Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76822 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indri Yosita Perdana
"Tindak pidana terorisme yang berkembang di Indonesia tidak hanya ditangani dengan upaya represif, tetapi juga dengan deradikalisasi. Metode deradikalisasi bertujuan untuk mengubah paham radikal menjadi paham non radikal dan normal. Teori yang digunakan dalam penulisan ialah Teori Motivasi Kebutuhan, Teori Tindakan Sosial, Konsep Manajemen, dan Analisis SWOT. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan kualitatif. Deradikalisasi membutuhkan peran dari instansi terkait seperti Lembaga Pemasyarakatan, Kementerian Agama, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Komunitas Sosial. Disarankan agar Densus 88 Anti Teror dapat memaksimalkan pengimplementasian metode deradikalisasi baik kepada narapidana teroris maupun keluarga narapidana teroris sehingga terorisme di Indonesia semakin berkurang.

The growing crime of terrorism in Indonesia is not only dealt by repressive efforts, but also by deradicalization. The deradicalization method aims to convert radical to non-radical and normalism. Theories used in this thesis is the Theory of Motivation Needs, Social Action Theory, Management Concepts, and SWOT Analysis. The approach used is qualitative approach. Deradicalization requires the role of relevant agencies such as Correctional Institution, Ministry of Religious Affairs, the National Agency for Counter-Terrorism, and the Social Community. It is recommended that Special Detachment Anti-Terror can maximize the implementation of deradicalization methods both to terrorist prisoners and families of terrorist prisoners so that terrorism in Indonesia is diminishing."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zopfan Aseanata Bayudhita
"Terjadinya perubahan cara manusia dalam berkomunikasi saat ini merupakan buah dari perkembangan teknologi yang sangat pesat. Dalam berkomunikasi, manusia tidak perlu lagi melakukan tatap muka dan penyampaian pesan dapat dilakukan secara cepat dan menjangkau banyak orang. Oleh sebab itu, aplikasi perpesanan instan dan media sosial sangat populer digunakan. Dari berbagai aplikasi perpesanan instan yang populer tersebut, Telegram adalah aplikasi perpesanan instan yang banyak digunakan. Kepopuleran Telegram dengan berbagai fiturnya yang menarik, turut dimanfaatkan oleh teroris untuk menyebarkan propaganda terorisme. Penggunaan Telegram dianggap efektif dan mampu menyasar berbagai kalangan dalam satu waktu. Telegram juga dapat mengamankan pemberi propaganda dari kemungkinan dilacak oleh aparat penegak hukum, karena sifatnya yang anonymous sehingga mereka nyaman dalam menyebarkan propaganda. Maraknya pelaku teror yang melakukan aksi teror setelah sebelumnya teradikalisasi melalui Telegram menjadi permasalahan utama saat ini. Masifnya penyebaran propaganda di Telegram, memberikan andil terhadap timbulnya pemasalahan ini. Oleh sebab itulah, penelitian ini akan membahas bagaimana Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri sebagai aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan menangani permasalahan terorisme, menangani propaganda terorisme melalui aplikasi Telegram

Changes in how people communicate is a result of technology developing that grow so fast. Nowadays, when communicate, people do not need to meet directly and the message can spread quickly and reach any social class. That's why, messenger and social media are popular. From various social media and messenger that exists, Telegram is one of the most popular messenger used by people. Telegram popularity with it features, attract terrorist to spread terrorism propaganda through it. Telegram is considered effective and can reach any people in one time. Telegram also can secured the terrorist who give propaganda because Telegram is anonymous so it secure them from being trace by law enforcement and give them convenience to spread the propaganda. The massive number of terrorism propaganda spread through Telegram made the problem for national security. That's why, this research will explain how Detachment 88 Anti Teror as the stakeholder for terrorism, handling this problem."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T55471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viora Andari Yasman
"Terorisme merupakan sebuah permasalahan yang selalu menarik perhatian banyak orang. Kerusakan secara materiil bahkan hingga terancamnya nyawa seseorang menjadi hal yang tidak luput dari peristiwa terorisme. Tidak hanya skala kecil, terorisme juga menjadi ancaman untuk skala Internasional. Terbentuk dalam jaringan besar yang bergerak secara diam-diam, kelompok yang memiliki pemikiran dan tujuan ekstrimis ini menjadi salah satu musuh berbahaya di setiap negara. Tragedi pemboman yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia membuat pemerintah harus berfikir tepat dalam melakukan upaya dalam menghadapi kasus terorisme. Tidak hanya undang-undang, bahkan pemerintah juga membentuk suatu badan yang khusus menangani kasus terorisme. Perubahan alur dalam pembentukan undang-undang menjadi pewarna dalam usaha pemerintah untuk menghadapi kasus terorisme. Hal ini pun melahirkan sebuah pertanyaan mengenai seberapa besar efektivitas yang dihasilkan dari upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah hingga saat ini dan juga mengenai penerapan penegakan hukum yang ideal berdasarkan UU No.5 Tahun 2018 yang dilakukan oleh POLRI. Berawal dengan dibentuknya Perppu No.1 Tahun 2002 yang membahas akan kasus terorisme dari segi hukum, nyatanya tak menghentikan pergerakan kelompok ekstrimis di Indonesia. Hal ini pun menjadi bahan evaluasi untuk disahkannya Perppu tersebut menjadi UU No. 15 Tahun 2003. Diharapkan menjadi payung hukum yang sah dan menjadi senjata mutakhir dalam menghilangkan terorisme, tak menjadikan UU ini cukup efektif dalam pelaksanaannya. Dengan segala diskusi dan pembahasan, pada akhirnya disahkanlah UU No.5 Tahun 2018 yang hingga saat ini menjadi aturan utama dalam kasus terorisme di Indonesia. Tak selalu berjalan mulus, UU yang disebut sebagai Security Act dan juga Patriot Act yang dalam pelaksanaannya sering mendapat kecaman karena ketidak sesuaiannya dengan Hak Asasi Manusia. Dalam penelitian ini, fokus masalah akan dibahas dengan metode penelitian hukum dengan kajian hukum normatif, empiris dan implementasi. Penelitian ini juga menggunakan teori efektivitas hukum, implementasi hukum dan tujuan hukum yang dikolaborasikan dengan hasil wawancara dan data lainnya hingga menghasilkan analisa data. Sebagai kesimpulannya, ditemukan bahwa dengan proses perubahan pada aturan dan perundang-undangan mengenai kasus terorisme telah menghasilkan perubahan yang signifikan sebagai upaya dalam menghadapi kasus terorisme. Meskipun beberapa upaya teror masih tetap dilakukan di sejumlah wilayah, namun upaya yang dilakukan Densus 88 dalam menangkap sejumlah tersangka yang tergabung dalam kelompok radikal menunjukan perubahan yang signifikan. Hal ini tentunya membantu dalam mengurangi upaya terjadinya peristiwa terorisme. Dengan disahkannya UU No.5 Tahun 2018 yang memberikan wewenang kepada pihak kepolisian untuk melakukan upaya preventif sebagai pencegahan kasus terorisme, memberikan keleluasaan atas penanganan kasus terorisme. Upaya preventif yang dapat dilakukan sebelum terjadinya kasus terorisme memudahkan pihak kepolisian untuk melakukan penyidikan terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan jaringan terorisme. Dengan dilakukannya penyidikan ini, tentunya membantu dalam menguak ide atau rencana yang direncanakan oleh jaringan terorisme tersebut. Sehingga bisa dikatakan pula bahwa UU anti terorisme yang saat ini digunakan telah memberikan dampak yang cukup efektif terhadap permasalahan terorisme di Indonesia . Namun, dalam pelaksanaanya haruslah selalu diperhatikan komponen pelaksanaan dan penggunaan wewenang agar tetap sesuai dengan kaidah Hak Asasi Manusia.

Terrorism is a problem that always attracts the attention of many people. Material damage, even to the point of threatening one's life, is something that is not spared from terrorism. Not only on a small scale, terrorism is also a threat on an international scale. Formed in a large network that moves secretly, this group that has extremist thoughts and goals has become one of the most dangerous enemies in every country. The bombing tragedy that occurred in several regions in Indonesia made the government have to think properly in making efforts to deal with cases of terrorism. Not only laws, even the government has also established a body that specifically handles terrorism cases. Changes in the flow in the formation of laws become coloring in the government's efforts to deal with cases of terrorism. This also raises a question about how much effectiveness has resulted from the efforts that have been made by the government to date and also regarding the ideal implementation of law enforcement based on Law No. 5 of 2018 carried out by POLRI. Starting with the formation of Perppu No. 1 of 2002 which discussed terrorism cases from a legal perspective, in fact it did not stop the movement of extremist groups in Indonesia. This has also become an evaluation material for the ratification of the Perppu to become Law no. 15 of 2003. It is hoped that this law will become a legal umbrella and become the latest weapon in eliminating terrorism, but this law will not be effective enough in its implementation. With all the discussion and discussion, in the end Law No. 5 of 2018 was passed which until now has become the main rule in terrorism cases in Indonesia. It does not always run smoothly, the law which is referred to as the anti-terrorism law is often equated with the anti-subversion law and also the Internal Security Act and the Patriot Act which in their implementation have often been criticize for their incompatibility with human rights. In this study, the focus of the problem will be discussed using legal research methods with normative, empirical and implementation legal studies. This study also uses the theory of legal effectiveness, legal implementation and legal objectives which are collaborated with the results of interviews and other data to produce data analysis. In conclusion, it was found that the process of changing the rules and regulations regarding terrorism cases has resulted in significant changes as an effort to deal with terrorism cases. Although several terror attempts are still being carried out in a number of areas, the efforts made by Densus 88 to arrest a number of suspects belonging to radical groups have shown significant changes. This certainly helps in reducing efforts to occur terrorist incidents. With the passing of Law No. 5 of 2018 which authorizes the police to carry out preventive measures to prevent terrorism cases, it provides flexibility in handling terrorism cases. Preventive efforts that can be carried out before the occurrence of terrorism cases make it easier for the police to carry out investigations of parties related to terrorist networks. By carrying out this investigation, it certainly helps in uncovering ideas or plans planned by the terrorist network. So that it can also be said that the current anti-terrorism law has had a fairly effective impact on the problem of terrorism in Indonesia. However, in its implementation it must always pay attention to the components of the implementation and use of authority so that it remains in accordance with the principles of human rights."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guntur Wijaya Kesuma
"Resolusi DK PBB 1267 (1999) dan 1373 (2001), menyerukan kepada seluruh negara-negara di dunia untuk memberikan sanksi finansial terhadap kelompok Al-Qaeda dan Taliban, termasuk warga setiap negara yang berafiliasi dan membantu Al-Qaeda dan Taliban. Tahun 2012 FATF kembali menempatkan Indonesia sebagai “Non-cooperative Countries and Territories (NCCTs)”, kali ini berkaitan dengan penanganan tindak pidana pendanaan terorisme, karena menilai regulasi penanganan pendanaan terorisme yang ada di Indonesia belum memenuhi standar internasional yang ditetapkan dalam rekomendasi FATF dan menjadikan Indonesia sebagai negara beresiko tinggi pendanaan terorisme, yang berdampak pada perekonomian Indonesia karena seluruh negara dan institusi keuangan di dunia diminta waspada saat menjalankan hubungan perekonomian terhadap Indonesia. Berdasarkan data yang didapatkan penelitian ini bermaksud menemukan kendala-kendala yang dihadapi pemerintah Indonesia serta memberikan masukan bagaimana membagun kolaborasi antara pemerintah dan unsur lainnya dalam upaya penegahan tindak pidana tindak pidana pendanaan terorisme melalui pembekuan aset individu dan entitas yang tercantum pada Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT), sebagaimana Rekomendasi 6 FATF. serta upaya Indonesia menjadi anggota tetap FATF di tahun 2023.

UN Security Council Resolutions 1267 (1999) and 1373 (2001), call on all countries in the world to provide financial sanctions against Al-Qaeda and the Taliban, including citizens of every country affiliated with and helping Al-Qaeda and the Taliban. In 2012 the FATF again placed Indonesia as "Non-cooperative Countries and Territories (NCCTs)", this time relating to the handling of criminal acts of terrorism financing, because it assessed that the regulations for handling terrorism financing in Indonesia did not meet the international standards set out in the FATF recommendations and made Indonesia is a country at high risk of financing terrorism, which has an impact on the Indonesian economy because all countries and financial institutions in the world are asked to be vigilant when carrying out economic relations with Indonesia. Based on the data obtained, this study intends to find the obstacles faced by the Indonesian government and provide input on how to build collaboration between the government and other elements in efforts to prevent criminal acts of terrorism financing through freezing the assets of individuals and entities listed on the List of Suspected Terrorists and Terrorist Organizations (DTTOT), as per FATF Recommendation 6. as well as Indonesia's efforts to become a permanent member of the FATF in 2023,"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun Riyadi Girdayanto
"Skripsi ini membahas tentang dinarnika penangkapan tersangka tcroris oleh Densus 88 Poli. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berlujuan untuk mengetahui clinarnika yang terjadi pacla saat penangkapan tersangka teroris. Tiga teori kepolisian kemudian dipergunakan untuk rnenjelaskan dinamika penangkapan tersebut.
Dalam penangkapan tersangka teroris yang dilihat dengan sudut pandang tiga teori kepolisian, Densus 88 Polri akan berusaha untuk melakukan penangkapan sesuai dengan tectri counter terrorisrr. Namun jika situasi dan kondisi berubah dan membahayakan keselamatan personel dan masyarakat. maka Densus 88 Polri akan rnelakukan operasi penangkapan berdasarkan tingkat ancarran yang ditirnbulkan. Oleh karena itu. diperlukan cara penindakan tersangka teroris yang proporsional guna menangani situasi dan kondisi yang terjadi secara dinarnis.

This thesis discusses the amcst dynarnics of suspicious ten'orists by Detachment 88 Polri. This qualitative research has the ain-r to rer,'eal the dynan-rics occured in the process of ar^resting suspicious terorists. Three police theory rvill be utilized to explain that anest dynarrics.
In the process of anesting suspicious terolist which is obsen,ed by three police theory point of vicw, Detachment 88 polri will affbrd to conduct arresting process according to counter terori.snt theory. However, if the situation and condition are endangered police member and civilian. detachment 88 polri lvill conduct arresting operation accolding to the level of threat. Therefore, the proporlional action fbr suspicious terarist is absolutely needed to handle dynamical situation and condition."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S59160
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfredo Benhard Pattiwaellapia
"Ancaman terorisme yang berbasiskan ideologi transnasional telah  masuk melalui penetrasi atau infiltrasi budaya dan agama. Dalam upaya pencegahan radikalisasi, Pemerintah Indonesia mengembangkan program deradikalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi deradikkalisasi Densus 88 AT Polri terhadap para mantan pelaku tindak pidana terorisme pada yayasan HWI 19. Program deradikalisasi di Indonesia memiliki empat pendekatan utama, yaitu re-edukasi, rehabilitasi, resosialisasi, dan reintegrasi. Program deradikalisasi yang dilakukan oleh Densus 88 AT Polri pada Yayasan HWI 19 tersebut maka akan berimplikasi pada penurunan angka ancaman terorisme di Indonesia. Namun hal tersebut harus dibarengi dengan kerjasama seluruh stakeholder terkait guna bisa mewujudkan re-integrasi dan re – sosialisasi kepada eks narapidana terorisme untuk bisa diterima kembali ditengah – tengah masyarakatPenelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara terhadap beberapa pihak – pihak yang berkompeten dalam upaya program deradikalisasi oleh Densus 88 AT pada yayasan HWI 19

The threat of transnational ideological-based terrorism has entered through the penetration or infiltration of culture and religion. In an effort to prevent radicalization, the government of Indonesia is assigned to develop deradicalization programs. This research aims to analyze the deradicalization strategies of Densus 88 AT (Special Counterterrorism Unit) of the Indonesian National Police towards former perpetrators of terrorism crimes at the HWI 19 Foundation. Deradicalization programs in Indonesia have four main approaches: re-education, rehabilitation, resocialization, and reintegration. The deradicalization program conducted by Densus 88 AT of the Indonesian National Police at the HWI 19 Foundation will have implications for reducing the threat of terrorism in Indonesia. However, this must be accompanied by the collaboration of all relevant stakeholders in order to achieve reintegration and resocialization of former terrorism convicts to be accepted back into society. This research uses a qualitative research method with data collection techniques such as interviews with several competent parties involved in the deradicalization program by Densus 88 AT at the HWI 19 Foundation"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fikri Hadi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang deradikalisasi terorisme yang diterapkan melalui
ruang Densus 88 AT Museum Polri. Terorisme telah berkembang menjadi sebuah
permasalahan yang tidak kunjung selesai di Indonesia. Berkembangnya terorisme
dianggap sebagai tidak efektifnya metode pemberantasan yang dilakukan selama
ini yaitu penegakan hukum yang cenderung represif. Untuk mengatasi hal ini,
Pemerintah melalui BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) memiliki
sebuah perogram untuk memberantas terorisme dengan pendekatan baru yang
mengedepankan pendekatan lunak dan pendekatan jiwa, yaitu deradikalisasi.
Deradikalisasi dilakukan oleh Polri dan kerjasama dengan berbagai macam
lembaga dan kementerian yang terkait. Museum Polri sebagai museum institusi
milik Polri memiliki tanggung jawab sosial untuk mengangkat permasalahan
terorisme melalui ruang Densus 88 AT sehingga masyarakat dapat memhami
permasalahan terorisme secara utuh sebagai bagian dari upaya deradikalisasi
terorisme. Akan tetapi ruang Densus 88 AT saat ini dianggap belum dapat
menerapkan program tersebut dengan baik karena tata pamer di ruang tersebut
belum terkonsep dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan konsep untuk menata
ulang ruang tersebut agar deradikalisasi terorisme dapat tersampaikan dengan baik
ke masyarakat. Tesis ini menggunakan metode kualitatif dan menerapkan teori
memori kolektif dan teori pendidikan konstruktif yang disesuaikan dengan
kebutuhan untuk menciptakan sebuah ruang yang mampu menciptakan suasana
kontemplatif bagi masyarakat yang datang.

ABSTRACT
This thesis discusses on de-radicalization of terrorism applied through Special
Detachment 88 AT space at the Museum of Indonesian National Police. Terrorism
has evolved into a never-ending problem in Indonesia. The expanding of terrorism
is considered because of the uneffectivenes of the eradiction method that has been
performed, which is a represif law enforcement. To overcome this, the
Government through Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (the Indonesian
National Counter Terrorism Agency, BNPT), has a program to counter terrorism
with a new approach, emphasizing on soft and soul approach, which is the deradicalization.
Deradicalization carry out by Indonesian National Police and
cooperate with various institutions and relevant ministries. As a part of Indonesian
National Police, The Museum of Indonesian National Police has a social
responsibility to increase the public awareness about terrorism issue through
Special Detachment 88 AT space. By that, society will have a comprehensive
understanding which is part of the de-radicalization effort. However, Special
Detachment 88 AT space at the museum is considered not been able to implement
the program because the exhibition design is not well conceptualized. Therefore,
it takes a concept to rearrange the space so the de-radicalization of terrorism can
be conveyed properly to the public. This thesis uses a qualitative method and
apply the collective memory theory also the theory of constructive education
adjusted to the need of a space that is able to create a contemplative atmosphere
for the people who come."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reeza Andi Nova
"Terorisme merupakan salah satu permasalahan yang sangat serius di Indonesia. Apabila tidak ditanggulangi dan dengan reaksi yang cepat (counter reaction) dapat menjadi sebuah ancaman besar bagi stabilitas dan keamanan baik nasional maupun regional. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi terorisme melalui pendekatan lunak salah satunya dengan Program Deradikalisasi. Koordinator Deradikalisasi menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang didukung oleh beberapa Kementerian dan Lembaga lain. Penelitian ini menemukan adanya kekosongan antara pengaturan terkait deradikalisasi yang diatur dalam Undang-undang dan peraturan turunnya dengan pelaksanaan Deradikalisasi di lapangan. Secara faktual, pelaksanaan deradikalisasi untuk para pelaku tindak pidana terorisme dari tahapan pada status tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana hingga mantan narapidana tindak pidana terorisme selama ini dilakukan oleh Densus 88 AT secara intensif. Idealnya, jika pada status tersangka deradikalisasi dilakukan oleh Densus 88 AT, status terdakwa oleh Kejaksaan, terpidana oleh Pengadilan, Narapidana Oleh Lembaga Pemasyarakatan dan mantan narapidana dilakukan oleh BNPT. Selain itu, guna deteksi dini perkembangan jaringan teror didalam maupun diluar Lembaga pemasyarakatan. Sehingga, dipandang penting bahwa personil Densus harus melekat dalam setiap tahapan untuk memberikan rekomendasi yang sesuai. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pemilihan informan secara purposive sampling. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Program Deradikalisasi yang dilakukan oleh densus 88 AT sesuai antara regulasi dan implementasinya. Hal tersebut dilakukan karena adanya kekosongan (gap) antara regulasi dan implementasi Program Deradikalisasi di lapangan dipandang dari sudut pandang normatif, karena Densus 88 AT melakukan pekerjaan melebihi dari yang diamanahi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, namun hal tersebut dianggap baik karena merupakan kebutuhan yang harus dilakukan dalam penanganan terorisme di Indonesia dan mencegah aksi terorisme dimasa depan.

Terrorism is a very serious problem in Indonesia. If not handled and with a quick reaction counter reaction it can become a big threat to stability and security both nationally and regionally. The Indonesian government's policy in tackling terrorism is through a soft approach, one of which is the Deradicalization Program. The Deradicalization Coordinator according to Law Number 5 of 2018 is the National Counter-Terrorism Agency (BNPT) which is supported by several Ministries and other Institutions. This study found a gap between the regulations related to deradicalization regulated in the Act and its regulations and the implementation of deradicalization in the field. Factually, the implementation of deradicalization for perpetrators of criminal acts of terrorism from the stages of the status of suspects, defendants, convicts, convicts to ex-convicts of criminal acts of terrorism has so far been carried out intensively by Densus 88 AT. Ideally, if the status of deradicalization suspect is carried out by Densus 88 AT, the status of defendant is by the Prosecutor's Office, convicted by the Court, Convicts by the Correctional Institution and ex-convicts is carried out by BNPT. In addition, for early detection of the development of terror networks inside and outside prisons. Thus, it is deemed important that Densus personnel must be attached to each stage to provide appropriate recommendations. This study uses a qualitative approach with the selection of informants by purposive sampling. The results of this study explain that the Deradicalization Program carried out by Densus 88 AT is in accordance with the regulation and its implementation. This was done because there was a gap between regulation and the implementation of the Deradicalization Program in the field from a normative point of view, because Densus 88 AT did more work than was mandated by Law Number 5 of 2018, but this was considered good because it was a necessity. that must be done in dealing with terrorism in Indonesia and preventing future acts of terrorism"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tan Evi
"Terorisme masih menjadi ancaman bagi masyarakat dunia termasuk Indonesia. Penanggulangan terorisme di Indonesia dengan metode deradikalisasi yang efekif telah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini dikarenakan masih adanya tindakan teror oleh para pelaku baru dan lama yang terkait dengan jaringan atau kelompok. Teori identitas sosial dipilih untuk mengkaji bagaimana proses seorang teroris meninggalkan jalan terornya dan bahkan menjadi aktor perubahan yang turut terlibat melakukan program deradikalisasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, studi kasus, survei lapangan, wawancara, dokumentasi dan studi literatur. Penulis mengkaji seorang mantan narapidana teroris yang menyadari kesalahannya sebagai seorang teroris. Mantan Narapidana tersebut bernama Khairul Ghazali. Sejak keluar dari penjara, Khairul Ghazali mendirikan Pondok Pesantren Al-HIdayah khusus untuk anak-anak dari napiter dan mantan napiter di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang, Medan. Sumatera Utara. Murid-murid di Pesantren ini selain dihuni oleh santri dan santriwati dari anak-anak mantan narapidana terorisme juga ada murid-murid dari lingkungan setempat. Yang membedakan pesantren ini dengan pesantren lainnya adalah “Kurikulum Deradikalisme”. Tujuannya menerima murid selain anak-anak dari teroris dan mantan teroris adalah agar mereka dapat berbaur dengan lingkungan. Hal ini menjadi salah satu langkah untuk menghilangkan trauma sebagai anak mantan teroris. Penulis berhipotesa bahwa keberhasilan dari deradikalisasi Khairul Ghazali adalah dari kurikulum “deradikalisme”. Mereka dapat menangkal paham-paham radikal sehingga tidak mengikuti jejak orang tuanya.

Terrorism is still a threat to the world community, including Indonesia. Counter terrorism in Indonesia with an effective method of deradicalization has become a very urgent need. This is because there are still acts of terror by new and old perpetrators related to the network or group. Social identity theory was chosen to examine how the process of a terrorist leaves the path of terror and even becomes an agent of change who is involved in the de-radicalization program. This research uses qualitative research methods, case studies, surveys, interviews, documentation and literature studies. Researcher examine an Ex-terrorist convict who realized his mistake as a terrorist. The Ex-terrorist was named Khairul Ghazali. Since being released from prison, Khairul Ghazali established Al-Hidayah Islamic Boarding School specifically for children from terrorists or ex-terrorists in Sei Mencirim Village, Kutalimbaru District, Deli Serdang, Medan. North Sumatra. Students in the Pesantren are not only inhabited by female and female students of children of ex-convicts of terrorism, there are also students from the local environment. What distinguishes this pesantren from other pesantren is the "Deradicalism Curriculum". The purpose of accepting students other than children from terrorists and ex-terrorists is so that they can blend in with the environment. This is one step to eliminate trauma as a child of a former terrorist. Researchers hypothesize that the success of Khairul Ghazali's deradicalization is from the curriculum of "deradicalism". They can ward off radical notions so they don't follow their parents."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Affin Bahtiar
"Skripsi ini membahas mengenai pendekatan kesejahteraan yang dapat dijadikan kebijakan untuk melepaskan-ikatan (disengagement) antara mantan narapidana teroris dengan kelompok terorisme. Banyak pelaku terorisme di Indonesia yang tertangkap dan dihukum. Namun, penanggulangan terorisme di dalam penjara maupun di luar penjara belum terlaksana dengan maksimal. Banyak mantan narapidana teroris yang sudah menjalani hukuman ternyata terlibat residivis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan Metode Delphi. Menggunakan konsep pendekatan yang bersifat soft approach, salah satu bentuknya adalah disengagement. Dalam hal ini peneliti lebih berfokus pada pendekatan kesejahteraan terutama kepada mantan narapidana teroris. Hasil penelitian ini bahwa pendekatan kesejahteraan kepada mantan narapidana teroris sebagai upaya pelepasan ikatan (disengagement) dari kelompok teroris memang perlu dilakukan mengingat adanya program deradikalisasi yang belum maksimal sehingga menimbulkan residivisme. Pendekatan kesejahteraan ini perlu mempertimbangkan aspek latar belakang sosial dan sejauh mana keterlibatannya di dalam kelompok terorisme. Pendekatan kesejahteraan berdasarkan penelitian ini akan berhasil dan berjalan baik jika diberikan kepada mantan narapidana teroris yang memiliki kategori tingkatan komitmen pada level passive supporters atau simpatisan serta pendekatan ini perlu pembinaan yang berkesinambungan.

This research discusses the welfare approach that can be used to release the policy bonding (disengagement) between the ex-convict terrorists and the terrorist groups. Many perpetrators of terrorism in Indonesia is caught and punished. However, the counter-terrorism in and outside the prison has not been implemented to the fullest. In fact, many of the ex-convict terrorists turn to be involved in the recidivists. This research used a qualitative approach with Delphi Method. It utilized the soft approaches concept in which disengagement concept was applied. In this case, the researcher focused more on welfare approach, especially to the ex-convict terrorists. As the results, since the de-radicalization programs that have not been maximized can cause recidivism, the welfare approach to the ex-convict terrorists is necessary to be done as a bond release (disengagement) from the terrorist groups. This approach needs to take into account the welfare of the social background and the extent of its involvement in the terrorist groups. According to the research, the welfare approach will work well if it is given to the ex-convict terrorists who have the category-level commitment of passive supporters or sympathizers. Therefore, a continuous coaching to this approach is highly suggested."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>