Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189087 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Irendra Radjawali
Jakarta: Yayasan Transparansi Sumber Daya Ekstraktif, 2014
381.43 IRE t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Resource management, extractive industries have a significant role to state revenues. Extractive industries sector in Indonesia is a very closed industry sectors primarily on revenues derived from state income Cooperation Contract (KKS). Resource management paradigm for the extractive industries exploited only to pursue exchange of reliance State Budget (Budget) by denying the maximum prosperity for the people. Globalization can not be avoided has affected the existence of Law No. 22 of 2001 on Oil and Gas value-laden liberal-capitalistic. Consequently, there has been a paradigm shift in both the PSC and the people of the country to the tyranny of capital resulted in the country and people can not renegotiate the contract. Therefore, reform of the legal arrangements in the extractive industries absolutely must be done in order to realize the people’s welfare. Urgency juridical formation of the Draft Law on Amendments of Law No. 22 of 2001, based on the decision of the Constitutional Court Case No. 002/PUU-I/2003 and Decision No. 36/PUU-X/2012. Just and prosperous society, as a goal, requires the struggle to create the basics, which is referred to as the national interests of the Indonesian people. All efforts and actions to ensure the implementation of state remains fixed on the terminus ad quem, just and prosperous society.
"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Nur Yahya
"ABSTRAK
Sumber utama lepasan radioaktif 137Cs yang dikategorikan sebagai global fallout berasal dari percobaan senjata nuklir pada masa lalu serta kecelakaan nuklir PLTN Chernobyl dan PLTN Fukushima yang masing-masing terjadi pada tahun 1986 dan 2011. Kontaminasi radioaktif yang berada di atmosfir akan terdeposisi ke daratan dan terdispersi melalui perairan. Operasional fasilitas nuklir yang telah ada dan rencana pembangunan RDE (Reaktor Daya Eksperimental) di Kawasan Puspiptek Serpong dapat berpotensi melepas radioaktif 137Cs melalui sungai Cisadane dan bermuara ke Teluk Jakarta. Diperlukan pemantauan lingkungan terhadap kandungan radioaktif hasil fisi sebagai kontrol terhadap tingkat radioaktivitas lingkungan laut saat fasilitas nuklir yang direncanakan dan fasilitas yang ada beroperasi. Disisi lain unit yang digunakan memiliki kelemahan efisiensi adsorpsi serta diperlukannya suatu unit yang mudah mobilisasi dan terintegrasi dengan pemantauan kualitas air. Pada penelitian ini telah dibuat alat ekstraksi 137Cs di air laut yang terintegrasi dengan pemantauan parameter air laut seperti pH, konduktivitas dan suhu. Prototipe telah menjalani proses pengujian dan memenuhi pedoman analitik IAEA dengan hasil batas kuantifikasi dan batas deteksi sebesar 0,13 mBq/l dan 0,29 mBq/l serta hasil uji bias relatif dan presisi dibawah batas yang diperbolehkan.

ABSTRACT
The main source of 137Cs radioactive releases categorized as global fallout came from nuclear weapon experiments in the past as well as nuclear accidents of the Chernobyl and Fukushima nuclear power plant occurred in 1986 and 2011. Radioactive contamination in the atmosphere will be deposited on land and dispersed through the water. The existing operational nuclear facilities and plan to construct an Experimental Power Reactor in the Serpong Puspitek area could potentially release radioactive 137Cs through the Cisadane river and ended in Jakarta bay. Environmental monitoring of fission product is required as control of the level radioactivity of the marine environment when the new nuclear facilities and existing facilities operate. On other hand the unit used has a weakness of adsorption efficeinsy and new unit that easily mobilized and integrated with monitoring of seawater parameter such as pH, conductivity and temperature. The unit have been made integrated with water quality checker and the data from the results can be downloaded on a computer device. This prototipe has been tested and fulfilled IAEA analytical guidelines with the results of decision threshold and detection limit were 0,13 mBq/l and 0,29 mBq/l respectively, also the results of the relative bias and precision test are below the permissible limit."
2020
T55077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Anjani Karissaputri
"ABSTRAK
Transparansi dan keterbukaan data dipercaya dan berkembang sebagai suatu best practice untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik good governance . Begitupun promosi transparansi bagi tata kelola sektor ekstraktif, khususnya minyak, gas, dan tambang telah diterima sebagai solusi yang paling efektif untuk lsquo;menyelamatkan rsquo; negara-negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam dari buruknya tata kelola mereka. Meskipun begitu, penerimaan bahwa transparansi industri ekstraktif merupakan sebuah hal yang baik tidak terjadi begitu saja melainkan melalui berbagai perdebatan hingga akhirnya membentuk suatu pandangan umum. Berbeda dengan perspektif literatur-literatur yang dominan berkembang, tulisan ini mencoba melihat dari sudut pandang kritis penyebaran gagasan transparansi industri ekstraktif hingga adopsi dan implementasinya di negara berkembang yang penulis fokuskan pada Indonesia. Penulis menggunakan perspektif Gramsci untuk melihat proses terjadinya hegemoni intelektual dalam penyebaran suatu gagasan oleh sebuah blok historis yang bergerak dari berbagai arah. Penulis memfokuskan analisis pada lima fitur hegemoni intelektual yang merupakan hasil pemikiran Robert Cox, kemudian melihat proses penyebaran gagasannya mulai dari pembentukan blok historis hingga perluasannya keluar blok historis. Tulisan ini akan memperlihatkan proses perkembangan gagasan transparansi industri ekstraktif serta peran berbagai aktor didalamnya hingga mencapai adopsi dan implementasi di Indonesia.Kata kunci: EITI, Extractive Industries Transparency Initiative, good governance, transparansi, transparansi industri ekstraktif, Gramsci, Hegemoni.

ABSTRACT
Transparency through data disclosure has evolved as a best practice to achieve good governance. The promotion of transparency for extractive sector governance, particularly oil, gas and mining has been accepted as the most effective solution to 39 rescue 39 resource rich developing countries from poor governance. Nevertheless, the acceptance of the notion of extractive industry transparency should not be taken for granted as it went through various debates to finally win the general consensus that makes it has to be seen as a process. In contrast to the dominant perspectives of the spreading literatures, this paper attempts analyze the idea of extractive industry transparency through a critical perspective. This writing is focusing on the adoption and implementation of the notion in Indonesia. This writing uses Gramscian perspective to analyze the aspect of intellectual hegemony promoted by a historical bloc through different directions. This writing focuses on the five features of intellectual hegemony from Robert Cox, then sees the process of idea dissemination within the historical bloc to the actors outside of the historical bloc. This paper shows the dissemination of the notion of extractive industries transparency and the role of various actors within it to reach the adoption and implementation in Indonesia.Keywords EITI, Extractive Industries Transparency Initiative, good governance, transparency, extractive industries transparency, Gramsci, Hegemony."
2017
S68860
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Ashar Hardyudha
"Tantangan program CSR korporasi di bidang industri ekstraktif Indonesia adalah merealisasikan keberlanjutan program, yang dinilai problematis sebab masifnya disharmonisasi serta rendahnya sinergitas antara pihak korporasi dengan pemangku kepentingan. Walaupun program CSR telah ditetapkan dengan wujud mandataris, keberlanjutan program CSR masih enggan diraih karena korporasi cenderung imperatif. Dalam cakupan model evaluasi program CSR, secara formatif dapat dipetakan menjadi tiga tingkatan yaitu internal program, organisasi pengelola, serta kemasyarakatan. Urgensi pada program CSR di indikasi terletak pada dimensi keberlanjutan, karena pada praktiknya pengelola terlalu mengabaikan durabilitas program tanpa merefleksikan potensi sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya masyarakat setempat. Merespon hal tersebut, korporasi dapat melakukan intervensi melalui rekonstruksi model evaluasi formatif dengan mempertimbangkan proses konsolidasi terhadap komunitas lokal. Penulis berargumen, jika prosedur konsolidasi terlaksana dengan baik, akan mampu memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat pemberdayaan dan tingkat partisipasi. Semakin tinggi tingkat konsolidasi, maka semakin tinggi tingkat pemberdayaan dan tingkat partisipasi, sehingga semakin tinggi pula tingkat keberlanjutan program CSR. Model Evaluasi dalam riset ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode pengumpulan data melalui teknik Digital Research Methods milik Dawson, yakni melalui teknik e-questionnaires serta online interviews, dengan melibatkan kelompok pemanfaat program CSR PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta diidaerahiKelurahaniTuguiSelatan,iKecamataniKoja, KotaiJakartaiUtara. Riset ini menggunakan uji analisis regresi untuk memperoleh potret secara ekstensif terhadap tingkat keberlanjutan program. Hasil dari riset ini menunjukkan bahwa tingkat konsolidasi berada dalam kategori tinggi, hal ini berkesinambungan dengan tingginya tingkat pemberdayaan dan tingkat partisipasi pemanfaat program, sehingga keberlanjutan dari program ini seyogianya akan berakselerasi dengan baik.

The challenge of corporate CSR programs in the Indonesian extractive industry sector is to realize the sustainability of the program, which is considered problematic due to the massive disharmony and low synergy between the corporations and stakeholders. Although the CSR program has been established in a mandatory form, the sustainability of the CSR program is still reluctant to be achieved because corporations tend to be imperative. Within the scope of the CSR program evaluation model, formatively it can be mapped into three levels, namely internal program, managing organization, and community. The urgency of the CSR program is indicated to lie in the dimension of sustainability, because in practice the manager ignores the durability of the program without reflecting on the social, economic, environmental, and cultural potential of the local community. Responding to this, corporations can intervene through the reconstruction of a formative evaluation model by considering the consolidation process for local communities. The author argues, if the consolidation procedure is carried out properly, it will be able to have a significant influence on the level of empowerment and level of participation. The higher the level of consolidation, the higher the level of empowerment and the level of participation, so the higher the level of sustainability of the CSR program. The evaluation model in this research uses a quantitative approach with data collection methods through Dawson's Digital Research Methods technique, namely through e-questionnaires and online interviews, involving a group of beneficiaries of the CSR program PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta in Tugu Selatan Village, Koja District, North Jakarta City. This research uses regression analysis to obtain an extensive portrait of the level of program sustainability. The results of this research show that the level of consolidation is in the high category, this is continuous with the high level of empowerment and participation of program beneficiaries, so that the sustainability of this program should accelerate well."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengelolaan sumber daya industri ekstraktif memiliki peran yang signifikan terhadap pendapatan negara. Sektor industri ekstraktif di Indonesia merupakan sektor industri yang sangat tertutup terutama mengenai penerimaan pendapatan negara yang diperoleh dari Kontrak Kerja Sama (KKS). Paradigma pengelolaan sumber daya industri ekstraktif selama ini dieksploitasi hanya untuk mengejar devisa akibat ketergantungan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan menafikan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Globalisasi yang tak dapat terhindarkan telah mempengaruhi eksistensi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang bermuatan nilai liberalis-kapitalistik. Konsekuensinya, telah terjadi pergeseran paradigma KKS baik dari negara maupun rakyat kepada tirani modal mengakibatkan negara dan rakyat tidak bisa melakukan renegosiasi kontrak. Oleh karena itu, reformasi pengaturan hukum di bidang industri ekstraktif mutlak harus dilakukan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat. Secara yuridis urgensi pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, didasarkan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 002/PUU-I/2003 dan Putusan Nomor 36/PUU-X/2012. Masyakat adil makmur, sebagai sebuah cita-cita, memerlukan perjuangan untuk menciptakan dasar-dasar, yang disebut sebagai kepentingan nasional bangsa Indonesia. Segala upaya dan perbuatan untuk memastikan penyelenggaraan negara tetap tertuju pada terminus ad quem, masyarakat adil makmur"
JK 11(1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Waworundeng, Adi Gidion
"Perdagangan intra-industri merupakan fenomena yang mendapat banyak perhatian dari banyak peneliti, baik secara teoritis maupun secara empiris. Awalnya fenomena ini banyak terjadi di negara maju, yang kemudian menyebar ke negara-negara berkembang pada tahun-tahun terakhir. Namun, hanya sedikit studi yang telah dilakukan pada negara-negara berkembang secara umum dan belum ada penelitian yang telah dilakukan terhadap perdagangan intra-industri di Indonesia secara mendalam. Studi ini mengkaji pola dan faktor-faktor determinan perdagangan intra-industri di Indonesia, dengan menggunakan indeks Grubel- Lloyd. Kemudian, perdagangan intra-industri dipisahkan menjadi perdagangan intra-industri horisontal dan perdagangan intra-industri vertikal. Model ekonometrik digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor penentu total perdagangan intra-industri, perdagangan intra-industri horisontal dan perdagangan intra-industri vertikal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks intra-industri di Indonesia cenderung meningkat pada periode 1991-200 . Secara umum, perdagangan intra- industri vertikal jauh lebih tinggi daripada perdagangan intra-industri horizontal dalam banyak kasus. Empat faktor penentu diidentifikasi untuk total perdagangan intra-industri yaitu, angka rata-rata PDB, selisih antara PDB, jarak geografis dan variabel dummy untuk AFTA, dan faktor-faktor penentu ini sama dengan factor- faktor untuk perdagangan intra-industri horisontal. Untuk perdagangan intra- industri vertikal, hanya ada tiga faktor penentu yang ditemukan signifikan yaitu, angka rata-rata PDB, selisih antara PDB, dan jarak geografis. Temuan ini sebagian besar sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya.

Intra-industry trade is a phenomenon which has received much attention from researchers, both theoretically an empirically. Initially a phenomenon in developed countries, it has expanded to developing countries in recent year. However, only a few studies have conducted on developing countries in general and none has been done on Indonesia’s intra-industry trade. This study investigates the patterns and determinants of Indonesia’s intra-industry trade, measuring it by Grubel-Lloyd index. Then, intra-industry trade is disentangled into horizontal IIT and vertical IIT. Econometric models are used to explain the determinants of total IIT, horizontal IIT or vertical IIT.
The results show that Indonesia’s intra-industry index has tended to increase from 1991 to 2000. In general, vertical intra-industry trade is much higher than horizontal intra-industry trade in most cases. Four determinants were identified for total IIT, the average of the GDP, the difference of GDP, geographical distance and dummy variable for AFTA, and the same determinants were formed for horizontal IIT. For vertical IIT, however, only three determinants were found significant, the average of the GDP, the difference of GDP, and geographical distance. These findings are mostly in line with the results of previous studies on intra-industry trade.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Satria
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi daya saing industri karung plastik nasional, strategi yang dapat dilakukan dalam rangka penciptaan daya saing global serta ingin melihat peran pemerintah untuk mendukung peningkatan daya saing tersebut.
Penentuan strategi ini dirancang dengan menggunakan teknik pendekatan sistem analisis SWOT yang digunakan untuk mengidentifkasi faktor-faktor penting peningkatan keunggulan daya saing yang meliputi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang dihadapi oleh industri karung plastik nasional. Sedangkan untuk melihat posisi persaingan industri karung plastik nasional di pasar global digunakan metoda revealed comparative advantage (RCA) dengan membandingkan nilai indeks RCA industri karung plastik nasional dengan beberapa negara pesaing. Sedangkan metoda proses hirarki analitik (PHA) digunakan untuk memudahkan permodelan prioritas permasalahan dan mengetahui afternatif strategi peningkatan keunggulan daya saing.
Dari hasil identifkasi terhadap sistem menunjukkan kekuatan yang dapat diandalkan seperti potensi bahan baku yang kita miliki, potensi pasar dalam negeri yang sangat besar dan jumlah tenaga kerja yang cukup tersedia dengan upah yang relatif murah. Sedangkan kelemahan yang kita miliki adalah masih rendahnya produktivitas tenaga kerja, promosi investasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang terpuruk, iklim usaha yang belum kondusif jika dibandingkan dengan negara pesaing dan faktor sumber daya modal yang masih mahal.
Peluang-peluang yang cukup menjanjikan antara lain liberalisasi perdagangan dunia dan dimulainya AFTA, sedangkan ancaman yang juga dihadapi adalah, dengan adanya globalisasi juga akan terjadi multi sourching didalam proses produksi, kecenderungan dari negara maju untuk melakukan proteksi dengan dalih HAM, isu lingkungan dan bioterorisme, kampanye untuk membatasi penggunaan karung plastik serta makin kuatnya negara pesaing.
Berdasarkan nilai indeks dengan menggunakan metoda RCA yang digunakan untuk melihat posisi daya saing Indonesia di pasar global diketahui nilai indeks RCA industri karung plastik nasional selama 1996 sampai dengan tahun 2000 selalu lebih besar dari 3 yang artinya mempunyai keunggulan daya saing kuat. Sedangkan jika dibandingkan dengan negara-negara pesaing (lima besar negara eksportir karung plastik) posisi Indonesia tahun 1996 ada pada peringkat III (dengan indeks 8,44), tahun 1997 peringkat IV (dengan nilai indeks 4,82), tahun 1998 peringkat V (dengan nilai indeks 4,06) dan tahun 1999 serta 2000 menduduki peringkat pertama (dengan nilai indeks 10,03 dan 11,14). Lima negara yang menjadi pesaing utama karung plastik Indonesia adalah China, Thailand, Turki, Mexico dan Korea.
Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner yang diisi oleh responden dengan metode PHA, faktor penentu yang mempengaruhi keunggulan daya saing industri karung plastik nasional secara berurutan adalah kondisi permintaan, kebijakan pemerintah, kesempatan, faktor kondisi, strategi, struktur dan persaingan dan industri terkait dan pendukung.
Analisis aktor/pelaku yang berperan dalam pengambilan keputusan stategi peningkatan daya saing industri karung plastik nasional adalah berturut-turut industri karung nasional, pemerintah, lembaga/institusi terkait, lembaga tujuan ekspor, negara pesaing, industri pendukung dan asosiasi.
Berdasarkan urutan prioritas tujuan yang ingin dicapai dalam penetuan strategi peningkatan daya saing industri karung plastik nasional di pasar global adalah pertumbuhan dan perluasan pasar ekspor, penguatan struktur industri dan perolehan devisa.
Dari pengolahan secara vertikal, diperoleh urutan pnoritas alternatif strategi sebagai upaya peningkatan daya saing industri karung plastik nasional di pasar global, adalah strategi generik diferensiasi menjadi prioritas utama, strategi generik keunggulan biaya menyeluruh menjadi prioritas kedua dan strategi generik fokus menjadi prioritas ketiga."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12369
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>