Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18019 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, 2015
333.75 TAT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Yogi Junaedi
"Sejak jaman kerajaan sampai sekarang, pengelolaan hutan bersifat sentralistik. Implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka babak baru pengelolaan hutan di Indonesia. Dalam kebijakan yang baru, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan pula untuk mengatur sumberdaya alam kehutanan yang ada di wilayahnya. Hal tersebut memberi ruang pemecahan masalah yang timbul dalam pengelolaan hutan selama bertahun-tahun. Pengelolaan hutan yang transparan dengan melibatkan masyarakat, pengusaha dan pemerintah baik Pusat maupun Daerah diharapkan mampu memecahkan permasalahan seperti konflik lahan, penjarahan hutan, kemiskinan masyarakat, sistem bagi hasil yang adil (proportional sharing), pengelolaan hutan yang transparan, dan sebagainya.
Sebagaimana diketahui bahwa pengelolaan hutan di Pulau Jawa cenderung bersifat oligopolistik yang dijalankan oleh Perum Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pola pengelolaan ini merupakan warisan kolonial yang diterus-ulang oleh pemerintah sejak awal kemerdekaan sampai sekarang. Dalam mengelola hutan, Perum Perhutani seringkali mengesampingkan aspek sosial masyarakat, peran permerintah daerah pun dipinggirkan dengan dalih payung hukum mereka dari Pemerintah Pusat.
Penelitian ini menggunakan dua (2) metode yaitu : metode kuantitatif dengan melakukan penghitungan data berdasarkan peraturan perundangan yang ada; dan metode kualitatif yang melakukan kajian evaluasi dari aspek hukum, kelembagaan, dan kesesuaian dengan teori ekonomi yang terkait.
Hasil kajian evaluasi ini menunjukkan bahwa 1). Pengelolaan hutan yang dilakukan Perum Perhutani di Jawa Timur kurang transparan; 2). Dengan menetapkan harga kayu di bawah harga pasar kayu rakyat, Perum Perhutani gagal menjalankan perannya sebagai perusahaan dominan dalam menentukan harga (price leader) dalam pasar oligopolistik. Hal ini menyebabkan potensi kerugian penerimaan negara (Potential Government Revenue Loss) sebesar Rp.13,948 Milyar pada tahun 2008; 3). Kebijakan tarif dan harga patokan yang tidak diperbaru-ulang menambah kerugian negara yang cukup besar. Sebagai perbandingan pada tahun 2008 kerugian negara mencapai Rp.145,120 Milyar.
Untuk kajian kelembagaan, terdapat hubungan trilateral antara Pemerintah Pusat-Daerah dan Perusahaan. Aturan yang ada belum mengakomodasi permasalahan kewenangan dalam era baru pengelolaan hutan.

Since the kingdom empire until today, management of forest resource has been centralized. The implementation of regional autonomy and the decentralization of fiscal has opened a new era in forest resource management in Indonesia. According to the new policy, Provincial Government also has the authority to manage forest resources which are under their administrative region. This gives the opportunity the resolve problems which arise from forest resource management for the past years. It is hoped that through transparent forest management practices, involving business owners and both Central and Provincial Government, problems such as land area conflict, illegal logging, poverty, fair proportional sharing of income, transparent management practice and other problems can be resolved.
As we know, forest management in Java Island tends to be oligopolistic managed by Perum Perhutani as a stated owned enterprise. This type of management has been practiced since the colonial era which was then adopted by the government since independence until today. In its forest management practice Perum Perhutani often set aside social community aspects, the role of provincial governments has also been set aside in accordance their policy issued by central government.
This research uses two (2) methods: quantitative method through data calculations based on existing laws and regulations; and qualitative method through evaluation and review of legal and institutional aspects in accordance to related economic theories.
The research result shows that 1). Forest management implemented by Perum Perhutani in East Java isn't adequately transparent; 2) Using hardwood price which are under the market price of public hardwood prices, Perum Perhutani fails in implementing its role as the dominant enterprise in hardwood price standards (price leader) in the oligopolistic market. This has caused a Potential Government Revenue Loss as big as Rp.13,948 Billion in the year 2008; 3). Tariff policy and standard prices which aren?t frequently update furthermore adds to revenue loss.
In comparison in 2008 government revenue loss was Rp.145,120 Billion. In the institutional review, a trilateral relationship exists between the Central Government, Provincial Government and the state enterprise. Existing regulations doesn?t accommodate authority issues in the new era of forest resource management.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T28747
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Pratama
"Penelitian ini membahas tentang implementasi kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor kehutanan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai implementasi kebijakan PNBP sektor kehutanan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Perkembangan kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak sektor kehutanan sebelum dan setelah rezim Undang-Undang No. 20 tahun 1997 ditunjukan dari berkembangan konsep dan pengelolaan PNBP yang lebih baik namun terdapat permasalahan dalam implementasinya. Implementasi kebijakan PNBP kehutanan yang dipengaruhi oleh faktor regulasi, komunikasi, sumber daya, disposisi dan birokrasi masih memiliki hambatan sehingga berimplikasi pada pembangunan hutan.

This research explains about policy implementation of non-tax state revenue of forestry sector in Indonesia. This study was conducted to get an overview of the implementation of the forestry sector of non-tax state revenue policy. This study uses a qualitative approach to data collection techniques through field studies and literature. The results of this research indicate that the development of policy implementation of non-tax revenue state of forestry sector before and after law regime No. 20 in 1997 shown from better concept and management of non-tax state revenues but there are still many barriers in implementation. Forestry policy implementation of non-tax revenue influenced by regulation, communication, resources, disposition and bureaucratic barriers that have implications for forest development."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saffanah Fitia Putri
"Konsep desentralisasi di Indonesia tidak hanya sekedar menyerahkan kewenangan dan kekuasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Hal tersebut perlu diikuti dengan penyerahan aspek finansial, yang disebut sebagai perimbangan keuangan pusat dan daerah. Salah satu jenis dana perimbangan yang di transfer dari pusat kepada daerah adalah dana bagi hasil (DBH). DBH secara konsep merupakan transfer untuk daerah dengan persentase tertentu yang bertujuan untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan. Salah satunya adanya DBH Dana Reboisasi (DBH DR) yang berfokus pada urusan sektor kehutanan dalam level pemerintah daerah. Adapun konsep DR di Indonesia pada awalnya berangkat dari Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi yang menyebutkan bahwa DR hanya dapat digunakan untuk kegiatan reboisasi dan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), sehingga pemerintah daerah kesulitan dalam menggunakan DR tersebut yang peruntukkannya terlalu spesifik. Hal tersebut berakibat pada banyaknya DR yang mengendap dalam kas daerah dan tidak terserap dengan baik. Berkaitan dengan masalah tersebut, pemerintah pusat menginisiasikan adanya perubahan alokasi melalui perluasan penggunaan DBH DR, yang dimana DR tersebut dapat digunakan untuk berbagai macam kegiatan dengan ketentuan sesuai pada tujuan utama dana perimbangan tersebut yakni, kegiatan reboisasi dan RHL. Pengaruh dari pengalihan urusan kehutanan kepada pemerintah provinsi dari pemerintah kabupaten/kota juga mempengaruhi pengalihan kewenangan fiskal untuk DBH DR menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Landasan hukum tersebut pada akhirnya juga mempengaruhi munculnya kebijakan perluasan penggunaan DBH DR, mengingat bahwa DR di pemerintah kabupaten/kota belum dapat digunakan secara optimal. Oleh karena itu, diharapkan perluasan penggunaan DBH DR dapat menjadi pemicu pemerintah daerah untuk meningkatkan penggunaan atau penyerapan DBH DR dalam rangka melaksanakan kegiatan RHL.


Decentralization concept in Indonesia is not just giving authority from central to local government. It needs to be followed with financial authority or fiscal decentralization. There are many types of fiscal decentralization, one of them is revenue sharing. By definition, revenue sharing is a budget with specific presentation that local government can be use to execute government activities. There is one of revenue sharing types called forest revenue sharing or DBH DR in local government. DR in Indonesia is reffering to reforestation and forest and land rehabilitation activity based on Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 about Dana Reboisasi. That regulation is forming an issue about DR absorption in local government is not proper. Responding to that issue, central government is giving an effort for expansion of usage by changing the allocation for DBH DR, so local government can use the budget for many program that still refers to reforestation and forest and land rehabilitation activity. Forest authority transfer from district to province, is also giving an impact for DBH DR as it state on Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 about Pemerintahan Daerah. Therefore, the expansion of usage is triggering the local government for using or elevated the DR absorption to support reforestation and forest and land rehabilitation activity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasti Wisuandini
"Salah satu instrumen desentralisasi fiskal adalah Transfer Pusat ke Daerah yang didalamnya terdapat Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan. Penelitian bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi kebijakan Dana Bagi Hasil Kehutanan di Indonesia, serta melihat bagaimana implementasinya di Indonesia dan Negara lain. Pendekatan dan metode yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa faktor yang melatarbelakangi kebijakan DBH SDA Kehutanan yaitu adanya Penerimaan Negara Bukan Pajak Sektor Kehutanan, pelaksanaan desentralisasi di Indonesia, dan untuk mengatasi kesenjangan fiskal secara vertikal. Implementasi DBH SDA Kehutanan di Indonesia dilaksanakan ke dalam beberapa tahapan, yaitu perencanaan, penyaluran, pertanggungjawaban, dan pengawasan.

One of fiscal decentralization instrument is a local transfer which consist of Forest Revenue Sharing. This research aimed to described factors in policy of Forest Revenue Sharing in Indonesia, also to see how implementation of Forest Revenue Sharing in Indonesia. This research used qualitative approaches and method.
The result of the research found that the factors are Non-Tax Revenue State, decentralization in Indonesia, and to solve the vertical fiscal imbalances. The implementation of forest revenue sharing in Indonesia decided into several steps, these are planning, allocating, accountability, and controlling.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Inara Anindita
"BUMN di Indonesia menghadapi beberapa permasalahan dalam menjalanakan
usahanya, salah satunya ialah banyaknya BUMN yang memiliki kinerja keuangan dan tata kelola yang buruk. Hal ini kemudian mendorong pemerintah untuk kembali mengevaluasi pengelolaan BUMN, yang kemudian menuju kepada wacana untuk melaksanakan adanya suatu restrukturisasi BUMN dengan membentuk holding BUMN. Skripsi ini membahas mengenai pembentukan holding BUMN berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, beserta penerapannya dalam berbagai sektor industri di Indonesia, dan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan dan tata kelola BUMN. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis- normatif untuk menelaah norma hukum tertulis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus mengenai pembentukan holding BUMN dan sejauh ini pembentukannya mengacu kepada UUPT, UU BUMN, PP 44/2005, PP 72/2016, Permen BUMN 1/2011 dan Permen BUMN 9/2012. Selanjutnya, dapat juga disimpulkan bahwa dalam penerapan holding BUMN masih terdapat beberapa perbedaan dalam pemilihan induk holding dan kontrol terhadap anggota holding. Kesimpulan terakhir, ialah pembentukan holding BUMN membawa dampak positif terhadap kinerja keuangan dan tata kelola BUMN di Indonesia. Maka dari itu, demi menunjang pembentukan holding BUMN perlu dibentuk peraturan perundang- undangan yang khusus mengatur mengenai holding BUMN, juga perlu adanya kepastian penyeragaman pembentukan holding BUMN oleh pemerintah, dan perlu adanya eksekusi yang matang dari induk dan anggota holding agar pengaruh pembentukan holding terhadap kinerja BUMN dapat terlaksana dengan baik
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Direktorat Litbang BPK RI, 2020
332 JTKAKN
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Herdiansah
"Dalam Penelitian ini membahas mengenai Mekanisme Pengembalian dan Tata Kelola Aset Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi yang berlaku di Indonesia. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaturan aset negara yang berasal dari Tindak Pidana Korupsi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, bagaimana mekanisme yang ideal dalam pengembalian aset negara sebagai akibat perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi, dan Bagaimanakah tata kelola dan pertanggungjawaban atas pengelolaan terhadap aset negara hasil tindak pidana korupsi. Sedangkan tujuan dalam peneltian ini adalah mengetahui sejauhmana suatu aset dapat dikatagorikan sebagai obyek tindak pidana korupsi, mengetahui sejauhmana pengaturan mengenai pengembalian aset negara hasil tindak pidana korupsi, menemukan cara tepat dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, dan mengetahui tata kelola atas pengelolaan pengembalian aset berdasarkan perturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan melakukan penelitian lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa yang termasuk aset negara yang dapat menjadi objek dari sebuah tindak pidana korupsi yaitu uang, surat berharga, piutang, barang berharga, dan hak-hak yang lain yang dapat dinilai dengan uang. Mekanisme yang ideal dalam pengembalian aset negara hasil tindak pidana korupsi adalah gabungan antara instrumen hukum yang terdapat dalam UNCAC PBB 2003 dan instrumen hukum civil forfeiture. Mekanisme ini didasarkan atas keberhasilan negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Adapun mekanisme ideal pengelolaan Aset dilakukan oleh Lembaga Pengelola Aset di bawah Kementerian Keuangan.

Abstract
This research is mainly discussed about The Mechanism and Management System of Asset Recovery from Corruptions Act in Indonesia. The problem that this research is trying to resolves is how Indonesian Law regulate the state asset that comes from Corruption Act, what kind of mechanism that is ideal to recover the state asset as a consequence of tort in corruption act and how to manage and take responsibility of asset recovery from Corruption Act. The purpose of this research is to explain about the clasification of state assets especially if the assets come from corruption act, to find the right method regarding asset recovery from corruption act, to know the management of asset recovery based on the rule of law. The researcher is using the normative law research method combined with field research and literature study. Output from this research shows that state assets that is sourced from corruption act are money, obligation, credit, valuable thing, and the other rights that can be valued with money. The ideal mechanism regarding asset recovery from corruption act is the unification between law instrument contained in UNCAC PBB 2003 and forfeiture in civil law instrument. This mechanism is based on the succeed of developed country such as United State of America and United Kingdom regarding asset recovery from corruption act. Furthermore, the ideal mechanism to management of asset recovery by doing management asset institution underneath ministry of finance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S310
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Putriyanti
"Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan tata kelola dana desa setelah UU No. 6 tahun 2014 Tentang Desa dan pelaksanaan sinkronisasi antara lembaga terkait tentang tata kelola dana desa. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Pelaksanaan tata kelola dana desa setelah UU No. 6/2014 masih terjadi disharmonisasi. Regulasi sektoral yang dikeluarkan oleh KemenDesa PDTT serta Kemendagri, dari aspek praktis di lapangan pelaksanaannya dirasakan masih menyulitkan bagi aparat desa. Pelaksanaan sinkronisasi antara lembaga terkait tentang tata kelola dana desa belum berjalan dengan optimal. Sinkronisasi belum dapat dilakukan karena masing-masing lembaga membentuk sendiri-sendiri regulasi sektoral. Implementasi suatu regulasi sangat mungkin bersinggungan dengan regulasi lainnya, bahkan pada praktiknya terdapat regulasi yang justru menyandera pelaksanaan dana desa itu sendiri. Ego sektoral masih mendominasi dalam menyusun regulasi, dan belum sepenuhnya mempertimbangkan secara matang implikasinya. Oleh karena itu, dalam hal yang berkaitan dengan desa, maka ketika Kemendagri akan melakukan pengaturan yang berkaitan dengan desa, harus berkoordinasi dengan KemenDesa, PDTT yang memiliki tugas, tanggung jawab dan kewenangan yang berkaitan dengan desa. Sehingga peraturan yang dikeluarkan oleh Kemendagri sudah merupakan hasil sinkronisasi dengan KemenDesa PDTT. Dengan dilakukannya sinkronisasi terhadap urusan pemdes dengan urusan pemda, maka implikasi pada level pelaksanaan adalah adanya acuan yang lebih jelas dan tidak ambigu. Berdasarkan analisa, diusulkan saran Perlunya proses pembentukan setiap regulasi oleh sektoral yang berkaitan dengan tata kelola dana desa melibatkan kementerian/lembaga terkait; Perlunya melaksanakan UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dalam hal terjadi konflik regulasi dan konflik kewenangan; serta pemerintah hendaknya menghindari perubahan regulasi yang berdampak pada perubahan vital penyusunan RPJMDes dan APBDes.

This study discusses the implementation of village fund governance after Law no. 6 year 2014 About the Village and implementation of synchronization between related institutions on village fund governance. This research is normative law research. Implementation of village fund governance after Law no. 6 2014 there is still disharmonization. Sectoral regulations issued by Ministry of Village and MoHA, from the practical aspect of the implementation field are still difficult for village officials. Implementation of synchronization between related institutions about governance of village funds has not run optimally. Synchronization can not be done because each institution establishes its own sectoral regulations. Implementation of a regulation is very likely to be tangent to other regulations, even in practice there is a regulation that actually holds the implementation of the village funds themselves. Sectoral ego still dominates in drafting regulations, and has not fully considered the implications. Therefore, in matters relating to the village, then when the MoHA will make arrangements relating to the village, it should coordinate with the Ministry of Village with duties, responsibilities and authorities relating to the village. So the regulations issued by the MoHA is already a result of synchronization with the Ministry of Village. With the synchronization of the village government affairs with the local government affairs, the implications at the implementation level are the existence of clearer and unambiguous references. Based on the analysis, proposed suggestion The need for the process of forming any regulation by sectoral related to village fund governance involves ministries related institutions The need to implement Law No. 30 2014 on Government Administration in the event of a conflict of regulation and conflict of authority And the government should avoid regulatory changes that have an impact on the vital changes in the preparation of the Medium term village development plan and Village income and expenditure budget.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Cheriani Aulia Rachmah
"Desentralisasi tata kelola kehutanan dalam paradigma awal di wilayah Asia-Pasifik diartikan sebagai mekanisme prosedural dan aturan dalam mengambil keputusan yang mencakup pada transfer kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui tata kelola yang baik. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu; 1) Bagaimana tata kelola kehutanan yang baik di Provinsi Jambi dan, 2) Bagaimana proses membangun peran stakeholder dalam tata kelola kehutanan yang baik di Provinsi Jambi sejak berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tata kelola kehutanan yang baik dan proses membangun peran stakeholder setelah berlakunya Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan post positivisme dan metode kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam (indepth interview) serta wawancara terstruktur. Hasil penelitian diperoleh bahwa sejak berlakunya Undang-Undang 23/2014 yakni; Pertama, berdasarkan enam prinsip tata kelola kehutanan yang baik di Provinsi Jambi masih banyak terdapat kelemahan. Hal ini ditunjukkan dari kurangnya partisipasi masyarakat dalam keikutsertaannya pada setiap kebijakan sektor kehutanan yang ditetapkan pemerintah. Kurangnya penyuluhan dan informasi terkait kebijakan tata kelola kehutanan dari pemerintah menjadi salah satu faktor munculnya konflik tenurial yang terjadi antara masyarakat dengan pihak swasta atau masyarakat dengan pemerintah. Kedua, dari analisis proses membangun peran dan kepentingan masing-masing stakeholder pada kebijakan tata kelola kehutanan di Provinsi Jambi, pihak swasta lebih mendominasi perizinan dan pengelolaan hasil hutan daripada masyarakat daerah yang tinggal di sekitar dan di dalam hutan. Hal ini terjadi karena sumbangsi pihak swasta pada pemerintah di sektor ekonomi, seperti pada penyerapan dana pendapatan daerah yang sangat tinggi. Dampaknya masyarakat yang tinggal di sekitar dan di dalam hutan menjadi pihak yang paling dirugikan oleh kebijakan tata kelola kehutanan itu sendiri. Oleh sebab itu, rekomendasi yang dapat diberikan adalah peningkatan pada rencana pengelolaan hutan, sosialisasi yang tepat sasaran, dan membangun komunikasi pada masyarakat di sekitar hutan dan SAD. Pentingnya peran masyarakat dan SAD yang harus diikutsertakan karena mereka mengetahui persis kondisi hutan, masalah, dan solusi yang tepat dalam penanganannya.

Decentralization of backwoods administration in the underlying worldview in the Asia- Pacific district is characterized as a component for methods and decides for settling on choices that incorporate the exchange of focal position to nearby legislatures through great administration. The problem formulations of this study are, 1) How are good foresty governance in Jambi Province, and 2) How are the process of building stakeholder roles in good foresty govenance in Jambi Province since the the authorization of Law 23/2014 about regional government. This study expects to break down great ranger service administration and the method involved with building partner jobs after the order of Law no. 23/2014 concerning Regional Government. The strategy utilized in this exploration is post positivism approach and subjective technique. Information were gathered through top to bottom meetings and organized interviews. The consequences of the review showed that since the authorization of Law 23/2014, to be specific; First, in view of the six standards of good administration in Jambi Province, there are as yet numerous shortcomings. This is shown by the absence of local area cooperation in partaking in each ranger service area strategy set by the public authority. The absence of directing and data connected with ranger service administration arrangements from the public authority is one of the elements for the development of residency clashes that happen between the local area and the confidential area or the local area and the public authority. From the examination of the most common way of fostering the jobs and interests of every partner in woods administration arrangements in Jambi Province, the confidential area overwhelms both permitting and backwoods item the executives than nearby networks living around and in the timberland. This is because of the help of the confidential area to the public authority in the financial area, for example, the extremely high retention of provincial income reserves. individuals living around and in the woods are the most impeded by the timberland administration strategy itself. Consequently, proposals that can be given are improvement of timberland the executives plans, designated socialization, and correspondence to networks around woods and SAD. The significance of the job of the local area and SAD that should be incorporated on the grounds that they know the state of the timberland, the issues, and the right arrangements in taking care of them.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>