Ditemukan 105543 dokumen yang sesuai dengan query
Shinta Permata Sari
"Latar belakang timbulnya permasalahan dalam tesis ini, berupa perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Heri Suyanto kepada Ismono Jossianto dalam transaksi jual beli tanah, dimana Heri menyerahkan tanah kepada Ismono tidak sesuai dengan jumlah tanah yang telah dibelinya, sehingga terjadi kekurangan luas dan dokumen tanah. Diketahui ternyata Heri telah menjual tanah tersebut kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan dan izin dari Ismono selaku pemilik tanah yang baru. Metode penelitian yang digunakan adalah bentuk penelitian hukum normatif yang bertipologi deskriptif analitis, jenis data; sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier, alat pengumpulan data; studi dokumen dengan menggunakan metode analisis data kualitatif.
Simpulan dari tesis ini; mengenai perjanjian jual beli tanah dalam perspektif Hukum Perdata dan Hukum Tanah Nasional hanya mengacu pada peraturan-peraturan yang bersifat umum/general, yakni Pasal 1320 jo. 1457 KUHPerdata. Implikasi hukum perjanjian jual beli tanah yang menimbulkan sengketa adalah berupa pembatalan perjanjian. Saran; pembeli harus selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dan tidak boleh terlalu memegang prinsip kepercayaan kepada orang yang dikuasakan penerima kuasa dalam transaksi jual beli tanah, para pihak dalam transaksi jual beli tanah seharusnya senantiasa menerapkan prinsip itikad baik dalam melakukan jual beli tanah.
The background of the problem in this thesis is in the form of illegal acts committed by Heri Suyanto to Ismono Jossianto in the sale and purchase transactions of land, where Heri surrendered the land to Ismono not in accordance with the amount of land he had purchased, resulting in widespread shortages and documents of the land. It turned out that Heri had sold the land to a third party without the knowledge and permission of Ismono as the new landowner. The research method used is a form of normative legal research with analytical descriptive nature, type of data secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials, data collection tools document studies using qualitative data analysis methods. The conclusion of this thesis Regarding the land purchase agreement in the perspective of the Civil Law and the Law of the National Land only refers to the general rules, namely Article 1320 jo. 1457 Civil Code. The legal implications of the land purchase agreement that cause disputes are in the form of cancellation of the agreement. Suggestion the buyer must always apply the principle of prudence and should not overly hold the principle of trust to the authorized person in the sale and purchase transactions of the land, the parties in the sale and purchase transactions of land should always apply the principle of good faith in buying and selling land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48834
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Reynaldi Liwandi
"Peraturan yang berlaku dalam jual beli tanah yang objeknya berstatus Letter C adalah berdasarkan Hukum Tanah Nasional, yang dimana dianggap telah terjadi peralihan hak atas tanah dengan dilakukannya syarat terang dan tunai. Sehingga apabila proses jual beli baru didasarkan pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli, belum terjadi peralihan hak atas tanah dari pihak penjual kepada pihak pembeli. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pertimbangan hukum dan putusan hakim terkait peralihan tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas dan perlindungan hukum yang seharusnya didapatkan pembeli tanah yang berstatus Letter C berdasarkan Akta Autentik Perjanjian Pengikatan Jual Beli Notaris yang telah dibayar lunas dalam perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 538 K/Pdt/2022. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal dengan melakukan studi kepustakaan untuk mengolah data sekunder secara kualitatif. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa dalam melakukan pencatatan peralihan hak atas jual beli tanah yang belum bersertipikat harus dilakukan proses pendaftaran tanah terlebih dahulu melalui Kantor Kelurahan dan Kantor Pertanahan setempat berdasarkan kewenangannya masing-masing. Pembeli yang beritikad baik dalam melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas pernyataan yang diberikan oleh penjual terkait kebenaran data objek jual beli dan segala pengurusan lainnya hingga dapat dilakukannya penandatanganan Akta Jual Beli.
The regulations that apply in the sale and purchase of land whose object has Letter C status are based on the National Land Law, which is considered to have occured a transfer of land rights by carrying out clear and cash conditions. Therefore, if the buying and selling process is based on a sale and purchase binding agreement, there has not been a transfer of land rights from the seller to the buyer. The problem raised in this research are legal considerations and judge’s decisions regarding land transfers based on the Sale and Purchase Binding Agreement and the legal protection that should be obtained by the land buyer with Letter C status based on the Authentic Deed of the Notary Sale and Purchase Binding Agreement which has been fully paid in the case of Supreme Court Decision Number 538 K/Pdt/2022. The method used in this research is doctrinal by conducting literature studies to process secondary data qualitatively. From this research, it was found that in recording the transfer of rights to the sale and purchase of land that has not been certified, the land registration process must be carried out first through the District Office and Local Land Office based on their respective authorities. A buyer who has good faith in entering into the Sale and Purchase Binding Agreement has the right to obtain legal protection for statements given by the seller regarding the validity of the data on the object of sale and purchase and all other arrangements until the signing of the Deed of Sale and Purchase can be carried out."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Harry Syahputra
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah (PPJB) terhadap obyek hak atas Tanah, dalam perkembangannya dalam masyarakat PPJB ini lahir dikarenakan adanya keinginan dalam mengikatkan niat baik dalam kegiatan jual beli tanah, dimana umumnya PPJB ini dilaksanakan oleh para pihak yang membuatnya dikarenakan alasan administratif seperti belum disertipikatkan objek yang akan diperjual-belikan, pelunasan pembayaran yang memerlukan tahapan-tahapan pembayaran atau juga dikarenakan proses balik nama sertipikat dari nama penjual tanah terdahulu menjadi nama penjual tanah yang akan dilakukan proses jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam pelaksanaan PPJB ini sendiri sering kali menimbulkan permasalahan seperti sengketa kepemilikan yang dapat ditimbulkan dengan adanya PPJB dan juga seperti sengketa tanah dimana hanya melalui PPJB, tanah yang akan diperjual-belikan tersebut sudah beralih penguasaan fisiknya dan bahkan beralih penguasaan sertipikatnya.Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 731K/Pdt/1996 dan Nomor 2728 K/Pdt/2011 ini, timbul sengketa terhadap kepemilikan tanah yang bersumber pada PPJB yang menjadi dasar perikatan dimana dalam hal belum dilakukan perjanjian jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) namun kepemilikan terhadap objek tanah sudah beralih dengan PPJB sebagai dasar. Hal ini menunjukan bahwa dalam pemahaman yang berkembang dalam masyarakat umum dimana tidak semua masyarakat paham bahwa yang menjadi dasar peralihan hak atas tanah hanyalah perjanjian jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT dengan menggunakan Akta Jual Beli. Sebagian masyarakat menganggap bahwa dengan dilakukan PPJB maka kepemilikan tanah sudah beralih dan si pembeli tanah sudah berhak atas kepemilikan tanah dan berhak menguasai secara fisik objek tanah tersebut.
In society growth of The Sale and Purchase Agreement Commitment of the Land. This agreement was firm because of goodwill realization of society in land acquisition activity. A few reason that The Sale and Purchase Agreement Commitment was made example : administration matter as the land has‟t certificated yet, the buyer need a terms for sinking fund of the land and transfer the name in certificated from the previous owner into a recent owner, so the sell and purchase agreement in front of official land deed maker can‟t be held . The Sale and Purchase Agreement Commitment development in society cause problems as the ownership of land dispute and the transfer of land ownership only using The Sale and Purchase Agreement Commitment not The Sale and Purchase Agreement by official land deed maker. In Case Study of Indonesia Supreme Court verdict number 731K/Pdt/1996 dan Nomor 2728 K/Pdt/2011, the dispute was cause by transfer of land ownership using The Sale and Purchase Agreement Commitment and not by The Sale and Purchase Agreement of official land deed maker. This situation shown us that in general society, The Sale and Purchase Agreement Commitment still not applied as it purpose, because according to them, The Sale and Purchase Agreement Commitment is the official law action to transfer the ownership or land and by using The Sale and Purchase Agreement Commitment, they thought they own the land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44834
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Fadilla Kartadimadja
"Kepemilikan hak atas tanah harus dibuktikan dengan adanya sertifikat hak atas tanah. Mengajukan permohonan sertifikat hak atas tanah yang belum bersertifikat kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN), terdapat beberapa syarat yang diperlukan, salah satunya adalah terdapat bukti beralihnya hak atas tanah, seperti apabila perpindahan haknya diakibatkan karena jual beli, maka harus terdapat Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ada kalanya sebelum dibuatkan Akta Jual Beli Tanah, terlebih dahulu dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah. Pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85 K/Pdt/2011, Majelis Hakim menyatakan bahwa kepemilkan Miaw Tjong alias Hartono (Penggugat) didasarkan pada Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 26 tanggal 12 Maret 1993 yang dibuat dihadapan Notaris. Seharusnya yang menjadi bukti kepemilikan hak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah sertifikat hak atas tanah. Akan menjadi suatu masalah, khususnya terkait dengan kepemilikan atas tanah jika suatu perjanjian pengikatan jual beli dijadikan sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah.
The ownership of the land shall be proven with a title deed. To apply for a land title deed which has not been certified to a National Land Agency (BPN), there are some requirements that needed. One of them is evidence of the tranfers of the land, such as deed of sale-purchase that made to a Land Deed Official known as Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) if the transfer of the land is by selling and purchasing. A Sale-Purchase Commitment Agreement often made beforehand, before making the deed of sale-purchase. On the Indonesian Supreme Court Adjudication Number 85 K/Pdt/2011, the judge said that the ownership of Miaw Tjong alias Hartono (Plaintiff) were based on Sale-Purchase Commitment Agreement No. 26 that made to a notary. But the one that should be proof of land ownership based on Agrarian Law is a Land Title Deed. There will be a problem, particularly those related to land ownership, if a sale-purchase commitment agreement be used as a proof of land ownership."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43056
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Kartika Yoland Shinta Martuani
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pelaksanaan jual beli tanah dengan menggunakan akta jual beli tanah atas objek yang telah terikat dengan perjanjian pengikatan jual beli tanah dengan pihak lain sehingga menimbulkan kerugian dari pembeli pertama yang kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah keabsahan akta jual beli tanah yang objeknya sudah terikat dengan perjanjian pengikatan jual beli pihak lain dan perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik yang dirugikan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif khususnya mengenai perjanjian dan keabsahan jual beli tanah. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang di dukung dengan data primer berupa wawancara. Hasil analisis (1) Akta Jual Beli tanah yang objek terikat dengan PPJB pihak lain tetap sah dan mengikat para pihak apabila pembeli merupakan pembeli beritikad baik, dan pihak dalam PPJB belum memenuhi persyaratan berpindahnya hak yuridis atas tanah, yaitu pelunasan, dan penguasaan fisik atas tanah tersebut dan (2) pihak yang dirugikan dalam pembuatan akta ini merupakan pembeli beritikad baik yang wajib dilindungi oleh hukum. Pembeli beritikad baik ini berhak menuntut pemenuhan prestasi dan mendaftarkan dirinya sebagai pemilik tanah dengan didahului dengan pembuatan akta jual beli tanah yang sah di hadapan PPAT.
This research is motivated by the implementation of land sale and purchase by using a land sale and purchase deed on objects that have been bound by a land sale and purchase binding agreement with other party, resulting to a material damage to the first buyer that ended up suing the seller to the district court. The subject matter of this research is the validity of the deed of sale and purchase of land whose object has been bound by a binding agreement of sale and purchase of other parties and legal protection for good faith buyers who are harmed. The research method is normative juridical, especially regarding agreements and the validity of land sale and purchase. The type of data used is secondary data supported by primary data in a form of interview. The results of the analysis (1) The Sale and Purchase Deed of land whose object is bound by another party's PPJB remains valid and binding on the parties if the buyer is a good faith buyer, and the party in the sale and purchase binding agreement has not fulfilled the requirements for the transfer of juridical rights to land, namely payment, and physical control of the land. and (2) the injured party in making this deed is a good faith buyer who must be protected by law. This good faith buyer has the right to demand the fulfillment of performance and register himself as the owner of the land preceded by the making of a valid land sale and purchase deed before a land deed officer"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nurmala Kristina
"Sertipikat merupakan suatu alat bukti yang kuat, selama tidak dapat dibuktikan lain. Akan tetapi jika terdapat suatu perjanjian dimana sertipikat menjadi obyeknya, manakah yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang lebih kuat. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimanakah kekuatan perjanjian dibandingkan dengan sertipikat untuk dijadikan sebagai bukti kepemilikan serta bagaimanakah hakim menerapkan hukum mengenai keabsahan perjanjian dibandingkan dengan bukti kepemilikan sertipikat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2972 K/Pdt/2002 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 191 PK/Pdt/2012. Penelitian ini merupakan yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriftif analitis.
Berdasarkan penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian yang berlaku sah dapat dijadikan sebagai alat bukti yang kuat, hal ini berkaitan dengan pemenuhan syarat sahnya perjanjian serta dalam bentuk apa perjanjian tersebut dituangkan tertulis ataukah lisan oleh para pihak yang terkait dalam perjanjian itu sendiri yang dapat menyebabkan suatu perjanjian dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang kuat. Sementara penerapan hukum yang dilakukan oleh hakim, yaitu bahwa perjanjian dalam kasus ini tidak dapat dikatakan sebagai alat bukti yang kuat, hal itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1875 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian juga mengikat bagi para ahli waris dari pihak yang membuat perjanjian yang dimaksud.
The certificate is a powerful evidence, as long as it can not be proved otherwise. But if there is an agreement whereby the certificate becomes its object, which one can serve as a stronger evidence. The issue discussed is how is the power of the agreement compared with the certificate to be used as an evidance of ownership and how the judges apply the law regarding the validity of the agreement compared with the evidence of ownership of the certificate in the Supreme Court Decision Number 2972 K/Pdt/2002 jo. Supreme Court 191 PK/PDT/2012. This research is normative juridical with analytical descriptive research type. Based on the research it can be concluded that a valid agreement can be used as a strong evidence, it relates to the fulfillment of the validity of the agreement and in what form the agreement is written or oral by the parties involved in the agreement itself which may cause a Agreements can be used as a powerful evidence. While the application of the law by the judge, namely that the treaty in this case can not be said as a strong evidence, it is not in accordance with the provisions of Article 1875 Civil Code which states that an agreement also binds to the heirs of the party making the agreement in question."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48750
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Anastasya Triastutie Putri Suandi
"Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1898 K/Pdt/2022 diajukannya pembatalan terhadap Akta Jual Beli Nomor 02/2014 yang didasari atas Perjanjian tanggal 23 Desember 2013. Perjanjian tersebut memuat kesepakatan untuk melakukan jual beli tanah secara pura-pura berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 3611/Nagari Lima Kaum. Penelitian ini menganalisis kekuatan hukum Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 sebagai perjanjian simulasi dan menjadi dasar pembuatan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 dan penelitian ini menganalisis pertimbangan Majelis Hakim dalam menilai keabsahan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 apabila dikaitkan dengan sistem pembuktian hukum perdata serta prosedur peralihan hak atas tanah. Penelitian menggunakan jenis penelitian doktrinal mengacu kepada peraturan perundang-undangan. Untuk menjawab kedua rumusan masalah menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan kemudian dianalisis secara kualitatif dan ditarik kesimpulan berupa data deskriptif analitis. Simpulan pada penelitian ini Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 merupakan perjanjian simulasi yang termasuk ke dalam jenis simulasi absolut dimana yang mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum. Mengenai keabsahan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 yang didasari atas Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 melalui pertimbangannya Majelis Hakim berpendapat Akta Jual Beli tetap berlaku sah dikarenakan telah dibuatnya akta otentik dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah sehingga para pihak tidak dapat mendalilkan perbuatan jual beli dilakukan secara pura-pura.
Supreme Court Decision Number 1898 K/Pdt/2022 cancellation the Deed of Sale and Purchase Number 02/2014 was proposed based on Agreement dated December 23, 2013. The agreement contained to buy and sell land on a mock basis based on the Certificate of Property Rights Number 3611/ Nagari Lima Kaum. This study analyzes legal force of the Agreement dated December 23, 2013 as a simulation agreement and became the basis for making the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 and this study analyzes the considerations of the Panel of Judges in assessing the validity of the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 when it is linked to the civil law evidentiary system and procedures transfer of land rights. Using doctrinal research that refers to laws and regulations. To answer the two problems using secondary data obtained from literature studies then analyzed qualitatively and conclusions were drawn in the form of analytical descriptive data. The conclusions is Agreement dated December 23, 2013 is a simulation type of absolute which results in the agreement being null and void. Regarding the validity of the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 based on the Agreement dated December 23, 2013 through its considerations the Judges of the opinion that the Sale and Purchase Deed remained valid because an authentic deed had been made before the Land Deed Making Official so that the parties could not argue that the sale and purchase was carried out in a pretense temple."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Adara Skyla Sakinah
"Ketentuan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) seringkali disalahgunakan oleh masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peristiwa hukum perjanjian utang dengan jaminan hak atas tanah 送ang dikemas dalam bentuk PPJB dengan klausul ƒhak membeli kembali ƒang bertujuan untuk mengalihkan kepemilikan tanah debitur kepada kreditur jika debitur wanprestasi. Adapun, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah akibat hukum perjanjian utang yang dibuat sebagai perjanjian jual beli hak atas tanah dengan hak membeli kembali, keabsahan Akta Jual Beli (AJB) jika PPJB yang mendasarinya memuat klausul hak membeli kembali, dan peran serta tanggung jawab notaris dan PPAT jika terdapat perbedaan fakta hukum antara PPJB yang ditata dengan AJB berdasarkan kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 407 K/Pdt/2022. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis menunjukkan bahwa perjanjian hutang yang dikemas sebagai perjanjian jual beli hak atas tanah dengan hak membeli kembali memutuskan bahwa perjanjian menjadi batal demi hukum. Uang yang disebutkan dalam PPJB bukanlah uang pembayaran jual beli, melainkan uang pinjaman, sehingga perbuatan hukum pada AJB dianggap tidak memenuhi unsur tunai dan transaksi jual beli tidak sah. Notaris berperan penting dalam hal transaksi jual beli hak atas tanah, salah satunya adalah pembuatan PPJB. Namun dalam praktiknya pembuatan PPJB tidak selalu dilakukan di hadapan notaris. Hal ini memicu terjadinya permasalahan hukum, seperti pemuatan klausul terlarang dalam PPJB yang bersangkutan. Dengan demikian, jika para pihak hendak membuat suatu AJB, PPAT harus menyelaraskan antara data dan dokumen yang benar serta keselarasannya dengan undang-undang.
The existence of the Conditional of Sales and Purchase Agreement (CSPA) is frequently abused by the public. This is evidenced by the inclusion of a buyback rights clause in the CSPA to envelope a loan arrangement with land rights security with the purpose of transferring land ownership from the debtor to the creditor in the event of default. Issues raised by this study relate to legal ramifications of a debt agreement made as a land sale and purchase agreement with buyback rights, legality of the Deed of Sale and Purchase (DSP) if the underlying contains a buyback rights clause, and roles and responsibilities of a notary and Land Deed Official (LDO) if there are discrepancies of legal facts between the CSPA and DSP based on Supreme Court Decision Number 407 K/Pdt/2022. The method of law research used is normative judicial with explanatory research type. Result of analysis indicate that the debt arrangement, disguised as land sale and purchase agreement with buyback rights, renders the contract null and void. The money stipulated in the CSPA is not the payment for the sale and purchase, rather as a lent money, therefore legal actions on the DSP does not fulfill the cash element and the transaction is illegal. However, in practice the CSPA is not always prepared before the notary. This trigger legal issues, such as the inclusion of illegal clauses in the CSPA. Accordingly, the LDO shall properly take into account the conformity between data and documents as well as the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fasya Yustisia
"Pembuatan akta jual beli tanah seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sayangnya praktek pembuatan akta jual beli tanah menggunakan blangko kosong sudah terjadi sejak lama dan dapat menyeret PPAT ke dalam gugatan Pengadilan untuk diminta pertanggungjawabannya atas pembuatan akta. Penelitian ini pertama membahas mengenai permasalahan pertimbangan hakim dalam memberikan putusan terhadap pembuatan akta jual beli tanah berdasar blangko kosong oleh PPAT karena PPAT sebagai pejabat pembuat akta autentik erat kaitannya dengan Notaris padahal kewenangan keduanya berbeda sehingga hakim harus menggunakan dasar hukum peraturan yang tepat, kedua mengenai perbandingan ratio decidendi hakim pada putusan utama dengan putusan pembanding lainnya dalam kasus akta jual beli tanah berdasar blangko kosong, dan ketiga mengenai pertanggungjawaban PPAT atas perbuatannya tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa yang pertama dalam memutuskan perkara mengenai akta jual beli menggunakan blangko kosong pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2721K/Pdt/2017, Mahkamah Agung (MA) secara garis besar hanya menguatkan putusan-putusan sebelumnya padahal pada kasus ini Pengadilan Negeri kurang tepat menggunakan dasar hukumnya yakni UUJN karena pembuatan akta jual beli tanah merupakan kewenangan PPAT bukanlah Notaris, simpulan kedua adalah ratio decidendi MA dalam kasus-kasus akta jual beli tanah berdasar blangko kosong terdapat perbedaan fokus pertimbangan pada masing-masing kasus, seperti penekanan pada tidak dipenuhinya syarat sah perjanjian, asas terang dan tunai, atau tidak dibacakannya akta oleh PPAT kepada para pihak, dan ketiga tanggung jawab yang dapat dikenakan pada PPAT atas perbuatannya adalah tanggung jawab secara perdata dalam bentuk ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum serta pertanggungjawaban secara administratif dan pidana.
Making of a land sale and purchase deed should be carried out in accordance with applicable regulations. Unfortunately, the practice of making land sale and purchase deeds using empty blanks has been going on for a long time and was the negligence of the PPAT which could drag itself into a court lawsuit to be held accountable for the deeds. First, this study discusses the problem of judges' considerations in making decisions in making land sale and purchase deeds based on empty blanks by PPAT because PPAT as an authentic deed maker is closely related to a notary even though the powers of the two are different, so the judge must use the right legal basis, and second about the comparison of the ratio decidendi the judge with other comparative decisions in the case of land sale and purchase deeds based on blank blanks, and the last about the PPAT's responsibility for his actions. This study used a normative juridical method with a descriptive-analytical typology. The results of this study can be concluded that first, in deciding cases regarding sale and purchase deeds using blank blanks in the Supreme Court Decision Number 2721K / Pdt / 2017, the Supreme Court (MA) in general only strengthens previous decisions even though in this case the District Court is not quite right to use the legal basis is UUJN because the making of the land sale and purchase deed is the authority of the PPAT not the notary public. The second, the Supreme Court's decidendi ratio in cases of land sale and purchase deeds based on blank blanks, there are differences in the focus of consideration in each case, such as the emphasis on not fulfilling the legal terms of the agreement, the principle of transparency and cash, or not reading the deed by the PPAT to the parties. The last, responsibility that can be imposed on the PPAT relating to cases of land sale and purchase deeds that use blank form is civil liability in the form of compensation based on illegal acts, but can also be held accountable administratively and criminally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Maxwell Kurniadi
"Pipil adalah salah satu bentuk dari surat pengenaan pajak atas tanah yang dianggap sebagai hak lama terhadap kepemilikan atas tanah sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria oleh masyarakat adat. Hak lama atas tanah yang minim informasi kepemilikannya dan tidak tercatat di Badan Pertanahan Nasional sering kali menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan untuk menguasai tanah secara “legal” dengan melakukan penipuan dalam pada salah satu syarat pendaftaran tanah untuk pertama kali. Perbuatan melawan hukum ini dilakukan pelaku dengan tujuan untuk meraup keuntungan melalui jual beli tanah kepada pihak ketiga selaku pembeli beritikad baik yang tidak mengetahui kebenaran sesungguhnya atas tanah tersebut dan mengakibatkan kerugian baik kepada pembeli maupun pemilik tanah sebenarnya. Oleh karena itu, tulisan ini menganalisis bagaimana kedudukan pihak ketiga beritikad baik dalam suatu sengketa jual beli tanah serta akibat hukum terhadap Sertipikat Hak Milik No. 1073/Desa Bunga Mekar dan Sertipikat Hak Milik No. 1074/Desa Bunga Mekar yang cacat hukum akibat penipuan pada pendaftaran pertama kali pada studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3540M/Pdt/2019. Penelitian ini menggunakan metode penelitian ilmu hukum doktrinal yang bersifat preskriptif dengan menggunakan metode penelitian normatif kualitatif berdasarkan studi dokumen. Prinsip itikad baik memberikan suatu perlindungan hukum terhadap pihak yang menerapkannya dengan memenuhi persyaratan jual beli yang ditentukan oleh undang-undang telah dipenuhi walaupun pada kenyataannya jual beli tersebut mengandung cacat hukum. Hasil produk hukum berupa Sertipikat Hak Milik No. 1073/Desa Bunga Mekar dan Sertipikat Hak Milik No. 1074/Desa Bunga Mekar dibatalkan demi hukum karena terjadinya kecacatan hukum dan Pipil No. 936, Persil No. 127b, Klas III kembali menjadi satu-satunya hak atas tanah yang pada tanah tersebut.
Pipil is a form of tax imposition letter on land which is considered an old right to land ownership before the enactment of Law Number 5 of 1960 concerning Agrarian Principles by indigenous peoples. Old land rights with minimal ownership information and not registered with the National Land Agency often become easy targets for criminals to control land "legally" by committing fraud in one of the land registration requirements for the first time. This unlawful act was carried out by the perpetrator with the aim of making a profit through buying and selling land to a third party as a buyer in good faith who did not know the real truth about the land and resulted in losses to both the buyer and the actual land owner. Therefore, this paper analyzes the position of a third party in good faith in a land sale and purchase dispute and the legal consequences of the Certificate of Ownership No. 1073/Village Bunga Mekar and Certificate of Ownership No. 1074/Bunga Mekar Village which is legally flawed due to falsification of documents during the first registration in the case study of Supreme Court Decision Number 3540M/Pdt/2019. This research uses prescriptive doctrinal legal research methods using qualitative normative research methods based on document studies. The principle of good faith provides legal protection for parties who apply it by fulfilling the terms of sale and purchase determined by law even though in reality the sale and purchase contains legal defects. The resulting legal product is a Certificate of Ownership No. 1073/Village Bunga Mekar and Certificate of Ownership No. 1074/Desa Bunga Mekar was canceled by law due to legal defects and Pipil No. 936, Plot No. 127b, Class III again becomes the only land right on that land."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library