Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116317 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darmoko
"ABSTRAK
Pada 21 Januari 1995 Soeharto mewacanakan konsep lsquo;pengendalian diri rsquo; sebagai sarana internalisasi Pancasila melalui wayang kulit purwa. Persatuan Pedalangan Indonesia menafsirkan konsep lsquo;pengendalian diri rsquo; Soeharto dengan menggubah lakon ldquo;Semar Mbabar Jatidiri rdquo;. Produksi naskah pakem pedalangan dan pergelaran wayang kulit purwa lakon Semar Mbabar Jatidiri berkaitan dengan wacana kekuasaan Soeharto. Sanggit dipergunakan dalang untuk menanggapi wacana kekuasaan Soeharto. Penelitian ini mengkaji konsep lsquo;pengendalian diri rsquo; Soeharto yang beroperasi dan berkelindan dalam lakon Semar Mbabar Jatidiri, sanggit dalang untuk menghadapi wacana kekuasaan Soeharto, dan alih wahana pergelaran lakon Semar Mbabar Jatidiri. Untuk membahas permasalahan dipergunakan metode kualitatif dan kerangka konseptual teoritis tentang sanggit, strategi naratif, alih wahana, wacana kekuasaan-pengetahuan, dan konsep kekuasaan dalam kebudayaan Jawa. Temuan pada penelitian adalah: Wacana kekuasaan Soeharto melalui produksi konsep lsquo;pengendalian diri rsquo; telah menggerakkan dalang PEPADI untuk mengikuti kehendaknya melakukan tindakan menggubah lakon Semar Mbabar Jatidiri. Sanggit dalang memosisikan Soeharto sebagai manusia paripurna peran sosial politiknya menjadi manusia biasa pada akhir zaman purwa sebagai gambaran akhir masa Orde Baru. Sanggit dalang mampu bernegosiasi dan mengadakan lsquo;posisi tawar rsquo; terhadap wacana kekuasaan Soeharto. Transformasi teks konsep lsquo;pengendalian diri rsquo; Soeharto ke naskah lakon dan pergelaran mengalami perubahan tokoh-penokohan, pengadegan, latar, ekspresi ginem, janturan; pocapan, gendhing, sulukan, dan sabet.

ABSTRACT
On January 21, 1995 Soeharto discouraged the concept of 39 self control 39 as a means of internalizing Pancasila through wayang kulit purwa. The Indonesian Pedalangan Union interpreted Soeharto 39 s concept of 39 self control 39 by composing the play Semar Mbabar Jatidiri . The production of manuscripts of pedalangan and performances of wayang kulit purwa plays Semar Mbabar Jatidiri related to the discourse of Soeharto 39 s power. Sanggit used dalang to respond to the discourse of Soeharto 39 s power. This study examines Soeharto 39 s concept of 39 self control 39 which operates and connects in Semar Mbabar Jatidiri, a dalang2mastermind to face the discourse of Soeharto 39 s power, and over the play of Semar Mbabar Jatidiri. To discuss the problems used the qualitative method and theoretical conceptual framework of sanggit, narrative strategy, intertextuality, power knowledge discourse, and power concept in Javanese culture. The findings of the research are The discourse of Soeharto 39 s power through the production of the concept of 39 self control 39 has driven the puppeteer The Indonesian Pedalangan Union to follow his will to do the composing act of Semar Mbabar Jatidiri. Sanggit dalang positioned Soeharto as a plenary man of his social political role to become an ordinary human at the end of the purwa era as a picture of the end of the New Order period. Sanggit dalang able to negotiate and hold 39 bargaining position 39 to the discourse of Soeharto 39 s power. The transformation of Soeharto 39 s concept of 39 self control 39 into play script and performances undergoes character change, characterization, series of events on the scene, setting, ginem expression, janturan pocapan, gendhing, sulukan, and sabet."
2017
D2350
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Humas Pepadi Pusat, 1995
791.539 2 SAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dita Tri Widya
"Pasca-pemilihan presiden Republik Indonesia tahun 2019, Jokowi menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit purwa Lakon Kresna Jumeneng Ratu di Istana Merdeka. Pertunjukan tersebut merupakan janji Jokowi kepada masyarakat di Sragen melalui Kirun sebagai host ketika berkunjung di GOR Diponegoro, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah dalam acara silaturahmi dengan masyarakat setempat pada tanggal 3 April 2019. Seiring dengan janji Jokowi, Kirun menginisiasi Ki Manteb Soedharsono untuk menggelar lakon dalam pertunjukan tersebut. Penelitian ini menggunakan pertunjukan wayang kulit purwa Lakon Kresna Jumeneng Ratu sebagai objek data. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Jokowi direpresentasikan dalam pertunjukan wayang kulit purwa Lakon Kresna Jumeneng Ratu. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran bahwa pertunjukan wayang kulit purwa Lakon Kresna Jumeneng Ratu merupakan representasi dari Jokowi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan objektif. Teori representasi Stuart Hall (1997) digunakan untuk menganalisis representasi Jokowi yang didukung oleh teori simbol Wellek dan Warren (1989). Penelitian ini mengasumsikan bahwa Jokowi direpresentasikan menggunakan limbukan dan penokohan Kresna melalui nilai-nilai nasionalisme, andhap-asor, blusukan, dan laku

Over the succeeded Indonesian presidential election in 2019, Jokowi held a purwa shadow puppet show titled Lakon Kresna Jumeneng Ratu at the Merdeka Palace. The show was Jokowi's promise to the locals in Sragen through Kirun as host when he visited GOR Diponegoro in Sragen Regency, Central Java in friendly gathering with the local communities on April 3, 2019. To follow up on the promise, Kirun initiated Ki Manteb Soedharsono to perform a lakon for the show. This study uses the purwa puppet show of Lakon Kresna Jumeneng Ratu as a data object. The proposition in this research is how Jokowi was represented in the purwa puppet show of Lakon Kresna Jumeneng Ratu. This study aims to get a view that the purwa puppet show of Lakon Kresna Jumeneng Ratu is a representation of Jokowi. This research employs a qualitative-descriptive method using an objective approach. Stuart Hall's representation theory (1997) is used to analyze Jokowi's representation followed by the symbol theory of Wellek and Warren (1989). This research assumes that Jokowi is represented by limbukan and characterization Kresna through his values of nationalism, andhap-asor, blusukan, and laku"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rahmawanto
"Pagelaran wayang kulit purwa merupakan salah satu produk budaya unggulan orang Jawa. Dialog yang disajikan dalam pagelaran wayang kulit purwa itu merupakan data penggunaan bahasa yang merepresentasikan budaya Jawa, termasuk di dalamnya bagaimana mewujudkan kerukunan. Pemilihan cara bertutur mempertimbangkan reaksi emosional kawan tutur agar tidak terjadi perselisihan dan kerukunan tetap terjaga. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan menemukan strategi kerukunan dalam tuturan orang Jawa pada pertunjukan wayang. Konsep kerukunan diperoleh berdasarkan prinsip rukun dan prinsip hormat yang dikemukakan oleh Franz Magnis Suseno 1991 . Suasana kerukunan terbangun melalui keharmonisan, pencegahan perselisihan, dan ketenteraman. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mengkaji secara mendalam tuturan orang Jawa dalam pertunjukan wayang. Melalui kajian tersebut ditemukan strategi-strategi orang Jawa untuk mewujudkan kerukunan melalui tuturannya. Hasil identifikasi jenis tindak tutur, dengan klasifikasi tindak tutur Searle 1975 menunjukkan bahwa pilihan tindak ilokusioner tuturan berperan dalam pengendalian terjadinya perselisihan dalam komunikasi. Dengan menggunakan teori kesantunan yang dikemukakan oleh Brown dan Levinson 1978 dan Leech 1983 penelitian ini menemukan bahwa kesantunan dalam bertutur digunakan untuk mengekspresikan nilai-nilai kerukunan orang Jawa.
Purwa shadow puppet performances is one of the superior cultural products of the Javanese people. The dialogue presented in the purwa shadow puppet performances is a data of language usage that represents Javanese culture, including how to realize harmony. Selection of the way of speech consider the emotional reaction of hearers to avoid disputes and harmony remained awake. This study aims to find a strategy of kerukunan in Javanese speech on puppet shows. The concept of kerukunan is based on the principles of kerukunan and the principle of respect by Franz Magnis Suseno 1991 . The atmosphere of harmony awakens through harmony, dispute prevention, and serenity. This research is a qualitative research that deeply examines Javanese speech in purwa puppet performances. Through the study, Javanese strategies were found to realize harmony through his speech. The result of identification of speech acts, with the classification of the speech act of Searle 1975 indicates that the choice of illocutionary acts of speech plays a role in controlling the occurrence of disputes in communication. By using the theory of politeness proposed by Brown and Levinson 1978 and Leech 1983 this study found that politeness in speech is used to express the values of kerukunan Jawa."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
"ABSTRAK
Permasalahan utama yang dibahas dalam penelitian ini yaitu masalah mantra. Bagaimanakah bentuk/sifat, penggunaan/penyajian, fungsi dan kedudukan mantra dalam peertunjukkan wayang kulit purwa.
Tujuan pokok penelitian ini ialah untuk mendapatkan pengertian yang utuh tentang mantra dalam pertunjukan wayang kulit purwa. Melalui analisis bentuk/sifat. Penggunaan/penyajian. Fungsi dan kedudukan mantra dalam pertunjukan wayang kulit purwa diharapkan didapatkan pengetian yang sifatnya wholleness.
Untuk meneliti unsur mantra dalam pertujukan wayang kulit purwa saya menggunakan wayang kulit purwa saya menggunakan metode analisa abstraksi. Sedangkan pendekatan yang saya gunakan ialah pendekatan intrinsik, menitikberatkan pada segala sesuatu yang terdapat di dalam karya sastra itu sendiri."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
"ABSTRAK
Aspek gending dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa cukup menarik untuk diteliti, karena di dalamnya dikandunq unsur instrumen dan vokal, yang merupakan perpaduan antara irama, alunan qamelan dengan sindhenan. gerongan, narasi dan komoangan.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini ialah: 1. baqaimanakah bentuk, penyajian, kedudukan dan funqsi gendhing dalam lakon/pertunjukan wayanq purwa.
Tujuan penelitian ini iaiah mengungkapkan makna gendhing dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa secara wholleness(utuh). tinjauan ini memfokuskan pada penelitian qendhinq iringan wayanq kulit purwa klasik dan mengesampingkan Gendhing iringan Penqembangan.
Sedangkan bahan sebagai data penelitian bersumber pada teks-teks karya sastra tertulis dan lisan. Teks-teks karya sastra tertulis yang dimaksud adalah bentuk lakon wayang berupa pakem tuntunan pedalangan semalam suntuk (utuh), lenqkap beserta unsur-unsur yanq mendukung. Sedangkan sumber taks lisan terdiri atas pengamatan peneliti dalam menyaksikan pergelaran langsung dan juqa mendengarkan pita kaset rekaman baik rekaman yang sifatnya live maupun rekaman studlo.
Metode penelitian yanq diterapkan ialah metode analisis deskriptif, yaitu suatu metode yang berusaha untuk menquraikan obyek (teks karya sastra - lisan tertulis) seje1as-jelasnya dan sedalam-dalamnya, sehingga didapatkan makna yang utuh. Kesimpulan yanq dapat dipetik dari penelitian ini yaitu, bahwa:
1. Gendhing dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa terdiri atas pelbagai bentuk komposisi, seperti: lancaran, ladrangan, ketawangan dan gendhing. Komposisi ini kemudian diramu sehingga menjadi padu dengan unsur-unsur yang lain, seperti: suluk, sindhenan, gerongan, dan komoangan.
2. Dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa, gendhing disajikan berdasarkan aturan (konveksi) yang telah disepakati bersama di antara seniman, sehingga adegan-adegan di dalam pertunjukan wayang kulit purwa mempergunakan gendhing-gendhing iringan yang telah ditentukan bersama.
3. Gendhing merupakan salah satu unsur di dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa yang sangat vital. Oleh karena itu unsur gendhing sangat diperlukan keberadaannya.
4. Fungsi gendhing dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa disamping sebagai musik iringan juga turut serta dalam memberikan suasana, nuansa pergelaran wayang, sehingga gendhing juga ikut menjalin keterkaitan dengan unsur-unsur yang lain.
Menqinqat kesimpulan yang telah dipaparkan diatas, maka aspek gendhing dalam lakon/pertunjukan wayang purwa mempunyai pengaruh yang besar dan keberadaannya sangat diperlukan, karena dapat dibayangkan: sebuah pertunjukan wayang kulit purwa tanpa mempergunakan gendhing sebagai iringan, tentu di sana akan terasa hambar, "njomplang", dan tidak harmonis.
"
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
"ABSTRAK
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu, bagaimanakah bentuk dan isi, penggunaan dan penyajian, fungsi
dan peranan, serta kedudukan narasi dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa. Sedangkan tujuan penelitian ini yaitu mengu-
pas narasi agar mendapatkan makna yang utuh mengenai narasi dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode dan teknik analisis struktural, yaitu metode yang bertujuan membongkar dgn memaparkan secermat, seteliti, semenditel dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Analisis struktura1 bukanlah penjumlahan anasir-anasir itu, misalnya cukup didaftarkan semua kasus aliterasi, asonansi, rima akhir, rima dalam, inversi sintaktik, metafor dan metonimi segala macam peristilahan yang muluk-muluk dengan apa_saja yang secara formal dapat diperhatikan pada sabuah sajak atau dalam hal romanpun tidak cukup semacam enumerasi gejala-gejala yang berhubungan dangan aspek waktu, aspek ruang, pernatakan, point of view, sorot balik dan apa saja. (A, Teew, 1984: 135-136). Dalam menganalisis masalah ini diperlukan pendekatan intrinsik, yaitu pendekatan karya sastra yang bnrtitik tnlak dari dalam, batiniah, sifat dasar atau bagian dasar karya sastra itu sendiri. Menurut Panuti Sudjiman intrinnik berarti: 1. dari dalam, batiniah; 2. merupakan sifat :tau bagian dasar. (19B4: 35). Bahan yang diangkat dalam penelitian ialah dua sumber karya
sastra lakon wayang kulit purwa, pertama berbentuk drama dan yang kedua berbentuk tembang hal ini agar dapat diperbandingkan secara sederhana antara narasi yang terdapat dalam drama dan yang da1am bentuk tembang.
Kesimpulan akhir yang dapat dipntik dalam panelitian ini ialah: l. Bentuk narasi dalam lakon/pertunjukan uayang kulit purwa berupa prosa berirama, berbahasa Jawa Baru (klasik) dan kadang-kadang masih bercampur dengan bahasa sansekerta maupun bahasa Jawa Kuno; 2. Narasi dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa berisi pemaparan, pelukisan dan penggambaran mengenai situasi dan kondisi adegan yang ditampilkan, baik tokohnya, situasi hatinnya, situasi Iingkungannya dan sebaga1nya; 3. Penggunaan dan penyajian narasi dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa biasanya diucapkan berirama (prosa berirama), sangat memperhatikan nuansa nada dan irama gamelan (tinggi rendah nada) dan setelah diadakan jejer pada adugan tertentu; 4. Fungsi danperanan narasi dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa ialah untuk melukiskan situasi dan kondisi adegan yang telah, sedang dan/atau akan terjadi. Sedangkan fungsi secara keseluruhan
struktur dalam Iakon ialah menjalin ketarpautan dan keterpaduan dalam membentuk alur/plot; menjelaskan/menerangkan kepada masyarakat penikmat mengenai suatu _peristiwa; 5. Kedudukan narasi dalam lakon/pertunjukan wayang kulit purwa sangat penting dan menentukan, mengingat fungsinya yang demikian besar itu. Betapahambarnya suatu partunjukan wayang apabila tidak ditopang dengan
narasi. Narasi turut mempnrmudah menerangkan cerita didalamnya."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya , 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Wiyono Undung Wasito
"Penelitian struktur lakon pedalangan wayang kulit purwa gaya Surakarta karya Tristuti Rachmad Suryaputra bertujuan untuk mengetahui bagaimana Tristuti mengerjasamakan unsur-unsur pembentuk lakon secara fungsional dalam rangka mewujudkan ide ceritanya. Data penelitian adalah teks lakon karya Tristuti dengan judul Kilatbuwana. Teks lakon telah diterbitkan oleh Proyek Dokumentasi Lakon Carangan yang bekerjasama dengan ASKI Surakarta, dengan ketua dewan penyunting Alan Feinstein, Surakarta 1986. Analisis struktur meliputi empat unsur dominan pembangun lakon, ialah: tema, alur, tokoh dan amanat. Untuk memperoleh maknanya yang tepat, penelitian lakon pedalangan harus di tempatkan pada rangka konvensinya sendiri, serta dikaitkan dengan budaya masyarakat Jawa sebagai penghasil karya tersebut. Prinsip konstruksi la_kon didasarkan atas kaidah-kaidah teknik teater tradisio_nal pedalangan. Di samping mempunyai unsur-unsur karya sastra umum, mempunyai unsur-unsur khas yang membedakan strukturnya dengan jenis sastra yang lain."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11469
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>