Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202716 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farkhan
"ABSTRAK
Penelitian ini fokus bagaimana hukuman qisas dan diyat memberikan alternatif penyelesaian konflik yaitu pembalasan yang setimpal, pemaafan, dan keadilan restoratif. Dalam hukum pidana Islam terdapat suatu metode penyelesaian perkara kejahatan yaitu metode perdamaian shulh . Metode ini baik korban atau ahli waris diperbolehkan untuk mengadakan perdamaian dalam hal penggantian hukuman dengan membayar diyat. Keadilan restoratif merupakan salah satu pendekatan dalam penghukuman yang melibatkan proses pengembalian kondisi sebelum terjadinya pelanggaran dengan melibatkan pelaku kejahatan, korban dan masyarakat. Model ini menitikberatkan pada adanya partisipasi langsung para pihak terkait serta masyarakat perihal proses mengakhiri konflik. Sejalan dengan upaya penyelesaian konflik yang mempromosikan perdamaian sebagai penyelesaian yang humanis. Pembalasan setimpal tentu bukan alternatif yang memenuhi kriteria tersebut, namun melalui pemaafan dan diyat terdapat kemungkinan perdamaian dapat terwujud kepada korban, pelaku juga masyarakat. Pemaafan adalah konsep yang memiliki implikasi filsafat, teologi dan psikologi. Hal ini sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia yaitu semangat musyawarah untuk setiap permasalahan pidana tujuannya bahwa hukum pidana merupakan obat terakhir ultimatum remedium obat terahir bukan sebagai premium remedium obat utama .

ABSTRACT
This research focuses on how qisas and diyat has three alternative conflict resolutions. The alternatives are retaliation, forgiveness, and restorative justice. In the tradition of Islamic criminal law there is a method of settlement, namely method of peacemaking shulh . In the shulh both the victim or the family will be allowed to make peacemaking in terms of punishment, in return for a replacement is equal or greater than the blood money. Restorative justice is an approach model in a criminal case settlement effort. These approach focuses on the direct participation of perpetrators, victims and society in the process of resolving criminal case. In line with efforts to promote peacemaking conflict where resolution as peaceful and humane solution. Retaliation in kind is certainly not an alternative that meets the criteria but through forgiveness and blood money, peacemaking is possible can be realized between the victim, offender and community. Forgiveness is the concept have implications to philosophy, theology and psychology. This things appropriate with Indonesian characteristics that the spirit of deliberation for every crime case settlement with the aim that criminal law is not as a premium remedium but ultimatum remedium."
2017
T48029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Osmawati
"Hukum qisas memberikan tidak alternatif penyelesaian konflik yaitu pembalasan yang setimpal, pemaafan dan juga diyat. Sejalan dengan upaya penyelesaian konflik yang mempromosikan rekonsiliasi sebagai penyelesaian yang damai dan humanis, dilakukan penelitian yang mencoba mencari celah dalam hukum qisas untuk dapat mewujudkannya. Pembalasan yang setimpal tentu bukan alternatif yang memenuhi kriteria tersebut, namun melalui pemaafan dan diyat terdapat kemungkinan rekonsiliasi dapat terwujud diantara korban, pelaku, dan juga masyarakat. Dalam upaya penelusuran tersebut digunakan beberapa konsep yang menjadi kerangka berpikirnya yaitu rekonsiliasi dan keadilan restoratif.

Qisas has three alternative conflict resolution. The alternative are retalation, forgiveness, and bloodmoney. In line with efforts to promote reconciliation conflict resolution as peaceful and humane solution, this research trying to find loop holes in the qisas to be able to make it happen. Retaliation in kind is certainly not an alternative that meets the criteria, but through forgiveness and blood money, reconciliation is possible can be realized between the victim, offender, and community. Reconciliation, forgiveness and restorative justice are the concepts that are used to analyze this problem.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendro Tommy Nugraha
"ABSTRAK
Penulisan ini dibuat untuk menjabarkan praktik-praktik diversi yang ada di Indonesia dan di beberapa negara. Tidak hanya menjabarkan, tetapi praktikpraktik diversi tersebut dikerangkai dengan menggunakan pemikiran Peacemaking Criminology. Praktik yang telah didapatkan dikritisi dengan indikator diversi dan the best interest of child yang ideal berdasarkan kajian literatur. Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif untuk mengkaji praktik-praktik diversi. Hasil dari penulisan ini bahwa Indonesia masih sangat buruk kualitasnya dalam hal penerapan diversi. Berdasarkan data sekunder yang didapat, negara-negara yang terbaik berdasarkan kajian ini adalah Amerika, Australia, Filipina dan New Zealand karena memenuhi indikator tersebut.

ABSTRACT
This paper made to describe the diversion practices in Indonesia and in several countries. Not only to explain, but the diversion practices framed by using Peacemaking Criminology?s thought. Practices that have been obtained criticized with the diversion and the best interest of the child indicator that is ideal based on a literature review. The method is qualitative analysis to examine the practices of diversion. Results of this paper that the quality of Indonesia still very poor in terms of the application of diversion. Based on secondary data, the best countries based on this study is America, Australia, Philippines and New Zealand because match with the ideal indicators.
"
2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novi
"Partisipasi konflik sudah pernah dirasakan Indonesia pada 1980an sampai 1990an ketika berlangsungnya konflik di Afghanistan. Peningkatan partisipasi para militan ini terjadi pada masa Islamic State di tahun 2013. Di negara konflik tersebut, para militan belajar, berinteraksi, serta berbaur dengan ideologi kekerasan. Setelah merasa cukup dengan pengalaman yang mereka dapatkan di Suriah/Iraq, para militan  kembali ke negara asal mereka. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang tepat, agar mereka tidak menjadi virus, sumber ketakutan ditengah masyarakat. Untuk mendapatkan penanganan yang tepat, identifikasi motivasi mereka ketika pergi dan pulang adalah hal yang penting dilakukan oleh pemerintah dan lembaga terkait. Analisis konsep damai oleh peacemaking criminology merupakan kerangka untuk membentuk model penanganan alternatif returnis. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan fenomenologis interpretatif. Tujuannya untuk menafsirkan dan menguatkan kisah ‘pengalaman yang dialami’ dari narasumber, agar pengalaman mereka bisa logis dalam menginterpretasikan. Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki konsep dan metode yang baku dalam penanganan returnis. Dari data Satuan Tugas FTF tahun 2014 sampai 2019, ada 126 orang yang pulang ke Indonesia dari Suriah, Iraq, dan Filipina. Banyak motivasi para militan yang pulang, mempengaruhi keamanan nasional. Ketika individu atau kelompok pulang ke Indonesia, beberapa dari mereka masih tetap radikal dan juga melakukan reradikalisasi. Pendekatan kekerasan menjadi salah satu cara untuk menangani kejahatan luar biasa ini, tapi para militan semakin kebal, Hal ini akan lebih maksimal jika disandingkan dengan pendekatan lunak yang dipadukan dengan perspektif damai untuk menangani sampai ke akar. Peacemaking criminology direkomendasikan sebagai metode dalam menangani returnis karena pendekatan ini mengedepankan enam konsep utama yakni non-kekerasan, keadilan sosial, inklusi, cara yang benar, kriteria damai yang tepat, dan pengkategorian yang penting. Hasil dari konsepsi ini akan menghasilkan model penanganan alternatif returnis dengan dengan mengedepankan humanisme, hak asasi manusia, mediasi, pengoptimalisasian proses pemahaman, dialog, dan partisipasi yang diharapkan mampu membuat returnis tidak kembali radikal serta melakukan radikalisasi.

Participation in the conflict was felt by Indonesian in the 1980s to 1990s when the conflict took place in Afghanistan. Increasing of militant participation occurred since Islamic State in 2013. In the conflict state, militants learn, interact, and blend with violent ideology. After they gained experience in Syria/Iraq, the militants returned to their countries. Therefore, proper handling is needed, so they do not become viruses and sources of fear in society. To get the proper handling, identify their motivation when they going and go back to their country by government and non-government is a must. And analysis the concept of peace by peacemaking criminology is a framework for forming an alternative model of handling returnees. Qualitative methods are using in this research through an interpretative phenomenological approach. The aim is to interpret and strengthen the experience from the interviewee, so the stories will be logical in interpretative.  Until now, Indonesia does not have a standard concept and method in handling returnees yet. Based on FTF Task Force's data from 2014 to 2019, there are 126 people were returned to Indonesia from Syria/Iraq/Philippines. Militant motivation to back to Indonesia has affected national security. When individuals or groups return to Indonesia, some of them still radical or will be radicalizing. A hard approach is a way to deal with this extraordinary crime, but the militants are increasingly immune. This will be maximum if juxtaposed with a soft approach that collaborates with a peaceful perspective to deal with the roots. Peacemaking criminology is proposed as a method for handling returnees due to this approach put forward six main concepts, non-violence, social justice, inclusion, correct means, ascertainable criteria, and the categorical imperative. The results of this conception will result in an alternative model of handling returnees by promoting humanism, human rights, mediation, optimizing the processes of understanding, dialogue, and participation which expected to make returnees become a radical and spread the radicalization. "
Depok: Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Diplomasi Indonesia di abad 21 dihadapkan pada berbagai perubahan dan pergeseran kekuatan dalam lingkungan strategis global dan regional yang terus bergerak dan berkembang dengan dampak pada berbagai aspek hubungan antar-negara. Perubahan-perubahan seperti kebangkitan China dan India di tataran global, serta menurunnya pengaruh Amerika Serikat sebagai kekuatan yang dominan di kancah internasional, perlu diperhitungkan Indonesia untuk dapat memajukan dan mempertahankan kepentingan nasionalnya melalui diplomasi. Perubahan-perubahan tersebut juga menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan peranannya dalam menghadapi berbagai tantangan baik dalam tataran nasional maupun tataran global, termasuk di dalamnya adalah peranan Indonesia sebagai juru damai (peacemaker) …."
IKI 5 : 28 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail shabri
"Pemilu Presiden 2019 memunculkan konflik antar pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 dan 02. Kontestasi politik tersebut menimbulkan reaksi masyarakat, sehingga memunculkan pasangan calon presiden fiktif dan wakil presiden fiktif, Nurhadi Aldo. Akun fiktif Nurhadi Aldo menggunakan media sosial sebagai platform kampanye, mengunggah program-program fiktif yang seakan-akan mereka merupakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nyata. Nurhadi Aldo menggunakan satire dalam program fiktif yang mereka buat sebagai bentuk kritik dan sekaligus humor terhadap kondisi Indonesia. Konten Nurhadi Aldo akan dikaji memanfaatkan pemikiran sosiologi humor oleh beberapa sosiolog di bidang sosiologi humor, peacemaking criminology oleh Fuller, kontestasi politik oleh Daxecker dan kriminologi visual oleh pemikiran beberapa kriminolog di bidang kriminologi visual. Disimpulkan dengan, Pasangan Calon fiktif Nurhadi Aldo merupakan reaksi masyarakat terhadap konflik yang terjadi, membentuk pasangan calon baru yang digunakan sebagai kritik dan humor terhadap kondisi Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2019.

The 2019 Presidential Election led to conflicts between two of the candidate's supporters. Indonesian society reacted towards the political contestation with a fictional presidential candidate, Nurhadi Aldo. Nurhadi Aldo operated using social media as their campaign platform, creating fictional presidential programs as if they are the real deal. This paper utilizes the sociology of jokes, peacemaking criminology, and visual criminology to analyze Nurhadi Aldo. Nurhadi Aldo used satire within their fictional programs to criticize and humor towards Indonesia's problems. Nurhadi Aldo's content will be studied using the sociology of humor by several sociologists in humor, Fuller's peacemaking criminology concept, Daxecker's political contestation, and visual criminology by the thoughts of several criminologists in the field of visual criminology. It can be concluded that Nurhadi Aldo's fictional Candidate Pair is a form of public reaction towards the election conflicts, forming a new candidate pair that is used as criticism and humor about Indonesia's conditions ahead of the 2019 Presidential Election."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mason, John Brown
California: Stanford University Press, 1946
940.3 MAS d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tesalonika
"Penulisan ini membahas mengenai proporsionalitas penghukuman dalam kasus korupsi di Indonesia. Korupsi merupakan pelanggaran hak asasi berupa hak sosial dan ekonomimasyarakat. Sehingga korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa yang memerlukanpenanganan secara luar biasa pula. Penanganan yang diharapkan adalah hukuman yangdirasa adil. Dalam kasus korupsi, keadilan tersebut diharapkan dapat dirasakan olehmasyarakat karena pelaku korupsi telah merugikan negara dan dampak dari korupsidapat dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat. Untukdapat mendapatkan hukuman yang adil maka hukuman tersebut seharusnyaproporsional. Penulis mengambil data dari laporan yang dibuat ICW yangmenunjukkan bahwa penghukuman dalam kasus korupsi masih belum proporsionalkarena masih banyak terdapat disparitas pemidanaan. Penulis menggunakan dua konsepdalam menentukan hukuman yang proporsional yaitu faktor keseriusan kejahatan danfaktor individu pelaku. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hukumanyang seharusnya diterapkan agar hukuman tersebut proporsional melalui dua konseptersebut dan masyarakat merasakan keadilan.

This writing discusses the proportionality of punishment on corruption cases inIndonesia. Corruption i a violation of human rights in the form of social and economicrights of society. Because of that, corruption is seen as a extraordinary crime thatrequires extraordinary handling as well. The expected treatment is a punishment that isfair. In the case of corruption, justice is expected to be perceived by the society becauseof the perpetrators of corruption have been detetrimental to the State and the impacts ofcorruption could be felt directly and or indirectly by the community. To be able to get afair punishment then the punishment should be proportionate. The author retrieve datafrom a report by ICW that shows the punishment on corruption cases is still notproportional because there are still many dsiparities in punishment. The author uses twoconcepts in determining the punishment that is proportional to the seriousness of crimeand individual factors of the perpetrator. This writing aims to find out how thepunishment should be applied so that the punishment is proportional through the twoconcepts and the public can feel justice through a proportional punishment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bloomington: Indiana University Press, 1991
364 CRI (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chintya Ayugustidara
"Penelitian ini mengkaji perspektif dosen dan mahasiswa FISIP Universitas Indonesia terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh publik figur dan masyarakat biasa, serta penggunaan restorative justice dalam menangani kasus KDRT. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan survei kuesioner terhadap 97 responden yang dipilih secara accidental sampling. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif untuk memahami persepsi dan perbedaan pandangan terhadap KDRT dan restorative justice. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik dosen maupun mahasiswa menganggap KDRT sebagai tindakan serius, dengan kasus KDRT oleh publik figur dianggap lebih serius karena dampaknya terhadap citra publik. Kedua kelompok sepakat bahwa pelaku harus menanggung tanggung jawab penuh dan menerima hukuman yang tepat serta berat, dengan dosen lebih mendukung penerapan sanksi yang lebih berat dibandingkan mahasiswa. Kedua kelompok sangat mendukung hukuman maksimal bagi pelaku KDRT untuk memberikan efek jera dan memastikan keadilan bagi korban. Mayoritas dosen lebih mendukung penggunaan hukum konvensional, menunjukkan keyakinan pada efektivitas sistem hukum tradisional, sementara mahasiswa menunjukkan preferensi lebih tinggi terhadap restorative justice yang berfokus pada pemulihan hubungan dan rehabilitasi pelaku. Kedua kelompok mendukung pendekatan yang seimbang antara hukum konvensional dan restorative justice, mencerminkan keinginan untuk pendekatan yang lebih manusiawi dan komprehensif dalam menangani KDRT. Tidak ada perbedaan signifikan dalam perspektif dosen dan mahasiswa terhadap seriusitas, tanggung jawab, hukuman, dan sanksi yang tepat pada suami pelaku KDRT, baik untuk publik figur maupun masyarakat biasa. Selain itu, tidak ada perbedaan signifikan dalam pandangan mereka mengenai penggunaan hukum konvensional dan restorative justice, dengan kedua kelompok melihat kelebihan dan kekurangan dari kedua pendekatan tersebut secara seimbang.

This study examines the perspectives of lecturers and students at the Faculty of Social and Political Sciences (FISIP), Universitas Indonesia, on domestic violence (KDRT) committed by public figures and ordinary individuals, as well as the use of restorative justice in handling KDRT cases. This quantitative study used a survey questionnaire administered to 97 respondents selected through accidental sampling. Data were analyzed using descriptive statistics to understand the perceptions and differing views on KDRT and restorative justice. The results show that both lecturers and students consider KDRT a serious offense, with KDRT cases involving public figures seen as more serious due to their impact on public image. Both groups agree that perpetrators must bear full responsibility and receive appropriate and severe punishment, with lecturers more supportive of harsher sanctions compared to students. Both groups strongly support maximum punishment for KDRT perpetrators to provide a deterrent effect and ensure justice for victims. Most lecturers favor conventional law, reflecting confidence in the effectiveness of the traditional legal system, while students show a slightly higher preference for restorative justice, which focuses on restoring relationships and rehabilitating the perpetrator. Both groups support a balanced approach between conventional law and restorative justice, indicating a desire for a more humane and comprehensive approach to handling KDRT. There is no significant difference in the perspectives of lecturers and students on the seriousness, responsibility, punishment, and appropriate sanctions for husbands committing KDRT, whether they are public figures or ordinary individuals. Additionally, there is no significant difference in their views on the use of conventional law and restorative justice, with both groups seeing the strengths and weaknesses of both approaches equally."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>