Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194555 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Imelda Sari
"Peraturan Perpajakan sangat banyak, kompleks dan ambigu. Pemahaman petugas administrasi pajak dan Wajib Pajak sering berbeda, dalam arti perkatanya, pengaplikasiannya dan bukti transaksi yang dibutuhkan. Perbedaan pemahaman tersebut menimbulkan sengketa perpajakan. Pada akhirnya menimbulkan biaya yang tidak sedikit, dari sisi Direktorat Jenderal Pajak maupun Wajib Pajak. Penelitian ini mengenai penegasan peraturan perpajakan dimuka advance tax ruling sebagai alternatif pencegahan sengketa yang diharapkan dapat meringankan biaya kepatuhan pajak dan meningkatkan kepastian hukum. Saat ini penegasan peraturan telah ada, namun tidak mengikat. Belanda menggunakan Surat Perjanjian antara otoritas pajaknya dengan Tax Payer. Keunggulannya adalah mengikat kedua pihak dan juga pengadilan.

Tax regulation are abundant, complex and multi interpretations. Tax Officials and Taxpayers sometimes interpret the regulations differently, concerning the precise meaning of statutory language, the application of the law to specific factual situation, and the type of evidence sufficient to establish necessary fact. These conditions are likely create tax disputes. It is costly, on both side, Directorate General of Taxes and also Taxpayers. The study aims Advance Tax Ruling ATR to avoid tax disputes that hopely reduce cost of compliance and also created more certainty. Today, ATR exist but not binding. The Netherland has used contractual letter between Tax Official and Taxpayer. The advantages are binding not only to the parties but also the court.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2017
T48719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Vernynda
"Latar belakang penelitian ini dimulai karena adanya sengketa pajak yang terjadi antara PT XYZ Indonesia dengan Pemeriksa dari Direktorat Jenderal Pajak mengenai pembuktian kewajaran perolehan jasa intra-grup. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis pembebanan biaya technical assistance fees dan commission fee dalam perhitungan Pajak Penghasilan PT XYZ Indonesia, di mana kedua biaya tersebut diberikan oleh pihak afiliasi. Metode penelitian yang digunakan adalah pendeketan kualitatif dengan data dikumpulkan dari hasil wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menentukan kewajaran pemberian atau perolehan jasa intra-grup, yaitu terkait eksistensi, manfaat yang diterima, dan nilai wajar. Pada sengketa pajak terkait technical assistance fees, data yang dimiliki oleh PT XYZ Indonesia cukup untuk membuktikan eksistensi dan manfaat yang diterima serta jasa yang diterima bukan jasa duplikasi. Pada sengketa pajak kedua terkait commission fee, koreksi yang dilakukan Pemeriksa saat itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan konsep yang berlaku. Metode transfer pricing yang cocok untuk digunakan untuk menganilisis nilai wajar transaksi commission fee PT XYZ Indonesia ada Transactional Net Margin Method.

The background of this research was started because of the tax dispute that occurred between PT XYZ Indonesia and the auditors from the Directorate General of Taxes regarding proving the fairness of the acquisition of intra-group services. The purpose of this research is to analyze the cost of technical assistance fees and commission fees in the calculation of PT XYZ Indonesia Income Tax, in which both fees are given by affiliates. The research method used was qualitative approach with data collected from the results of in-depth interviews and literature studies. The results showed that there are three conditions that must be met to determine the fairness of the provision or acquisition of intra-group services, which are related to existence, benefits received, and fair value. In the tax dispute related to technical assistance fees, the data held by PT XYZ Indonesia is sufficient to prove the existence and benefits received and the services received are not duplicate services. In the second tax dispute related to commission fees, the corrections made by the examiner at that time were not in accordance with the prevailing laws and concepts. The transfer pricing method that is suitable for analyzing the fair value of PT XYZ Indonesia's commission fee transactions is the Transactional Net Margin Method.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Margareth Sophia Elisabeth
"Salah satu strategi manajemen perpajakan yang umumnya dilakukan antar intra grup perusahaan multinasional adalah transfer pricing, tetapi seringkali memiliki konotasi negatif karena erat kaitannya dengan penghindaran pajak. Perkembangan teknologi dan industri berbasis know-how juga mendorong peningkatan transaksi yang berupa intangible asset dan jasa. Kedua jenis transaksi tersebut seringkali menimbulkan sengketa antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak sehingga dapat menimbulkan koreksi atas pelaporan pajak perusahaan dan mendorong Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan dan kemudian permohonan banding ke Pengadilan Pajak.
Penulisan karya ilmiah ini menganalisis kasus banding transfer pricing atas intangible property dan jasa intra grup untuk menemukan faktor penyebab sengketa dan kemudian mendeskripsikan kajian yang dilakukan Majelis Hakim dalam memutus sengketa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif-deskriptif melalui analisis 7 (tujuh) kasus banding tahun 2005-2012. Setelah dilakukan analisis terhadap kasus-kasus tersebut,
Penulis menemukan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab sengketa, yaitu perbedaan data, perbedaan interpretasi data, dan perbedaan interpretasi hukum. Selain itu, ditemukan pula bahwa terdapat beberapa aspek yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus sengketa, yaitu kelengkapan dan kualitas dokumen pendukung, keterangan dari tiap pihak, dan pengetahuan Hakim.

One of the strategies commonly practiced by MNC groups internally is transfer pricing, which primary purpose is to enhance the efficiency of business process. However, this method often causes negative impression since it is closely related to tax avoidance issue. The rapid growth of technology and know-how based industry also boost transactions involving intangible assets and services. Disputes between Tax Payer and Directorate General of Tax (DGT) may arise when determining the nature of those transactions. Corrections made by DGT may lead to objection by Tax Payer and will be proceeded to Tax Court if remains unsatisfied with the result.
This study examines 7 (seven) appeals of transfer pricing case from 2005-2012 related to intangible property and intra-group service to find the factors causing the dispute and describe considerations taken by Judges to make the decision by using qualitative-descriptive approach.
The result shows that using different data and having different interpretation on data and law may have caused the disputes. Apart from that, there are several aspects that may affect Judges consideration, such as the completeness and quality of proof documents, arguments from each party, and Judges knowledge.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soehadi Danu Saputro
"Judul tesis ini Kedudukan Pengadilan Pajak Dalam Sistem Peradilan Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Pajak di Indonesia. Mengingat besarnya peranan penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negera (APBN), Negara/Pemerintah perlu memperhatikan agar pemungutan pajak tidak menciderai rasa keadilan rakyat maka di pandang perlu suatu upaya pemaksaan yang sah dan bersifat legal. Di Indonesia, dasar pemungutan pajak di atur dalam konstitusi Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang telah di ubah dengan Pasal 23A Amandemen Ketiga UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang“. Oleh karena itu, setiap sengketa pajak harus diselesaikan secara adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, sederhana serta memberikan kepastian hukum (legal certainty). Eksistensi Pengadilan Pajak sebagai lembaga penyelesaian sengketa pajak untuk menegakkan hukum dan keadilan di bidang perpajakan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ketiga.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1). Bagaimanakah kedudukan Pengadilan Pajak dalam sistem peradilan di Indonesia?; 2). Bagaimanakah penyelesaian sengketa di Pengadilan Pajak?. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. sumber data penelitian yaitu data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai penunjang. Data yang terkumpul di analisis berdasarkan metode kualitatif.
Hasil penelitian pertama, kedudukan Pengadilan Pajak dalam sistem peradilan di Indonesia adalah sebagai Pengadilan Khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Ketidakjelasan kedudukan dari Pengadilan Pajak dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menimbulkan persepsi bahwa eksistensinya itu berdiri sendiri di luar lingkungan peradilan yang diatur oleh Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Kedua, penyelesaian sengketa pajak di Pengadilan Pajak di atur dalam hukum acara khusus pada Bab IV Undang-Undang Pengadilan Pajak dan berbeda jika dibandingkan dengan sistem peradilan yang berlaku pada umumnya. Penyelesaian sengketa di Pengadilan Pajak tidak mengenal adanya Pengadilan Tingkat I, Pengadilan Tingkat II dan kasasi namun hanya di kenal upaya hukum banding dan gugatan. Sebagai Pengadilan Khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara, putusan banding atau putusan gugatan Pengadilan Pajak hanya dapat diajukan upaya hukum luar biasa ke Mahkamah Agung berdasarkan alasan-alasan Pasal 91 huruf a sampai dengan e Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002.

The title of this thesis is the Legal Position of Tax Court within the Judicial System as the Tax Dispute Settlement Institution in Indonesia. Considering the contribution of tax revenue dominating the State Budget and Expenditure Budgeting (APBN), the State/Government should to pay attention that tax collection procedure does not injure the sense of justice it is necessary an attempt to impose a legitimate and legal coercion. In Indonesia, legality basis of the tax collection stated in Article 23 Paragraph (2) of the 1945 Constitution as amended by the Third Amendment by Article 23A of the 1945 Constitution: "Tax and other levies coercive for the purposes of state governed by law". Therefore, for any tax disputes needs to be resolved equitably with fast, inexpensive and simple processes, and provide a legal certainty. The existence of the Tax Court as a tax dispute settlement institution to enforce the law and justice in the field of taxation as set out in Article 24 of the Third Amendment 1945 Constitution.
The basic problems include: 1). How is the legal position of the Tax Court in the judicial system in Indonesia?; 2). How is the settlement of disputes in the Tax Court?. The method used is normative legal research. Source of legal research data is secondary data in the form of primary, secondary legal materials and tertiary legal material as a supporting. The collected data was analyzed by qualitative methods.
Results of this thesis research: 1). The legal position of the Tax Court in the judicial system in Indonesia is as Special Court in the administrative courts exercising judicial power to the taxpayer to seek justice against tax dispute. Obscurity position (legal) of the Tax Court in Law Number 14 Year 2002 regarding Tax Court creates a perception that it is an independent existence outside the Courts were governed by the Judicial Authority Law. 2). settlement of tax disputes in the Tax Court are set in the special procedural law in Chapter IV of the Tax Court Law which is different when compared to the existing judicial system in generally. Settlement of disputes in the Tax Court does not recognize by the Level I Court, Level II Court and cassation, but only known an appeal and lawsuit. As the Special Court in the administrative courts, appeal and lawsuit verdicts of the Tax Court only be filed by extraordinary legal remedy to the Supreme Court by the reasons of Article 91 letter a through e of Tax Court Law Number 14 Year 2002.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darat Agung Adi Pranoto
"ABSTRAK
Di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah badan pemerintah
yang bertanggung jawab untuk mengelola pendapatan pajak bagi negara. Salah
satu tugas DJP adalah menyelesaikan sengketa pajak di tingkat administrasi.
Penyelesaian sengketa pajak sangat penting untuk memastikan bahwa wajib pajak
memperoleh hak mereka sehubungan dengan penyelesaian sengketa pajak.
Data pengadilan pajak menunjukkan bahwa dari tahun 2004 sampai dengan
tahun 2013 jumlah sengketa pajak yang dibawa ke pengadilan pajak cenderung
meningkat. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa sengketa pajak tidak dapat
diselesaikan di tahap awal yaitu tingkat administrasi. Upaya yang selama
inidilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk mengurangi jumlah kasus di
pengadilan pajak terutama dengan peningkatan keterampilan litigasi pegawai serta
meningkatkan jumlah sumber daya yang dialokasikan untuk menyelesaikan
sengketa, mempercepat proses keberatan, dan meningkatkan koordinasi dengan
pengadilan pajak. Namun, upaya tersebut kurang berhasil mengingat jumlah
sengketa di pengadilan pajak tetap tinggi. Kelemahan-kelemahan dari upaya
tersebut adalah pendekatan yang kurang tepat dalam menyelesaikan sengketa dan
kegagalan untuk mengidentifikasi jenis sengketa (misalnya sengketa fakta atau
interpretasi hukum). Masalah-masalah mendasar yang menimbulkan kelamahankelemahan
tersebut adalah banyaknya pemeriksaan berdasar kelebihan bayar dan
banyaknya kasus berulang dibawa ke pengadilan pajak. Kelemahan dan masalah
mendasar tersebut yang menyebabkan menumpuknya sengketa di pengadilan
pajak. Akibatnya, DJP harus mengeluarkan biaya administrasi yang lebih tinggi
demikian juga biaya kepatuhan yang harus ditanggung oleh wajib pajak dan untuk
menyelesaikan sengketa.
Untuk meningkatkan kinerja DJP dalam menyelesaikan sengketa dalam
tinjauan administratif. DJP perlu melakukan pendekatan yang lebih komprehensif
untuk menangani penyelesaian sengketa di tahap awal. DJP dapat belajar dari
penerapan manajemen sengketa oleh Australia Tax Office (ATO) serta strategi
yang diterapkan oleh negara-negara anggota OECD (Organization for Economic
Co-operation and Development) dalam menyelesaikan sengketa. Tujuan utama
dari manajemen sengketa adalah: menyelesaikan sengketa sedini mungkin untuk
meminimalkan biaya penyelesaian sengketa serta untuk menghindari lambatnya
penyelesaian sengketa. Manajemen sengketa menuntut DJP untuk mendefinisikan
jenis sengketa secara jelas dan tegas sejak awal serta perlu melibatkan praktisi di
bidang perpajakan dalam penyelesaian sengketa. DJP dapat melakukan reorientasi
status quo dengan mengadopsi strategi yang sesuai dari praktek-praktek terbaik di
ATO dan negara-negara OECD untuk mengurangi menumpuknya kasus di
pengadilan pajak. Implementasi kebijakan membutuhkan Kepala Direktorat
Jenderal Pajak untuk memulai kebijakan sejak kebijakan lebih mungkin berhasil
dilaksanakan dengan pendekatan top down.

ABSTRACT
In Indonesia, the Directorate General of Taxes is a government agency
which responsible for administering tax revenue collection for the country. One of
the agency’s tasks is conducting tax dispute resolution in the administrative level.
Tax dispute resolution is crucial to ensure that taxpayers can exercise their right
regarding tax dispute resolution.
The latest tax court’s report, however, shows that from 2004 until 2013 the
number of tax disputes brought into the tax court keep increasing. The trend
indicates that the agency was not able to resolve the dispute in the earlier stage.
The current approach applied by the Director General of Taxes to reduce the
increasing outstanding cases in the tax court is mainly by improvement of
litigation skill of officers as well as increase the number of resources allocated to
resolve dispute, accelerating objection process, and improve coordination with the
tax court. However, the result of current approach is still limited as the backlog
cases in the tax court remain high. The main deficiencies of current approach:
unable to resolve the disputes in the earliest stage due to inappropriate resolution
approach; fail to identify the type of dispute (e.g. dispute over the facts or legal
interpretation), and does not address problem in losing disputes on the same
issues. Fundamental causes that account for the current situation are failure to
resolve dispute in the objection process or administrative level; repeated cases
brought to tax court; and refund claim based audit. Those factors combined results
in inability of the administrative review to work effectively in resolving disputes.
Consequently, the administration cost as well as the compliance cost to resolve
dispute becomes high for both the taxpayer and the DGT.
The paper aims to assist the DGT to improve the performance in resolving
dispute in administrative review. Current policy merely tried to address the
immediate causes but not the fundamental causes. The DGT need a more
comprehensive approach to handle dispute resolution in the earlier stage. Thus,
based on the analysis of the fundamental causes, the paper suggests that the DGT
could learn from application of dispute management by Australia Tax Office as
well as effective strategies employed by the OECD (Organization for Economic
Co-operation and Development) countries in resolving dispute. The objectives of
dispute management are: resolve dispute at the earliest stage to keep cost of
dispute minimum and to avoid delays. The dispute management requires well
defining type of dispute, dealing the claims promptly, incorporating tax
practitioners to attain the objectives. The paper recommends the DGT to
reorienting status quo by adopting suitable strategies of the best practices in ATO
and OECD countries to reduce the backlog cases in the tax court. The
implementation of the policy requires the Head of Directorate General of Taxes to
initiate the policy since the policy more likely to be succeeded implemented by a
top down approach."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T43345
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renita Ayu Putri
"Kebijakan Perubahan PTKP tahun 2015 dan 2016 yang dikeluarkan pada pertengahan tahun memberikan implikasi tambahan biaya kepatuhan bagi Wajib Pajak untuk melakukan pembetulan SPT PPh Pasal 21 secara per bulan, yaitu sejak masa Januari sampai dengan Juni tahun 2015 dan 2016. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pertimbangan kebijakan perubahan PTKP dikeluarkan pada pertengahan tahun 2015 dan 2016 dan menguraikan implikasi biaya kepatuhan atas penerapan kebijakan perubahan PTKP di pertengahan tahun studi kasus pada Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kulitatif. Kebijakan perubahan PTKP tahun 2015 dan 2016 dikeluarkan pada pertengahan tahun untuk mengatasi perlambatan ekonomi dan penyesuaian UMR. Implikasi biaya kepatuhan kebijakan perubahan PTKP ini membuat Wajib Pajak harus mengeluarkan biaya tambahan terkait pembetulan SPT dan dapat menimbulkan Wajib Pajak memilih untuk tidak mematuhi ketentuan pembetulan SPT terkait kebijakan tersebut.

Personal exemption policy for the year 2015 and 2016 issued in the middle of the year implies additional compliance costs for taxpayers which is to make a correction of Income Tax Article 21 Return per month, for the period January to June 2015 and 2016. This study aims to explain the determination of personal exemption adjustment policy issued in middle 2015 and 2016 and analyze the implication of compliance cost on personal exemption policy in the middle 2015 and 2016 Case Study in Indonesian Palm Oil Association.
This study uses qualitative approach. Personal exemption adjustment policy for the year 2015 and 2016 was issued in the middle of the year in order to overcome economic slowdown and regional minimum wage adjustment. The cost implications of this personal exemption policy cause taxpayer to incur additional compliance costs related to revision of Income Tax Return Article 21 and potentially cause the taxpayer to choose not to comply with the rule of Income Tax Return Article 21 Revision.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S66715
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Triana Putri
"Tesis ini membahas masalah pengaruh perilaku wajib pajak mengenai kebijakan keterbukaan data perbankan untuk kepentingan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak, dengan menggunakan metode kuantitatif. Kebijakan keterbukaan data perbankan untuk kepentingan perpajakan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tujuan tesis ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemahaman nasabah perbankan atas rigiditas kebijakan keterbukaan data perbankan untuk kepentingan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dan untuk menganalisis pengaruh kesediaan nasabah perbankan untuk bekerjasama/patuh atas kebijakan keterbukaan data perbankan untuk perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman nasabah perbankan atas rigiditas kebijakan keterbukaan data perbankan untuk kepentingan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak; kesediaan nasabah perbankan untuk bekerjasama/patuh atas kebijakan keterbukaan data perbankan untuk perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Pemerintah harus melakukan upaya-upaya peningkatan pemahaman dan kesediaan nasabah untuk bekerjasama/patuh atas kebijakan keterbukaan data perbankan untuk perpajakan agar kebijakan tersebut dalam berjalan efektif dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak Indonesia.

This thesis discusses about the influence of taxpayer behaviour about bank information disclosure policy for tax purposes to the taxpayer compliance, using quantitative method. bank information disclosure policy for tax purposes is way to increase the taxpayer compliance. The thesis purposes is to analyze the influence of banking customers understanding on the rigidity of bank information disclosure policy for tax purposes to the taxpayer compliance, and the influence of banking customers’s willingness to cooperate/comply with the policy. The thesis results show that the understanding of banking customers upon bank information disclosure policy for tax purposes has positive influence to taxpayer compliance, and the willingness of banking customers to cooperate/comply with the policy has positive influence to taxpayer compliance. The government must make efforts to increase customers’s understanding and willingness to cooperate with the policy, so it can be effective to increase Indonesian tax compliance.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Danny Darussalam Tax Center, PT. Dimensi Internasional Tax,
343 IT
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Triana
"Penelitian ini membahas pengawasan pemungutan pajak daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui sistem online atas Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis manfaat dan kendala penerapan sistem online Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan di Provinsi DKI Jakarta. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan studi kasus. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sistem online pajak telah memberikan manfaat, terutama meminimilisasi biaya administrasi pajak dan efisiensi dalam pengawasan pemungutan pajak. Kendala yang dihadapi dalam penerapan sistem online adalah belum kooperatifnya wajib pajak dan beragamnya tipe alat transaksi di tempat usaha wajib pajak yang menyebabkan target jumlah objek Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan yang menggunakan sistem online pajak belum tercapai. Rekomendasi dari penelitian ini adalah agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta khususnya Dinas Pelayanan Pajak mengupayakan kesesuaian alat sistem online dengan alat transaksi di tempat usaha wajib pajak, melakukan lebih banyak penyuluhan kepada wajib pajak, serta menambah bank untuk bekerjasama dalam penerapan sistem online pajak.

This study discusses regional tax collection monitoring of Hotel Tax, Restaurant Tax, and Entertainment Tax through the online system conducted by Provincial Government of DKI Jakarta. This study is intended to analyze the benefits and constraints of the implementation of the online system of Hotel Tax, Restaurant Tax, and Entertainment Tax in DKI Jakarta. The approach used is a case study approach. This study concludes that the online system has provided benefits especially tax costs minimilized and efficiency in the monitoring of tax collection. Constraints encountered in the implementation of the online system such as taxpayers uncooperative and various types of transaction tools in taxpayer's place of business that causes the target number of taxpayers use tax online system has not been achieved. Recommendations from this study is the Provincial Government of DKI Jakarta, particularly the Dinas Pelayanan Pajak, compliance efforts online system tools with transaction tool in a taxpayers place of business, doing more outreach to taxpayers, as well as add a bank to cooperate in the implementation of tax online system."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S52476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusy Marta Subekti
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi pajak hiburan, kendala, dan upaya optimalisasi pajak hiburan yang ada di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penilaian potensi pajak hiburan dengan menggunakan Kriteria Davey menunjukkan hasil bahwa pajak hiburan di Jakarta pada tahun 2008 adalah pajak yang potensial untuk meningkatkan penerimaan daerah. Sedangkan untuk tahun 2009 kurang potensial untuk meningkatkan penerimaan daerah. Tahun 2010 menunjukkan hasil bahwa penerimaan pajak hiburan potensial untuk meningkatkan penerimaan daerah. Sedangkan tahun 2011 tidak potensial untuk meningkatkan penerimaan daerah. Peneliti menyarankan agar Dinas Pelayanan Pajak melakukan koordinasi yang lebih baik dengan pihak terkait khususnya Dinas Pariwisata dan BPKD, mengintensifkan sosialisasi online system kepada wajib pajak, menerapkan mekanisme penagihan aktif, mengintensifkan pemeriksaan pajak hiburan, dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

This study aimed to analyze the potential of entertainment tax, constraints and efforts to optimizing entertainment tax in Jakarta. This study is a qualitative research. Assessment of potential entertainment tax by using the criteria that disclosed by Davey, shows that entertainment tax in 2008 was a potential tax for local revenue in DKI Jakarta. Whereas in 2009 was less potential to increase the local revenue. In 2010, shows that the entertainment tax is potential to increase the local revenue. On the other hand, entertainment tax in 2011 was not potential. Researcher suggested that the Dinas Pelayanan Pajak to have a better coordination with the parties concerned, especially the Dinas Pariwisata and BPKD, intensifying socialization online system for taxpayers, implements active billing mechanism, intensifying the entertainment tax audit, and improve service to the public."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S46043
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>