liquidation of bank licenses that have been revoked is held by IDIC.
The comparison of bank liquidation before and after the legalization of IDIC Act can be seen from the similarities and differences of bank liquidation according to Bank of Indonesia and IDIC, which are the role of Liquidation Team, mechanism of liquidation, supervision, change of authority, the intervention from the General Meeting of Shareholders (GMS) and the court, the period, and the guarantee program.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S587
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>