Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101010 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riris Katharina
"Analisis Kebijakan Otonomi Khusus Papua 2001-2016 dalam Perspektif Deliberative Public Policy Penelitian ini menganalisis kebijakan Otonomi Khusus Otsus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, yang hanya melihat kebijakan Otsus Papua pada tahap implementasi, penelitian ini menganalisis kebijakan Otsus sebagai sebuah proses kebijakan, mulai dari tahap formulasi hingga implementasi, dengan menggunakan perspektif deliberative public policy dari teori Dryzek 1990 mengenai deliberative democracy. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan informan beragam, baik yang mendukung maupun yang mengritisi kebijakan Otsus. Para informan adalah para pembuat kebijakan Otsus Papua di DPR RI dan Pemerintah, serta di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Kegiatan observasi dilakukan di Jayapura, Wamena, Manokwari, Sorong, dan Kaimana, yang merepresentasikan wilayah kota dan kabupaten, serta wilayah pantai dan pegunungan. Data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, dan sesuai dengan tujuannya, untuk menganalisis kebijakan Otsus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, penelitian ini menggunakan tipe eksplanatori kualitatif. Triangulasi dilakukan melalui kegiatan focus group discussions, yang melibatkan para pemangku kepentingan. Berbeda dengan penelitian LIPI 2004 , yang mengungkap bahwa kebijakan Otsus Papua sudah dilakukan secara partisipatif, penelitian ini menemukan partisipasi yang dilakukan dalam tahap formulasi bersifat semu pseudo-participation . Penelitian ini selanjutnya mengungkap bahwa dalam tahap implementasi, orang asli Papua sebagai target penerima manfaat cenderung diabaikan partisipasinya. Menurut hasil penelitian ini, formulasi dan implementasi kebijakan Otsus Papua harus memperhatikan prinsip-prinsip deliberatif. Penelitian menemukan bahwa perspektif deliberative public policy telah membuka cara pandang baru dalam menganalisis kebijakan Otsus Papua. Penelitian ini mengemukakan kebaruan novelty bahwa dalam perspektif deliberative public policy, pembatasan waktu dalam proses formulasi kebijakan akan menimbulkan masalah dalam implementasinya. Penekanan pada substansi deliberasi lebih penting dari pada sekadar pemenuhan formalitas, karena ia akan menimbulkan pseudo-deliberative, yang menciptakan situasi konflik akibat distrust yang terus tumbuh dan memperkuat tuntutan separatisme. Kata kunci: deliberative public policy, pseudo-deliberative policy, Dryzek 1990, otonomi khusus, Papua, Papua Barat.

Papua Special Autonomy Policy Analysis 2001 2016 A Deliberative Public Policy Perspective This research analyzed special autonomy policy in the provinces of Papua and West Papua. Different from previous researches which only discussed the special autonomy during its implementation, this research examined it as a process since its formulation until its implementation by employing the 1990 Dryzek rsquo s deliberative democracy perspective. Data collection was conducted with library studies, continued with in depth interviews with various informants. The informants consisted of those who supported the special autonomy policy and those who criticized it inside the national parliament and the government, as well as different parties in the provinces of Papua and West Papua. In addition to this, observation works have been conducted in cities and municipalities, as well as coastal and mountainous areas, e.g. Jayapura, Wamena, Manokwari, Sorong, and Kaimana. Data was analyzed by employing a qualitative method. In accordance with the objective of this research, namely to clearly examine both the formulation and implementation of special autonomy policy in the Papua and the West Papua, an explanatory qualitative type was applied. Triangulation of data was, furthermore, conducted with focus group discussions, involving relevant stakeholders. Unlike the 2004 LIPI rsquo s research, which concluded that the Papua special autonomy policy has been deliberatively discussed and created, this research argued and found that the public participation organized during its formulation was actually pseudo, by which the researcher has identified it as pseudo participation. This research has also revealed that since its implementation, the participation of native Papuan, presumably should have gained the benefits of the policy, have been, in reality, ignored. This research further found that the deliberative public policy has introduced a new perspective for analyzing the Papua special autonomy policy. From such perspective, therefore, its formulation and implementation must consequently rely on deliberative principles. As its novelty, this research has revealed that time limitation during the formulation process will bring about problem in its implementation. The researcher accordingly concluded that emphasizing to have a real deliberative process is much more substantial rather than attempting to make it artificially that led to a pseudodeliberative policy. A pseudo one has, in fact, produced conflict caused by the growing distrust of the Papuan to the government, which strengthened aspiration for separatism. Keywords deliberative public policy, pseudo deliberative policy, Dryzek 1990, special autonomy, Papua, West Papua."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2365
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Yudha Nofri
"Tesis ini membahas tentang hasil pelaksanaan kebijakan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang selama kurun waktu 9 tahun ini temyata masih belum memberikan perbaikan di dalam segi kehidupan masyarakat Papua Sehingga muncul keinginan dari masyarakat untuk menolak kebijakan tersebut dan menuntut untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beragam penyebab munculnya keinginan untulc mcmisahkan diri tersebut salah satunya karena masyarakat menganggap bahwa pemerintah pusat belum mampu mensejahterakan rakyat Papua. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif anaiitis dan penelitian intelijen stratejik.
Hasil penelitian ini menyarankan kepada pemerintah pusat bahwa ketidakpuasan masyarakat Papua terhadap pelaksanaan Otonomi Khusus dapat mengancam integrasi nasional Keinginan untuk memisahkan diri tersebut muncul dari sebagi akibat dari adanya konflik-konflik internal, hubungan antara pusat dan daerah yang tidak harmonis, konflik pemekaran serta aclanya dukungan dari dunia internasional Oleh karena itu perlu dilakukan pembahan pendekatan dari pemerintah terhadap masyarakat Papua yaitu dengan pendekatan budaya dan komunikasi konstruktif yang intensip antara pemerintah dan masyarakat Papua serta peningkatan pelaksanaan UU Otonomi Khusus.

This thesis discusses the results of the implementation on Special Autonomy Regulation on Papua No. 21/2001, that during 9 years of its implementation, was still not provide improvements in terms ofthe life of the people of Papua Then came the desire from the community to reject this policy and demanded to secede from The Republic of Indonesia. Various causes triggered the desire for secession of Papuans, for example Papuans assume that the central government has not been able to prosper the people of Papua. The study was a qualitative research design with descriptive analysis and strategic intelligence research.
The results of this study suggest to the cential government that the public dissatisfaction towards the implementation ofthe Papua Special Autonomy Act could threaten national integration. The desire to separate themselves arise as a result of the existence of internal conflicts, the relationship between central and local governments weren`t harmonious, region expansion conflict in Papua and the support from the international community. Therefore it is necessary to change the approach of government towards the people of Papua. Using cultural approach, intensive constructive communication between the government and people of Papua and enhancing the implementation of the Special Autonomy Ac."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T33447
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fischer, Frank
Oxford : Oxford University Press, 2012
320.6 FIS r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Purnomo
"Provinsi Papua dan Papua Barat memperoleh kewenangan otonomi khusus melalui UU No. 21 Tahun 2001. Kewenangan otonomi khusus lebih luas dibandingkan otonomi daerah, bertujuan mengurangi kesenjangan Provinsi Papua dan Papua Barat. Dalam rangka otonomi khusus, Pemerintah memberikan penerimaan khusus yang digunakan dalam empat bidang yaitu pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan prioritas pada bidang pendidikan. Penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif, menggunakan metode analisa data berupa Cost Effectiveness Analysis serta menggunakan tehnik pemetaan hambatan untuk menjelaskan mengenai penyebab ketidakefektifan. Untuk menjelaskan pengaruh anggaran dana otsus terhadap tingkat pendidikan digunakan regresi dilakukan mengetahui pengaruh dana otsus terhadap tingkat pendidikan berupa angka melek huruf dan lama rata-rata sekolah. Sampai dengan tahun 2013, diperoleh hasil bahwa kebijakan pemberian dana dalam rangka otonomi khusus tidak efektif dalam meningkatkan pendidikan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Hal ini disebabkan oleh sejumlah permasalahan berupa permasalahan dibidang keuangan maupun permasalahan dibidang pendidikan.

The provinces of Papua and West Papua has a special autonomy by Law No 21 of 2001 Special autonomy authority greather than local autonomy aimed to reduce the gap the provinces of Papua and West Papua By special autonomy Government gave a special reception that used for four areas education health infrastructure and people economic empowerment with priority in education This research is a qualitative and quantitative study use data analysis method of Cost Effectiveness Analysis and also use mapping barriers technique to explained the causes of the ineffectiveness The use of quantitative approaches such as regression is performed to know the influence of special autonomy fund to the level of education in the form of long literacy rate and average school Until 2013 showed that the policy grants in the framework of special autonomy is not effective in improving education in Provinces of Papua and West Papua It is caused by a number of issues such as the problems in the financial sector and the problems in education."
Depok: Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Yudha Nofri
"Tesis ini membahas tentang hasil pelaksanaan kebijakan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang selama k'1lrun waktu 9 tahun ini ternyata masih beium memberikan perbalkan di daiarn segi kehidupan masyarakat Papua Sehingga muncul keinginan dari masyarakat untuk menolak kebijakan tersebut dan rnenuntut untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beragarn penyebab munculnya keinginan untuk memisahkan dlrJ tersebut salah satunya karena masyarakat menganggap bahwa pemerintah pusat belum rnampu mensejahterakan rakyat Papua. PeneHtian ini adalah pene1itian kualitatif dengan desain deskriptif analitis dan penelitian intelijen stratejik.
Hasil penclitian ini menyarankan kepada pemerintah pusat bahwa ketldakpuasan masyarakat Papua terhadap pelaksanaan Otonomi Khusus dapat mengancam integrasi nasionaL Keinginan untuk memisahkan diri tersebut muncul dari sebagi akibat dari adanya konflik-kontlik internal, hubungan antara pusat dan daerah yang tidak harmonis, kontllk pemekaran serta adanya dukungan dari dunia internasionaL Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan pendekatan dari pemerintah terhadap masyarakat Papua yaitu dengan pendekatan budaya dan komunikasi konstruktif yang intensip antara pemerintah dan masyarakat Papua serta peningkatan pelaksanaan lTlJ Otonomi Khusus.

This thesis discusses the results of the impfementation on Special Autonomy Regulation on Papua No. 2112001, that during 9 years of its implementation, was still not provide improvements in terms of the life of the people of Papua Then came the desire from the community to reject this policy and demanded to secede from The Republic of Indonesia. Various causes triggered the desire for secession ofPapuans, for example Papuans assume that the central government has not been able to prosper the people of Papua. The study was a qualitative research design with descriptive analysis and strategic intelligence research.
The results of this study suggest to the central government that the public dissatisfaction towards the implementation of the Papua Special Autonomy Act could threaten national integration. The desire to separate themselves arise as a result of the existence of internal conflicts, the relationship between central and local governments weren't harmonious, region expansion conflict in Papua and the support from the international community. Therefore it is necessary to change the approach of government toward the people of Papua. Using cultural approach, intensive constructive communication between the government and people of Papua and enhancing the implementation of the Special Autonomy Act
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33465
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Antun Mardiyanta
"Abstract. Public trust is a very essential and fundamental element to the legitimacy of public administration. Moreover, the local government is obliged to serve the community. Without public trust, many policies may have serious problems. Therefore, it is necessary to maintain and enhance public trust. A highly committed public trust will allow public administrators to receive good judgment, which is, necessary in the policy-making process. This paper is carefully seeing through some findings of a deliberative public policy formulation, especially in the planning and budgeting areas. The qualitative study was conducted in the Probolinggo regency from 2008 to early 2011. Data were collected through participant and non-participant observation, focus group discussions, in-depth interviews, as well as search of relevant documents. The findings of this study indicate the existence of change in public which in the current situation requires a commitment of local political elite to open public places. Commitment to the use of public places, in the application of the transparency principles, participation and accountability in public policy formulation process, will bring back public trust to the local government; especially if the local society feels and believes that the deliberative public participation will significantly affect the final result of the policy formulation.
Abstrak. Kepercayaan publik adalah elemen yang sangat penting dan mendasar untuk mendapatkan administrasi publik yang sah. Terlebih lagi, pemerintah daerah berkewajiban untuk melayani masyarakat. Tanpa kepercayaan publik, banyak kebijakan akan menemui masalah-masalah yang serius. Karenanya, adalah sangat perlu untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan publik. Kepercayaan publik yang berkomitmen akan memungkinkan administratur publik untuk mendapatkan penilaian yang baik, yang mana diperlukan di dalam hal proses penyusunan kebijakan. Makalah ini melihat dengan sangat hati-hati beberapa temuan di dalam formulasi kebijakan publik yang bersifat deliberatif, terutama di dalam area perencanaan dan penganggaran. Studi kualitatif ini dilakukan di kabupaten Probolinggo dari tahun 2008 sampai awal 2011. Data dikumpulkan dengan jalan pengamatan partisipatif dan non-partisipatif, diskusi kelompok terarah, wawancara mendalam dan penelitian dokumen-dokumen terkait. Temuan dari penelitian ini menunjukkan adanya perubahan di masyarakat, yang mana – di dalam situasi sekarang ini – membutuhkan komitmen dari elit politik lokal untuk membuka ruang-ruang publik. Komitmen untuk menggunakan ruang-ruang publik, dalam hal penerapan prinsip keterbukaan, partisipasi dan akuntabilitas di dalam formulasi kebijakan publik, akan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan daerah; terutama bila masyarakat setempat merasa dan percaya bahwa keikutsertaan masyarakat secara sukarela akan memengaruhi secara bermakna hasil akhir dari formulasi kebijakan."
Department of Administration Sciences, Faculty of Social and Political Sciences, Airlangga University, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cambridge, UK: University Press, 2003
320.6 DEL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Meri Murda Fiawati
"Penelitian ini mengeksplorasi kebijakan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan di Provinsi Papua dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dengan sistem desentralisasi yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia, DAK Pendidikan bertujuan mendukung prioritas nasional dan memenuhi standar pelayanan minimal pendidikan. Penelitian menggunakan pendekatan hukum doktrinal dengan fokus pada aturan, asas, dan norma yang relevan, serta data sekunder dari studi kepustakaan. Temuan menunjukkan bahwa alokasi DAK Pendidikan di Papua mengalami peningkatan, namun masih menghadapi tantangan signifikan seperti distribusi yang tidak merata, kapasitas manajerial yang terbatas, dan infrastruktur yang kurang memadai. Banyak sekolah di Papua kekurangan fasilitas dasar, yang berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan menciptakan kesenjangan partisipasi serta hasil pendidikan dibandingkan provinsi lain. Fungsi DAK provinsi papua selain untuk pengadaan sarana prasarana DAK Fisik provinsi papua juga dialokasikan untuk menyediakan tempat tinggal bagi guru dan siswa di daerah terpencil. Pelaksanaan DAK memerlukan kepatuhan ketat dalam pelaporan dan pengelolaan anggaran, dengan perhatian pada koordinasi harmonis antara pemerintah pusat dan daerah untuk efektivitas penyaluran dana.

This study explores the allocation policy of the Special Allocation Fund (DAK) for Education in Papua Province within the context of decentralization and regional autonomy as mandated by the 1945 Constitution. With the decentralization system implemented by the Indonesian government, the DAK for Education aims to support national priorities and meet minimum education service standards. The research employs a doctrinal legal approach focusing on relevant rules, principles, and norms, as well as secondary data from literature studies. The findings indicate that the allocation of DAK for Education in Papua has increased; however, it still faces significant challenges such as uneven distribution, limited managerial capacity, and inadequate infrastructure. Many schools in Papua lack basic facilities, which negatively impacts education quality and creates disparities in participation and educational outcomes compared to other provinces. In addition to infrastructure procurement, DAK in Papua is also allocated to provide accommodation for teachers and students in remote areas. The implementation of DAK requires strict compliance in reporting and budget management, with a focus on harmonious coordination between central and regional governments for effective fund distribution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Silo
"Abstract. An appropriate policy design is a crucial factor in improving the efficiency of education service. The design is influenced
by the significant implementation of education strategies, to which the dimensions of organizational environment, organizational
values, and organizational resources contribute. In the case of Jayapura Regency, the dimension that predominantly affects the
education service efficiency is the organizational resources, whilst the organizational environment is the least influential. The
small influence from the organizational environment results from a strong tendency to disregard the importance of politics,
geography, demography, and the potential of natural resources as a dimension of the external environment. Moreover, the education
service orientation and public needs accommodation are determined by the support from organizational values and resources."
2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadian Prima Nugraha
"ABSTRAK
Tesis ini merupakan penelitian yuridis normative yang membahas mengenai konstitusionalitas pemilukada di daerah otonomi khusus Papua berdasarkan konsep demokrasi deliberative Jurgen Habermas dan keadilan distributive John Rawls yang merupakan gambaran pelaksanaan demokrasi yang diterapkan pada masyarakat Indonesia yang multikultur, sehingga harus mempertimbangkan kondisi komunitas/masyarakat yang relatif tertinggal dari dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, pendidikan, ekonomi maupun politik. Masyarakat Papua telah memiliki budaya dan mekanisme sendiri dalam memaknai kontestasi politik yang berbeda dengan perundangan di bidang pemilu, yaitu dengan menggunakan mekanisme noken serta adanya syarat khusus harus orang asli Papua untuk menjadi Gubernur/Wakil Gubernur Papua. Oleh karenanya, Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir akhir konstitusi harus memberikan tempat khusus bagi entitas minoritas tersebut dalam konstitusi yang hidup melalui putusan. Berdasarkan penelitian ini, konsitusi Indonesia sebenarnya telah menganut konsep demokrasi deliberative dalam kehidupan ketatanegaraannya, namun hanya pada tataran formil dan belum menyentuh implementasi konsep deliberative. Selain itu, perlakuan khusus terhadap masyarakat Papua telah sesuai dengan nilai-nilai konstitusi dilihat dari konsep demokrasi deliberative dan keadilan distributive. Namun demikian, kedua konsep tersebut memberikan kewajiban bagi pemerintah untuk lebih menjaring aspirasi masyarakat khususnya entitas minoritas dalam suatu diskursus politik.

ABSTRACT
This thesis is a normative study discussing the constitutionality of special election in the special autonomous region Papua based on the concept of deliberative democracy by Habermas and distributive justice by John Rawls. Those concepts reflect the description of democracy implemented in Indonesian multicultural society; therefore it should consider the condition of community/society that relatively lags behind in many aspects of life, whether social, educational, economic and political. Papuan society has its own culture and mechanism in understanding different political contestation with legislation in the field of elections, namely, by using a “noken” mechanism and special requirement, that is indigenous Papuans, for Governor/Deputy Governor of Papua. Constitutional Court as the final interpreter of the constitution must give a special place to the minority entity in the living constitution through the verdict. According to this research, Indonesia has actually embraced the concept of deliberative democracy in its political subdivision's life, yet just on the formal level and not on deliberative concept implementation. Furthermore, the affirmative action taken for Papuan people is in accordance with the values of constitution viewed from the concept of deliberative democracy and distributive justice. Nevertheless, those two concepts necessitate the government to gather people aspirations especially the minority entity in a political discourse."
2014
T39065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>