Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157616 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nici Trisko
"Tailing residu bauksit hasil pencucian pada pengolahan bijih bauksit di daerah Madong, Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau menumpuk sangat banyak, sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Salah satu pengolahan dan pemanfaatan limbah tersebut adalah dengan mengekstraksi logam lantanida yang terkandung di dalamnya. Proses pemisahan lantanida terdiri atas tiga tahap: pemisahan secara magnetik, ekstraksi padat-cair dengan menggunakan asam sulfat dan proses pengendapan. Proses pemisahan tailing bauksit secara magnetik dengan menggunakan alat magnetik sepator dengan intensitas 1400 gauss didapatkan sebanyak 3,37 material magnetic, 12,97 material low-magnetic, 81,54 material non-magnetic dari total sampel awal dengan nilai recovery sebesar 97,9. Kinetika proses leaching tailing bauksit dengan menggunakan asam sulfat dikontrol oleh proses difusi dengan energi aktivasi 48,15 kJ/mol. Logam lantanida berhasil diendapkan dengan dua tahap proses pengendapan. Tahap pertama menggunakan natrium sulfat dan natrium hidroksida didapatkan analisis ICP-OES komposisi lantanum 11,84, cerium 1,16 dan ytrium 0,00035 dengan nilai recovery proses adalah 54,66 lantanum, 4,80 cerium dan 0,013 ytrium. Tahap kedua dengan menggunakan natrium fosfat dan natrium hidroksida didapatkan analisis ICP-OES komposisi lantanum 0,00108, cerium 0,00262 dan 0,00022 ytrium dengan nilai recovery proses adalah 2,59 lantanum, 5,50 cerium dan 4,39 ytrium. Nilai recovery total proses pengendapan adalah 57,25 lantanum, 10,39 cerium dan 4,40 ytrium.

Tailings residue of bauxite produced in Madong, Bintan Island, Riau Islands Province as result of bauxite ore leaching causing a new problem in ecological issues. It made an environmental pollution due to its cumulation product. This separation process involves three main steps separation with magnetic process, extraction solid liquid with sulphuric acid and precipitation process. Separation process using magnetic with magnetic separator in intensity 1400 gauss separated magnetic material 3.37, 12.97 low magnetic material and 81.54 non magnetic material from initial sample with 97.9 recovery value. The leaching kinetics is controlled by diffusion with activation energy was 48.15 kJ mol. The lanthanide precipitated with two stages of precipitation. The first stage using sodium sulphate and sodium hidroxide was precipitation consist 11.87 lantanum, 1.16 cerium and 0.00035 ytrium with recovery value 54.66 lantanum, 4.80 cerium dan 0.013 ytrium. The second stage using sodium phospate and sodium hydroxide was obtained precipitation consist lantanum 0.00108, cerium 0.00262 and 0.00022 ytrium with recovery value 2.59 lantanum, 5.50 cerium dan 4.39 ytrium. Total recovery value sepation process was 57.25 lantanum, 10.39 cerium and 4.40 ytrium.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48222
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakaria Jaka Bahari
"Penelitian ini merupakan studi tentang proses pemisahan lantanida dari limbah penambangan bijih bauksit yang diperlukan sebagai bahan dasar dalam proses pembuatan alumunium. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah separasi magnetik dengan magnetic separator dan proses ekstraksi padat cair yang akan dilamjutkan dengan pengendapan menggunakan metode pengaturan pH 3,5 dan 9. Penelitian dilakukan dengan metode separasi magnetik dimana limbah tailing bauksit akan diperkecil ukuran partikelnya hingga mencapai ukuran 200 mesh menggunakan grinder, dan diberi perlakuan panas menggunakan furnace pada suhu 500oC yang kemudian akan melalui proses separasi magnetic menggunakan magnetic basah dengan intensitas 1400 gauss dengan tujuan untuk memisahkan logam lantanida dan non-lantanida berdasarkan sifat kemagnetannya. Proses ini dapat memisahkan sampel magnetic, low magnetik dan non-magnetic sebanyak 3,37, 12,97 dan 81,54 dengan loss sebesar 2,12. Sampel yang bersifat non-magnetic direaksikan dengan asam oksalat pada proses leaching dengan 5 variasi suhu 25, 40,60,75 85oC dan konsentrasi 0.5, 1, 2, 3, 5 mol/L. Selanjutnya, melalui proses pengendapan menggunakan natrium sulfat dan fosfat sebagai agen pengendap. pH pengendapan diatur dengan larutan ammonia dan natrium hidroksida dimana proses tersebut menghasilkan recovery lanthanum paling optimum sebesar 68,23, cerium 18,88, dan yttrium 7,84.

The present work describes the extraction of rare earth elements REE from tailing bauxite by mechanical and chemical processes with oxalic acid. The aim of this study to obtain the best condition for upgrading and extraction of REE from the tailing bauxite. The effects of magnetic separation, mechanical treatment and chemical process were studied in details. The tailing bauxite sample was pre treated by i reduce the particle size until 200 mesh 74 m, ii wet magnetic separation using below 1,400 gauss. After treated by mechanical process, then the sample was extracted by chemical process using 1.0 mol L oxalic acid solution at 75 C for 2 hours to reduce the content of iron oxides in the tailing bauxite. The rare earth oxalate was obtained and purified by the addition of sodium sulphate in order to obtain the precipitation of rare earth element REE sodium disulphate NaREE SO4 2. xH2O. To obtain the individual rare earth elements, the REE sulphate sample is converted into high soluble compound, namely REE hydroxide using sodium hydroxide NaOH solution. Magnetic separation efficient was 5 percent resulting 3 outputs. The most efficient leaching condition is 40 C with 1mol L oxalic acid solution concentration. The recovery shows 68,23 of lanthanum, 18,88 cerium and 7,84 yttrium.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67157
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Anastasia Wibowo
"Pepaya mampu menghasilkan enzim yang sering disebut dengan enzim papain. Kini kebutuhan akan enzim papain semakin lama semakin meningkat. Oleh karena itu dilakukan proses pemisahan enzim papain dari buah pepaya dengan metoda ekstraksi padat - cair.
Penelitian yang dilakukan meliputi dua tahapan, yaitu pertama buah pepaya difermentasikan terlebih dahulu dengan menggunakan starter ragi Saccharomyces cerevisae dan tahap kedua setelah difermentasikan buah pepaya diekstraksi dengan solven air. Kondisi operasi pada saat proses ekstraksi meliputi perbedaan suhu (50°C, 60°C, dan 70°C) serta perbedaan waktu fermentasi (0 hari, 1 hari, 3 hari, dan 5 hari) dengan masing - masing waktu ekstraksi adalah 2 jam.
Hasil ekstraksi yang diperoleh kemudian di analisa dengan metode tirosin untuk aktivitas enzim dan metode lowry untuk analisa kadar protein, yang kemudian akan digunakan untuk menghitung berapa aktivitas enzim papain tertinggi Konsentrasi aktivitas enzim papain tertinggi yaitu pada suhu 70°C dengan waktu fermentasi 1 hari sebesar 4,499 EU/ml. Dan aktivitas spesifik enzim sebesar 0,328 EU/mg.

Papaya are often able to produce an anzyme called papain. Now the need for papain enzyme progressively increased. Therefore carriedout the separation processes of the papain enzyme from fruit papaya with solid-liquid extraction method.
The research covers two phases, the first fruit of papaya fermented starter in advance using the yeast Saccharomyces cerevisae and the second stage after fermented papaya fruit extracted by solven water. Operating conditions during the extraction process includes the different of temperature (50°C, 60°C, and 70°C) and different on time of fermentation (0 days, 1 days, 3 days, amd 5 days) with each time of fermentation is 2 hours.
Extraction result are obtained and analyzed by tyrosine method for enzyme activity and lowry method for analysis of protein content, which will then be used to calculate the higest activity of papain enzyme. The highest concentration of papain enzyme activity at 70°C with 1 days of fermentation is 4,499 EU/ml. And the specific enzyme activity is 0,328 EU/mg.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky
"Permintaan terhadap logam tanah jarang meningkat sangat cepat akibat pertumbuhan yang tajam pada bidang teknologi terkini. Penelitian mengenai teknik pengambilan senyawa logam tanah jarang dari limbah pertambangan telah banyak berkembang, salah satunya adalah menggunakan limbah tailing bauksit yang dilakukan oleh Aulia 2018. Salah satu tahapan pengambilan kembali dari penelitian tersebut adalah ekstraksi padat-cair. Ekstraksi padat cair ini dilakukan dengan menggunakan asam sulfat. Melihat betapa tingginya permintaan terhadap logam tanah jarang, peningkatan skala ekstraksi logam tanah jarang dari skala penelitian menjadi skala industri sangatlah penting. Untuk dapat meningkatkan skala ekstraksi, maka perlu didesain alat ekstraktor dengan skala yang lebih besar pula. Dalam mendesain ekstraktor, pemodelan terhadap bagaimana ekstraksi logam tanah jarang ini harus dilakukan. Dengan adanya model ekstraksi, memprediksi ukuran ekstraktor yang diperlukan lebih mudah dengan biaya dan waktu yang lebih sedikit.
Pada penelitian ini dilakukan pengembangan pemodelan ekstraksi logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit di dalam ekstraktor unggun diam. Tujuannya adalah untuk mengetahui yield ekstraksi tertinggi dan mendapatkan model yang dijadikan dasar landasan terhadap perancangan ekstraktor dengan aplikasi. Pada penelitian ini model matematik dan simulasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi yaitu: ukuran partikel, laju alir fluida, dan konsentrasi asam terhadap yield yang didapatkan. Ekstraktor unggun diam dengan ukuran tinggi unggun 30 cm dan diameter unggun 3 cm menghasilkan total ekstrak logam tanah jarang sebesar 0,0065761 gram selama waktu ekstraksi 300 menit. Hasil ekstraksi meningkat apabila ukuran jari-jari partikel tailing bauksit yang digunakan semakin kecil, laju alir asam sulfat semakin kecil dan konsentrasi asam sulfat yang digunakan semakin besar. Berdasarkan studi kelayakan ekonomi maka ekstraksi menggunakan ekstraktor unggun diam pada penelitian ini dinilai tidak layak secara ekonomi karena mendapatkan nilai net present value yang negatif sebesar Rp465.094.967. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan melakukan pemodelan untuk ukuran ekstraktor yang lebih besar dimana perlu memperhatikan koefisien dispersi secara angular dan tangensial. Ukuran ekstraktor yang lebih besar juga diharapkan memberikan hasil yang lebih optimum sehingga dapat lebih ekonomis.

Demand of rare earth elements is growing rapidly due to significant growth in advance information technology industry and other electronic appliances. Research about rare earth elements recovery from mining waste has been developed widely, one of them from bauxite tailing is done by Aulia 2018. Leaching is one of these recovery technology step. This leaching method uses sulfuric acid as solvent. Due to the high demand of rare earth element, scaling up extraction of rare earth element from laboratorium scale to industry scale has become very important. In order to scale extraction up, a larger extractor scale need to be designed. In designing extractor, model of how rare earth element extraction phenomeno happen has to be made. With this model, it will help to predict extractor size needed with less cost and time.
In this research, rare earth element extraction from bauxite tailing waste inside fixed bed extractor model is developed. Aim of this research are to know highest extraction yield and to obtain a model to be used in extractor designing. In this research, mathematics modelling and simulation are done to understand effect of operation condition such as particle size, fluid velocity, and acid concentration to yield obtained. Fixed bed extractor with size of 30 cm in height and 3 cm in diameter extracts 0.0065761 gram of rare earth element for 300 minutes of extraction. Extraction yield will increase if particle size is decreased, sulfuric acid flow rate is decreased and concentration of sulfuric acid is increased. Usage of this fixed bed extractor is not economically feasible with a negative net present value of Rp465.094.967. Research advancement could be done by creating model for bigger extractor size which consider angular and tangensial dispersion coefficient. Bigger extractor output is expected to have higher yield so that it will be more economic.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merisa Aulia
"Ekstraksi padat cair logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit dengan menggunakan asam sulfat telah diteliti. Dalam studi ini, limbah tailing bauksit digunakan karena kandungan logam tanah jarang yang terdapat didalamnya tinggi dan ketersediaanya yang melimpah di Indonesia. Limbah tailing bauksit didalamnya masih terdapat pengotor sehingga perlu dilakukan pre-treatment berupa pencucian, pengeringan dan grinding untuk memperkecil ukuran partikel, sehingga luas kontak antara asam sulfat dengan logam tanah jarang meningkat. Ekstraksi padat cair dengan asam sulfat dilakukan setelah pre-treatment dengan pemberian panas untuk mempercepat reaksi dan pengadukan untuk menghindari terjadinya penggumpalan. Untuk mendapatkan logam tanah jarang hidroksida dilakukan pengendapan dengan reagen garam natrium sulfat dan natrium posfat dengan penyesuaian pH dari leachate. Feed awal tailing bauksit dan hasil leachate pada tahap ekstraksi diuji dengan ICP-OES untuk mengetahui nilai konversi dari logam tanah jarang yang didapatkan dan juga analisis energi aktivasi reaksi kimia dan difusi pada proses ekstraksi. Logam tanah jarang hidroksida terbentuk dalam bentuk endapan sebanyak 9,8 gram dengan yield 90,75 melalui kondisi optimum sebagai berikut: pelarut asam sulfat 3M, suhu ekstraksi 60oC dan waktu ekstraksi 30 menit.

The rare earth liquid element solid extraction of bauxite tailing waste using sulfuric acid has been investigated. In this study, bauxite tailing waste is used because of the rare earth element content contained in it 39 s high and abundant availability in Indonesia. The bauxite tailings waste therein still contains impurities which require pre treatment in the form of washing, drying and grinding to minimize particle size, so the contact area between sulfuric acid and rare earth metals increases. The liquid solid extraction with sulfuric acid is carried out after pre treatment with heat to accelerate the reaction and stirring to avoid precipitation. To obtain a rare earth element hydroxide was carried out a precipitation with a sodium sulfate salt reagent and sodium phosphate with a pH adjustment of the leachate. Initial feed of bauxite tailings and leachate at the extraction stage was tested with ICP OES to determine the conversion value of the rare earth elements obtained and also the energy activation analysis of chemical reaction and diffusion in the extraction process. The rare earth metal hydroxide formed in the form of sediment as much as 9.8 gram with 90.75 yield through the following optimum conditions 3M sulfuric acid solvent, 60oC extraction temperature and 30 minutes extraction time.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diara Dita Kenastiti
"Ekstraksi Logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit menggunakan roasting dan ekstraksi padat cair di dalam ekstraktor unggun diam telah diteliti. Dalam studi ini, tailing bauksit digunakan sebagai bahan baku untuk mengekstraksi Logam tanah jarang dalam upaya mengurangi dampak negatifnya dan menghasilkan Logam tanah jarang yang dapat dimanfaatkan untuk industri. Beberapa penelitian telah berhasil dilakukan dalam ekstraksi Logam tanah jarang dengan menggunakan sistem batch namun studi lebih dalam mengenai ekstraksi Logam tanah jarang menggunakan sistem kontinu masih sangat terbatas. Untuk itu, pada penelitian ini dilakukan ekstraksi Logam tanah jarang menggunakan sistem kontinu didalam ekstraktor unggun diam.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil tertinggi Logam tanah jarang yang terekstrak dari limbah tailing bauksit dengan menggunakan ekstraktor unggun diam dengan menggunakan pelarut asam sulfat. Proses ekstraksi Logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit terdiri dari tiga tahap, yaitu perlakuan panas roasting, ekstraksi padat-cair tailing bauksit didalam ekstraktor unggun diam, dan proses pengendapan. Tailing bauksit diberi perlakuan panas roasting pada suhu 650oC selama 1 jam. Kemudian ekstraksi padat-cair leaching tailing bauksit dilakukan didalam ekstraktor unggun diam pada suhu 25oC selama 4 jam dengan laju alir 1 mL/menit dengan menggunakan variasi asam sulfat H2SO4 2 dan 3 M. Proses terakhir adalah pengendapan pada larutan hasil ekstraksi. Logam tanah jarang hasil proses leaching diendapkan dengan dua tahap proses pengendapan menggunakan natrium sulfat dan natrium fosfat sebagai agen pengendapan.
Hasil leaching dikarakterisasi dengan menggunakan ICP-OES untuk mengetahui kandungan Logam tanah jarang yang terkandung didalam larutan proses ekstraksi. Dari hasil penelitian didapatkan yield Logam tanah jarang maksimum sebesar 70,9660 dengan logam tertinggi yaitu noedimium sebesar 167,761 mg/L pada kondisi operasi suhu 25oC dengan waktu proses leaching selama 4 jam dengan menggunakan asam sulfat 3M dan dari proses pengendapan didapatkan padatan Logam tanah jarang hidroksida sebesar 2,6 gram.

he extracting rare earth elements from bauxite tailing effluents using roasting and solid liquid extraction in a fixbed extractor has been studied. In this study, bauxite tailings are used as raw materials for extracting rare earth elements in an effort to reduce their negative impacts and produce rare earth elements that can be utilized for industry. Several studies have been successful in the extraction of rare earth elements using a batch system but in depth study of rare earth elements extraction using continuous systems is still very limited. For that, in this study extraction of rare earth elements using a continuous system in the fixbed extractor.
The purpose of this study was to obtain the highest yield of rare earth elements extracted from bauxite tailings by using a fixbed extractor using sulfuric acid solvent. The process of extracting rare earth elements from bauxite tailings is comprised of three stages, namely the roasting, the solid liquid extraction of bauxite tailing in the fixbed extractor and the precipitation. The bauxite tailings were subjected to roasting at 650oC for 1 hour. Then bauxite tailing extraction was carried out in a fixbed exctractor at 25 C for 4 hours at a flowrate of 1 mL min using a variations of sulfuric acid H2SO4 2 and 3 M. The final process is the precipitation of the extraction solution. The rare earth elements of the leaching process are precipitated by two stages of the deposition process using sodium sulfate and sodium phosphate as precipitation agents.
The leaching results were characterized by using ICP OES to determine the rare earth metal content contained in the extraction process solution. The result of the research shows that the maximum rare earth metal yield was 70.9660 and the highest metal is neodymium 167,761 mg L at operating conditions 25 C with 4 hours leaching process using 3M sulfuric acid and from the precipitation process obtained a rare earth elements hydroxide solids of 2.6 grams.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Ismaya
"Kebutuhan akan enzim papain belakangan ini mengalami peningkatan, dengan laju permintaan sebesar 3 – 5 % pertahun. Proses pemisahan enzim papain dari buah pepaya dengan metode ekstraksi padat – cair (leaching) mempergunakan pelarut air dan campuran buffer dalam prosesnya, dalam experimen digunakan berbagai macam variabel operasi untuk mendukung proses ekstraksi ini berjalan dengan maksimal, seperti variasi suhu dan lama waktu pengadukan (345 rpm).
Hasil ekstraksi yang diperoleh kemudian di analisa dengan metode tirosin untuk aktivitas enzim dan metode lowry untuk analisa kadar protein, yang kemudian akan digunakan untuk menghitung berapa aktivitas spesifik tertinggi yang akan diperoleh berdasarkan variasi suhu dan waktu pengadukan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai aktivitas enzim tertinggi pada perlakuan suhu 70˚C dan waktu pengadukan selama 120 menit sebesar 4,68 EU/mL. Sedangkan untuk aktivitas spesifik enzim sebesar 10.34 EU/mg.

The need for the enzyme papain is greatly increased, its about 3 – 4% /years. The Separation Process of Papain Enzyme from Papaya Fruit by Solid-Liquid Extraction or leaching by using water and solvent mixtures buffer, this process is used in a wide range of operating conditions to support the extraction process such as temperature variations and long stirring.
The results obtained from the extraction are then determine for the enzyme activity by tyrosin method and protein levels by lowry method, and then calculate how the highest specific activity will be retrieved based on variation of temperature and time of stirring.
Based on the research results obtained the value of the highest enzyme activity on the treatment temperature 70˚C and time under stirring for 120 minutes of 4,68 EU/mL. As for the specific enzyme activity of 10.34 EU/mg
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timothi Ben Tito
"Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar dan produksi nikel tertinggi di dunia. Feronikel (FeNi) merupakan salah satu produk nikel utama dan produksinya menghasilkan terak dalam jumlah besar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efisiensi ekstraksi silika dari terak feronikel melalui proses alkali fusion dan pelindian menggunakan NaOH dengan variasi konsentrasi dan rasio solid/liquid. Penelitian dimulai dengan preparasi sampel hingga ukuran butir 200 mesh. Proses pemanggangan dengan sodium karbonat (Na2CO3) dilakukan dengan rasio 1:1 selama 60 menit pada suhu 1000°C. Pelindian dilakukan dengan konsentrasi NaOH 0,5 M, 1 M, dan 1,5 M, serta rasio solid/liquid 1:10, 1:20, dan 1:40. Silika adalah senyawa utama dalam terak feronikel. Proses alkali fusion menghasilkan sodium silikat (Na2SiO3), yang kemudian dilarutkan oleh NaOH selama pelindian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan silika meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi NaOH dan rasio solid/liquid. Konsentrasi NaOH yang lebih tinggi meningkatkan aktivitas ion OH- , yang lebih efektif memecah struktur sodium silikat. Peningkatan rasio solid/liquid mengurangi viskositas larutan, meningkatkan difusi reagen dan ion produk. Variasi optimal adalah pada konsentrasi NaOH 1,5 M dengan rasio solid/liquid 1:40, yang mencapai tingkat ekstraksi sebesar 29,498%.

Indonesia has the largest nickel reserves and the highest nickel production in the world. Ferronickel (FeNi) is a major nickel product, and its production generates substantial slag. This study aims to evaluate silica extraction efficiency from ferronickel slag through alkali fusion and leaching with NaOH, varying concentration and solid/liquid ratio. The research begins with preparing samples to a grain size of 200 mesh. Roasting with sodium carbonate (Na2CO3) at a 1:1 ratio for 60 minutes at 1000°C follows. Leaching is conducted with NaOH concentrations of 0,5 M, 1 M, and 1,5 M, and solid/liquid ratios of 1:10, 1:20, and 1:40. Silica is the primary compound in ferronickel slag. The alkali fusion process produces sodium silicate (Na2SiO3), which NaOH dissolves during leaching. Results show that silica content increases with higher NaOH concentration and solid/liquid ratio. Higher NaOH concentrations enhance OHion activity, breaking down the sodium silicate structure more effectively. Increased solid/liquid ratios lower solution viscosity, improving reagent and product ion diffusion. The optimal condition is a 1,5 M NaOH concentration with a 1:40 solid/liquid ratio, achieving a 29,498% extraction rate."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"One species of the red algae (Rhodophyceae) resulted from carrageenan is Eucgeuma cottonii. This algae is cultured intensively in Madura island espicially in district of Sumenep in village of Pekandangan - Buto. Production of E. cottonii in Sumenep - Madura rised over the last years but extraction of carrageenan has not been performed extensively. Unfortunately, it has been exported to abroad in dried from used as raw materials either food or non food industry. The objective of this research is to stydy the influence of extraction method of carrageenan on its quality. The best carrageenan quality was resulted by the modification of extraction metod by using cold alkali treatment so this method can be considered as alternative methods. The carrageenan quality that serulted from this methods is one the standard suggested by food and agriculture Organization,"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>