Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23666 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mirza Arsyad
"Suatu perusahaan yang hendak melakukan perluasan usaha akan membutuhkan pendanaan untuk melakukan investasi. Salah satu alternatif untuk memperoleh pendanaan adalah melalui mekanisme pasar modal yaitu dengan jalan menjual saham kepada public (Initial Public Offering). Penjualan saham kepada publik banyak diminati oleh perusahanperusahaan yang relatif maju dan mapan karena konsekuensi biaya yang ditimbulkan tidak sebesar berbagai skema pembiayaan lainnya, disamping hal tersebut akan menambah bonafiditas I prestige dari perusahaan yang bersangkutan.
PT Ramayana Lestari Sentosa salah satu perusahaan yang berkompetisi dipasar retail ingin melakukan perluasan usaha mengingat prospek usaha eceran di Indonesia diperkirakan sangat cerah dan potensial. Untuk memperoleh pendanaan sehubungan dengan perluasan usaha tersebut PT Ramayana Lestari Sentosa memutuskan untuk menjual sahamnya kepada publik. Pada tahun 1996 PT Ramayana Lestari Sentosa menawarkan saham perdana dengan harga Rp. 3.200,-. Harga saham perdana yang ditetapkan bersama antara emiten dengan penjamin emisi harus merupakan harga saham yang wajar (fair price), dalam arti bahwa harga saham tersebut telah mencerminkan kondisi fundamental perusahaan dan harus dapat menarik minat investor yang akan menanamkan modalnya.
Karya akhir ini mencoba menilai kewajaran harga saham perdana yang ditawarkan tersebut dengan menggunakan tiga metode yaitu metode Price Earning Multiples, Free Cash Flow dan Dividend Discount Model. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode Price Earning Multiples memperoleh nilai harga saham sebesar Rp 2.988,93 per lembar, sedangkan perhitungan dengan metode Free Cash Flow memperoleh nilai harga saham sebesar Rp 3.233,27 per lembar. Perhitungan dengan metode Dividend Discount Model memperoleh nilai harga saham sebesar Rp 4.132,75 (bila seluruh free cash flow dibagikan jadi dividen) dan Rp 3.719,48 (bila hanya 90 dari free cash flow dibagikan sebagai dividen).
Hasil perhitungan dengan menggunakan ketiga metode tersebut memperlihatkan bahwa harga penawaran PT Ramayana Lestari Sentosa, Tbk berada pada harga yang wajar karena nilai harga sahamnya berada diantara Rp 2.988,93 dan Rp 4.132,75.
Pada karya akhir ini juga dilakukan perhitungan dengan menggunakan data realisasi terhadap ketiga metode valuation. Hasil perhitungari dengan PIE ratio memperoleh nilai harga saham sebesar Rp 3.426 (1996), Rp 6.739 (1999) dan Rp 3.499 (2000), sedangkan untuk tahun 1997 dan 1998 memperoleh nilai negatifkarena pada tahun-tahun tersebut PT Matahari Putra Prima mengalami kerugian sehingga nilai P/E menjadi negatif.
Hasil perhitungan dengan menggunakan metode Free Cash Flow dan Dividend Discount Models memperoleh nilai negatif yang disebabkan karena nilai 'market return' negatif untuk tahun 1997 dan tahun 2000."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodot Tri Widodo
"Bank Mega sebagai salah satu bank swasta nasional yang berdiri sejak 15 April 1959 mempunyai kinerja yang cukup mengesankan selama krisis berlangsung. Kinerja perusahaan sejak diambil alih oleh grup Para pada 28 Maret 1996 senantiasa mengalami peningkatan sampai dengan sekarang. Untuk keperluan ekspansi dan meningkatkan jumlah penyaluran kredit, maka Bank Mega melakukan penawaran umum saham pada tanggal 27-30 Maret 2000 dan pcncatatan di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya dilakukan tanggal 17 April 2000. Momentum ini dimanfaatkan perusahaan ditengah beberapa penghargaan yang telah diterima dari berbagai pihak atas prestasi yang diraih selama ini.
Penilaian atas harga saham perdana pada saat IPO dilakukan dengan menggunakan metode Top Down, Three Step Approach, dimana dikatakan bahwa kondisi perekonomian secara umum, dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak akan mempengaruhi kondisi perusahaan yang pada akhirnya mempengaruhi harga saham suatu perusahaan. Langkah-langkah dalam menggunakan metode tersebut adalah 1). Analisa ekonomi makro 2). Analisa industri dimana perusahaan bergerak. dan 3).
Perkembangan perekonomian makro secara simultan mempengaruhi industri perbankan nasional. Saat terjadi puncak krisis ekonomi antara tahun 1997 sampai 1999 industri perbankan tidak mengalami pertumbuhan, bahkan turun drastis kinerjanya. Hal ini bisa dilihat dari angka perolehan laba,jumlah kredit bermasalah, dan pertumbuhan asetnya. Kinerja industri keuangan dan perbankan yang sedang turun ini berpengaruh juga terhadap kinerja saham bank-bank yang sudah go publik, dimana harga saham turun cukup tajam. Hanya sedikit perusahaan perbankan yang berhasil membukukan kinerja dengan baik, dan salah satunya adalah Bank Mega. Hal ini bisa dilihat pada peningkatan jumlah aset, dana pihak ketiga, penyaluran kredit, rasio kecukupan modal, kualitas aktiva produktif likuiditas dan kcemampuan menghasilkan laba, dimana angka-angka tersebut menunjukkan kondisi yang baik.
Penilaian harga saham dilakukan dengan menggunakan metode Free Cash Flow to Equity. Besarnya K atau diskonto yang digunakan adalah sebesar 36,89%. Sedangkan tingkat pertumbuhan perusahaan terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap ekspansi pada tahun 2000 sebesar 19% dan 2001 tumbuh sebesar 17% dimana terjadi pertumbuhan yang cukup pesat, dan tahap maturity yang terjadi mulai tahun 2002 dimana tingkat pertumbuhan perusahaan cenderung konstan pada angka pertumbuhan 16%. Nilai saham perusahaan per Desember 1999 adalah Rp1.423,00 per Iembar. Penawaran harga saham perdana pada saal IPO adalah Rp.1.200,00 per lembar dengan nilai nominal Rp.500,00. Dengan demikian dapal dikatakan bahwa harga penawaran saham tersebut tergolong undervalued dan masih memungkinkan untuk naik di masa yang akan datang.
Dari hasil proyeksi laporan keuangan per Desember 1999 diperoleh nilai pendapatan per lembar saham (Earnings per Sahre/EPS) sebesar Rp158,59. Dengan harga penawaran sebesar Rp1 .200,00 maka diperoleh Rasio Harga Terhadap Pendapatan (Price Earnings Rario/PER) perusahan sebesar 8,95. Pada periodc yang sama PER induslri pcrbanknn adalah 9.06. Dengan PER yang lebih rcndah dari industri keuangan, maka harga penawaran saham perdana tersebut termasuk rendah, sehingga masih ada kemungkinan harga saham akan naik pada saat perdagangan di pasar sekunder.
Bila ditinjau berdasarkan Rasio Harga Terhadap Nilai Buku (Price to Book Value Rufio/PBV), perusahaaan memiliki nilai PBV pada Desembcr 1999 sebesar 1.76. sementara PBV industri perbankan pada periode yang sama adalah sebesar 6,78. Dengan demikian harga saham perdana tersebut cukup rendah dan masih ada kemungkinan harga saham untuk mengalami kenaikan pada perdagangan di pasar sekunder.
Berbagai asumsi yang telah ditetapkan dalam menghasilkan nilai saham di atas bisa berubah sesuai dengan perkembangan eksternal dan internal perusahaan, untuk itu dilakukan analisa sensitivitas yang mengakomodasi berbagai kemungkinan yang bisa terjadidi masa datang. yakni kondisi terburuk (worse case), kondisi normal (normal case). kondisi terbaik (best case). Dari analisa tersebut dihasilkan bahwa harga saham terendah berdasarkan kondisi fundamental terburuk yang kemungkinan bisa dialami perusahaan adalah sebesar Rp765,44. Sedangkan harga saham tertinggi berdasarkan kondisi fundamental terbaik yang mungkin bisa dialami perusahaan adalah sebesar Rp.1.553,85. Dalam range itulah kemungkinan terjadinya pergerakan saham perusahaan di masa yang akan datang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Bramantyo
"ABSTRAK
Bank Mandiri dikenal sebagai bank dengan asset terbesar di Indonesia. Di tengah usaha Indonesia untuk bangkit kembali setelah mengalami krisis ekonorni sejak tahun 1998, Bank Mandiri yang merupakan gabungan dari 4 bank pemerintah bemiat untuk melakukan penawaran saham perdana
kepada publik. Hal tersebut terkait dengan program restrukturisasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. PadahaL pasar modal Indonesia belum menunjukkan kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan sebelum krisis tahun 1997. Namun investor justru dapat memiliki keyakinan bahwa ini adalah saat yang tepat untuk menanamkan investasinya di pasar modal, apalagi didukung oleh kecenderungan membaiknya indikator perekonomian Indonesia. Menimbang semua ini, sangat menarik untuk mengevaluasi prospek saham Bank Mandiri di masa depan.
Untuk mengambil keputusan investasi terutama jangka panjang, investor harus melakukan analisis fundamental perusahaan. Pendekatan yang digunakan biasanya top-down approach. Pendekatan ini dimulai dengan melakukan analisis ekonomi makro dengan memperhatikan indikator-indikator perekonomian dan perubahannya, dilanjutkan dengan menganalisis industry perbankan dengan memperhatikan struktur industri pada saat ini serta prospeknya di masa depan. Dan yang terakhir melakukan analisis terhadap Bank Mandiri dengan melihat strategi yang diterapkan dan kinerja keuangan, serta menilai kemampuan perusahaan memperoleh keuntungan di masa depan dengan menggunakan metode dividend discount model (DDM), fee cash flow to equity model (FCFE) dan relative valuation.
Analisis ekonomi makro menunjukkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia masih berada dalam proses pemulihan ekonomi, namun tetap dibayangi oleh ketidakpastian politik dan lingkungan global. Analisis industri menunjukkan bahwa kondisi industri perbankan mulai membaik walaupun fungsi intermediasinya belum pulih seperti semula. Perkembangan tersebut tercermin pada peningkatan indikator-indikator utama seperti kecukupan Capital Adequacy Ratio (CAR), membaiknya kualitas kredit, profitabilitas, serta penip.gkatan penghimpunan dan penyaluran dana. Analisis strategis perusahaan menunjukkan bahwa Bank Mandiri memiliki potensi yang baik untuk bertumbuh di sektor retail selain mempertahankan sektor korporasi. Kinerja Bank Mandiri juga cenderung semakin membaik walau kualitas aktiva produktifnya masih kurang memuaskan.
Berdasarkan hasil penilaian, diperoleh nilai intrinsik saham Bank Mandiri sebesar Rp 1.368 (DDM) dan Rp 1.324 (FCFE). Berarti harga perdana saham Bank Mandiri sebesar Rp 675 telah dinilai rendah (undervalued). Hasil tersebut didukung oleh nilai price earning ratio (PER) dan price to book value (PBV) saat IPO yang Iebih rendah dari rata-rata industri dan fundarnentalnya
Disarankan bagi investor untuk membeli saham Bank Mandiri karena berpotensi untuk mengalami kenaikan di masa depan. Sedangkan bagi Bank Mandiri, pertama, disarankan untuk menjaga komitmen pertumbuhan kineijanya dan meningkatkan good corporate governance. Kedua, perlu mempertimbangkan untuk meningkatkan saham kepemilikan publik agar lebih likuid dan memberikan sentimen positif kepada investor. Ketiga, agar lebih terbuka dan hati-hati dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelian asset-asset yang berisiko tinggi agar tidak merugikan nasabah maupun investor, dan perbaikan kualitas aktiva produktif dapat lebih cepat terlaksana.
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prama Nugraha
"Salah satu hal penting yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan yang akan menawarkan sahamnya kepada masyarakat adalah penentuan harga saham perdana. Berdasarkan keputusan Ketua Bapepam No. KEP-O1/PM11988 tanggal 22 Pebruari 1988 pasal 11, disebutkan bahwa harga saham perdana ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara emiten dan penjamin emisi. Harga saham tersebut haruslah merupakan harga yang wajar, artinya bahwa harga saham tersebut sesuai dengan kondisi fundamental yang dimiliki perusahaan dan dapat diterima oleh para calon investor.
Dalam Penawaran Umum Perdana Saham PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk, perkirakan harga saham perusahan dilakukan dengan analisa fundamental yang meliputi pertimbangan kondisi eksternal dan internal perusahaan. Kondisi eksternal perusahaan meliputi kondisi makro ekonomi dan industri perbankan, sedangkan kondisi internal perusahaan meliputi kinerja yang telah dicapai perusahaan, strategi yang akan dikembangkan perusahaan di masa mendatang serta analisis mengenai perhitungan harga saham perusahaan.
Dengan menggunakan metode Free Cashflow to Equity, harga saham perdana PT Bank Nusaritara Parahyangan Tbk berdasarkan kondisi fundamentalnya adalah antara Rp. 466,24 hingga 1.314,53 dengan harga pada kondisi normal (sesuai dengan yang diprediksi manajemen perusahaan) sebesar Rp. 921,14. Namun pada Penawaran Umum Perdana, saham Perusahaan ditawarkan pada harga sebesar Rp. 525,00 per lembar saham. Penentuan harga saham perdana tersebut didasarkan atas hasil pemantauan minat calon investor terhadap saham Perusahaan. Dengan harga yang relatif Iebih rendah daripada hasil anahsa fundamentalnya, serta dengan rasio Price Earnings (PE) dan Price to Book Value (PB V) yang Iebih rendah dari rasio PE dan PBV rata-rata industri perbankan, diharapkan calon investor akan tertarik untuk membeli saham Perusahaan. Dengan membaiknya kondisi ekonomi dan industri perbankan serta terus dipertahankannya kinerja Perusahaan, diperkirakan harga saham Perusahaan akan dapat meningkat mencapal nilai fundamentalnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T4987
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudith Dyah Hapsari
"ABSTRAK
Sektor Ritel adalah sektor yang sangat terkena dampak kerusuhan sosial yang terjadi
pada tahun 1998, namun sektor ini cepat sekali bangkit dari kerugian besar yang diderita,
bahkan salah satu pelaku di sektor ini yang menderita kerugian sangat besar yaitu PT
Ramayana Lestari Sentosa, Tbk bahkan tetap mampu menghasilkan laba pada tahun tersebut.
Tantangan yang dihdapi pelaku sektor ritel terus berkembang Sejak 1998, pemerintah
Indonesia telah mencabut Iarangan bagi investor asing untuk memasuki bisnis ritel khususnya
supermarket dan hypermarket. Hal ini tidak disia-siakan oleh Carrefour yang terus
melebarkan jaringan operasinya. Bukan hal yang mustahil jika AFTA diterapkan, pelaku ritel
lokal akan kewalahan menghadapi persaingan dari para peritel asing. Untuk itu peritel lokal
dituntut untuk mampu menerapkan strategi yang tepat agar mampu bersaing.
Pada Karya Akhir ini, Penulis mencoba menganalisa kinerja keuangan dari dua pelaku
sektor ritel yang yang perdagangan sahamnya di Bursa Efek Jakarta termasuk yang
aktif diperdagangkan, yaitu PT Ramayana Lestari Sentosa, Tbk ( RALS) dan PT Matahari
Putra Prima, Tbk (MPPA) dengan tujuan untuk melihat perusahaan mana yang memiliki
kinerja lebih baik dan strategi apa yang ternyata dilakukan perusahaan tersebut. Berdasarkan
analisa Laporan Keuangan 3 tahun terakhir, penulis mencoba membuat proyeksi dari
Laporan Laba Rugi.
Dalam menganalisa untuk menghubungkan rasio-rasio keuangan dan untuk
mempermudah perbandingan kinerja kedua perusahaan tersebut, pendekatan Return On
Equity dipilih.
Dalam analisa ini untuk memudhan analisa perbandingan, Penulis juga mengubah
bentuk Laporan Arus Kas RALS untuk tahun yang berakhír pada 31 Desember 2998, karena
format yang ada dalam bentuk indirect Cash Flow padahal untuk Laporan Arus Kas tahun
berikutnya sudah dalam bentuk Direct cash Flow.
Berdasarkan analisa yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa PT Ramayana
lestari Sentosa, Tbk memiliki kinerja keuangan yang lebih baik daripada pesaingnya yaitu
PT Matahari Putra Prima, karena : Return On Assets RALS (15,88%) Iebih tinggi dan ROA
MPPA (10,01%) ; Finnçil Leverage RALS (Total Assets/Total Equities) 1,83 kali
sedangkan MPPA 1,74 kali dan Return On Equity RALS pun menjadi Iebih tinggi dan
MPPA (RALS 29,66% dan MPPA 17,64%).
Selanjutnya ketika membuat asumsi dalam proyeksi Laporan Laba Rugi, Penulis
mengubah data asumsi yang diberikan oleh investor Relation Manager kedua perusahaan
tersebut. Hal ini dilakukan karena Penulis menganggap kedua perusahaan terlalu optimis
terhadap angka pertumbuhan yang selalu didasarkan path angka pertumbuhan penjualan pada
tahun 2000, padahal di tahun tersebut Hari Raya Idul Fithri dilaksanakan dua kali dalam
setahun sehingga tidaklah mengherankan jika pertumbuhan angka penjualan kedua
Perusahaan sangat tinggi. Pertimbangan lain bagi asumsi angka pertumbuhan yang tidak
terlalu optimis adalah makin gencarnya peritel asing mengembangkan usaha. Dengan skala
usaha yang besar, peritel asing seperti Carrefour maimpu menekan biaya operasi dan
berdampak pada penawaran harga jual yang bisa lebih bersaing dan menarik konsumen.
"
2002
T2364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Quary Rachmad
"Karya Akhir ini meneliti mengenai kinerja perusahaan dalam industri ritel di Indonesia, dimana industri ritel telah berkembang dengan pesat, khususnya ritel moderen yang menjadi tempat bekerja terbesar kedua setelah pertanian di Indonesia. Penelitian ini menganalisis tiga perusahaan yang memiliki target pasar berbeda pada industri ritel departement store yang dievaluasi menggunakan metode DuPonL EVA. dan FCF, sehingga diharapkan memberi gambaran mengenai segmentasi pasar manakah yang memberikan keuntungan terbesar terhadap pelaku bisnis pada industri ritel di Indonesia.

This thesis analysing firms in retail industry in Indonesia, which experiencing rapid growth, especially modem retail which become second largest working place after agriculture in Indonesia. This research analyze three companies on departement store retail which have different strategies on its target market using three financial evaluation’s method (DuPont, EVA, and FCF). This research will shows which market segmen provide higher profitability in Indonesia’s retail industry."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T25756
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dindin Kusdinar
"Salah satu hal penting yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan yang akan menawarkan sahamnya kepada masyarakat adalah penentuan harga saham perdana. Berdasarkan keputusan Ketua BAPEPAM No. KEP-01/PM/1988 tanggal 22 Pebruari 1988 pasal 11, disebutkan bahwa harga saham perdana ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara emiten dan penjamin emisi. Harga saham tersebut haruslah merupakan harga yang wajar, artinya bahwa harga saham tersebut sesuai dengan kondisi keuangan dan prospek usaha yang dimiliki perusahaan dan dapat diterima oleh para calon penanam modal.
Pembicaraan mengenai harga sebuah saham juga menyangkut perkiraan prestasi perusahaan di masa mendatang yang dinilai dari kinerja keuangan selama waktu tak terhingga, yang dapat diamati dari laporan keuangan yang dikeluarkan secara periodik. Dalam penulisan karya akhir ini, penulis rnencoba menganalisis kinerja keuangan dan menghitung harga wajar saham perdana PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk dengan menggunakan Iaporan keuangan selama periode tahun 1999-2003. Dalam melakukan penilaian fair price dari PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk. penulis menggunakan metode Free Cash Flow to Equity Model dan P/E Multiple Model.
Dalam Penawaran Umum Perdana Saham, PT. Pembangunan Jaya Ancal, Tbk. perkiraan harga saham perusahaan dilakukan dengan analisis internal perusahaan yang meliputi kinerja yang telah dicapai perusahaan, strategi yang akan dikembangkan perusahaan di masa mendatang.
Hasil perhitungan yang diperoleh dari metode Free Cash Flow to Equity constant growth model memperlihatkan harga wajarnya sebesar Rp. 913,00, sedangkan two stage model memperlihatkan harga wajarnya sebesar Rp. 991,00.
Hasil perhitungan metode P/E Multiple Model yang berdasarkan acuan PT. Ciputra Development memperlihatkan harga wajamya sebesar Rp. 637, 00. P/E Multiple model yang menggunakan acuan PIE Industri menghasilkan harga wajar sebesar Rp. 1070,00.
Dengan menghitung rata-rata harga saham berdasarkan keempat perhitungan diatas maka harga wajarnya adalah sebesar Rp. 903,00: Dengan membandingkan harga saham perdana yang ditawarkan sebesar Rp. 1.025 dengan harga rata-rata tersebut, maka harga saham perdana yang ditawarkan PT. Pembangunan Jaya AncoI, Tbk dapat dikatakan over
valued.

One of the important factors that must be considered by a company when offering its share to public is determining the initial price. According to Keputusan Ketua BAPEPAM No. KEP-01IPM/1988 February 22, 1988 pasal 11 (government regulation), the initial price should be based on the agreement between the company and Effect Guaranteed Company. The share price must be a fair price. This suggests that it must be based on financial conditions, the company's ability to grow in the future and accepted by the investor.
Share price also involves a prediction on the company's performance in the future. The performance counted till infinite time and could be kept track from financial report periodically. In this thesis, the writer attempts to analyze the financial performance of PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk and calculate the fair price for its initial public offering using its financial report from 1999 to 2003. Two methods were used to valuate the fair price for PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk, i.e. free Cash Flow to Equity Model and PIE Multiple Model.
In the Initial Public Offering stage, PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk estimated their share price using an Internal Analysis which includes the company's performance and the strategy applied for the future.
Free Cash Flow to Equity Constant Growth model indicated a fair price of Rp. 913,00 per share. Meanwhile two stage model indicated a fair price Rp. 991 00.
PIE Multiple Model with reference from PT. Ciputra Development indicated a fair price of Rp. 637, 00. Whereas the result from PIE Multiple Model with reference Property and Real Estate Industry indicated a fair price of Rp. 1.070, 00.
By using the average share price based on the above calculations, the fair price is Rp 903.00. If we compare the initial public offering, that is Rp 1.025 with the average price, we can conclude that PT. Pembangunan Jaya Ancol, Thk's IPO stock price is over valued."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adyatmaka Ananta Satya
"PT BW Plantation Tbk. (BWPT) sebuah perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit melakukan penawaran harga perdana saham kepada publik dengan harga Rp. 550,- per lembar saham. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui nilai wajar saham BWPT agar dapat diketahui apakah harga saham perdana BWPT lebih tinggi atau lebih rendah dari harga wajarnya. Untuk mengetahui kewajaran atas harga perdana saham Perseroan, Penulis melakukan valuasi menggunakan metode Free Cash Flow to Equity (FCFE) dengan two stage model dan valuasi menggunakan metode P/E multiple. Berdasarkan hasil valuasi dengan menggunakan metode Free Cash Flow to Equity (FCFE) maupun metode P/E multiple, studi ini menyimpulkan bahwa harga perdana saham Perseroan lebih rendah dari nilai wajar saham Perseroan.

For Initial Public Offering (IPO,) PT BW Plantation Tbk. (BWPT) a Crude Plam Oil Plantation Company offered its initial stock price at Rp. 550,- per share. The purpose of this thesis is to evaluate whether the initial price is over or under its fair value. The author employed Free Cash Flow to Equity (FCFE) valuation method with two stage model and P/E multiple valuation method. Based on the results of both valuation methods, the author concluded that the initial price is lower than the fair value of the stock."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28108
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ferhat
"Ketidakseimbangan antara jumlah ruas dan panjang jalan dengan luasnya wilayah, kepadatan penduduk dan tingginya mobilitas masyarakat menjadi sebuah permasalahan fundamental di negara kita. Banyaknya waktu yang terbuang di jalan, keterlambatan transfer barang dan jasa produksi, dan dampak lain yang ditimbulkan oleh kemacetan berkontribusi besar terhadap rendahnya produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan supply jalan secara ekstensif maupun intensif di negeri kita adalah sebuah keharusan yang sudah sangat mendesak sifatnya. Ketidakmampuan APBN mendanai pembangunan jalan-jalan baru menjadikan skema jalan tol sebuah solusi bagi permasalahan, ini. Whether ive like it or not, "tolls are the future!"
Sebagai lokomotif penggerak perekonomian, penyedia jalan tol dipacu untuk selalu meningkatkan pembangunan ruas-ruas baru. Desakan kebutuhan modal dengan mempertimbangkan struktur permodalan yang ada, mendorong PT Jasa Marga (Persero) untuk menawarkan sahamnya kepada publik lewat IPO.
Penelitian ini ditujukan untuk melakukan penilaian terhadap nilai wajar saham PT Jasa Marga (Persero) dalam penawaran perdananya. Metode yang digunakan adalah melalui pendekatan two-step Discounted Cash Flow to Equily. Analisis fundamental perusahaan dengan analisis lingkungan industri dan asumsi-asumsi digunakan dalam penilaian nilai intrinsik saham pada penelitian ini.
Berdasarkan metode Discounted Cash Flow (DCF) nilai ekuitas (yalue of equity) PT Jasa Marga (Persero) adalah berada diantara Rp. 12.166.351.285.000,- hingga Rp. 17.451.238.325.000,- dan nilai perusahaan (value of the firm) berada diantara Rp. 20.174.999.153.000,- hingga Rp. 28.854.701.311.000,- .
Penjelasan teoritis dalam penelitian ini adalah hasil dari hipotesis yang telah teruji dan diakui penerapannya di dunia keuangan dan investasi. Namun bagaimanapun juga, harga pasar bergerak secara acak (random walk) sehingga mustahil untuk dapat mengetahui secara pasti harga yang akan terbentuk di pasar. Hasil penilaian akan memiliki akurasi yang tinggi hanya bilamana semua asumsi yang ditetapkan sebelumya dipenuhi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T25764
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaningsih
"Dewasa ini, Industri Telekomunikasi di dunia maupun di Indonesia merupakan industri yang mengalami tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan industri lainnya. Hal ini terjadi karena makin dikuasainya semua bidang kehidupan oleh telekomunikasi itu send in. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia dan tingkat penetrasi yang masih rendah merupakan faktor tambahan lain yang menyebabkan tingginya tingkat pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia.
Selain teknologi telekomunikasi berbasis kabel, dalam industri telekomunikasi juga digunakan teknologi nir-kabel. Dalam teknologi telekomunikasi nir-kabel ada beberapa teknologi selular dengan standar teknis yang berbeda yaitu TDMA, FDMA, GSM dan CDMA. Di Indonesia, disamping teknologi TDMA, FDMA dan GSM, mulai tahun 2003 digunakan juga teknologi CDMA. Teknologi ini diakui mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan ketiga teknologi nir-kabel lainnya.
PT. Bakrie Telecom Tbk merupakan perusahaan penyediaan dan penyelenggaraart jasa telekomunikasi yang memiliki dua produk utama yaitu Ratelindo yang merupakan lavanan axed Wireless Access dengan teknologi E-TDMA dan Esia yang merupakan layanan Limited Mobility dan menggunakan teknologi CDMA 2000 IX. Salah satu yang dapat menjadi keunggulan dari suatu operator telekomunikasi adalah jangkauan geografis. Untuk memperoieh keunggulan tersebut diperlukan pembangunan infrastruktur yang membutuhkan investasi yang sangat besar jumlahnya (capital intensive). Untuk memenuhi kebutuhan dananya, maka PT.Bakrie Telecom Tbk melakukan IPO (Initial Public Offering) pada awal Januari 2006 dengan harga penawaran saham sebesar Rp 110,- per lembar saham untuk 5,5 milliar lembar saham yang ditawarkan dengan nilai nominal Rp 100,- per lembar saham.
Untuk mengetahui kewajaran atas harga penawaran saham tersebut, maka pada Karya Akhir ini Penulis mencoba melakukan valuasi atas harga penawaran saham perdana PT. Bakrie Telecom Tbk tersebut dengan menggunakan analisis fundamental secara top down approach. Metode yang digunakan adalah Free Cash Flow to Equity (FCFE) dengan two stage model. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai intrinsik dari harga saham tersebut adalah Rp 154,- dan berdasarkan analisis sensitivitas nilai terendah Rp 127,- dan tertinggi Rp 189,- Dengan demikian harga saham pada saat IPO tersebut lebih rendah dari nilai intrinsiknya (undervalued).
Berdasarkan penelitian baik di dalam maupun di luar negeri, merupakan hal umum terjadi bagi harga saham dari perusahaan yang melakukan IPO. Hal tersebut terjadi karena beberapa alasan antara lain yaitu merupakan salah satu cara perusahaan untuk membujuk uninformed investor untuk berpartisipasi dalam IPO.

Nowadays, telecommunications industry is among industries that grow fastest along with the importance of telecommunication as part and life of modern societies and the fast development of telecommunication technologies. Moreover Indonesia is in turning point in developing modern telecommunication infrastructure because teledensity, especially for fixed line, is relatively low.
In telecommunication technology, there are some technologies used by telecommunication service provider e.g TDMA, FDMA and GSM. A relatively newer technology that contributes to a significant growth in the country's telecommunication industry comes from CDMA technology, both for cellular and fixed wireless based. It posses mobility and features similar to those offered by cellular providers, and fixed wireless service quality may exceed GSM cellular service quality due to more efficient radio frequency spectrum usage.
PT. Bakie Telecom Tbk is a telecommunication network operator and service provider having two main product, i.e Ratelindo which is fixed wireless access service using E-TDMA technology and Esia which is limited mobility telecommunication service applying CDMA 2000 Ix technology.
One of competitive advantage of a network operator is geographical coverage. To have such competitive advantage, PT. Bakrie Telecom need to develop infrastructure requiring huge investment (capital intensive). To attract the required investment, PT. Bakrie Telecom Tbk conducted IPO (Initial Public Offering) in the early of January 2006 with initial stock price Rp 130; per stock sheet for 5,5 billion stock sheet offered to market with nominal value of Rp 100,- per stock sheet.
To evaluate the feasibility of initial stock price, in this Final Project, the writer, try to evaluate through valuation to the offered initial stock price of PT. Bakrie Telecom Tbk by using fundamental analysis in top down approach. The method used in this Final Project is Free Cash Flow to Equity (FCFE) with two stage model. Based on the writer's calculation, it is known that intrinsic value of the initial stock price is Rp 154. The writer also tries to calculate the stock price using sensitivity analysis and the result is Rp 127 as the lowest price and Rp 189 as the highest one. Thereby, the price of stock at the IPO is lower than its intrinsic value (undervalued).
Based on research either in Indonesia and abroad, undervalued stock was generally happened to stock price of companies conducting IPO. This is the case for some reasons among others one of ways companies conducted to persuade uninformed investor to participate in IPC."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>