Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65907 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aritonang, Juliana
"Rumah sakit harus memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan yang dalam penyelenggaraannya rumah sakit tidak terlepas dari pelayanan farmasi. Kebutuhan akan penyediaan dan pemakaian obat-obatan yang berkualitas dan rasional diatur dalam sistem formularium dimana obat-obatan yang dipakai terdapat dalam buku formularium. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa formularium RSUD Cimacan dilihat dari penyusunan, pemeliharaan dan evaluasi obat formularium. Evaluasi obat formularium dengan melakukan analisis ABC pemakaian, investasi, indeks kritis dan VEN sehingga didapatkan hasil berupa usulan revisi formularium RSUD Cimacan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasilnya adalah proses penyusunan formularium RSUD Cimacan belum optimal, prosedur pemeliharaan formularium sudah ada namun belum lengkap, pengadaan dan peresepan belum sesuai formularium. Ditemukan 495.690 pemakaian obat non formularium dan 201 jenis obat non formularium yang disediakan di instalasi farmasi. Ada 322 jenis obat formularium yang dipakai (43%), ada 21 jenis obat dengan nilai investasi RP. 3.001.658.694. Hanya 31 jenis obat yang sangat kritis dan 39 jenis obat yang Vital terhadap pelayanan pasien.

Hospitals must provide comprehensive, integrated and sustainable health services which in the organization of the hospital is inseparable from pharmaceutical services. The need for the provision and use of qualified and rational medicines is regulated in the formulary system where the drugs used are contained in the formulary book. The purpose of this study was to analyze the formulary of RSUD Cimacan seen from the preparation, maintenance and evaluation of formulary drugs. Evaluation of formulary drugs by performing ABC analysis of use, investment, critical index and VEN to obtain the result of proposed revision formulary of RSUD Cimacan. This research uses qualitative approach.
The result is the process of formulary of RSUD Cimacan not optimal, procedure of maintenance of formulary already exist but not yet complete, procurement and prescription not according to formulary. 495,690 non-formulary drug use and 201 kinds of non-formulary drugs were provided in pharmaceutical installations. There are 322 kinds of formulary drugs used (43%), there are 21 types of drugs with an investment value of RP. 3.001.658.694. Only 31 types of drugs are very critical and 39 types of drugs are Vital to patient care.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Navany Bilqisthy
"Pada tahun 2020, PT Pertamina Bina Medika IHC (PERTAMEDIKA IHC) mengeluarkan Buku Formularium Obat PERTAMEDIKA IHC yang terdapat Peraturan Direktur Nomor Prt–2099/A00000/2020-S0 tentang Formularium Obat PERTAMEDIKA IHC (FOPI) Tahun 2021 untuk membuat dan memberlakukan standarisasi FOPI di lingkungan PERTAMEDIKA IHC dengan ketentuan semua rumah sakit yang berada di lingkungan PERTAMEDIKA dan RS IHC Member wajib menggunakan FOPI dan tidak diperkenankan adanya Formularium atau Daftar Standar Obat lain. Maka dari itu, perlu adanya penyesuaian daftar obat dalam Formularium RS UI dengan FOPI. Kegiatan dilakukan dengan pengolahan dua buah data berupa master obat Formularium RS UI serta FOPI dalam bentuk format excel dengan Formularium RS UI sebagai master data. Lalu, dilanjutkan perhitungan persentase dari masing-masing kategori obat yang tersubtitusi, tidak perlu subtitusi atau tidak tersubtitusi. Diperoleh jumlah obat Formularium RS UI yang dapat disubtitusi ke FOPI sejumlah total 442 obat dengan persentase total 18,53%. Jumlah obat yang masuk dalam kategori “Tidak Perlu Subtitusi” sebanyak 1102 obat dengan total persentase sebesar 47,71%. Sedangkan, jumlah obat yang tidak bisa disubtitusi adalah sejumlah 383 obat dengan persentase total 16,58%. Jumlah obat non FOPI adalah sejumlah 383 obat dengan persentase 16,58%. Obat yang tidak tersubtitusi perlu dilakukan pengkajian kembali antara Farmasi dengan Pelayanan Medik/KFT/KSM terkait untuk mendukung efisiensi dan efektivitas formularium RS UI.

To create and implement FOPI standardization in Indonesia, PT Pertamina Bina Medika IHC (PERTAMEDIKA IHC) released the PERTAMEDIKA IHC Drug Formulary Book in 2020. This publication includes Director Regulation Number Prt-2099/A00000/2020-S0 addressing the 2021 PERTAMEDIKA IHC (FOPI) Drug Formulary. PERTAMEDIKA IHC environment on the condition that all hospitals within PERTAMEDIKA and IHC Member Hospitals must use FOPI and that no Formulary or other Standard List of Drugs is permitted. Consequently, it is required to update the UI Hospital Formulary's medicine list with FOPI. The task involved processing two sets of data, the UI Hospital's master drug formulary and FOPI's FOPI in excel format, with the UI RS Formulary serving as the master data. The percentage of each drug category that is substituted, whether a substitution is required or not, should then be calculated. There are 442 different medications in the UI Hospital Formulary that can replace FOPI, with a total substitution percentage of 18.53%. 1102 medicines, or a total proportion of 47.71, fall under the "No Need Substitution" category. 383 medicines, or a total percentage of 16.58%, cannot be substituted, however. There are 383 non-FOPI medications, with a proportion of 16.58%. To promote the efficacy and efficiency of the UI Hospital formulary, drugs that cannot be substituted must be discussed between the Pharmacy and the relevant Medical Services/KFT/KSM."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sally Fedrini
"Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus revenue center bagi rumah sakit. Formularium rumah sakit merupakan landasan kebijakan manajemen rumah sakit dan menjadi prinsip penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan farmasi. Sistem formularium harus dikelola dengan optimal agar dokter dapat tetap konsisten memanfaatkan formularium. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis bagaimana sistem formularium 2013 RS St Elisabeth-Bekasi. Peneliti melakukan analisis mulai dari penyusunan, pengadaan dan pengawasan formularium; analisis ABC pemakaian, investasi dan indeks kritis; kesesuaian dengan DOEN 2013, juga dibandingkan dengan formularium 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasilnya adalah proses penyusunan formularium 2013 masih belum optimal, sistem pengendalian persediaan belum ada, dan rumah sakit belum menemukan sistem kontrol yang sesuai untuk mengawasi jalannya sistem formularium. Ditemukan 70860 pemakaian (5%) obat non formularium sejumlah Rp1.257.098.400. Ada 114 golongan obat yang ada di DOEN namun tidak ada di formularium. 65,89% obat formularium 2013 adalah slow moving dan ada 100 item obat dari 689 dengan nilai investasi Rp17.550.692.405. Hanya 21 jenis obat yang sangat kritis terhadap pelayanan pasien.

Pharmaceutical service is the revenue center at the hospital. Hospital formulary system is the basic principles that must be considered in pharmacy management. Hospital formulary system should be managed optimally in order to mantain consistency of clinician's prescribing utilization. The purpose of this study is to analyze the system of St Elisabeth Hospital Formulary 2013-Bekasi. Researchers conducted analysis starting from the selection, procurement and supervision of the formulary; ABC analysis; comparation with DOEN and 2014 formulary. This study uses qualitative approach through in-depth interviews and document review.
The results are: the process of formulary selection is still not optimal, there is no inventory control system, and hospitals have yet to find an appropriate control system to supervise the formulary system. There were 70.860 (5%) of nonformulary drugs used in amount of Rp1.257.098.400, there are 114 drug classes in DOEN that does not exist in the formulary, 65.89% items of drug are slow moving and there are 100 items of drugs with high investment (Rp17.550.692.405), and there are only 21 types of drugs that are very critical to patient care.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Ika Kumala Dewi
"Biaya perawatan Cost Of Treatment adalah perhitungan biaya terkaitbiaya langsung dan biaya tidak langsung yang dibutuhkan untuk melakukanperawatan dan atau tindakan layanan kesehatan per layanan penyakit terhadappasien yang sesuai dengan clinical pathway dari penyakit tersebut. Rumah sakitsebagai penyelengara pelayanan kesehatan menjadi kewajiban untuk memberikanpelayanan yang adil dan bermutu bagi masyarakat. Menghitung unit cost layanankesehatan sangat sangat diperlukan untuk mengetahui besaran biaya riil yangdibutuhkan untuk suatu produk layanan. Dengan menghitung unit costberdasarkan clinical pathway adalah alat untuk mencapai pelayanan yangberkualitas dan efisien.Di Rumah Sakit Ari Canti kasus DHF merupakan kasus non bedahtertinggi dan merupakan 10 kasus terbanyak pada tahun 2016. Permasalahan yangterjadi sebelumnya adalah belum adanya unit cost berdasarkan data riil rumahsakit yang menyebabkan kendala dalam kebijakan yang membutuhkanperhitungan biaya dalam keputusan tersebut, antara lain penentuan tarif, negosiasidengan pihak ketiga dan lain sebagainya. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui cost of treatment DHF murni kelas III Di Rumah Sakit Ari Canti,serta lebih jauh mengetahui gambaran biaya di unit produksi maupun di unitpenunjang.Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan crosssectional. Metode analisis biaya adalah dengan metode Activity based costinguntuk unit produksi dan simple distribution untuk unit penunjang. Data yangdigunakan adalah data sekunder dari bagian unit produksi terkait dan unitixUniversitas Indonesiapenunjang ruah sakit tahun 2017. Dari hasil penelitian didapatkan COT adalahRp. 1,654,884.68. UC actual RP. 1,358,859.68 dan UC simple distribution Rp.296.025.COT adalah Rp. 1.654.884,68. Biaya Sumber daya di IGD yaitu perawatdan jasa dokter menghabiskan porsi biaya 73,77 dari keseluruhan sumber dayayang dibutuhkan di IGD, di laboratorium porsi biaya SDM sekitar 9 dan dirawat inap sebesar 40,9 untuk biasa jasa medis dokter dan perawat .Khususnya di IGD menggambarkan kondisi yang belum efisien antara jumlahpegawai yang harus dibiayai dengan beban kerja yang ditanggung atau outputyang dihasilkan sehingga biaya yang dibebankan kepada pasien menjadi tinggi.Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk rumahsakit dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan mengenai tarif dannegosiasi dengan pihak external lainnya.Kata Kunci : Cost Of treatment, DHF, biaya satuan

Cost of Treatment is a cost calculation of the direct and indirect costsrequired to perform the care of performing treatment and or health caremeasures per patient disease service in accordance with the clinical pathway ofthe disease. Hospitals as health service providers must be provide a righteous andquality service for the community. Calculating unit cost of health services is verynecessary to know the real cost value needed for a service product. By calculatingunit cost based on the clinical pathway is a tool to achieve quality and efficientservice.In Ari Canti Hospital, DHF case is the highest non surgical case and isthe top 10 cases in 2016. The problem that happened while the absence of unitcost based on real hospital data causing obstacles in the policy that require costcalculation in the decision, among others rate determination, negotiation withthird parties and others. The purpose of this research is to know the cost oftreatment of DHF class III At Ari Canti Hospital, and further to know thedescription of cost in production unit and in supporting unit.The type of this research is quantitative research with cross sectionalapproach. Cost analysis method is by Activity based costing method forproduction unit and simple distribution methode for supporting unit. The dataused are secondary data from parts of related production units and supportingunits in 2017. From the research results obtained COT is Rp. 1,654,884.68. UnitCost actual Rp. 1,358,859.68. Unit Cost by simple distribution methode Rp.296.025.xiUniversitas IndonesiaCOT is Rp. 1.662.60306. The cost of resources in the ER is the nurses andphysician services spent the cost of 73.77 of the total resources needed in theER, in the laboratory portion of the cost of human resources about 9 and inhospitalization of 40.9 for regular medical services physicians and nurse .Especially in the ER describes an inefficient condition between the number ofemployees to be financed with the workload borne or the resulting output so thatthe costs charged to the patient become high. It is expected that the results of thisstudy can be considered for the hospital in determining policy and decisionmaking on tariff and negotiation with other external partieKeywords Cost Of treatment, DHF, unit cost."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Chaerani
"Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya perubahan lingkungan rumah sakit di Indonesia yaitu globalisasi dan desentralisasi. Kebijakan desentralisai mempengaruhi kebijakan kesehatan termasuk rumah sakit di daerah terutama menyangkut pembiayaan. Selama ini masalah pembiayan tergantung pada kebijakan pemerintah pusat saat ini beralih menjadi kewenangan pemerintah daerah dan tergantung kepada sumber dana yang tersedia di daerah padahal dana yang tersedia terbatas. Hal ini menyebabkan rumah sakit dituntut meningkatkan kemampuannya untuk mendapatkan sumber pembiayaan baik dari pemerintah maupun non pemerintah atau masyarakat.
Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Ajjappannge Soppeng sebagai rumah sakit daerah pada tahun 2002 telah mencapai cakupan pelayanan cukup tinggi dengan BOR 70%. Namun pendapatan dari retribusi pelayanan masih rendah. Hal ini disebabkan tarif pelayanan masih rendah juga belum dihitung berdasarkan biaya satuan dan analisa biaya. Maka untuk meningkatkan pendapatan unit rawat inap dari retribusi perlu melakukan analisis tarif rawat inap untuk mobilisasi dana dari masyarakat melalui penyesuaian pola tarif.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tarif rawat inap yang ditetapkan berdasarkan biaya satuan pada masing-masing kelas perawatan di RSUA Soppeng. Termasuk didalamnya untuk mengetahui total biaya, cost recovery rate (CRR), kebijakan maupun kemampuan membayar dari masyarakat sebagai dasar penetapan tarif. Jenis penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan analisis biaya rawat inap menggunakan metode simple distribution di RSUA Soppeng tahun anggaran 2001.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tarif yang belaku pada kelas I, II dan III kecuali VIP berdasarkan Perda Kabupaten Soppeng no 4 tahun 1998 masih di bawah. biaya satuan aktual sebesar Rp 51.696,- demikian pula biaya satuan normatif sebesar Rp 34.975,31. Hasil pada simulasi tarif dapat meningkatkan CRR dari 25 % manjadi 44,7 %, terjadi peningkatan mobilisasi dana untuk menutupi sebagian biaya pelayanan unit rawat inap di Rumah Sakit Ajjappannge Soppeng.
Peneliti menyarankan untuk dilakukan penyesuaian tarif pelayanan rawat inap yang dibuat berdasarkan biaya satuan, tingkat pemulihan biaya, kebijakan dan kemampuan membayar masyarakat.

Analysis of Inpatient Tariff at General Hospital of Ajjappannge Soppeng, South Sulawesi, 2001. This research was initiated due to environmental change in the hospital setting in Indonesia that is globalization and decentralization. Decentralization policy affects health care and hospital policies at district government, especially on the issue of financing.
Under previous mechanism, the central government subsidized directly to the district hospitals. After the implementation of autonomy, financing of district hospitals has shifted to the local government through Dana Alokasi Umum (DAU) whereas that financing source is limited. As a consequence, has to improve their capability to seek for additional of financing both from government and public sector.
Utilization rate of inpatient care units of General Hospital of Ajjappannge Soppeng South Sulawesi was quite high which showed in 2000 where Bed Occupancy Rate (BOR) indicate 70 %, although the revenue from retribution inpatient care units was still low. One potential cause is due to low tariff that is set by the local government; this tariff is not based on the unit cost analysis. Resource mobilization should be explore from both public and government sector. One of the attempts is to adjust tariff that is base on unit cost. The research aim to estimate inpatient tariff that state base on unit cost in each class ward at inpatient care units at General Hospital of Ajjappannge Soppeng. Include the analysis to estimate total cost, cost recovery rate (CRR), tariff policy, and community ability to pay (ATP) as the basis in the deciding the tariff.
This is a case study; using cost analysis of in patient ward with simple distribution method at General Hospital of Ajjappannge Soppeng used the year of budget 2001.
The result of this study showed that the tariff of inpatient care in each class (The 151, 2nd and 3rd class except VIP class) ward by Perda Kabupaten Soppeng No 4 Tahun 1998 is lower than units cost services, Actual Unit Cost is Rp 51.696; and Normative Unit Cost is Rp 34.975,31.
The tariff pattern on simulation of inpatient care, would improvement CRR from 25,5 % to 44,7 %, it means that resource mobilization may increase financing in the inpatient unit.
Finally the researcher suggests the inpatient care tariff which stated base on unit cost, cost recovery, policy and ability to pay.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 10655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Raka Jeni
"ABSTRAK
Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan pemerintah kepada rumah sakit yang telahmemenuhi standar yang telah ditetapkan. Akreditasi rumah sakit di Indonesiadilaksanakan untuk menilai kepatuhan rumah sakit terhadap standar akreditasi. Di RSUDharma Yadnya sudah melaksanakan akreditasi 4 standar : Pencegahan danPengendalian Infeksi, Kualifikasi dan Pendidikan Staf, Hak Pasien dan Keluarga danSasaran Keselamatan Pasien. Pada standar PPI paling banyak meninggalkanPerencanaan Perbaikan Strategis PPS yaitu sebanyak 23 item dari 11 elemen penilaiandibandingkan dengan tiga standar lainnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalahuntuk diketahui proses pelaksanaan perbaikan 23 item dan hambatan yang ditemukan.Metode penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengambilan datawawancara mendalan dan telaah dokumen, dengan 4 orang partisipan. Hasil penelitianini menunjukkan pada re-survey pertama tahun 2016 terselesaikan 5 elemen penilaian,re-survey kedua tahun 2017 terselesaikan 16 elemen penilaian dan menyisakan 2elemen penilaian yang belum tercapai yaitu pada pemenuhan sarana ruang isolasidengan ruangan bertekanan negatif dan filtrasi HEPA. Dengan kendala harga alat danpemeliharaan yang mahal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk membangunbangunan rumah sakit yang baru apalagi untuk keperluan investasi, harusmemperhatikan arsitektur rumah sakit yang ditentukan oleh standar akreditasi rumahsakit.

ABSTRACT
Hospital accreditation is the government 39 s recognition to hospitals that have met theestablished standards. Hospital accreditation in Indonesia is conducted to assess hospitalcompliance with accreditation standards. Dharma Yadnya Hospital have implemented 4accreditation standard Infection Prevention and Control, Qualification and StaffEducation, Patient and Family Rights and International Patient Safety Goals. At mostinfection prevention and control standards leave strategic improvement planning asmany as 23 items from 11 assessment elements compared with three other standards.The purpose of this research is to know the implementation process to improve 23assessment element and obstacles found. The method of this research is qualitativeresearch, using deep interview and document review technique, with 4 participants. Theresult of this study showed that in the first re survey of 2016 completed 5 elements ofassessment, the second re survey of 2017 completed 16 elements of assessment andleaving 2 elements of assessment that have not been achieved, that is the fulfillment ofisolation facilities with negative pressure rooms, and HEPA filtration. With expensivetool and maintenance cost constraints. This research concluded that to build a newhospital building especially for investment purposes, must pay attention to hospitalarchitecture which determined by hospital accreditation standard. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T53626
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Tajudin
"Penetapan tarif Unit Kamar Bedah (UKB) di Rumah Sakit Islam Jakarta Timur (RSIJT) tanpa menggunakan perhitungan biaya satuan yang benar dapat mengakibatkan kerugian pihak Rumah Sakit. Pada unit pelayanan yang produknya beragam (heterogen) seperti UKB perlu dilakukan analisis biaya di tiap golongan karena pemakaian yang bervariasi untuk bahan medis, alat kesehatan dan lama operasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran penetapan tarif yang lebih realistis berdasarkan biaya satuan di UKB. Penelitian ini merupakan penelitian operasional yang bersifat deslaiptif. Metode analisis biaya yang digunakan adalah dengan memberikan pembobotan (relative value unit) pada setiap golongan operasi yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu golongan operasi kecil, sedang, besar dan khusus. Untuk setiap kelompok dipilih satu jenis operasi yang dapat mewakili.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya satuan di masing-masing golongan operasi adalah Rp.770.830 untuk operasi kecil, Rp.835.304 untuk operasi sedang, Rp.1.035.938 untuk operasi besar dan Rp.1.651.445 untuk golongan operasi khusus.
Penelitian ini juga membuat simulasi tarif yang dihitung menurut kelas perawatan. Hasil simulasi tarif bila memperhitungkan semua komponen biaya (full cost) ternyata lebih tinggi dari tarif yang berlaku sekarang. Sebagai contoh untuk operasi kecil di kelas VIP sebesar Rp.1.510.827 sedangkan tarif yang saat ini berlaku adalah Rp.850.000. Dibanding tarif Rumah Sakit pesaing, tarif di RSUT lebih rendah. Akhirnya penelitian ini ditutup dengan saran agar RSIJT hendaknya melakukan evaluasi terhadap tarif operasi yang berlaku saat ini.

Analysis of Price Setting of Surgical Unit at Rumah Sakit Islam Jakarta-East Jakarta in the Year 2000Price setting of surgery unit without computation of unit cost will lead loss to the hospital. Therefore, in a service unit producing various products needs to be supported by proper cost analysis.
The study was aimed to get more realistic description of price computation and price setting in a Surgical Unit. This research was a descriptive operational research using relative value unit technique as method of unit cost computation for every group of surgery, which divided into 4 (four) groups i.e. minor surgery, middle surgery, major surgery, and special surgery. For each surgery group was picked one of surgeries that represented its group.
The finding of this research showed that unit cost of every group of surgery was as follows: minor surgery was Rp 770.830,-, middle surgery was Rp 835.304,-, major surgery was Rp 1.035.938,-, and special surgery was Rp 1.651.445,-.
This study also conducted tariff simulation that computed according to type of inpatient class. The finding of this simulation which including full cost revealed that tariff for every group of surgery was higher than the existing tariff in the hospital. For example, the tariff for minor surgery in VIP class was Rp 1.510.827,-while the existing tariff was Rp 850.000,-. In comparison to the tariff applied in the hospital's competitors, the tariff applied in Rumah Sakit Islam Jakarta was lower.
Based on the above-mentioned findings, it is suggested to Rumah Sakit Islam Jakarta to conduct the evaluation for surgery tariff.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 9269
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febindra Eka Widisana
"Untuk menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomer 8 Tahun 2003, Keputusan Presiden Nomer 40 Tahun 2001 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomer 1 Tahun 2002 yang menetapkan bahwa Rumah Sakit Daerah adalah Rumah' Sakit milik Pemerintah Daerah yang berlokasi di daerah/kota, berkedudukan sebagai Lembaga Teknis Daerah (LTD) maka Pemerintah Daerah Kota Pagar Alam membuat kebijakan di bidang kesehatan dengan mendorong kemandirian RSUD Besemah Kota Pagar Alam sebagai LTD dari setingkat Kantor menjadi setingkat Badan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomer 6 Tahun 2003, namun perlu dilakukan upaya-upaya untuk memenuhi persyaratan tersebut mengingat kemarnpuan dari segi sarana dan prasarana, kemampuan pelayanan maupun ketenagaan yang dimiliki RSUD Besemah belum mencukupi untuk menjadi setingkat Badan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang seharusnya menjadi dasar peningkatan status RSUD Besemah dari kantor menjadi Badan, baik komponen faktor ekstemal dan faktor internal. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa proses perubahan RSUD Besemah Kota Pagar Alam menjadi Badan belum mempertirnbangkan faktor internal RSUD Besemah.
Kemudian dari hasil penelitian ini diharapkan pada masa yang akan datang Pemerintah Kota Pagar Alam dan RSUD Besemah dapat membuat master plan ketenagaan Rumah Sakit, sarana dan prasarana Rumah Sakit sesuai dengan perubahan status RSUD Besernah yang dijadikan setingkat badan, antara lain dengan membuat perencanaan pengembangan SDM, Meningkatkan pengetahuan pejabat Pemerintah Daerah Kota Pagar Alam dalam membuat kebijakan serta melibatkan berbagai pihak dalam membuat kebijakan clan memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kebijakan tersebut.

To follow up Act Number 32nd in the year 2004, Government Regulation Number 8th in the year 2003, Presidential Decree- Number 40th in 2001, and Minister for Domestic Affairs decree number lth in the year 2002 which stated that situated in the region or in the city as regional technical institution (RTD. Based on those reasons, Pagar Ala_m government makes a policy of health to encourage autonomy of Besemah Regional Public Hospital of Pagar Alarn City as regional Technical Institution (RTI). Besemah Regional Public Hospital of Pagar Alam City still has poor capacity of means and infrastructure, low service quality, low human resources performance to be an Agency or Institution. Threfore, it is necessary to undertake efforts to meet requirements to be in the same level with Agency or Institution.
The objective of this research is to know any factors that should be the basic to change Besemah Regional Public Hospital to be an Agency or institution, both external and internal factors. These research uses Qualitative approach. Indepth interview and explore references are the techniques used in this research to collect data. In this research found that the process to change Besemah Regional Public Hospital to be an Agency or institution is not consider yet. Internal factors of Besemah Regional Public Hospital such as human resources, meas, and infrastructures.
Hopefully, the results of this research in future that the government of Pagar Al= City and Besemah Regional Public Hospital could make master plan of hospital human resources, means, and infrastructure of hospital accordance with status changes of Besemah Regional Public Hospital to be an Agency or institution. The master plan would cover among others human resources development planning, knowledge improvement of Pagar Alam city Officers to make policy, involved concerned parties in making policy, and other related factors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Wibowo
"Terdapat selisih antara klaim INA-CBG dengan pendapatan Rumah Sakit di 4 Rumah Sakit kelas A yaitu RSUP Fatmawati, RSUP Dr. Kariadi, RSUP Dr. Sarjito dan RSUP Dr. Hasan Sadikin. Dalam 6 bulan terdapat selisih terkecil Rp 1.091.205.671 di RSUP Dr. Kariadi dan terbesar Rp 10.142.004.398 di RSUP Fatmawati. Perbedaan selisih terutama dipengaruhi perbedaan pada komponen biaya untuk jasa medis dan farmasi pada seluruh kasus yang dilayani maupun kasus sectio cesarea tingkat keparahan 3. RSUP Dr. Kariadi dan RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah Rumah Sakit yang efisien, sedangan RSUP Fatmawati dan RSUP Sarjito adalah Rumah Sakit yang inefisien.
Metode pembayaran INA-CBG meningkatkan upaya pengendalian biaya Rumah Sakit melalui pembayaran jasa medis yang lebih kecil, penggunaan obat generik serta pengendalian pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi. Setiap Rumah Sakit mempunyai karakteristik dalam melakukan pengendalian biaya untuk meningkatkan efisiensi dan dapat menjadi model pembelajaran bagi Rumah Sakit lain. RSUP Fatmawati dalam menerapkan clinical pathway, RSUP Dr. Kariadi dalam pengendalian alat medik habis pakai, RSUP Dr. Sarjito dalam menerapkan jasa pelayanan yang sama untuk semua kelas perawatan dan RSUP Dr. Hasan Sadikin dalam hal kebijakan mewajibkan penggunaan obat generik.

There is a difference between the claims of INA - CBG with hospital revenue in the fourth class A hospitals; Fatmawati, Dr. Kariadi, Dr . Sarjito and Dr. Hasan Sadikin . Within 6 months, difference range between Rp 1,091,205,671 in Dr. Kariadi Hospital and Rp 10,142,004,398 in Fatmawati Hospital . The difference is mainly influenced by the difference of cost component for medical service payment and pharmacy cost in all cases and cesarean section severity level 3. Dr. Kariadi and Dr. Hasan Sadikin Hospital are an efficient hospitals, on the other hand Fatmawati and Sarjito Hosital are an inefficient hospitals.
INA-CBG payment method enhance the cost containment efforts through smaller medical service payment, the use of generic drugs, control of laboratory and radiological investigations. Each hospital has the characteristics in costs containment to enhance hospital efficiency and can be a learning model for other hospitals. Fatmawati hospital in implementing clinical pathways, Dr. Kariadi hospital in the control of medical equipment consumables, Dr. Sarjito hospital in implementing the same payment services to all class care and Dr. Hasan Sadikin hospital in policies require the use of generic drugs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T39320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Erni Kurniati
"Tesis ini membahas analisis Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Pada Instalasi Rawat Inap Di RSUD Kabupaten Ciamis Sebelum Dan sesudah Menjadi Badan Layanan Umum Daerah di Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam dari informan terpilih.
Hasil penelitian menunjukkan dari aspek SPO, SDM, sarana prasarana pada instalasi rawat inap sesudah menjadi BLUD lebih lengkap dari segi kuantitas maupun kualitas meskipun dari aspek SPO masih ada tindakan yang tidak sesuai dengan SPO, sedangkan dari aspek SDM masih kekurangan dokter spesialis, dan dari aspek sarana dan prasarana masih kurang dalam sistem pemeliharaannya. Kesimpulannya, pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal di instalasi rawat inap belum dilaksanakan secara maksimal, karena keadaan rumah sakit yang masih mempunyai kelemahan dan kekurangan.
Saran peneliti bagi RSUD Kabupaten Ciamis diharapkan dapat lebih bekerja sama dan melakukan koordinasi yang baik dengan pihak Pemerintah Daerah agar dapat dicarikan solusi yang terbaik, dan diperlukan evaluasi berkala SPM agar pelaksanaannya lebih baik.

This thesis studied an analysis of the implementation of Hospital Minimum Service Standards of Ciamis District General Hospital at Inpatient Care Unit which was held before and after becoming Local Public Service Institution in 2013. This research used a qualitative approach by conducting detailed interview to selected interviewees.
The result of the research showed that aspects of SPO, Human Resources, infrastructures at Inpatient Care Unit, viewed after the hospital's becoming Local Public Service Institution are more quantitatively and qualitatively complete although if viewed from SPO there are still acts which are not appropriate with SPO, meanwhile viewed from Human Resources, it is still lack of specialists, and from its infrastructures, it’s maintenance system is regarded still inadequate. The Minimum Service Standards implementation at Inpatient Care Unit has not been maximally implemented because of the hospital's weaknesses and lack.
The researcher suggestion for Ciamis District General Hospital is that hopefuly there will be more cooperative good coordination with the local government in order to find the best solution, and the Minimum Service Standards periodic evaluations is required so that the implementation will be better conducted.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T33733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>